BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer sudah pernah dikaji oleh beberapa mahasiswa. Berikut ini kajian yang berkaitan dengan novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Pertama, skripsi berjudul Konflik Sosial dan Politik dalam Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA oleh Khoirun Nisa mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur, konflik sosial, konflik politik dan implementasi novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada data dan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Khoirun Nisa tentunya berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan Khoirun Nisa datanya berupa struktur, konflik sosial, konflik politik serta implementasi pada novel sebagai bahan ajar di SMA. Sedangkan pendekatannya menggunakan sosiologi sastra. Lalu dalam penelitian ini datanya adalah teks novel yang berbentuk kata-kata, kalimat-kalimat atau ungkapan yang mengandung gaya bahasa pada novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer. Lalu pendekatannya menggunakan stilistika. Kedua, skripsi berjudul Analisis Wacana Kritis pada Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer karya Pramoedya Ananta Toer oleh Nela Dian Octora salah satu mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015. Skripsi yang 8 Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
33
Embed
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian yang Relevan
Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya
Ananta Toer sudah pernah dikaji oleh beberapa mahasiswa. Berikut ini kajian yang
berkaitan dengan novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Pertama,
skripsi berjudul Konflik Sosial dan Politik dalam Novel Perawan Remaja dalam
Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Sosiologi Sastra dan
Implementasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA oleh Khoirun Nisa mahasiswi
Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan struktur, konflik sosial, konflik politik dan implementasi novel
Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Perbedaannya dengan penelitian ini
terletak pada data dan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti.
Penelitian yang dilakukan oleh Khoirun Nisa tentunya berbeda dengan
penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan Khoirun Nisa datanya berupa struktur,
konflik sosial, konflik politik serta implementasi pada novel sebagai bahan ajar di
SMA. Sedangkan pendekatannya menggunakan sosiologi sastra. Lalu dalam
penelitian ini datanya adalah teks novel yang berbentuk kata-kata, kalimat-kalimat
atau ungkapan yang mengandung gaya bahasa pada novel Perawan Remaja dalam
Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer. Lalu pendekatannya
menggunakan stilistika.
Kedua, skripsi berjudul Analisis Wacana Kritis pada Novel Perawan Remaja
dalam Cengkeraman Militer karya Pramoedya Ananta Toer oleh Nela Dian Octora
salah satu mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015. Skripsi yang
8
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
9
kedua ini berbeda dengan penelitian miliknya Khoirun Nisa yang berjudul Konflik
Sosial dan Politik dalam Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya
Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya sebagai
Bahan Ajar Sastra di SMA. Perbedaannya, pada penelitian yang dilakukan oleh
Khoirun Nisa datanya struktur, konflik sosial, konflik politik serta implementasi pada
novel sebagai bahan ajar di SMA sedangkan pendekatannya menggunakan sosiologi
sastra. Adapun dalam penelitian yang dilakukan oleh Nela Dian Octora ini datanya
berupa tokoh perempuan dalam posisi subjek dan posisi objek serta posisi pembaca
yang ditampilkan pada novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
sedangkan pendekatannya menggunakan model Sara Mills.
Dari kedua skripsi tersebut tentunya ada perbedaan dengan penelitian ini.
Perbedaanya terletak pada data dan pendekatannya. Dalam penelitian ini datanya
berupa teks novel yang berbentuk kata-kata, kalimat-kalimat atau ungkapan yang
mengandung gaya bahasa dalam novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
karya Pramoedya Ananta Toer. Sedangkan pendekatannya menggunakan pendekatan
stilistika. Adapun persamaan dari kedua skripsi tersebut dari penelitian ini yaitu objek
penelitiannya berupa novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer karya
Pramoedya Ananta Toer. Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan, peneliti tidak
menemukan ulasan maupun kajian ilmiah yang meneliti tentang gaya bahasa pada
novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer sehingga peneliti meneliti
tentang gaya bahasa dalam penelitian ini.
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
10
B. Novel
Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali novella yang
berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek
dalam prosa. Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu
secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai
permasalahan yang lebih kompleks. Dalam The American College Dictionary (dalam
Suyitno, 2009: 36), novel merupakan suatu cerita prosa fiktif dalam panjang yang
tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang
representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Aziez
& Hasim (2010: 2), novel merupakan suatu karya fiksi yaitu karya dalam bentuk kisah
atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan. Jadi
kesimpulannya novel merupakan suatu karya fiksi yang di dalamnya mengandung
tokoh, alur, dan peristiwa rekaan dan panjangnya melebihi dari cerpen.
