1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Dalam suatu kesempatan Chaplin (dalam Kartono, 2001) mengatakan bahwa stres merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Sementara itu Anaroga (2005) menyebutkan segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian manusia akan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Selanjutnya, Anoraga (2005) ketidak mampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres. Stres secara umum oleh Davis (dalam Nipsaniasri, 2004) didefinisikan sebagai suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang, dan stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan individu tidak dapat melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan baik. Definisi stres menurut Faules & Pace (dalam Mulyana, 2001) merupakan penderitaan jasmani, mental, atau emosional yang diakibatkan interpretasi atas suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda pribadi seorang individu. Selanjutnya Heerdjan (dalam Tawarka et al, 2004) menguraikan bahwa stres dapat digambarkan sebagai suatu kekuatan yang dihayati mendesak atau mencekam dan muncul dalam diri seseorang sebagai akibat ia mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri.
19
Embed
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stresrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7415/2/T1_132009082_BAB II.pdf · kunci untuk mendorong vitalitas dan pertumbuhan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Stres Kerja
2.1.1 Pengertian Stres
Dalam suatu kesempatan Chaplin (dalam Kartono, 2001) mengatakan
bahwa stres merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun
psikologis. Sementara itu Anaroga (2005) menyebutkan segala macam bentuk
stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian manusia akan
keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Selanjutnya, Anoraga (2005) ketidak
mampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi,
konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres. Stres
secara umum oleh Davis (dalam Nipsaniasri, 2004) didefinisikan sebagai suatu
kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik
seseorang, dan stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan individu
tidak dapat melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan baik.
Definisi stres menurut Faules & Pace (dalam Mulyana, 2001) merupakan
penderitaan jasmani, mental, atau emosional yang diakibatkan interpretasi atas
suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda pribadi seorang individu.
Selanjutnya Heerdjan (dalam Tawarka et al, 2004) menguraikan bahwa stres dapat
digambarkan sebagai suatu kekuatan yang dihayati mendesak atau mencekam dan
muncul dalam diri seseorang sebagai akibat ia mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri.
2
Sementara itu Looker et al (dalam Setiawati, 2004) membagi pengertian
stres menjadi dua, yaitu:
a. Distressful
Ini adalah aspek buruk dari stres. Bagi seseorang disstres dapat menyebut
di antaranya menjadi sakit kepala, gangguan pencernaan, sering masuk
angin, nyeri punggung dan leher, dan hubungan-hubungan yang tidak
bahagia. Bagi perusahaan dan organisasi, dapat dilihat dalam konteks
makna jumlah kemangkiran, kehilangan produktivitas, kinerja yang buruk,
kecelakaan, penurunan kreativitas, dan kurang inovasi.
b. Eusstresful
Dilain pihak, sebagian orang menggambarkan stres sebagai pengalaman
yang menyenangkan, menggairahkan, merangsang, dan menggetarkan.
Mereka merasa benar-benar mampu menangani tuntutan-tuntutan yang
mereka hadapi dan dengan sengaja menempatkan diri mereka ke dalam
situasi-situasi yang menentang yang sekarang dapat mereka atasi.
Menyelesaikan tugas-tugas yang menarik dan menarik dan merangsang,
menjadi kreatif dan produktif, mencapai tujuan-tujuan dan hasrat-hasrat
dan berpartisipasi dalam pertandingan olahraga dapat menjadi kesenangan-
kesenangan dari stres. Di sini stres bekerja untuk meningkatkan kinerja.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan
bahwa stres adalah perasaan tertekan ketika menghadapi suatu peristiwa tertentu.
Sehingga mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi fisik seseorang.
3
2.1.2 Pengertian Stres Kerja
Stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang
dialami oleh karyawan dalam menghadapi pekerjaannya (Mangkunegara, 2005).
Mangkunegara (2005) mengatakan stres kerja ini tampak dari siptom (gejala-
gejala) antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit
tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan
darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
Menurut Ray (dalam Mulyana, 1998) stres yang berkaitan dengan
pekerjaan secara ajeg menunjukkan bahwa stres menimbulkan pengaruh yang
merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Pada
umumnya, stres pada pekerja terjadi karena interaksi pekerja dengan pekerjaan
atau lingkungan kerja, yang ditandai dengan penolakan diri sehingga terjadi
penyimpangan secara fungsional. Dengan kata lain, stres merujuk pada kondisi
internal individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan yang
mengancam terhadap kondisi fisik dan atau psikis (Miner dalam Effendi, 2005),
atau label untuk gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas,
ketidaknyamanan atau hal lain yang sejenis (Niven dalam Effendi, 2005).
Secara lebih tegas Manuaba (dalam Tarwaka et al, 2004) memberikan
definisi sebagai berikut: stres adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh
manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang
dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari
menurunnya kesehatan sampai pada dideritanya suatu penyakit. Selamjutnya Smet
(dalam Effendi, 2005) secara spesifik menjelaskan bahwa stres kerja sebagai suatu
4
kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan kerja,
sehingga menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi
dengan sumber daya sistem biologis, psikologis, atau sosial. Jika stres kerja terus
berlangsung bukan hanya individu yang mengalami penyakit, organisasipun dapat
memiliki apa yang dinamakan penyakit organisasi (Jacinta dalam Nipsaniasri,
2004).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan
bahwa stres kerja adalah perasaan tertekan yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dan lingkungan pekerjaan sehingga menimbulkan pengaruh yang
merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Jika stres pada
karyawan terus-menerus terjadi dapat pula menyebabkan penyakit organisasi
(Jacinta dalam Nipsari, 2004)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan
bahwa stres kerja adalah perasaan tertekan yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dan lingkungan pekerjaan sehingga menimbulkan pengaruh yang
merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Jika stres pada
karyawan terus-menerus terjadi dapat pula menyebabkan penyakit organisasi.
