Top Banner
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat Produk cacat atau rusak adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu, tetapi biaya yang dikeluarkan cenderung lebih besar dari nilai jual setelah produk tersebut diperbaiki. Kecacatan produk ini pada umumnya diketahui setelah proses produk selesai (Nurlela, 2007). Produk cacat atau rusak merupakan produk yang mempunyai wujud produk selesai, tetapi dalam kondisi yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh suatu perusahaan. Produk yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, tidak dapat langsung dijual tetapi harus diolah terlebih dahulu. Penurunan kecacatan produk dalam proses produksi akan berdampak pada penurunan biaya proses produksi (Kholil & Prasetyo, 2017). 2.2 Six Sigma Six Sigma adalah Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi kecacatan pada suatu produk. Secara umum Six Sigma memiliki 2 pengertian, yaitu Six Sigma sebagai filosofi bagi perbaikan berkelanjutan dengan terus mereduksi produk cacat dan Six Sigma sebagai alat teknis dalam mengukur jumlah produk cacat per 1 juta produk yang dihasilkan. Six Sigma sebagai metode teknis memiliki orientasi pendekatan statistik terhadap perhitungan kecacatan suatu produk. Six Sigma mempunyai tujuan untuk memperbaiki sistem manajemen perusahaan atau instansi lain yang berkaitan dengan pelanggan. Hasil Six Sigma digunakan untuk memperbaiki proses produksi yang difokuskan pada usaha memperbaiki proses dan mengurangi produk gagal (Tannady, 2015). Six Sigma memiliki dua fungsi besar yaitu Six Sigma sebagai filosofi bagi manajemen perusahaan dan Six Sigma sebagai alat ukur bagi upaya organisasi untuk memperbaiki kualitas produk melalui perbaikan kualitas proses. Perbaikan kualitas proses tersebut akan menjadikan sumber daya yang ada pada suatu organisasi tidak
9

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

Dec 30, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Produk Cacat

Produk cacat atau rusak adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi,

dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang

ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat diperbaiki dengan

mengeluarkan biaya tertentu, tetapi biaya yang dikeluarkan cenderung lebih besar

dari nilai jual setelah produk tersebut diperbaiki. Kecacatan produk ini pada

umumnya diketahui setelah proses produk selesai (Nurlela, 2007).

Produk cacat atau rusak merupakan produk yang mempunyai wujud produk

selesai, tetapi dalam kondisi yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan

oleh suatu perusahaan. Produk yang tidak sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan, tidak dapat langsung dijual tetapi harus diolah terlebih dahulu.

Penurunan kecacatan produk dalam proses produksi akan berdampak pada

penurunan biaya proses produksi (Kholil & Prasetyo, 2017).

2.2 Six Sigma

Six Sigma adalah Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi

kecacatan pada suatu produk. Secara umum Six Sigma memiliki 2 pengertian, yaitu

Six Sigma sebagai filosofi bagi perbaikan berkelanjutan dengan terus mereduksi

produk cacat dan Six Sigma sebagai alat teknis dalam mengukur jumlah produk

cacat per 1 juta produk yang dihasilkan. Six Sigma sebagai metode teknis memiliki

orientasi pendekatan statistik terhadap perhitungan kecacatan suatu produk. Six

Sigma mempunyai tujuan untuk memperbaiki sistem manajemen perusahaan atau

instansi lain yang berkaitan dengan pelanggan. Hasil Six Sigma digunakan untuk

memperbaiki proses produksi yang difokuskan pada usaha memperbaiki proses dan

mengurangi produk gagal (Tannady, 2015).

Six Sigma memiliki dua fungsi besar yaitu Six Sigma sebagai filosofi bagi

manajemen perusahaan dan Six Sigma sebagai alat ukur bagi upaya organisasi untuk

memperbaiki kualitas produk melalui perbaikan kualitas proses. Perbaikan kualitas

proses tersebut akan menjadikan sumber daya yang ada pada suatu organisasi tidak

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

5

dialokasikan untuk memperbaiki buruknya kualitas produk akhir yang dihasilkan,

sehingga sumber daya dapat lebih produktif dalam menghasilkan produk.

Hal tersebut akan berakibat baik terhadap nama organisasi di mata pasar.

