Top Banner
9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajak Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha harus memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada negara di mana perusahaan itu menjalankan kegiatan usaha. Di Indonesia menganut sistem self assessment dalam pemungutan perpajakan. Sistem self assessment merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Pajak memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sebaliknya, bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih.
37

BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

Jul 19, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Pajak

2.1.1.Pengertian Pajak

Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha harus memenuhi kewajiban

perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku

pada negara di mana perusahaan itu menjalankan kegiatan usaha. Di Indonesia

menganut sistem self assessment dalam pemungutan perpajakan. Sistem self

assessment merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang,

kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus

dibayar.

Pajak memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,

khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan.

Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan

digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

pengeluaran pembangunan. Sebaliknya, bagi perusahaan, pajak merupakan beban

yang akan mengurangi laba bersih.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

10

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang telah beberapa kali diubah terakhir

disebut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 selanjutnya dalam

tulisan ini disebut dengan UU KUP yaitu sebagai berikut: Pajak merupakan kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

2.1.2.Fungsi Pajak

Adapun fungsi pajak menurut Thomas Sumarsam (2013) yaitu:

a. Pajak sebagai sumber dana atau penerima (budgetair), yaitu pajak sebagai

penghimpun dana dari masyarakat ke dalam kas negara yang diperuntukkan bagi

pembiayaan pengeluaran pemerintah.

b. Pajak sebagai pengatur (regulerend), yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk

mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara

pelaku ekonomi.

2.1.3.Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan menjadi:

a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

11

b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang, kepercayaan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus

dibayar.

c. Withholding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak.

2.1.4.Asas Pengenaan Pajak

Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk

mengenakan pajak adalah:

a. Asas domisili atau asas kependudukan, berdasarkan asas ini negara akan

mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang

pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut

merupakan penduduk atau berdomisili di negara atau apabila badan yang

bersangkutan berkedudukan di negara itu.

b. Asas sumber, berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu

penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila

penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang

pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber sumber yang berada di negara

ini.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

12

c. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas (asas kewarganegaraan), landasan dalam

pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang

memperoleh penghasilan.

Pembagian pajak menurut golongan adalah sebagai berikut:

a. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan

kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang

bersangkutan, contohnya Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke

pihak lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai.

Pembagian pajak menurut sifatnya dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya

berdasarkan ciri-ciri prinsip:

a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pajak subjeknya

yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan

dari wajib pajak, contohnya Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya

tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM.

Pembagian pajak menurut pemungutan:

a. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, PPN dan

PPNBM, PBB, dan Bea Materai.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

13

b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya: pajak reklame, pajak

hiburan, dan lain-lain.

2.2.Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Perencanaan pajak (tax planning) adalah langkah awal dalam melakukan

manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap

peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan yang akan

dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari dua definisi perencanaan pajak di bawah ini:

a. Tax planning is the systematic analysis of deferring tax options aimed at the

minimization of tax liability in current and future tax periods (Crumbley D.

Larry, Friedman Jack P., Anders Susan B., 1994).

b. Tax planning is arrangements of a person’s business and/or private affairs

in order to minimize tax liability (Lyons Susan M., 1996).

Jika tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden)

dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi

berbeda dengan tujuan pembuat undang-undang, maka perencanaan pajak sama

dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis keduanya berusaha untuk

memaksimalkan penghasilan setelah pajak karena pajak merupakan unsur

pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada pemegang saham

maupun untuk diinvestasikan kembali.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

14

Perencanaan pajak adalah salah satu cara yang dapat dimanfaatkan oleh wajib

pajak dalam melakukan management perpajakan usaha atau penghasilannya, namun

perlu diperhatikan bahwa perencaan pajak yang dimaksud adalah perencanaan pajak

tanpa melakukan pelanggaran konstitusi atau Undang-Undang Perpajakan yang

berlaku. Perencanaan pajak adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak

(WP) untuk menyusun aktivitas keuangan guna mendapat pengeluaran (beban)

pajak yang minimal. secara teoritis, perencanaan pajak dikenal sebagai effective tax

planning, yaitu seorang wajib pajak berusaha mendapat penghematan pajak (tax

saving) melalui prosedur penghindaran pajak (tax avoidance) secara sistematis

sesuai ketentuan UU Perpajakan.

2.2.1.Tahapan Perencanaan Pajak

Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tinggi, seorang manajer

dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan

perusahaan secara keseluruhan harus memperhitungkan adanya kegiatan yang

bersifat lokal maupun internasional. Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai

dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai

urutan tahap-tahap berikut ini:

a. Menganalisis informasi yang ada, yakni dengan menganalisis komponen

yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung

seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung.

b. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

15

c. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak, yakni untuk melihat sejauh mana

hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak, perbedaan

laba kotor dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan.

d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak,

dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus

sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi.

e. Memutakhirkan rencana pajak, karena meskipun suatu rencana pajak telah

dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, tetap perlu diperhitungkan

setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun

pelaksanaannya yang dapat berdampak terhadap komponen suatu perjanjian.

2.2.2.Motivasi Perencanaan Pajak

Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya

bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu:

1. Kebijakan perpajakan (tax policy), yaitu alternatif dari berbagai sasaran yang

hendak dituju dalam sistem perpajakan.

2. Undang-undang perpajakan (tax law), yaitu kenyataan yang menunjukkan

bahwa di manapun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap

permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya selalu

diikuti oleh ketentuan-ketentuan yang lain. Tidak jarang pula ketentuan

pelaksanaan tersebut bertentangan dalam mencapai tujuan lain yang ingin

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

16

dicapai. Akibatnya terbuka celah bagi wajib pajak untuk menganalisis

kesempatan tersebut dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik.

3. Administrasi perpajakan (tax administration), yaitu tujuannya agar terhindar

dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran

antara aparat fiskus dengan wajib pajak akibat luasnya peraturan perpajakan

yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif. Secara umum

motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk memaksimalkan laba

setelah pajak karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan keputusan atau

suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi melalui

analisis yang cermat dan pemanfaatan peluang atau kesempatan yang ada dalam

ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan

perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama

dengan memanfaatkan:

a) Perbedaan tarif pajak.

b) Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak.

c) Loopholes, shelters, dan havens.

2.3.Aset Pajak Tangguhan

PSAK yang khusus mengatur tentang akuntansi pajak tangguhan adalah PSAK No.

46 yang menjelaskan bahwa: “Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak

penghasilan terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

17

perbedaan temporer (temporary differences) yang boleh dikurangkan dan sisa

kompensasi kerugian (berasal dari koreksi positif)”.

“Aset pajak tangguhan adalah aktiva yang terjadi apabila perbedaan waktu

menyebabkan koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial

lebih kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang Pajak” Waluyo (2012 :

273).

Aset pajak tangguhan disebabkan jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada

periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan

sisa kompensasi kerugian. Besarnya aset pajak tangguhan dicatat apabila

dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak di masa yang akan datang.

2.4. Beban Pajak Tangguhan

Beban pajak tangguhan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. Beban pajak tangguhan

dikelompokkan berdasarkan perbedaan temporer dan perbedaan permanen, pajak

secara final, dan adanya non deductible expense (biaya yang tidak boleh dikurangkan).

Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi akibat perbedaan waktu

pengakuan biaya atau pendapatan dalam laba akutansi dan dalam laba fiskal. Perbedaan

inilah yang akan menimbulkan biaya dan pendapatan pajak tangguhan dalam laporan

keuangan perusahaan. Perbedaan temporer dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Perbedaan Temporer Kena Pajak (Taxable Temporary Differences) dan Perbedaan

Temporer Yang Boleh Dikurangkan (Deductible Temporary Differences). Jadi akibat

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

18

perbedaan temporer yang dapat dikurangkan dalam laporan keuangan masa kini adalah

munculnya aktiva pajak tangguhan (Deffered Tax Asset). Dengan demikian penurunan

aktiva pajak tangguhan menunjukkan adanya beban pajak tangguhan pada laporan

laporan keuangan tahun berjalan.

Perbedaan Permanen adalah perbedaan yang sifatnya tetap, yang tidak akan

hilang sejalan dengan waktu. Maka perbedaan permanen ini tidak akan menimbulkan

biaya atau pendapatan pajak tangguhan. Perbedaan permanen timbul karena terdapat

penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak atau penghasilan yang dikenakan

pajak secara final, dan adanya non deductible expense (biaya yang tidak boleh

dikurangkan.

2.5.Laba

Laba (keuntungan) merupakan salah satu tujuan utama perusahaan dalam

menjalankan aktivitasnya. Laba yang diperoleh perusahaan akan digunakan untuk

berbagai kepentingan, laba akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

perusahaan tersebut atas jasa yang diperolehnya. Adapun pengertian laba menurut para

ahli yaitu pertama, menurut M. Nafarin (2007: 788) dalam Herdawati (2015) “Laba

(income) adalah perbedaan antara pendapatan dengan keseimbangan biaya-biaya dan

pengeluaran untuk periode tertentu”. Sedangkan, menurut Kuswadi (2005:135) dalam

Herdawati (2015), menyatakan bahwa “perhitungan laba diperoleh dari pendapatan

dikurangi semua biaya”. Berdasarkan uraian diatas tentang pengertian laba, maka dapat

disimpulkan bahwa laba adalah keseluruh total pendapatan yang dikurangi dengan total

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

19

biaya-biaya. Analisis laba merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi

manajemen guna mengambil keputusan untuk masa sekarang dan masa yang akan

datang. Artinya analisis laba akan memberi manfaat dan akan banyak membantu

manajemen dalam melakukan tindakan apa yang akan diambil ke depan dengan kondisi

yang terjadi sekarang atau untuk mengevaluasi apa penyebab turun atau naiknya laba

tersebut sehingga target tidak tercapai. Dengan demikian, analisis laba memberikan

manfaat yang cukup banyak bagi pihak manajemen. Adapun menurut Kasmir

(2011:303) dalam Herdawati (2015) menyatakan bahwa ada dua jenis laba yakni:

a. Laba Kotor (Gross Profit) artinya laba yang diperoleh sebelum dikurangi biaya-

biaya yang menjadi beban perusahaan. Artinya laba keseluruhan yang pertama

sekali perusahaan peroleh.

b. Laba bersih (Net Profit) merupakan laba yang telah dikurangi biaya-biaya yang

merupakan beban perusahaan dalam suatu periode tertentu termasuk pajak.