C. Stilistika
Menurut Ratna (2013: 3), stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya dan stil
(style) secara umum sebagaimana akan dibicarakan secara lebih luas pada bagian
berikut adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan
cara tertentu sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal.
Adapun menurut lecch & short (dalam Nurgiyantoro, 2007: 279), stilistika menyaran
pada pengertian studi tentang stile. Kajian terhadap wujud performansi kebahasaan,
khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Analisis stilistika biasanya dimaksudkan
untuk menerangkan sesuatu, yang pada umumnya dalam dunia kesastraan untuk
menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya.
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
11
Menurut Soeratno (2001: 172), secara etimologis stylistics berkaitan dengan
style. Style artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu
tentang gaya. Gaya dalam kaitan ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau
penggunaaan bahasa dalam karya sastra. Turner (dalam Soeratno, 2001: 172-173),
stylistics atau stilistika merupakan bagian dari linguistik yang memusatkan
perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa yang tidak secara eksklusif, terutama
pemakaian bahasa dalam sastra. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa stilistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang gaya dan
memusatkan pada variasi penggunaan bahasa dalam karya sastra.
D. Gaya Bahasa
1. Pengertian Gaya Bahasa
Menurut Tarigan (2013: 4), gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan
untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu
benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Sedangkan Keraf
(2004: 112-113), gaya bahasa dalam retorika dikenal dengan istilah style. Kata style
diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan
lilin. Penekanan style dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style
lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan
kata-kata secara indah. Siswantoro (2014: 115), menambahkan gaya bahasa
merupakan suatu gerak membelok dari bentuk ekspresi sehari hari atau aliran ide-ide
yang biasa untuk menghasilkan suatu efek yang luar biasa. Gaya bahasa dapat dapat
memperkaya makna sehingga dapat menggapai pesan yang diinginkan secara lebih
intensif hanya dengan sedikit kata.
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
12
Menurut Kridalaksana (2001: 63), gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas
kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis. Selain itu bisa diartikan
sebagai pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu atau
keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Selain itu, gaya bahasa ialah
susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati
penulis yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa
itu menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat. Gaya bahasa itu untuk
menimbulkan reaksi tertentu, untuk menimbulkan tanggapan pikiran kepada pembaca
(Pradopo, 2009: 93). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan gaya bahasa
ialah pemakaian ragam kekayaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang dalam
menulis atau bertutur untuk memberikan efek tertentu kepada pembaca.
2. Jenis Gaya Bahasa
Menurut Ratna (2013: 164), gaya bahasa dibedakan menjadi empat macam,
yaitu (1) gaya bahasa penegasan, (2) gaya bahasa perbandingan, (3) gaya bahasa
pertentangan, dan (4) gaya bahasa sindiran. Beberapa jenis gaya bahasa dibedakan
lagi menjadi subjenis lain sesuai dengan cirinya masing-masing. Sedangkan menurut
Keraf (2004: 116-127), dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang
digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa
yang dipergunakan, yaitu (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa
berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, (3) gaya bahasa berdasarkan
struktur kalimat, dan (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa dibedakan menjadi tiga yaitu (a) gaya bahasa
resmi, (b) gaya bahasa tak resmi, dan (c) gaya bahasa percakapan. Berdasarkan nada
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
13
yang terkandung dalam wacana, gaya bahasa dibedakan menjadi tiga yaitu (a) gaya
sederhana, (b) gaya mulia dan bertenaga, dan (c) gaya menengah. Gaya bahasa
berdasarkan struktur kalimat dibedakan menjadi lima yaitu (a) klimaks, (b)
antiklimaks, (c) paralelisme, (d) antithesis, dan (e) repetisi. Repetisi itu sendiri ada
bermacam-macam yakni epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke,
mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis. Gaya bahasa berdasarkan langsung
tidaknya makna dibedakan menjadi dua yaitu (a) gaya bahasa retoris dan (b) gaya
bahasa kiasan (Keraf, 2004: 127-145).
Nurgiyantoro (2014: 218), menambahkan jenis gaya bahasa jumlahnya relatif
banyak bahkan tidak sedikit literatur dan orang yang memasukan stile yang bermain
dengan struktur. Dari sekian banyak bentuk gaya bahasa tampak bahwa gaya bahasa
itu pada umumnya berupa gaya bahasa perbandingan dan sebagian majas pertautan.
Gaya bahasa perbandingan yaitu simile, mertafora, personifikasi, dan alegori.
Sedangkan gaya bahasa pertautan yaitu metonimi dan sinekdoki.
Tarigan (2013: 6), mengemukakan ada empat bagian jenis gaya bahasa yaitu
(1) gaya bahasa perbandingan meliputi : perumpamaan, metafora, personifikasi,
depersonifikasi, alegori, antithesis, pleonasme, tautologi, periphrasis, prolepsis, dan
koreksio, (2) gaya bahasa pertentangan meliputi : hiperbola, litotes, ironi, oksimoron,
paronomasia, paralipsis, dan zeugma, satire, innuendo, antifrasis, paradoks, klimaks,
anti klimaks, apostrof, anastrof, apofasis, hysteron proteron, hipalase, sinisme, dan
sarkasme, (3) gaya bahasa pertautan meliputi : metonomia, sinekdoke, alusi,
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
14
mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis. Dari beberapa pendapat di atas mengenai
jenis gaya bahasa tersebut dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendapat Keraf
karena menurut peneliti jenis gaya bahasa yang di kemukakan oleh Keraf sudah
mewakili paparan mengenai jenis gaya bahasa dari pakar yang lain. Teori penelitian
ini juga dibatasi pada gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan langsung tidaknya
makna karena data penelitian ini berupa novel.
a. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Menurut Keraf (2004: 124-129), struktur sebuah kalimat dapat dijadikan
landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Adapun yang dimaksud dengan struktur
kalimat disini adalah tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat
tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, bila bagian yang terpenting atau gagasan
yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat yang bersifat
kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal
kalimat. Jenis yang ketiga adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung
dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat.
Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat tersebut, maka dapat diperoleh gaya-gaya
bahasa antara lain: (1) klimaks, (2) antiklimaks, (3) paralesisme, (4) antithesis, dan (5)
repetisi.
1) Klimaks
Nurgiyantoro (2007: 303), mengemukakan klimaks adalah urutan
penyampaian yang menunjukkan semakin meningkatnya kadar pentingnya gagasan.
Sedangkan Tarigan (2013: 79), menjelaskan klimaks merupakan sejenis gaya bahasa
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
15
yang berupa susunan ungkapan yang semakin lama semakin mengandung penekanan.
Keraf (2004: 124-125), menambahkan bahwa klimaks adalah semacam gaya bahasa
yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat
kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Bila klimaks itu terbentuk dari
beberapa gagasan yang berturut-turut semakin tinggi kepentingannya maka disebut
anabasis, contoh: Tuan-tuan jangan terlalu banyak menghamburkan waktu, tenaga,
dan fikiran bagi saya. Jadi kesimpulannya klimaks adalah gaya bahasa yang terdiri
dari gagasan yang berturut-turut semakin tinggi tingkat kepentingannya.
2) Antiklimaks
Keraf (2004: 125-126), mengungkapkan bahwa antiklimaks merupakan suatu
acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke
gagasan yang kurang penting. Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur
mengendur, contoh : Pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di ibu kota
negara, ibu kota-ibu kota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di
seluruh Indonesia. Antiklimaks merupakan urutan penyampaian yang menunjukkan
semakin mengendur kadar pentingnya sebuah gagasan (Nurgiyantoro, 2007: 303).
Sedangkan Tarigan (2013: 81), menambahkan bahwa antiklimaks merupakan
suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-
turut ke gagasan yang kurang penting. Jadi kesimpulannya antiklimaks merupakan
gaya bahasa yang terdiri dari gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting ke
gagasan yang kurang penting.
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
16
3) Paralelisme
Nurgiyantoro (2007: 302), paralelisme menyaran pada penggunaan bagian-
bagian kalimat yang mempunyai kesamaan struktur gramatikal dan menduduki fungsi
yang sama pula secara berurutan. Contoh : Diantara sejumlah warga terpaksa ada
yang dipilih, dibatasi, bahkan adakalanya ditolak untuk diterima sebagai anggota.
Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam
pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk
gramatikal yang sama (Tarigan, 2013: 131).
Keraf (2004: 126), paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha
mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki
fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Jadi kesimpulannya
paralelisme merupakan gaya bahasa yang mempunyai kesejajaran dalam pemakaian
kata-kata dan menduduki fungsi yang sama secara berurutan dalam sebuah kalimat.
4) Antithesis
Menurut Ducrot & Todoov (dalam Tarigan, 2013: 26), mengemukakan
antithesis merupakan sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau
perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantic
yang bertentangan. Antithesis merupakan penyampaian gagasan-gagasan yang
bertentangan (Nurgiyantoro, 2007: 302). Antithesis adalah sebuah gaya bahasa yang
mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan. Gaya ini timbul dari kalimat
berimbang (Keraf, 2004: 126-127). Contoh: mereka sudah kehilangan banyak dari
harta bendanya, tetapi mereka juga telah banyak memperoleh keuntungan darinya.
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
17
Jadi kesimpulannya antithesis merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata
berlawanan atau bertentangan arti satu dengan lainnya.
5) Repetisi
Repetisi merupakan gaya pengulangan kata atau kelompok kata yang sama.
Kata atau kelompok kata yang diulang dalam repetisi bisa terdapat dalam satu kalimat
atau lebih, dan berada pada posisi awal, tengah, atau di tempat yang lain
(Nurgiyantoro 2007: 301). Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau
bagian kalimat yang dianggap penting. Repetisi seperti halnya dengan paralesisme dan
antithesis lahir dari kalimat yang berimbang. Macam-macam repetisi meliputi
epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan
anadiplosis. Keraf (2004: 127-129) menjelaskan macam-macam repetisi itu sebagai
berikut:
a) Epizeuksis adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang
dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Contoh:
Kita harus bekerja, bekerja, sekali lagi bekerja untuk mengejar semua
ketinggalan kita.
b) Tautotes adalah repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah
kontruksi. Contoh :
Kau menuding aku, aku menuding kau, kau dan aku menjadi seteru.
c) Anafora adalah repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap
baris atau kalimat berikutnya. Sedangkan Nurgiyantoro (2007: 299-300),
mengemukakan anafora merupakan gaya bahasa yang menunjukkan
adanya pertautan atau menampilkan pengulangan kata pada awal
beberapa kalimat yang berurutan, contoh : Bahasa yang baku pertama-tama berperan sebagai pemersatu dalam pembentukan suatu masyarakat bahasa-bahasa yang bermacam-macam dialeknya. Bahasa yang baku akan mengurangi perbedaan variasi dialek Indonesia secara geografis, yang tumbuh karena kekuatan bawah sadar pemakai bahasa Indonesia, yang bahasa pertamanya suatu bahasa Nusantara. Bahasa yang baku itu akan mengakibatkan selingan bentuk yang sekecil-kecilnya.
d) Epistrofa adalah repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan. Contoh : Bumi yang kau diami, laut yang kau layari adalah puisi
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
18
Udara yang kau hirupi, air yang kau tengguki adalah puisi e) Simploke adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat
berturut-turut. Contoh : Kamu bilang hidup ini brengsek. Aku bilang biarin Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Aku bilang biarin
f) Mesodiplosis adalah repetisi di tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan. Contoh : Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng
g) Epanalepsis adalah perulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama. Contoh : Kita gunakan pikiran dan perasaan kita Kuberikan setulusnya, apa yang harus kuberikan
h) Anadiplosis adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Contoh : Dalam baju ada aku, dalam aku ada hati, dalam hati: ah takapa jua yang ada Dalam syair ada kata, dalam kata ada makna, dalam makna: Mudah-mudahan ada Kau!
Siswantoro (2014: 210), mengatakan bahwa repetisi merupakan penggunaan
gaya bahasa yang bertujuan untuk memberi penekanan kepada makna frasa. Jadi
kesimpulannya repetisi merupakan gaya bahasa yang berupa pengulangan kata atau
kelomok kata yang sama yang terdapat dalam satu kalimat atau lebih dan letak
posisinya bisa di awal, tengah maupun akhir kalimat.
b. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut
sebagai trope atau figure of speech. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya
makna dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris yang semata-mata
merupakan penyimpangan dari kontruksi biasa untuk mencapai efek tertentu dan gaya
bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam
bidang makna (Keraf, 2004: 129).
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
19
1) Gaya Bahasa Retoris
a) Aliterasi
Menurut Siswantoro (2014: 136), aliterasi merupakan pengulangan bunyi
konsonan di posisi akhir atau di posisi awal kata, seperti bunyi /t/ pada pasangan tried
atau true, bunyi /m/ pada pasangan might dan main, bunyi /n/ pada pasangan thin dan
pin. Sedangkan Tarigan (2013: 175), menjelaskan aliterasi yaitu sejenis gaya bahasa
yang memanfaatkan purwakanti atau kata-kata yang permulaannya sama bunyinya.
Contoh aliterasi seperti : Takut titik lalu tumpah. Kalimat tersebut merupakan aliterasi
t terlihat dengan pengulangan konsonan t berturut-turut pada satu kalimat.
Nurgiyantoto (2007: 303), menambahkan bahwa aliterasi merupakan penggunaan
kata-kata yang sengaja dipilih karena memiliki kesamaan fonem-konsonan, baik yang
berada di awal maupun di tengah kata. Jadi kesimpulannya aliterasi merupakan gaya
bahasa yang berupa pengulangan bunyi konsonan di posisi awal, tengah, dan akhir
kata.
b) Asonansi
Keraf (2004: 130), berpendapat bahwa asonansi adalah semacam gaya bahasa
yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Asonansi merujuk kepada
pengulangan bunyi vokal dengan tujuan memberi tekanan makna pada kata tertentu
dan menciptakan rangkaian suara yang musical, contoh: Kura-kura dalam perahu,
pura-pura tidak tahu. Siwantoro ( 2014: 140), mengemukakan asonansi merupakan
pengulangan bunyi hidup seperti bunyi /i/ pada pasangan he dan she. Jadi
kesimpulannya asonansi merupakan gaya bahasa yang berupa pengulangan bunyi
hidup dengan vokal yang sama.
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
20
c) Anastrof atau Inversi
Ducrot & Todorov (dalam Tarigan, 2013: 85), inversi merupakan permutasi
atau perubahan unsur-unsur konstruksi sintaksis. Dengan kata lain inversi merupakan
perubahan urutan subjek predikat (SP) menjadi predikat subjek (PS). Sedangkan Keraf
(2004:130), berpendapat bahwa anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris
yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Anastrof
ini mengubah urutan unsur-unsur kontruksi sintaksis dengan menyebutkan terlebih
dahulu predikat sebelum subjeknya, contoh: Pergilah ia meninggalkan kami,
keheranan kami melihat perangainya. Jadi kesimpulannya inversi merupakan gaya
bahasa yang melakukan pembalikan urutan susunan kata subjek predikat menjadi
predikat subjek.
d) Apofasis atau Preterisio
Keraf (2004: 130-131), berpendapat bahwa Apofasis atau disebut juga
Preterisio merupakan sebuah gaya dimana penulis atau pengarang menegaskan
sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu,
tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Berpura-pura melindungi atau
menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya, contoh: Saya tidak
mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa Saudara telah menggelapkan ratusan
juta rupiah uang negara. Sedangkan Tarigan (2013: 86), mengemukakan preterisio
adalah jenis gaya bahasa yang digunakan oleh penulis, pengarang, atau pembicara
untuk menegaskan sesuatu tetapi nampaknya menyangkalnya. Jadi kesimpulannya
apofasis atau preterisio merupakan gaya bahasa yang menegaskan sesuatu tetapi
menyangkal dengan cara berpura-pura.
Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017
21
e) Apostrof
Keraf (2004: 131) berpendapat bahwa apostrof adalah semacam gaya yang
berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.
Dalam pidato yang disampaikan pada suatu masa, sang orator secara tiba-tiba
mengarahkan pembicaraannya langsung kepada sesuatu yang tidak hadir kepada
mereka yang sudah meninggal, atau kepada barang atau objek khayalan atau sesuatu
yang abstrak. Dengan demikian dia tampak tidak berbicara pada hadirin, contoh: Hai
kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari
belenggu penindasan ini. Sedangkan Tarigan (2013: 83), berpendapat apostrof
merupakan sejenis gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir
kepada yang tidak hadir. Jadi kesimpulannya apostrof merupakan gaya bahasa yang
mengalihkan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir.
f) Asindeton
Nurgiyantoro (2007: 303), asindeton merupakan penggunaan pungtuasi yang
berupa „‟tanda koma‟‟. Keraf (2004: 131), berpendapat asindeton adalah suatu gaya
yang berupa acuan, yang bersifat padat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang
sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk ini biasanya
dipisahkan saja dengan koma, seperti ucapan terkenal dari Julius Caesar: Veni, vidi,