Perspektif baik yang dimaksud yaitu baik secara kualitas dan kuantitas. Kualitas

dianggap baik karena pada tataran proses organisasi telah berhasil mengurangi

kecacatan produk. Kuantitas dianggap baik, karena menggunakan dimensi

realibilitas yang artinya ketika konsumen memiliki kepercayaan terhadap produk

yang dihasilkannya dan memiliki “interest” yang baik dan tinggi untuk membeli

produk tersebut di pasar.

Six Sigma banyak digunakan oleh perusahaan dan organisasi dengan

mengedepankan konsep bahwa hanya akan ada 3.4 kecacatan produk untuk setiap

1 (satu) juta produk yang diproduksi. Six Sigma pertama kali digunakan oleh

pabrikan alat komunikasi Motorlla dalam upaya untuk terus mengurangi kecacatan

produk, yang kemudian mulai banyak digunakan oleh beberapa perusahaan besar

seperti General Electric, Ford dan Honeywell. Terdapat pendekatan yang

digunakan dalam pendekatan metode Six Sigma yaitu Six Sigma - DMAIC (Define,

Measure, Analyze, Improve, Control) (Tannady, 2015).

2.3 DMAIC

Konsep DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) merupakan

metode yang paling umum digunakan untuk mengukur penerapan Six Sigma di

dalam sebuah organisasi. Secara umum metodelogi implementasi konsep DMAIC

dapat dilihat pada gambar 2.1. DMAIC dimulai dengan tahapan proses Define

(Identifikasi), Measure (Pengukuran), Analyze (Analisa), Improve (Perbaikan) dan

yang terakhir adalah Control (Pengendalian). Setiap kegiatan improvisasi yang

dapat dijadikan best practice akan distandarisasi agar dapat digunakan sebagai

pedoman pada kerja berikutnya. Standarisasi inilah yang kemudian sering

ditambahkan ke dalam konsep DMAIC tersebut. Menurut Tannady (2015),

menjelaskan konsep tersebut secara detail sebagai berikut.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

6

2.3.1 Define (Identifikasi)

Define merupakan tahap identifikasi awal, dimana pada tahapan ini

organisasi haruslah akurat dan jeli dalam melihat suatu dampak dari permasalahan

yang timbul.

2.3.2 Measure (Pengukuran)

Pengukuran terhadap kualitas produk akhir dari exciting process merupakan

parameter bagaimana manilai kapabilitas proses yang berjalan saat ini.

2.3.3 Analyze (Analisa)

Tahap analyze pada DMAIC berfungsi untuk memberikan masukan atas

priorotas dalam upaya penanggulangan penyebab masalah, memperlihatkan

dampak dari kegagalan proses dan produk akhir terhadap konsumen, menguraikan

penyebab kegagalan hingga sampai akar permasalahan dan memberikan sebuah

masukan.

2.3.4 Improve (Perbaikan)

Proses yang dikerjakan pada tahapan ini adalah melakukan berbagai upaya

untuk mengeliminasi berbagai penyebab kecacatan produk atau kegagalan proses.

Sering kali alat atau tool yang digunakan pada tahap ini tidak baku, yang artinya

bahwa setiap anggota tim memiliki ide dan gagasan tetntang cara improvisasi,

namun cara yang paling konvensional adalah dengan test and trial.

2.3.5 Control (Pengendalian)

Tahap pengendalian memiliki fungsi supervisi atau pengawasan dan

monitoring terhadap rencana perbaikan yang telah dirancang dan dijadwakan,

dengan kata lain proses improvment sedang dimaintain pada tahap ini. Tim bertugas

memastikan bahwa proses yang tengah berlangsung termasuk langkah-langkah

improvisasinya adalah berada pada range yang ditetapkan atau tidak keluar dari

bats-batas toleransi kualitas.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

7

Re-Define

/

Re-Measure

Continous

Improvement

2.4 Tools Dalam DMAI

2.4.1 Diagram PARETO

Diagram Pareto dikemukakan oleh Vilfredo Federico Damaso Pareto

seorang ekonom dan sosiolog yang lahir pada 15 Juli 1848 di Paris, Perancis. Beliau

mengemukakan konsep Efisiensi Pareto dan Hukum Pareto yang menyatakan

bahwa 80% dari akibat berasal atau dihasilkan oleh 20% penyebab atau bisa juga

diterjemahkan dengan 80% hasil usaha adalah buah dari 20% usaha yang produktif

dan optimal. Dalam sudut pandang negatif, Hukum Pareto juga bisa mengandung

makna bahwa 80% dari kegagalan merupakan tanggung jawab 20% penyebab, atau

80% produk gagal disebabkan 20% faktor dari keseluruhan produksi (Tannady,

2015).

Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi

data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini

DEFINE

MEASURE

ANALYZE

IMPROVE

CONTROL

(Sumber: Tannady (2015))

Gambar 2.1 Siklus Konsep DMAIC

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

8

dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera

diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera diselesaikan

(ranking terendah). Penyusunan Digram Pareto :

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasi data, misalnya berdasarkan

masalah, penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.

2. Menetukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-

karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.

4. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yang

terbesar hingga yang terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau presentase kumulatif yang digunakan.

6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif

masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk

mendapat perhatian.

(Sumber: Putri dkk (2018))

Gambar 2.2 Contoh Diagram Pareto

2.4.2 Control Chart, Nilai DPMO, dan Level Sigma

a. Control Chart

Control Chart digunakan untuk mengatasi masalah pada kecacatan

produk, sehingga suatu perusahaan dapat mengetahui penyebab dan segera

mengatasinya agar menghasilkan peningkatan kualitas dalam jangka

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

9

panjang. Menurut Putri (2010), penyelesaian pada Control Chart ini melalui

4 tahapan:

1. Menetapkan Karakteristik Kualitas.

Pada tahap ini suatu produk dapat dinyatakan cacat maka kriteria

kecacatan tersebut harus diketahui. Adapun cara mengetahuinya yaitu

menggunkan CTQ (Critical to Quality) atau karakteristik kualitas yang

mana berkaitan langsung dengan dengan kebutuhan spesifik pada

situasi dan kondisi dari setiap perusahaan.

2. Pembuatan Control Chart �̅�

Pada tahap ini masih dilakukan tahap perhitungan, adapun rumus untuk

pembuatan control chart �̅� yaitu:

menghitung nilai

�̅� = 𝐶𝐿 =∑ 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡𝑎𝑛

∑ 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ (𝑛) (1)

menghitung nilai UCL dan LCL

𝑈𝐶𝐿 = 𝑃 ̅ + 3√�̅�(1− �̅�)

𝑛 (1)

𝐿𝐶𝐿 = 𝑃 ̅ − 3√�̅�(1− �̅�)

𝑛 (1)

(Sumber: Polomarto (2013) )

Gambar 2.3 Contoh Control Chart

151413121110987654321

0.055

0.050

0.045

0.040

0.035

0.030

Sample

Pro

po

rtio

n

_P=0.03924

UCL=0.04499

LCL=0.033501

1

1

1

1

P Chart of Jumlah Kecacatan

Tests are performed with unequal sample sizes.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

10

3. Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma Level.

Jika pada proses produksi sudah dalam keadaan terkendali, maka dapat

dilanjutkan tahap menghitung Nilai DPMO dan Sigma Level.

b. Nilai DPMO dan Level Sigma

Six Sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect per Million

Oppurtunities (DPMO) sebagai satuan pengukuran. DPMO merupakan

ukuran yang baik bagi kualitas produk ataupun proses, karena berkoneksi

langsung dengan kegagalan, biaya dan waktu yang terbuang. Salah satu

rumus menentukan nilai DPMO adalah :

DPMO = Jumlah Unit Kecacatan Produk

Jumlah Unit Inspeksi x CTQ x 1.000.000 (1)

Menurut Putri (2010), pada program peningkatan kualitas Six Sigma,

pada perhitungan Sigma Level dapat dilakukan dengan beberapa metode.

Adapun metode tersebut adalah sebagai berikut:

Dengan menggunakan Microsoft Excel, maka perhitungan Sigma Level

dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

Normsinv = (1.000.000 – DPMO/1.000.000) + 1.5) (1)

Menggunakan tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma berdasarkan

konsep Motorola oleh Vincent Gaspersz.

Tabel 2.1 Hubungan Level Sigma dan DPMO

Sigma Parts per Million

6 Sigma 3,4 defects per million

5 Sigma 233 defects per million

4 Sigma 6.210 defects per million

3 Sigma 66.807 defects per million

2 Sigma 308.537 defects per million

1 Sigma 690.000 defects per million

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

11

2.4.3 5 Whys Analyze

Metode 5 Whys Analyze diguankan untuk mencari sumber permasalahan.

Metode ini dilakukan dengan mengulang-ulang pertanyaan “mengapa”,

sampai ditemukan akar penyebab masalah yang diperbaiki. Masalah yang

dianalisis merupakan masalah yang diprioritaskan (Liker, 2005). Berikut

adalah tahapan dalam melakukan pencarian root cause menggunakan Five

Why Analysis (Andersen, Fagerhaug, & Beltz, 2009):

1. Tentukan titik awal (starting point) atau masalah yang sudah

diidentifikasi yang harus dianalisis lebih lanjut.

2. Gunakan brainstorming, dan pendekatan lainnya untuk

menemukan penyebab berikutnya (Andersen et al., 2009). Penelitian

ini juga dilakukan wawancara untuk mengetahui penyebab lebih

lanjut permasalahan karena penyebab awal telah ditemukan oleh

pihak inspektor dan telah dijabarkan dalam dokumen Rejection Tag

(RT) . Brainstorming merupakan cara yang baik untuk

menghasilkan ide bagus sebanyak mungkin terkait dengan topik yang

diberikan, yang bertujuan untuk membuat daftar masalah yang bisa

diperbaiki dan menghasilkan penyebab yang mungkin dari suatu

masalah (Andersen et al., 2009).

3. Tanyakan “Mengapa penyebab masalah ini terjadi? Untuk setiap

identifikasi penyebab.

4. Setiap jawaban baru, ajukan pertanyaan lagi dan lakukan

berulang-ulang sampai tidak ada jawaban baru. Hal tersebut akan

mengantarkan ke akar permasalahan atau Root Cause dari masalah.

Sebagai aturan baku, metode ini sering membutuhkan pertanyaan ‘why’

hingga 5 kali. Namun boleh jadi akan permasalahan baru ditemukan

setelah lebih dari lima kali bertanya atau kurang dari lima ‘why; yang

ditanyakan. (Syariefah, 2018)

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Cacat

12

2.4.4 5S

5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke) merupakan lima langkah penataan

dan pemeliharaan tempat erja yang dikembangkan melalui upaya intensif dalam

bidang manufaktur. Bila diterjermahkan ke dalam bahasa Indonesia, lima langkah

pemeliharaan tempat kerja ini disebut sebagai 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat,

dan Rajin) dengan pengertian sebagai berikut (Nugraha dkk. 2015):

1. Seiri , membedakan antara yang diperlukan dan tak diperlukan di area kerja

dan menyingkirkan yang tak diperlukan. Membuat tempat kerja ringkas, yang

hanya menampung barang-barang yang diperlukan saja.

2. Seiton , segala sesuatu harus diletakkan sesuai posisi yang ditetapkan sehingga

siap digunakan pada saat diperlukan.

3. Seiso , menjaga kondisi mesin yang siap pakai dan dalam keadaan bersih.

Menciptakan kondisi tempat dan lingkungan kerja yang bersih. Pembersihan

bukan hanya sekedar membersihkan namun harus dipandang sebagi suatu

bentuk pemeriksaan. Pembersihan adalah suatu proses yang menganggap

setiap mesin atau alat penting karena memiliki tuntutan dan kemampuan

sendiri dan berusaha untuk merawatnya dengan baik.

4. Seiketsu , memperluas konsep kebersihan pada diri pribadi dan terus menerus

mempraktekan tiga langkah terdahulu. Selalu berusaha menjaga keadaan yang

sudah baik melalui standart. Seiketsu dimaksudkan agar masing-masing

individu dapat menerapkan secara kontinyu ketiga prinsip sebelumnya.

Pelaksanaan fase seiketsu ini akan membuat lingkungan selalu terjaga secara

terus menerus.

5. Shitsuke , membangun disiplin diri pribadi dan membiasakan diri untuk

menerapkan 5S melalui norma kerja dan standarisasi. Penekanannya adalah

untuk menciptakan tempat kerja dengan kebiasaan dan perilaku yang baik.

Mengajarkan setiap orang apa yang harus dilakukan dan memerintahkan setiap

orang untuk melaksanakannya, maka kebiasaan buruk akan terbuang dan

kebiasaan baik akan terbentuk.