2.6.Manajemen Laba

2.6.1. Pengertian Manajemen Laba

Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan

untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan

dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan

kondisi perusahaan.

Istilah intervensi dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk menilai

manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara pihak lain tetap menganggap

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

20

aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai kecurangan. Alasannya, intervensi

itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka standar akuntansi, yaitu masih

menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang diterima dan diakui secara

umum.

Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu

dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan

keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja

ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang

menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporakan dalam laporan keuangan.

Menurut Sulistyanto (2014), beberapa definisi-definisi manajemen laba yang

menggunakan terminologi berbeda namun secara garis besar definisi-definisi

mempunyai pengertian serupa adalah sebagai berikut:

a. Davidson, Stickney, dan Weil (1987)

Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang

disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk

menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.

b. Schipper (1989).

Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan

keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (pihak

yang tidak setuju mengatakan bahwa hal ini hanyalah upaya untuk memfasilitasi

operasi yang tidak memihak dari sebuah proses).

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

21

c. National Association of Certified Fraud Examiners (1993)

Manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat

laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan

ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya

akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah

pendapat atau keputusannya.

d. Fisher dan Rosenzweig (1995)

Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan

(menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya

tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan

jangka panjang.

e. Lewitt (1998)

Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan

inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika public memanfaatkan hasilnya.

Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk

menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer.

f. Healy dan Wahlen (1999)

Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam

pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan

untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

22

diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang

menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.

2.6.2.Faktor Munculnya Manajemen Laba

Ada tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan munculnya praktek manajemen laba

yaitu:

a. Manajemen Akrual (Accruals Management)

Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat memengaruhi

aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari

para manajer (managers discretion).

b. Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib

Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu

kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan yaitu antara

menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai

saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.

c. Perubahan Aktiva Secara Sukarela

Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau

mengubah suatu metode akuntansi tertentu di antara sekian banyak metode yang

dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada Generally

Accepted Accounting Principles (GAPP).

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

23

2.6.3.Teori Manajemen Laba

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Konsep manajemen laba dapat dimulai dari pendekatan teori agensi (agency

theory). Jensen dan Meckling (1976) dalam Herdawati (2015) menyatakan bahwa

hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara manajemen (agent) dengan

investor (principal). Pandangan agency theory yakni adanya pemisahan antara

pihak principal dan agent yang menyebabkan munculnya potensi konflik yang dapat

mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Maksud dengan principal dalam teori

keagenan ini, yakni pemegang saham atau pemilik yang menyediakan fasilitas dan

dana untuk kebutuhan operasi perusahaan sedangkan agent adalah manajemen yang

memiliki kewajiban mengelola perusahaan sebagaimana yang telah diamanahkan

principal kepadanya.

Teori keagenan memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata

termotivasi oleh kesejahteraan dan kepentingan dirinya sendiri. Pihak principal

termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya melalui pembagian

dividen atau kenaikan harga saham perusahaan. Sedangkan pihak agent termotivasi

untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui peningkatan kompensasi. Konflik

kepentingan semakin meningkat ketika principal tidak memiliki informasi yang

cukup tentang kinerja agent karena ketidakmampuan principal memonitor aktivitas

agent dalam perusahaan. Ditambah lagi agent mempunyai lebih banyak informasi

mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

24

inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh

principal dan agent dan dikenal dengan istilah asimetri informasi. Asimetri

informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent

mendorong pihak agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak

diketahui oleh principal dan menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada

principal, terutama informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent.

Konflik kepentingan yang terjadi antara manajer dengan pemegang saham akan

mengakibatkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan dapat diminimalkan

dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan yang

terkait tersebut. Pemegang saham akan berusaha menjaga agar pihak manajemen

tidak terlalu banyak memegang kas karena kas yang banyak akan merangsang pihak

manajemen untuk menikmati kas tersebut bagi kepentingan dirinya sendiri.

a. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)

Teori akuntansi positif merupakan teori yang mencoba untuk membuat

prediksi yang bagus dari kejadian dunia nyata. Teori akuntansi positif berkaitan

dengan memprediksi tindakan seperti pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer

perusahaan dan bagaimana respon manajer tersebut terhadap standar akuntansi

baru yang diusulkan (Scott, 2003) dalam Herdawati (2015). Menurut Watts dan

Zimmerman (1990) dalam Herdawati (2015), Teori akuntansi positif yaitu

berusaha untuk menjelaskan fenomena akuntansi yang diamati berdasarkan pada

alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Maksudnya, teori

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

25

akuntansi positif dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi

yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi

dalam teori akuntansi positif didasarkan pada proses kontrak atau hubungan

keagenan antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor,

auditor, pihak pengelola pasar modal dan institusi pemerintah. Selain itu, Watt

dan Zimmerman (1986) dalam Herdawati (2015) juga mengaitkan positive

accounting theory dengan fenomena perilaku oportunistik manajer dengan

membentuk tiga hipotesis yang melatar belakangi perilaku oportunistik manajer

tersebut, yaitu:

1. Bonus Plan Hypothesis, menyatakan bahwa rencana bonus atau kempensasi

manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode

akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi.

2. Debt (Equity) Hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai

rasio antara utang dan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan

menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih

tinggi serta cenderung melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan

keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya.

3. Political Cost Hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih

dan menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil atau

memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer

perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang-undang

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

26

perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat

diperolehnya, manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban

pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan

perusahaan.

2.6.4.Motivasi Manajemen Laba

Terdapat beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk melakukan

manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2000) dalam Herdawati (2015),

yaitu:

a. Bonus purposes, yakni manajer yang memiliki informasi atas laba bersih

perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba

dengan memaksimalkan laba saat ini.

b. Kontrak utang jangka panjang, yakni semakin dekat perusahaan dengan

perjanjian kredit, maka manajer akan cenderung memilih prosedur yang dapat

memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami kegagalan dalam

pelunasan hutang.

c. Political motivations, yakni manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba

yang dilaporkan pada perusahaan publik. Jadi perusahaan cenderung mengurangi

laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan

pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

27

d. Taxation motivations, yakni saat ini motivasi penghematan pajak menjadi

motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi

digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

e. Pergantian CEO, yakni CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung

menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Apabila kinerja

perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak

diberhentikan.

f. Initital Public Offering (IPO), yakni perusahaan yang akan go public belum

memiliki nilai pasar, sehingga mendorong manajer perusahaan yang akan go

public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan

dapat menaikkan harga saham perusahaan.

g. Pentingnya memberi informasi kepada investor, yakni informasi mengenai

kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba

perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam

kinerja yang baik.

2.6.5.Bentuk-bentuk Manajemen Laba

Bentuk-bentuk manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2003) dalam

Herdawati (2015), yaitu:

a. Taking a bath, yakni dilakukan manajer dengan cara menggeser biaya akrual

discretionary periode mendatang ke periode kini atau menggeser pendapatan

akrual discretionary periode kini ke periode mendatang. Hal ini dilakukan

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

28

manajer untuk memaksimumkan kompensasi atau bonus yang akan diterimanya

pada tahun berikutnya karena menghadapi kenyataan bahwa bonus tahun ini

tidak dapat diterima.

b. Income minimization (minimisasi laba), yakni dimaksudkan untuk keperluan

pertimbangan pajak dengan meminimumkan kewajiban pajak perusahaan.

c. Income maximization (maksimisasi laba), yakni dimaksudkan untuk

memaksimumkan bonus manajer, menciptakan kinerja perusahaan yang baik

sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (pertimbangan pasar modal),

menunda pelanggaran perjanjian utang, dan manajer dapat memperoleh kendali

atas perusahaan.

d. Income smoothing (perataan laba), yakni tindakan dimana manajemen

memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara memindahkan

laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode yang memiliki laba

rendah.

2.6.6.Peluang Manajemen Laba

Dalam proses pelaporan yang dilakukan oleh manajemen, terdapat berbagai

motivasi yang mendorong manajemen melakukan manajemen laba dan terdapat

peluang dari kondisi dan keadaan yang timbul saat manajemen melakukan

penyusunan laporan. Peluang dari kondisi dan keadaan yang timbul, yaitu

(Setiowati, 2007) dalam (Ferry, 2013):

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

29

a. Kelemahan yang inheren dalam akuntansi itu sendiri. Fleksibilitas dalam

menghitung angka laba disebabkan oleh:

1. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu

fakta tertentu dengan cara yang berbeda.

2. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan

subyektivitas dalam menyusun estimasi.

b. Informasi asimetri antara manajer dengan pihak luar manajemen relatif lebih

tinggi. Mustahil bagi pihak luar (termasuk investor) untuk dapat mengawasi

semua perilaku dan semua keputusan manajer secara detail.

2.6.7.Faktor-faktor Manajemen Laba

1. Ukuran Perusahaan

Brigham dan Houston (2006:117) dalam Siti (2016) menyatakan bahwa

ukuran perusahaan adalah perusahaan dengan rata-rata total penjualan bersih

untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Perusahaan yang berada

pada pertumbuhan penjualan yang tinggi membutuhkan dukungan sumber daya

perusahaan dan perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah juga

membutuhkan sumber daya perusahaan guna meningkatkan penjualan tersebut.

Apabila perusahaan dihadapkan pada kebutuhan dana yang semakin meningkat

akibat pertumbuhan penjualan, dan sumber intern sudah digunakan semua, maka

tidak ada pilihan lain bagi perusahaan untuk menggunakan dana yang berasal

dari luar perusahaan. Hal ini akan berpengaruh terhadap manajemen laba. Pihak

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

30

manajer akan cenderung melakukan manajemen laba dengan pola peningkatan

laba (income increasing) agar mendapat sumber dana yang berasal dari luar

perusahaan, baik dengan tujuan untuk memperoleh pinjaman atau menarik

investor baru.

2. Kepemilikan Manajerial

Shleifer dan Vishny (1997) dalam Dewa dan Made (2016), menyatakan

bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki

insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah,

maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer

akan meningkat. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan

dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang

saham luar dengan manajemen (Jansen dan Meckling, 1976) dalam Dewa dan

Made (2016). Sehingga permasalahan keagenen diasumsikan akan hilang apabila

seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.

3. Perencanaan Pajak

Pada teori akuntansi positif dalam hipotesis ketiga yaitu The Political Cost

Hypothesis (Scott, 2003) dalam Ratna dan Titik (2016), menjelaskan bahwa

perusahaan yang berhadapan dengan biaya politik, cenderung melakukan

rekayasa penurunan laba dengan tujuan meminimalkan biaya politik yang harus

mereka tanggung, misal: melakukan pergeseran pajak, dengan mentransfer beban

pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian orang atau badan

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

31

yang dikenakan pajak mungkin sekali tidak menanggungnya, melakukan

kapitalisasi, dengan melakukan pengurangan harga objek pajak sama dengan

jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli. Merekayasa usaha

dan transaksi wajib pajak supaya kewajiban perpajakan berada dalam jumlah

yang minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Hal tersebut

merupakan tindakan manajemen dalam meminimalisasi laba.

4. Beban Pajak Tangguhan

Beban pajak tangguhan timbul akibat perbedaan temporer antara laba

akuntansi (laba dalam laporan keuangan menurut SAK untuk kepentingan pihak

eksternal) dengan laba fiskal (laba menurut aturan perpajakan Indonesia yang

digunakan sebagai dasar penghitungan pajak). Hal tersebut merupakan tindakan

manajemen dalam melakukan motivasi penghematan pajak.

5. Aset Pajak Tangguhan

Menurut Waluyo (2014) dalam Inasa (2015) menyatakan bahwa aset pajak

tangguhan (deferred tax asset) adalah jumlah pajak penghasilan yang terpulihkan

(recovered) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer

yang boleh dikurangkan dan sisa kerugian yang dapat dikompensasi. Hal tersebut

merupakan tindakan manajemen dalam melakukan motivasi penghematan pajak.

2.6.8.Pengukuran Manajemen Laba

Dalam pengukuran manajemen laba secara umum ada tiga pendekatan antara lain:

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

32

a. Model berbasis aggregate accrual merupakan model yang menggunakan

discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba. Model ini dikembangkan

oleh Healy (1985), DeAngelo (1986), Jones (1991), serta Dechow, Sloan dan

Sweeney (1995).

b. Model berbasis specific accruals, yaitu pendekatan yang menghitung akrual

sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan

tertentu dari industri tertentu pula. Model ini dikembangkan oleh McNichols dan

Wilson (1988), Petroni (1992), Beaver dan Engel (1996), Beneish (1997), serta

Beaver dan McNichols (1998).

c. Model berbasis distribution of earnings, yaitu pendekatan dengan melakukan

pengujian secara statistik terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi

faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan laba. Model ini dikembangkan

oleh Burgtahler dan Dichev (1997), Degeorge, Patel, dan Zeckhauser (1999),

serta Myers dan Skinner (1999). Pendekatan distribusi laba mengidentifikasikan

batas pelaporan laba (earnings thresholds) dan menemukan bahwa perusahaan

yang berada di bawah earnings thresholds akan berusaha untuk melewati batas

tersebut dengan melakukan manajemen laba. Philips et al. ( 2003) dalam Ferry

Aditama (2013) menyatakan bahwa para manajer melakukan manajemen laba

dengan pendekatan distribusi laba dikarenakan manajer sadar bahwa pihak

eksternal, khususnya para investor, bank, dan supplier menggunakan batas

pelaporan laba dalam menilai kinerja manajer. Philips et al. (2003) dalam Ferry

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

33

Aditama (2013) menyatakan bahwa terdapat dua macam earnings thresholds,

yaitu:

1. Titik pelaporan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk

menghindari pelaporan kerugian. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama

(2013) menggunakan pendekatan ini dengan membandingkan antara tahun

perusahaan yang memiliki tingkat laba berskala nol atau positif dengan

sampel tahun perusahaan yang memiliki laba negatif. Hasil penelitian Philips

et al. (2003) dalam Ferry Aditama (2013) menyatakan bahwa peningkatan

dalam beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak meningkatkan peluang

pengelolaan laba untuk menghindari pelaporan kerugian.

2. Titik perubahan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk

menghindari penurunan laba. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama

(2013) menggunakan titik perubahan nol untuk mengetahui indikasi praktik

manajemen laba. Adanya upaya praktik manajemen laba dilakukan dengan

membandingkan perusahaan yang perubahan labanya negatif. Philips et al.

(2003) dalam Ferry Aditama (2013) menunjukkan bahwa peningkatan beban

pajak tangguhan dan perencanaan pajak meningkatkan peluang pengelolaan

laba untuk menghindari penurunan laba, yang mendukung bahwa beban pajak

tangguhan berguna dalam memprediksi manajemen laba. Akan tetapi dari

ketiga model diatas hanya model berbasis aggregate accrual yang dinilai

sebagai model yang memberikan hasil paling kuat dalam mendeteksi

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

34

manajemen laba. Alasannya karena model empiris ini sejalan dengan

akuntansi berbasis akrual yang digunakan oleh dunia usaha dan model empiris

ini menggunakan semua komponen laporan keuangan dalam mendeteksi

rekayasa keuangan. Adapun beberapa model empiris berbasis aggregate

accrual untuk mendeteksi manajemen laba yakni :

a. Model Healy (1985), yaitu mendeteksi manajemen laba dengan menghitung nilai

total akrual dengan cara mengurangi laba akuntansi yang diperoleh selama satu

periode tertentu dengan arus kas operasi periode yang bersangkutan. Perhitungan

nondiscretionary accruals model Healy dengan membagi rata-rata total akrual

dengan total aktiva periode sebelumnya. Ada kelemahan mendasar dalam model

Healy yang diindikasikan oleh Dechow et al. (1995) yaitu bahwa total akrual

yang digunakan sebagai proksi manajemen laba mengandung nondiscretionary

accruals. Padahal nondiscretionary accruals merupakan komponen total akrual

yang tidak bisa dikelola atau diatur oleh manajer seperti halnya komponen

discretionary accruals.

b. Model DeAngelo (1986), yaitu mengukur manajemen laba dengan

nondiscretionary accrual dengan cara menghitung total akrual sebagai selisih

antara laba akuntansi yang diperoleh suatu perusahaan selama satu periode

dengan arus kas atau dihitung dengan menggunakan total akrual akhir periode

yang diskala dengan total aktiva periode sebelumnya. Seandainya

nondisdretionary accrual selalu konstan setiap saat dan discretionary accruals

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

35

mempunyai rata-rata sama dengan nol selama periode estimasi, maka kedua

model ini akan mengukur discretionary accrual tanpa kesalahan. Akan tetapi,

apabila nondiscretionary accrual berubah dari periode ke periode, maka kedua

model ini akan mengukur discretionary accrual dengan kesalahan.

c. Model Jones (1991), yaitu dalam model ini tidak lagi menggunakan asumsi

bahwa nondiscretionary accrual adalah konstan. Namun, model ini

menggunakan dua asumsi sebagai dasar pengembangan yaitu akrual periode

berjalan (current accruals) dan gross property, plant, and equipment. Secara

implisit model Jones mengasumsikan bahwa pendapatan merupakan

nondiscretionary. Apabila laba dikelola dengan menggunakan pendapatan

discretionary accrual, maka model ini akan menghapus bagian laba yang

dikelola untuk proksi discretionary accrual.

d. Model Jones Dimodifikasi (Dechow, Sloan dan Sweeney,1995), yaitu modifikasi

dari model Jones yang didesain untuk mengeliminasi kecenderungan untuk

menggunakan perkiraan yang bisa salah dari model Jones untuk menentukan

discretionary accruals ketika discretion melebihi pendapatan. Sama halnya

dengan model manajemen laba berbasis aggregate accrual yang lain, model ini

menggunakan discretionary accrual sebagai proksi manajemen laba.

Kelebihannya, model ini memecah total akrual menjadi empat komponen utama

akrual, yaitu discretionary current accrual, discretionary long term accrual, dan

nondiscretionary long term accruals. Discretionary current accrual dan

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

36

nondiscretionary current accrual merupakan akrual yang berasal dari aktiva

lancar. Sedangkan discretionary long term accrual dan nondiscretionary long

term accruals merupakan akrual dari aktiva tidak lancar.

2.7.Tinjauan Pustaka

Sebelumnya sudah banyak penelitian yang dilakukan dengan topik yang sama,

antara lain:

No. Peneliti

Variabel

Penelitian

Tujuan Penelitian Hasil Penelitian

1 Anjar

Wahyuningtyas

(2017)

Perencanaan

pajak, beban

pajak

tangguhan,

dan

manajemen

laba

Menguji

pengaruh

perencanaan

pajak dan beban

tangguhan

berpengaruh

terhadap

manajemen laba.

Perencanaan pajak

dan beban pajak

tangguhan

berpengaruh terhadap

manajemen laba

2 Lucy Citra

Fitriani (2016)

Aset pajak

tangguhan,

beban pajak

tangguhan,

Menguji

pengaruh aset

pajak tangguhan,

beban pajak

Aset pajak tangguhan

berpengaruh secara

signifikan terhadap

manajemen laba,

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

37

perencanaan

pajak, dan

manajemen

laba

tangguhan, dan

perencanaan

pajak terhadap

manajemen laba

beban pajak

tangguhan tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

manajemen laba,

perencanaan pajak

tidak berpengaruh

signifikan terhadap

manajemen laba.

3 Margaretha

Angela Purba

(2016)

Aset pajak

tangguhan ,

beban pajak

tangguhan dan

manajemen

laba

Menguji aset

pajak tangguhan

dan beban pajak

tangguhan

berpengaruh

terhadap

manajemen laba.

Aset pajak tangguhan

berpengaruh negatif

dan tidak signifikan

terhadap manajemen

laba, sedangkan

beban pajak

tangguhan

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap manajemen

laba.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

38

4 Inasa

Singkianti

(2015)

Aset pajak

tangguahn,

beban pajak

tangguhan,

perencanaan

pajak dan

manajemen

laba

Menguji

pengaruh aset

pajak tangguhan,

beban pajak

tangguhan, dan

perencanaan

pajak tangguhan

terhadap

manajemen laba.

Aset pajak tangguhan

tidak berpengaruh

terhadap manajemen

laba. Beban pajak

tangguhan tidak

berpengaruh terhadap

manajemen laba.

Perencanaan pajak

tidak berpengaruh

terhadap manajemen

laba.

5 Widyasenja

dkk (2015)

Tax Planning,

beban pajak

tangguhan dan

manajemen

laba

Menguji

pengaruh tax

planning dan

beban pajak

tangguhan

terhadap

manajemen laba.

Perencanaan pajak

berpengaruh terhadap

manajemen laba,

tetapi beban pajak

tangguhan tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

manajemen laba.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

39

6 Herdawati

(2015)

Perencanaan

pajak, beban

pajak

tangguhan dan

manaejen laba

Menguji

pengaruh

perencanaan

pajak dan beban

pajak tangguhan

terhadap

manajemen laba.

Perencanaan pajak

memiliki pengaruh

positif dan tidak

signifikan terhadap

manajemen laba,

beban pajak

tangguhan

berpengaruh positif

dan tidak signifikan

terhadap manajemen

laba.

7. Dewi

Pindiharti

(2011)

Aktiva pajak

tangguhan,

beban pajak

tangguhan,

dan akrual

earning

management

Menguji

pengaruh aktiva

pajak tangguhan,

beban pajak

tangguhan, dan

akrual terhadap

earning

management.

Beban pajak

tangguhan dan akrual

memiliki pengaruh

positif dan signifikan

terhadap earning

management,

sedangkan aktiva

pajak tangguhan tidak

berpengaruh.

2.8.Kerangka Pemikiran

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

40

Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan sering direkayasa oleh pihak

manajemen untuk mengoptimalkan keuntungan perusahaan dan juga untuk

kepentingan dirinya sendiri atau dikenal dengan manajemen laba. Terdapat beberapa

metode yang digunakan untuk menguji manajemen laba dan biasanya manajemen

laba sering sekali dikaitkan dengan perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan.

Perusahaan melakukan perencanaan pajak seefektif mungkin, bukan hanya untuk

memperoleh keuntungan dari segi fiskal saja, tetapi sebenarnya perusahaan juga

memperoleh keuntungan dalam memperoleh tambahan modal dari pihak investor

melalui penjualan saham perusahaan (Herdawati, 2015) dan laporan keuangan

menyajikan semua informasi mengenai perusahaan salah satunya yaitu laba

perusahaan. Hal ini peran manajemen sangat berpengaruh dalam menentukan laba.

Beban pajak tangguhan dan aktiva pajak tangguhan merupakan bagian yang

menetukan laba. Yulianti (2005) mengatakan semakin besar persentase beban pajak

tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan standar akuntansi

yang semakin liberal. Beban yang besar akan menurunkan tingkat laba yang

diperoleh suatu perusahaan, dan sebaliknya beban yang sedikit akan menaikkan

tingkat laba yang diperoleh perusahaan. Beban pajak tangguhan mengakibatkan

tingkat laba yang diperoleh menurun dengan demikian memiliki peluang yang lebih

besar untuk mendapatkan laba yang lebih besar di masa yang akan datang dan

mengurangi besarnya pajak yang dibayarkan.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

41

Aset pajak tangguhan yang jumlahnya diperbesar oleh manajemen dimotivasi

adanya pemberian bonus, beban politis atas besarnya perusahaan dan minimalisasi

pembayaran pajak agar tidak merugikan perusahaan. Mengacu pada pernyataan

tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan antara peranan pajak, aktiva pajak

tangguhan dan beban pajak tangguhan yang dapat dimungkinkan dapat digunakan

sebagai indikator adanya manajemen laba. Jika jumlah aset pajak tangguhan semakin

besar maka semakin tinggi kesempatan manajemen melakukan manajemen laba

(earnings management).

Aset Pajak Tangguhan

(X2)

Beban Pajak Tangguhan

(X3)

Perencanaan Pajak

(X1)

Manajemen

Laba

(Y)

Gambar 2. 1. Kerangka Pikir

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

42

2.9.Hipotesis

2.9.1. Pengaruh Perencanaan pajak terhadap Manajemen laba

Perencanaan pajak memiliki pengaruh, yakni semakin bagus perencanaan

pajak maka semakin besar perusahaan melakukan manajemen laba. Salah satu

perencanaan pajak adalah dengan cara mengatur seberapa besar laba yang

dilaporkan, sehingga masuk dalam indikasi adanya praktik manajemen laba. Untuk

menghindari hal tersebut maka perusahaan akan melakukan manajemen laba agar

laba yang dilaporkan kepada fiscal lebih rendah sehingga akan mengurangi beban

pajak yang akan ditanggunganya, (Scott, 2003). Dapat disimpulkan bahwa suatu

perencanaan pajak dapat mempengaruhi suatu perusahaan untuk melakukan

manajemen laba karena perencanaan pajak dapat menurunkan suatu tingkat laba

dalam perusahaan maka hipotesis yang dibuat sebagai berikut :

H1 : Perencanaan pajak berpengaruh terhadap manajemen laba

2.9.2. Pengaruh Aset Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba

Menurut Kiswara dalam Suranggane (2007) besaran aset pajak tangguhan

yang terdapat di neraca dicatat apabila ada kemungkinan terealisasi di masa yang

akan datang. Banyak peneliti dan para profesi akuntan berpendapat bahwa aset pajak

tangguhan dapat terealisasikan di periode yang akan datang apabila probabilitas

realisasi lebih dari 50% dan jika kurang dari 50% maka harus dilakukan penilaian

kembali untuk mengurangi atau menurunkan saldo akun tersebut.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

43

Burgstahler, et al. (2002) dalam Yulianti (2005) menguji pengaruh asset pajak

tangguhan terhadap manajemen laba selama tahun 1993-1998 terhadap 482

perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asset pajak tangguhan mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian lain oleh Suranggane

(2007) mengatakan bahwa aset pajak tangguhan dijadikan proksi sebagai indikator

dari praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan.

Mengacu pada pernyataan tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan

antara aset pajak tangguhan yang dapat dimungkinkan dapat digunakan sebagai

indikator adanya manajemen laba. Jika jumlah aset pajak tangguhan semakin besar

maka semakin tinggi manajemen melakukan manajemen laba (earning

management), untuk itu dibuat hipotesis sebagai berikut:

H2 : Aset pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba.

2.9.3. Pengaruh Beban Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba

Semakin besar persentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak

perusahaan menunjukkan standard akuntansi yang semakin liberal (Yulianti

;2005:118). Selain itu, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal memiliki

hubungan positif dengan insentif pelaporan keuangan seperti financial distress dan

pemberian bonus dengan adanya hal tersebut. Dan dapat dimungkinkan manajer

dapat melakukan rekayasa laba atau manajemen laba dengan memperbesar atau

memperkecil jumlah beban pajak tangguhan yang diakui dalam laporan laba/rugi.

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

44

Selisih negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal mengakibatkan terjadinya beban

pajak tangguhan (Djamalludin ,2008 : 58 ).

Berdasarkan penelitian Philips et al. ( 2003) dalam Ferry Aditama (2013)

membuktikan adanya praktik manajemen laba dengan menggunakan beban pajak

tangguhan. Penelitian yang dilakukan Yulianti (2005) juga menemukan bukti empiris

bahwa beban pajak tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan

probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen laba guna menghindari

kerugian perusahaan. Manajemen laba merupakan peluang bagi manajemen untuk

merekayasa besarnya beban pajak tangguhan guna menaikan dan menurunkan

tingkat labanya. Beban pajak tangguhan mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh

menurun dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan

laba yang lebih besar di masa yang akan datang dan mengurangi besarnya pajak yang

dibayarkan. Berdasarkan penelitian di atas, penulis menghipotesiskan:

H3 : Beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba.

2.9.4. Pengaruh Perencanaan Pajak, Aset pajak tangguhan dan Beban Pajak

Tangguhan secara bersama-sama terhadap Manajemen Laba

Pengaruh perencanaan pajak, aset pajak tangguhan dan beban pajak tangguhan

terhadap manajemen laba dijelaskan dengan teori pendekatan distribusi laba.

Pendekatan destribusi laba mengidentifikasikan batas pelaporan laba (earnigs

thresholds) dan menemukan bahwa perusahaan yang berada di bawah earnigs

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3033/3/BAB II.pdf · tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM. Pembagian

45

thresholds akan berusaha untuk melewati batas tersebut dengan melakukan

manajemen laba. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama (2013) menyatakan

bahwa para manajer melakukan manajemen laba dengan pendekatan distribusi laba

dikarenakan manajer sadar bahwa pihak eksternal, khususnya para investor, bank,

dan supplier menggunakan batas pelaporan laba dalam menilai kinerja manajer.

Pendekatan ini dapat diukur dengan dua cara, yaitu: titik pelaporan laba nol (usaha

manajemen laba untuk menghindari pelaporan kerugian) dan titik perubahan laba nol

(usaha manajemen laba untuk menghindari penurunan laba). Berdasarkan uraian di

atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4: Perencanaan pajak, aset pajak tangguhan dan beban pajak tangguhan

secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba.