-
�
&�
�
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Minat Belajar
1. Pengertian Minat Belajar
Slameto (2003) berpendapat bahwa minat adalah suatu
kecenderungan
untuk mempelajari sesuatu dengan perasaan senang. Apabila
individu
membuat minat dalam suatu hal maka individu tersebut akan
melakukan hal
itu tanpa disuruh.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan
yang
menunjukkan bahwa individu lebih suka pada suatu hal daripada
hal lain.
Individu yang mempunyai minat terhadap suatu hal cenderung
untuk
memberikan perhatian yang lebih besar terhadap suatu hal
tersebut. Minat
adalah kecenderungan dalam diri individu untuk tertarik pada
sesuatu objek
atau menyenangi sesuatu objek (Sumadi Suryabrata, 1988).
Sudarsono (2003) memaparkan minat belajar adalah suatu sikap
tertentu yang bersikap sangat pribadi pada setiap orang yang
ingin belajar.
Dengan didasari oleh minat untuk belajar, seseorang akan
melakukan aktivitas
belajar tersebut penuh dengan perhatian serta memudahkan
konsentrasi,
sehingga gangguan dari luar dapat dihindari. Dengan konsentrasi
yang baik,
akan membuahkan prestasi yang baik pula bagi peserta didik
(Liang
Gie,2007).
-
�
=�
�
2. Ciri – ciri yang mempunyai minat belajar
Menurut Slameto (2003) siswa yang berminat dalam belajar
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai kecenderungan yang tetap untuk untuk memperhatikan
dan
mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus.
b. Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati.
c. Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang
diminati.
d. Ada rasa keterikatan pada sesuatu aktivitas-aktivitas yang
diminati.
e. Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya daripada yang
lainnya.
f. Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan
kegiatan.
3. Faktor –faktor yang memperngaruhi minat belajar
Menurut Slameto (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
minat belajar seorang siswa yaitu :
a. Faktor intern
1) Faktor jasmani
a) Faktor kesehatan
Proses belajar seseorang akan terganggu apabila kesehatan
orang tersebut terganggu, selain itu juga cepat lelah, tidak
bersemangat, dan sebagainya. Agar seseorang dapat belajar
dengan
semangat harus menguasahakan kesehatannya terjamin dengan
baik.
-
�
>�
�
b) Cacat tubuh
Cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang
menyandang cacat, belajarnya juga akan terganggu.
2) Faktor psikologis
Orang yang keadaan jiwanya tenang dan gembira maka akan
berdampak pula pada sikap dan perbuatannya.
3) Faktor kelelahan (jasmani dan rohani)
Kelelahan jasmani misalnya, lemah lunglai, tubuh lemas.
Sedangkan lelah rohani seperti kelesuan, kebosanan, sehingga
minat
dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
b. Faktor ekstern
1) Faktor keluarga
a) Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap
belajar anak. Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan
anaknya, orang tua yang acuh tak acuh terhadap belajar anak,
tidak
memperhatikan kepentingan sama sekali akan kepentingan dan
kebutuhan anak dalam belajar dapat menyebabkan anak tidak
berhasil dalam belajarnya.
b) Relasi antar anggota keluarga
Relasi yang terpeting adalah relasi antara orang tua dan
anaknya. Selain itu juga relasi dengan anggota keluarga lain
pun
juga mempengaruhi belajar anak. Wujud realisasi itu misalnya
-
�
"%�
�
hubungan yang penuh dengan kasih sayang dan kehangatan atau
diliputi oleh kebencian, sikap acuh tak acuh.
c) Suasana rumah
Misalnya suasana rumah yang gaduh atau ramai dan tidak
teratur tidak akan memberikan ketenangan pada anak yang
belajar.
Suasana yang tegang, ribut dan sering cek cok atau
pertengkaran
antar anggota keluarga dengan keluarga lain, menyebabkan
anak
bosak di rumah dan akibatnya menjadi kacau. Beitu juga
suasana
rumah yang bising dengan radio, tape, recoder, atau televisi
pada
waktu belajar akan mengganggu belajar anak. Agar anak dapat
belajar dengan baik maka perlu diciptakan suasana rumah yang
tenang dan tentram.
d) Pengertian orang tua
Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila
anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas
rumah.
Jika anak mengalami lelah semangat, maka orang tua
bertanggung
jawab memberikan pengertian dan dorongan, membantu sedapat
mungkin kesulitan yang dialami anak.
e) Latar belakang budaya
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga
mempegaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu ditanamkan
kepada
anak kebiasaan-kebiasaan baik dalam belajar, agar mendorong
semangat belajar anak.
-
�
""�
�
2) Faktor sekolah
a) Metode pengajaran
Metode mengajar guru yang kurang akan mempengaruhi
belajar siswa yang tidak baik pula. Ini terjadi karena guru
kurang
persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga
keterangan guru menjadi kurang jelas dan akibatnya siswa
menjadi
malas belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka
metode
mengajar diusahakan tepat, efisien dan efektif.
b) Relasi guru dengan siswa
Relasi guru dan siswa yang baik akan membuat siswa
menyukai guru dan juga matapelajaran yang diberikan. Guru
yag
kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab menyebabkan
proses
belajar mengajar kurang lancar. Siswa merasa jauh dari guru,
maka
segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar.
c) Relasi siswa dengan siswa
Menciptakan relasi yang baik antar siswa perlu diadakan agar
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar
siswa.
d) Alat pelajaran
Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan melancarkan
penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika
siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka
belajarnya akan lebih giat.
-
�
"$�
�
3) Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh
terhadap minat belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena
keberadaan
dalam masyarakat.
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan
terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa terlalu
banyak ambil bagian dalam kegiatan masyarakat akan terganggu
belajarnya. Lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur
waktu.
Perlu kiranya membatasi siswa dalam bermasyarakat.
b) Mas media
Mas media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap
siswa dan juga terhadap belajarnya begitupun sebaliknya.
Apabila
mas media yang buruk akan mempengaruhi siswa dalam
belajarnya.
c) Teman bergaul
Agar siswa dapat belajar dengan baik maka perlu diusahakan
agar siswa mempunyai teman bergaul yang baik. Pembinaan
pergaulan yang baik seperti pengawasan dari orang tua maupun
pendidik harus cukup bijaksana.
d) Bentuk kehidupan masyarakat
Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruhi
terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang
tidak
-
�
"#�
�
terpelajar akan berpengaruh jelek terhadap anak yang belajar
di
lingkungan tersebut. Sebaliknya jika lingkungan anak adalah
orang
terpelajar, baik-baik, antusias dengan cita-citanya, maka anak
akan
terpengaruh dengan apa yang ada di sekitarnya.
4. Cara pendidik meningkatkan minat belajar siswa
Pendidik mempunyai tugas untuk membangkitkan minat belajar
siswa
agar prestasinya meningkat dengan cara sebagai berikut :
a. Membandingkan adanya suatu kebiasaan pada diri anak
didik,
sehingga rela belajar tanpa paksaan.
b. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan
persoalan
pengalaman yang dimiliki siswa sehingga mudah menerima
pelajaran.
c. Memberikan kesempatan pada anak didik untuk mendapatkan
hasil
belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar
yang
kreatif dan kondusif.
d. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar
dalam
konteks perbedaan individual anak didik.(Djamarah,2002)
Oleh karena itu minat belajar harus ditumbuhkan sendiri oleh
masing-masing
siswa. Pihak lainnya hanya memperkuat dan menumbuhkan minat saja
atau untuk
memelihara minat yang telah dimiliki seseorang.
�
-
�
"'�
�
B. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Fitts (1971) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek
penting
dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan
kerangka acuan
(frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Ia
menjelaskan
konsep diri secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika
individu
mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan
arti dan nilai
serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia
menunjukkan suatu
kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari
dirinya
sendiri untuk melihat dirinya seperti yang dilakukan terhadap
dunia di luar
dirinya.
Fitts (1971) mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat
terhadap
tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang,
maka akan
lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.
Konsep
diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan
dengan orang lain (Stuart dan Sundeen dalam Keliat,1992).
Termasuk persepsi
individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang
lain dan
lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan
objek, tujuan
serta keinginannya. Secara umum disepakati bahwa konsep diri
belum ada saat
lahir.
Yenas (2002) mengatakan konsep diri merupakan suatu sikap dari
diri
sendiri sebagai suatu hal yang mempengaruhi secara keseluruhan
seolah-olah
-
�
"9�
�
hanya dirinya saja yag mengalami masalah tersebut. Menurut
William D.
Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan
perasaan
seseorang tentang dirinya (Rakhmat, 2005:105).
2. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri
Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok yaitu
sebagai
berikut :
a. Dimensi Internal
Dimensi internal atau yang biasa disebut juga kerangka acuan
internal
(internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan
oleh individu
yakni penilaian terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di
dalam dirinya.
Dimensi ini terdiri dari enam bentuk :
1) Diri Identitas (identity self) Bagian diri ini merupakan
aspek yang paling mendasar pada konsep diri
dan mengacu pada pertanyaan “siapakah saya” dalam pertanyaan
tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada
diri sendiri (self) oleh individu yang bersangkutan untuk
menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya “saya
Ita”. Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan
lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah
sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan
hal-hal yang lebih kompleks, seperti “saya pintar terlalu gemuk”
dan sebagainya. 2) Diri Pelaku (behavioural self)
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya
yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang harus dilakukan
oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri
identitas. Diri yang kuat menampakkan adanya keserasian antara diri
identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan
menerima baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku.
Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilaian.
-
�
":�
�
3) Diri Penilaian (judging self) Diri penilai berfungsi sebagai
pengamat, penentu standar dan evaluator.
Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri
identitas dengan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan
penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu,
label-label yang dikenakan kepada dirinya bukanlah semata-mata
menggambarkan dirinya tetapi juga sarat dengan nilai-nilai.
Selanjutnya penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan
yang akan ditampilkan. 4) Diri fisik (physical self)
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan
dirinya secara fisik. Dalam hal inin terlihat persepsi seseorang
mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek,
menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek,
gemuk, kurus). 5) Diri etik-moral (moral-ethical self)
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat
dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut
persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan
seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang
dipegangnya meliputi batasan baik dan buruk. 6) Diri pribadi
(personal self)
Diri pribadi merupakan perasaan dan persepsi seseorang tentang
keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik
atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh
mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana dia
merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
b. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui
hubungan dan
aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal
lain di luar dirinya.
Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya dirinya yang
berkaitan
dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya. Namun, dimensi
yang
dikemukakan oleh Fitts (1971) adalah dimensi eksternal yang
bersifat umum
bagi semua orang dan dibedakan atas 2 bentuk yaitu :
-
�
"&�
�
1) Diri keluarga (family self) Diri keluarga menunjukkan
perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian inimenunjukkan
seberapa jauh seseorang merasa kuat terhadap dirinya sebagai
anggota keluarga serta terhadap peran maupun fungsi yang diajarkan
sebagai anggota dari suatu keluarga. 2) Diri sosial (social
self)
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi
dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya.
C. Atlet Sepakbola
Sepak bola merupakan salah satu olahraga yang paling populer di
dunia.
Banyak sekali pemuda yang sangat menginginkan menjadi atlet
sepak bola.
Menurut Wikipedia, atlet berasal dari bahasa Yunani athlos yang
berarti kontes.
Atlet dapat diartikan seseorang yang mengikuti kontes. Di
Indonesia, banyak
siswa yang masih dibangku sekolah dididik menjadi atlet
sepakbola. Siswa
tersebut bahkan diikutkan di TC (training center) dan di
sekolahkan di sekolah
khusus atlet. Salah satunya adalah Diklat Bintang Pelajar di
Kecamatan Pabelan.
Dalam menjadi atlet, tentu ada faktor yang mempengaruhi
perkembangan atlet
tersebut yaitu fisik dan psikologis. Faktor fisik merupakan
faktor utama yang
diperhatikan seorang atlet. Tetapi ada pula faktor psikologis
yang terkadang
menjadi kendala seorang atlet. Menurut Singgih (2001) ada
beberapa masalah
psikologis yang dialami atlet sepeti :
1. Berpikir positif
Berpikir postif merupakan modal utama untuk dapat memiliki
keterampilan
psikologis atau mental yang tangguh.
2. Penetapan sasaran
-
�
"=�
�
Setiap atlet harus mempunyai goal setting dalam setiap
pertandingan
maupun dalam hal lain.
3. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan bagi seorang atlet untuk mencapai
tujuannya.
Motivasi ini dapat timbul dari luar maupun dalam dirinya.
4. Emosi
Seorang atlet dituntut untuk dapat mengendalikan dan mengatur
emosinya
dalam tekanan tertentu terutama pada saat pertandingan.
5. Kecemasan atau ketegangan
Bagi atlet kecemasan terkadang muncul pada saat akan bertanding.
Tetapi
seorang atlet juga dididik untuk mengatasi rasa kecemasan atau
ketegangannya
agar tidak menggangu konsentrasi bertandingnya.
6. Kepercayaan diri
Kepercayaan diri sangat diperlukan bagi seorang atlet saat
bertanding. Atlet
harus percaya akan kemampuan yang dimiliki untuk memberikan
hasil yang
terbaik dalam bertanding.
7. Komunikasi
Seorang atlet hendaknya mampu membangun hubungan baik dengan
menjalin komunikasi dengan semua pihak dalam mendukung karier
keatlitannya.
8. Evaluasi diri
Hal ini dimaksudkan sebagai usaha seorang atlet untuk mengenali
keadaan
yang terjadi pada dirinya. Hal ini diperlukan agar dapat
mengetahui kelemahan
-
�
">�
�
dan kelebihan pada saat bertanding. Evaluasi diri akan membuat
atlet memasang
goal setting latihan maupun pada saat pertandingan.
9. Manajemen waktu
Pengaturan waktu yang baik diperlukan seorang atlet dalam
kehidupannya.
Ia harus dapat membagi waktu antara latihan, pertandingannya,
maupun
kehidupannya di luar keatletan. Misalnya sepertia atlet
sepakbola yang masih
duduk dibangku sekolah tentu harus bisa membagi antara olahraga
dengan
pendidikan.
D. Penelitian yang Relevan
Menurut penelitian yang dilakukan Rahman (2009) mengenai “
Pengaruh
Konsep Diri dan Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika
SMA N 2
Mukomuko” memberikan temuan bahwa ada hubungan positif dan
signifikan
antara konsep diri dan minat belajar dengan hasil belajar
matematika dengan besar
r2 = 0,7451.
Sedangkan menurut Anggi (2010) mengenai “ Hubungan antara konsep
diri
dan minat belajar dengan prestasi belajar di SMA Shalahudin
Malang”
mengemukakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dan
positif antara
konsep diri dan minat belajar dengan prestasi belajar siswa yang
ditunjukkan
dengan r = 0,132.
-
�
$%�
�
E. Hipotesis
“ Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan minat
belajar
siswa SMA N 1 PABELAN sebagai atlet yang tergabung dalam Diklat
Bintang
Pelajar Pabelan Kabupaten Semarang.”