2.1.3 Aspek-Aspek Stres Kerja
Selanjutnya Michell (dalam Adininggar, 2005) mengemukakan ada
beberapa gejala yang tampak sebagai akibat dari stres yang terbagi dalam 5 aspek:
a. Aspek subjektif: seperti kecemasan, apati, kelelahan, depresi, gelisah,
mudah marah dan rendahnya harga diri.
5
b. Aspek perilaku: seperti perilaku yang impulsive, penggunaan obat-obatan,
kurang gairah dan gelisah.
c. Aspek kognitif: seperti buruknya pemrosesan informasi, kehilangan
memori dan kebimbangan.
d. Aspek fisiologis: seperti meningkatnya kadar gula darah, meningkatnya
denyut jantung, meningkatnya tekanan darah, berkeringat dan sesak napas.
e. Aspek organisasi: seperti absensi, turn over, keluhan dan tingginya
kecelakaan.
Rasimin (1988) mengemukakan bahwa aspek-aspek stres dapat dibagi
menjadi:
a. Gejala subyektif (perasaan yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang
mengalaminya) yaitu perasaan gelisah, agresif, lesu, muram, lelah,
merasakan kecewa yang amat sangat, kehilangan kesabaran, merasa harga
diri rendah, merasa terpencil.
b. Gelaja perilaku (perilaku yang ditampilkan oleh individu sebagai akibat
dari stres) yaitu mudah terkena kecelakaan, penyalah gunaan obat, emosi
yang gampang meledak, makan berlebihan, minum atau merokok secara
berlebihan.
c. Gejala kognitif yaitu individu tidak mampu mengambil keputusan dengan
baik, tidak dapat berkonsentrasi dengan baik.
d. Gejala fisiologis yaitu kadar gula dalam darah naik, mulut terasa kering,
biji mata membesar.
6
e. Gejala keorganisasian yaitu suka membolos pada jam kerja, produktivitas
rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, selalu merasa tidak puas,
keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi menurun.
Menurut Beehr dan Newman (dalam Artiningsih, 2005; Rini, 2003) ada
beberapa gejala dari stres kerja yang terbagi dalam tiga aspek, yaitu gelaja
psikologis, gejala psikis, dan perilaku:
a. Aspek psikologis yang terdiri dari kecemasan, memendam masalah,
komunikasi tidak efektif, mengurung dan menarik diri, kebosanan,
ketidakpuasan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual,
kehilangan daya konsentrasi, kehilangan semangat hidup dan menurunnya
harga diri dan rasa percaya diri.
b. Aspek fisik yaitu meningkatnya detak jantung dan tekanan darah,
gangguan lambung, mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian,
gangguan kordiavaskuler, gangguan pernafasan, sering berkeringat,
gangguan pada kulit, kepala pusing, migraine, ketegangan otot dan
problem tidur.
c. Aspek perilaku yang tampak dari menunda atau menghindari pekerjaan,
meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase,
meningkatnya agresifitas dan kriminalitas, penurunan hubungan
interpersonal dengan keluarga dan teman, dan kecenderungan bunuh diri.
Aspek menurut Beehr dan Newman (dalam Artiningsih, 2005; Rini, 2003)
aspek yang dijelaskan adalah: aspek psikologis, aspek psikis, dan aspek perilaku.
Dimana aspek-aspek tersebut dijabarkan secara jelas. Sehingga dalam penelitian
7
ini menggunakan aspek menurut Beehr dan Newman (dalam Artiningsih, 2005;
Rini, 2003) tersebut.
2.1.3 Faktor Penyebab Stres Kerja
Mangkunegara (2005) mengatakan penyebab stres kerja antara lain adalah
beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas
pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, autoritas kerja yang
tidak memadai yang berhubungan dengan tanggungjawab, konflik kerja,
perbedaan nilai antara karyawan dengan pimpinan yang frustasi dalam kerja.
Kaitannya dengan tugas-tugas pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi
penyebab stres kemungkinan besar lebih spesifik (Tarwaka, Bakri dan Sudiajeng,
2004). Clark & Wantoro (dalam Tarwaka, Bakri dan Sudiajeng, 2004)
pengelompokan penyebab stres (stresor) ditempat kerja menjadi tiga kategori
yaitu stresor fisik, psikofisik dan psikologis. Kaitannya dengan tugas-tugas dan
pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab stres kemungkinan besar
lebih spesifik. Selanjutnya Cartwright et.al. (1995) mencoba memilah-milah
penyebab stres akibat kerja menjadi 6 faktor penyebab yaitu:
a. Faktor intrinsik pekerjaan.
Ada beberapa faktor intrinsik dalam pekerjaan di mana sangat potensial
menjadi penyebab terjadinya stres dan dapat mengakibatkan keadaan yang
buruk pada mental. Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja
yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan lembab, dll),
stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang
8
perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet, pekerjaan
beresiko tinggi dan berbahaya, pemakaian tehnologi baru, pembebanan
berlebih dan adaptasi pada jenis pekerjaan baru dll.
b. Faktor peran individu dalam organisasi kerja.
Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan
lebih memberikan stres yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik.
c. Faktor hubungan kerja.
Cooper & Payne (dalam Cartwright et.al. 1995) hubungan baik antara
karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab