12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Hak Politik Perempuan Secara yuridis formal hak politik perempuan merupakan hak azasi sebagaimana dimuat dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Azasi Manusia Tahun 1948. Pasal 1 intinya adalah bahwa semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang tidak berbeda. Pasal 7 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hukum yang sama dan Pasal 21 menentukan bahwa setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik dengan langsung maupun melalui wakil- wakil yang dipilih secara bebas. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama, untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan di negerinya. Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa pemerintah telah meratifikasi konvesi tentang hak politik perempuan sebagaimana tertuang dalam UU No. 68 Tahun 1958. Dalam UU tersebut terdapat ketentuan bahwa perempuan berhak memberikan suara dalam semua pemilihan dengan status yang sama dengan pria tanpa diskriminasi. Selain itu UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia khususnya Pasal 46 secara tegas memberikan jaminan keterwakilan perempuan. Atas dasar itu semua, kiranya tidak perlu ragu bahwa perempuan pun juga dijamin hak politiknya. Persoalannya terletak pada perempuan sendiri mau atau tidak memanfaatkan jaminan hukum ini.
28
Embed
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Hak Politik Perempuanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8336/3/T1_312009043_BAB II.pdf · A. Pengertian Hak Politik Perempuan . ... politik,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Hak Politik Perempuan
Secara yuridis formal hak politik perempuan merupakan hak azasi
sebagaimana dimuat dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Azasi Manusia
Tahun 1948. Pasal 1 intinya adalah bahwa semua orang dilahirkan merdeka
dan mempunyai martabat dan hak-hak yang tidak berbeda. Pasal 7
menegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hukum yang sama
dan Pasal 21 menentukan bahwa setiap orang berhak turut serta dalam
pemerintahan negerinya sendiri, baik dengan langsung maupun melalui wakil-
wakil yang dipilih secara bebas. Setiap orang berhak atas kesempatan yang
sama, untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan di negerinya.
Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa pemerintah telah meratifikasi
konvesi tentang hak politik perempuan sebagaimana tertuang dalam UU No.
68 Tahun 1958. Dalam UU tersebut terdapat ketentuan bahwa perempuan
berhak memberikan suara dalam semua pemilihan dengan status yang sama
dengan pria tanpa diskriminasi. Selain itu UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Azasi Manusia khususnya Pasal 46 secara tegas memberikan jaminan
keterwakilan perempuan. Atas dasar itu semua, kiranya tidak perlu ragu
bahwa perempuan pun juga dijamin hak politiknya. Persoalannya terletak
pada perempuan sendiri mau atau tidak memanfaatkan jaminan hukum ini.
13
Memperhatikan tentang ruang politik yang sudah terbuka bagi kaum
perempuan, maka dapatlah dikatakan perempuan dapat mengimplementasikan
hak politiknya secara terbuka pula. Adanya jaminan mengenai hak politik,
memberikan dampak yang sangat positif bagi pergerakan politik kaum
perempuan. Dalam upaya merepresentasikan hak politik dalam
keterwakilannya, dalam pengambilan keputusan politik, maka yang perlu
untuk dilihat ialah konteks perempuan dan perwakilan politik. Hal ini sangat
perlu untuk dicermati guna memperhatikan lebih jauh tentang aktualisasi
perempuan dalam perwakilan politik yang mereka jalani.1
B. Pengaturan Hak Politik Perempuan
1. Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Jaminan bagi hak berpartisipasi dalam jaringan pemerintah dan
politik di Negara Republik Indonesia, pertama-tama ditetapkan dalam
Pasal 1 ayat (2) UUD 19452. Undang-Undang Dasar merupakan ketentuan-
ketentuan fundamental tentang organisasi dan kebijaksanaan Pemerintah,
sedangkan GBHN merupakan Garis Besar Kebijaksanaan Pemerintah dan
Pembangunan dalam menjalankan ketatalaksanaan pembangunan untuk
1 Utami Santi Wijaya Hesti dkk, Perempuan dalam Pusaran Demokrasi, dari Pintu
Otonomi ke Pemerdayaan, Penerbit IP4 Lappera Indonesia, Bantul, 2001, h.. 40-41.
2Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”
14
mencapai tujuan seperti yang tertuang dalam UUD. Jaminan lainnya
tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945:3
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hukum yang di
maksud dalam hal ini meliputi hukum tertulis dan tidak tertulis,
hukum nasional dan hukum internasional, hukum publik dan hukum
privat yang memberi jaminan hukum bagi berbagai aspek kehidupan
rakyat. Pemerintahan yang dimaksud meliputi bidang pemerintahan
legislatif, eksekutif dan yudikatif, dan lain-lainnya pada tingkat
pemerintahan baik di pusat maupun daerah yang memberi jaminan
hak partisipasi untuk turut menjalankan pemerintahan sepanjang
memenuhi prasaratan sebagai diatur dalam perundang-undangan.”
Sedangkan dalam pasal 28 D ayat (3) UUD 19454 telah
dikemukakan bahwa adanya persamaan hak bagi setiap warga negara
dalam pemerintahan. Dengan adanya ketentuan tersebut mengisyaratkan
bahwa adanya jaminan hak yang sama antar laki-laki dan perempuan untuk
berkiprah dalam dunia politik.
2. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun tentang HAM
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak
azasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara
kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus
3 Sastriani Siti Hariti, Gender and Politics,Penerbit Pusat Studi Wanita Universitas
Gajah Mada dengan Tiara Wacana, Yogyakarta, 2009, h. 202
4 Pasal 28D ayat (3): “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan”
15
dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat
kemanusiaan, kesejahteraan, dan kecerdasan serta keadilan.5 Hak tersebut
meliputi juga hak politik bagi kaum perempuan yang tercantum pada pasal
46 Undang-undang HAM, yang berbunyi sebagai berikut:
“Siatem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan
legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif,
harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang
ditentukan”
Di dalam pasal tersebut dicantumkan secara tegas adanya jaminan
keterwakilan perempuan dalam siatem pemilihan umum, kepartaian,
pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang
eksekutif, yudikatif. Hal tersebut mencerminkan adanya perlindungan hak
politik bagi kaum perempuan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
diskriminasi.
3. Menurut Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu
Kedua undang-undang ini bersifat diskriminatif karena memberikan
perlakuan khusus kepada perempuan dengan mencantumkan kuota 30%
keterwakilan perempuan dalam Partai Politik dan Parlemen.
Pengaturan Hak Politik perempuan di dalam Undang-Undang Partai
Politik dan Undang-Undang PEMILU terdapat pada Pasal 2 ayat (2) dan
ayat (5) sedangkan dalam Undang-Undang PEMILU terdapat pada Pasal 8
ayat (2E) dan Pasal 55.
Isi dari Pasal-pasal tersebut sebagai berikut:
5Pasal 2 Undang-Undang HAM
16
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik berbunyi:
“Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan
perempuan.”
Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Partai Politik berbunyi:
“Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disusun dengan menyertakan paling rendah 30% (tiga
puluh perseratus) keterwakilan perempuan.”
Pasal 8 ayat (2E) Undang-Undang PEMILU:
“Partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara
pada Pemilu sebelumnya atau partai politik baru dapat menjadi
Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan menyertakan
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat”
Sedangkan Pasal 55 berbunyi:
“Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal
536memuat paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan”
4. Menurut CEDAW
CEDAW sebagai salah satu konvensi keperempuanan internasional
yang bertujuan meminimalisir diskriminasi terhadap perempuan,
mengakomodir hak-hak terhadap perempuan. Hak-hak tersebut adalah hak
Persamaan dalam Kehidupan Politik dan Kemasyarakatan pada Tingkat
Nasional, hak Persamaan dalam Kehidupan Politik dan Kemasyarakatan
pada Tingkat Internasional, hak Persamaan dalam Hukum Nasional, Hak
Persamaan dalam Pendidikan, Persamaan dalam Hak Pekerja dan Buruh,
6Daftar bakal calon yang dimaksud dalam Pasal 53 adalah daftar bakal calon anggota
DPR dan DPD.
17
Hak atas Persamaan Kesempatan atas Pelayanan Fasilitas Kesehatan dan
hak atas Jaminan Keuangan dan Sosial.
Hak politik sebagai salah satu hak perempuan yang dilindungi
dalam CEDAW adalah hak Persamaan dalam Kehidupan Politik dan
Kemasyarakatan pada Tingkat Nasional dan pada tingkat internasional.
Pengaturan mengenai hak politik perempuan dalam CEDAW diatur dalam
Pasal tujuh (7) dan Pasal delapan (8).
Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa:
“Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah perlu untuk
menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan
politik, kehidupan kemasyarakatan negaranya, dan khususnya
menjamin bagi perempuan, atas dasar persamaan dengan laki-laki,
hak sebagai berikut”:
a. Untuk memberikan suara dalam semua pemilihan dan
referendum publik, dan untuk dipilih pada semua badan badan
yang secara umum dipilih;
b. Untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah
dan pelaksanaannya, serta memegang jabatan publik dan
melaksanakan segala fungsi publik di semua tingkat
pemerintahan;
c. Untuk berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan
perkumpulan-perkumpulan Non-Pemerintah yang berhubungan
dengan kehidupan masyarakat dan politik negara.”
Pasal 7 menghendaki Negara-negara Pihak untuk melakukan dua
tahapan kegiatan, untuk menciptakan persamaan dalam kehidupan politik
dan kemasyarakatan bagi perempuan. Pertama, Negara-negara harus
menyebarluaskan hak yang telah dijamin berdasarkan Pasal 25 Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan memberi jaminan terhadap
perempuan untuk memberikan suara pada setiap pemilihan umum dan
referendum. Masalah penting bagi perempuan adalah hak untuk
18
memberikan suara secara rahasia. Perempuan yang tidak diijinkan
memberikan suara secara rahasia sering dipaksa untuk memberikan suara
yang sama dengan suami mereka, dan karenanya menghalangi mereka
untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri.
Kedua, Pasal 7 mengakui bahwa walaupun hal ini penting, hak untuk
memilih saja tidaklah cukup untuk menjamin partisipasi yang nyata dan
efektif bagi perempuan dalam proses politik. Oleh sebab itu Pasal ini
menghendaki Negara untuk memastikan bahwa perempuan mempunyai
hak untuk dipilih dalam badan-badan publik dan untuk memegang jabatan
publik lainnya dan kedudukan dalam organisasi non-pemerintah.
Kewajiban-kewajiban ini dapat dilaksanakan dengan memasukkan
perempuan dalam daftar calon pemerintah, affirmative action dan kuota,
dengan menghapus pembatasan berdasarkan gender pada posisi tertentu,
meningkatkan tingkat kenaikan jabatan bagi perempuan, dan
mengembangkan program pemerintah untuk menarik lebih banyak
perempuan ke dalam peran kepemimpinan politik yang punya arti penting
(tidak sekedar nominal).
Dalam Pasal 8 disebutkan bahwa:
“Negara-negara Pihak harus mengambil semua upaya-upaya yang
tepat untuk memastikan agar perempuan memiliki kesempatan
mewakili Pemerintah mereka pada tingkat internasional dan untuk
berpartisipasi dalam pekerjaan organisasi-organisasi internasional,
atas dasar persamaan dengan laki-laki dan tanpa diskriminasi
apapun.”
19
Walaupun banyak keputusan-keputusan yang berpengaruh langsung
terhadap kehidupan perempuan dibuat di dalam negaranya sendiri,
kecenderungan politik, hukum dan gejala sosial didorong dan diperkuat
pada tingkat internasional. Untuk alasan ini maka pentinglah bahwa
perempuan terwakili secara memadai dalam forum internasional sebagai
anggota delegasi pemerintah dan sebagai pekerja pada organisasi
internasional. Tujuan perwakilan yang setara bagi perempuan dalam
tingkat internasional masih jauh dari kenyataan. Dalam rekomendasi
umum No 8 yang ditetapkan pada sidang ketujuh tahun 1988, Komite
Mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan
merekomendasikan agar dalam pelaksanaan Pasal 8 Konvensi, Negara-
negara Pihak memberlakukan tindakan khusus yang sementara misalnya
affirmative action dan diskriminasi yang positif sebagaimana dituangkan
dalam pasal 4. Negara-negara juga harus menggunakan pengaruhnya
dalam organisasi internasional untuk memastikan agar perempuan
terwakili secara setara dan memadai.
Jadi, dalam CEDAW secara jelas telah cukup diakomodir tentang
hak-hak politik perempuan, tetapi yang menjadi permasalahan kemudian
adalah negara-negara peratifikasi konvensi CEDAW tidak memberikan
perhatian khusus terhadap hak politik perempuan. Sehingga relisasi dan
perkembangan hak politik perempuan tidak berjalan dengan baik.
20
C. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan