II-1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Desa Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Menurut Widjaja (2003:3)[5] memberikan definisi Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Menurut Indrizal (2006)[6] menyatakan Desa dalam pengertian umum sebagai : “suatu gejala yang bersifat Universal, terdapat dimanapun di dunia ini, sebagai suatu komunitas keil, yang terkait pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan terutama yang tergantung pada sektor pertanian menurut” Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan: “Desa adalah kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (Dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan”. Menurut UU no 06 Tahun 2014 Tentang Desa[2]Memberikan pengertiannya untuk desa yaitu: “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia” Pengertian tersebut sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa[1], yang menyatakan bahwa: “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
II-1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Desa
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat
istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah
Kabupaten. Menurut Widjaja (2003:3)[5] memberikan definisi Desa adalah
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan
hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai
Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Menurut Indrizal (2006)[6] menyatakan Desa dalam pengertian umum sebagai :
“suatu gejala yang bersifat Universal, terdapat dimanapun di dunia ini, sebagai suatu komunitas keil, yang terkait pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan terutama yang tergantung pada sektor pertanian menurut” Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan:
“Desa adalah kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (Dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan”.
Menurut UU no 06 Tahun 2014 Tentang Desa[2]Memberikan pengertiannya
untuk desa yaitu:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Pengertian tersebut sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa[1], yang menyatakan bahwa:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
II-2
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Berdasarkan Pengertian di atas, maka dapat dilihat bahwa desa adalah suatu
kesatuan masyarakat terkecil dalam suatu daerah yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dilingkungannya tersebut
dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa.
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa[1] menyebutkan bahwa:
“Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggaran Pemerintahan Desa. Perangkat Desa terdiri dari Badan Permusyawaratan Desa, Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD), Sekretaris Desa, Kepala Seksi, dan Bendahara. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kepala desa dibantu oleh perangkat desa, oleh karena itu perangkat desa diangkat dan diberhentikan oleh kepala desa. kemudian, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa bertanggung jawab terhadap Kepala Desa”
UU No 06 Tahun 2014 tentang Desa[2] menyatakan Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. tertib kepentingan umum;
d. keterbukaan;
e. proporsionalitas;
f. profesionalitas;
g. akuntabilitas;
h. efektivitas dan efisiensi;
i. kearifan lokal;
j. keberagaman; dan
k. partisipatif.
II-3
2.1.1 Organisasi dan Kekuasan Pengelolaan Keuangan Desa
Pemerintahan Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat
yang memiliki peran strategis untuk mengatur masyarakat yang ada di pedesaan
demi mewujudkan pembangunan pemerintah. Berdasarkan perannya tersebut
maka terbitlah Peraturan-Peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan
Pemerintahan Desa yang mengatur tentang Pemerintahan Desa, sehingga roda
pemerintahan berjalan dengan optimal.
Pemerintahan Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, yang
meliputi Sekretaris Desa dan Perangkat Lainnya. Struktur Organisasinya adalah
sebagai berikut:
Gambar II.1 Struktur Organisasi pemerintah Desa
Aparatur Desa yang terkait dalam pelaksanaan Penatausahaan Keuangan Desa
memiliki Tugas dan wewenang yang seharusnya dilaksanakan dilihat dari
beberapa point peraturan yang telah mengatur tentang Desa.
1. Kepala Desa
Kepala Desa adalah Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain
yang dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa
(UU no 6 Tahun 2014 pasal 26 ayat 1)[2].
Kewajiban Kepala Desa dalam melaksanakan Tugas yang berkaitan dengan
penatausahaan menurut UU no 6 Tahun 2014[2] adalah:
Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang Akuntabel, Transparan,
Profesional, Efektif Dan Efisien, Bersih, Serta Bebas Dari Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme.
BPD Kepala Desa
Sekretaris Desa
Pelaksanaan Teknis
Kaur Pem Kaur
Pemb
Kaur
Kesra
Kaur
Keuanga
n
Kaur
Umum
II-4
2. Sekertaris Desa
Sekertaris Desa Merupakan Perangkat Desa yang bertugas membantu Kepala
desa mempersiapkan dan melaksanakan Pengelolaan Administrasi desa,
mempersiapkan bahan penyusunan laporan penyelenggaraan pemerintahan
desa. Fungsi Sekertaris Desa adalah:
a. Menyelenggarakan kegiatan administrasi dan mempersiapkan bahan
untuk kelancaran tugas kepala desa.
b. Membantu dalam persiapan penyusunan peraturan desa.
Kekuasaan yang dimiliki oleh Aparatur Desa berdasarkan Permendagri No 113
tahun 2014[1] terkait Penatausahaan keuangan yaitu :
1. Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan
mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan Kekayaan Milik Desa yang
dipisahkan. Kepala Desa memiliki kewenangan:
a. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa.
b. Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam
APBDesa.
2. Sekretaris Desa bertindak selaku Koordinator Pelaksana Teknis Pengelolaan
Keuangan Desa. Sekretaris mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa;
b. Melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran
APBDesa.
3. Bendahara di jabat oleh staf pada Urusan Keuangan. Bendahara mempunyai
Desa terdiri dari Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan.
Setelah melaksanakan Penatausahaan keuangan Desa maka pemerintah desa
melaksanakan proses pelaporan, menurut Permendagri No 113 Tahun 2014[1]
dalam melaksanakan Tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban kepala desa wajib:
1. Menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDes kepada
bupati/walikota.
2. Menyampaikan Laporan Penyelenggaraan pemerintah desa setiap ahir tahun
kepada bupati/walikota.
3. Menyampaikan Laporan Penyelenggaraan pemerintah desa setiap ahir masa
jabatan kepada bupati/walikota.
4. Menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintah desa secara
tertulis kepada BPD.
Dalam proses pertanggungjawaban Menurut Permendagri No 113 Tahun 2014[1]
terdiri dari:
1. Kepala desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota melalui camat setiap akhir
tahun anggaran, dengan dilampiri:
a. Format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa
Tahun Anggaran berkenaan.
b. Format Laporan kekayaan Milik Desa Tahun Anggaran berkenaan.
c. Format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang
masuk ke Desa.
II-26
2. Laporan pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes paling lambat
1 bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan.
2.2 Good Governance
Good Governance memiliki banyak pengertian dimana untuk Governance sendiri diterjemahkan menjadi tata pemerintahan adalah:
“penggunaan wewenang ekonomi, politik, dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hukum, memenuhi kewajiban dan menjabatani perbedaan diantara mereka” (Krina, 2003:4)[18]
Governance merupakan seluruh rangkaian proses pembuatan keputusan atau
kebijakan dan seluruh rangkaian proses dimana keputusan itu di implementasikan
atau tidak di implimentasikan. Kemudian UN Commision on Human Settlements
(1996) dalam (Santosa,2008) menjelaskan bahwa:
“governance adalah kumpulan dari berbagai cara yang diterapkan oleh individu warga negara dan para lembaga pemerintah maupun swasta dalam menangani kepentingan umum mereka”.
Mills & Seregeldin mendefinisikan good governance sebagai penggunaan
otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan
social ekonomi (Santosa, 2008;130)[19]. Sedangkan Charlick mengartikan good
governance sebagai pengelolaan segala macam urusan public secara efektif
melalui pembuatan peraturan dan / atau kebijakan yang abash demi untuk
mempromosikan nilai - nilai kemasyarakatan.
Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan
kepemerintahan. Ada tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat. Sementara itu paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya
berkembang adalah government sebagai satu - satunya penyelenggara
pemerintahan. Dengan bergesernya paradigma dari government kearah
governance, yang menekankan pada kolaborasi dalam kesetaraan dan
keseimbangan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani (civil
II-27
society), maka dikembangkan pandangan atau paradigma baru administrasi publik
yang disebut dengan keperintahan yang baik.
Good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif
di antara negara, sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Menurut sumarto (2009:1-2)[20] Governance, diartikan sebagai mekanisme,
praktik dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta
memecahkan masalah-masalah publik. Kualitas governance dinilai dari kualitas 7
interaksi yang terjadi antara komponen governance yaitu pemerintah, civil society
dan sektor swasta. Lebih lanjut dikatakan Sumarto (2009:17)[20] Istilah good
governance saat ini menjadi sangat “trendi”. Ada yang menterjemahkan good
governance sebagai kepemerintahan yang prima atau tata pemerintahan yang baik.
Selanjutnya menurut Leach dalam sumarto[20] Governance mengandung
pengertian politisi dan pemerintahlah yang mengatur, melakukan sesuatu,
memberikan pelayanan, sementara sisa dari kita adalah yang pasif. Sementara
governance melebur perbedaan antara “pemerintah” dan “yang diperintah”, kita
semua adalah bagian dari proses governance. Menurut Dwiyanto (2008:77)[21]
“Pemerintah adalah omnipotent (segala-galanya) diatas wilayah dan rakyatnya.
Pengertian governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-
urusan publik. Menurut World Bank dalam Mardiasmo (2004:23)[22]
memberikan definisi governance sebagai :
“The way state power is used in managing economic and social resources for development of society” (cara kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat).
Dalam definisi yang diungkapkan oleh World Bank lebih menekankan bagaimana
cara pemerintah dalam rangka pengembangan dan pembangunan masyarakat
dengan menggunakan sumberdaya sosial maupun sumber daya ekonomi.
II-28
Good governance memiliki persamaan dengan penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang memiliki 5 prinsip, yaitu :
1. Solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang
efisien;
2. Menghindari salah alokasi dan investasi yang terbatas;
3. Pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrasi;
4. Menjalankan disiplin anggaran;
5. Penciptaan kerangka politik dan hukum bagi tumbuhnya aktivitas
kewiraswastaan.
Sedangkan UNDP dalam Mardiasmo (2004:23)[22] mendefinisikan good
governance sebagai :
“The exercise of political, economic, and administrastive authority to manage a nation’s affair at all levels” (sebagai praktik penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administrative disemua tingkatan)”
Dalam konsep yang diungkapkan UNDP, good governance lebih ditekankan pada
aspek politik, ekonomi, dan administrative dalam pengelolaan negara. Dalam
konsep ini, terdapat tiga pilar Good Governance yang penting, yaitu :
1. Economic governance (kesejahteraan rakyat)..
2. Political governance (proses pengambilan keputusan).
Sedangkan dalam proses memaknai peran kunci stakeholders (pemangku
kepentingan) mencakup tiga domain, yaitu :
1. Pemerintah
Berperan menciptakan iklim politik dan hukum yang kondusif.
2. Sektor swasta
Berperan menciptakan lapangan perkerjaan dan pendapatan serta penggerak di
bidang ekonomi.
3. Masyarakat
Berperan mendorong interaksi sosial, ekonomi, politik, dan mengajak seluruh
anggota masyarakat berpartisipasi.
II-29
Penyelenggaraan good governance harus menyatukan ketiga domain dan
melakukan tugas serta peran masing-masing fungsi domain. Ketiganya harus
bersinergi agar dapat mencapai hasil yang maksimal demi terwujudnya good
governance. Selama ini sumber kewenangan hanya berasal dari pusat saja, namun
secara bertahap hal itu berubah dan saat ini telah dilakukan transfer kewenangan.
Transfer kewenangan yang dimaksud adalah pemberian wewenang dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi. Secara
teoritis desentralisasi diselenggarakan untuk mencapai tiga tujuan utama yaitu
tujuan politik, tujuan administrasi, dan tujuan sosial ekonomi. Asas desentralisasi
ini diwujudkan dengan adanya otonomi daerah. Hal ini seperti yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004[23] . Semangat otonomi daerah ini
diharapkan memberikan suasana baru pengelolaan negara untuk memberdayakan
demokrasi serta pendayaagunaan berbagai potensi di daerah.
Pada tahun 2000 LAN bersama BPKP menerangkan konsep governance dari
UNDP. Dari hasil kajiannya governance didukung oleh tiga kaki yakni politik,
ekonomi serta administrasi.
“Kaki pertama, yaitu tata pemerintahan di bidang politik dimasukkan ke sebagai proses – proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan publik, baik dilakukan oleh birokrasi sendiri maupun oleh birokrasi bersama - sama politisi. Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan kebijakan tidak hanya tataran implementasi seperti selama ini terjadi, melainkan mulai dari formulasi, evaluasi sampai pada implementasi. Kaki kedua, yaitu tata pemerintahan di bidang ekonomi meliputi proses – proses pembuatan keputusan untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggaraan ekonomi. Sektor pemerintah diharapkan tidak terlampau terjun langsung pada sektor ekonomi karena akan dapat menimbulkan distorsi mekanisme pasar. kaki ketiga, yaitu tata pemerintahan di bidang administratif adalah berisi implementasi proses kebijakan yang telah diputuskan oleh institusi politik”(Wasistiono : 2001)[24].
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah[23] merupakan kebijakan yang lahir dalam rangka untuk memenuhi
tuntutan reformasi akan demokratisasi dan pemberdayaan. Kewenangan dalam
otonomi daerah adalah mengatur dan mengurus sendiri kepentingan masyarakat di
daerahnya. Menurut Soelendro (2003:23)[25] Good governance adalah suatu
penyelenggaraan negara yang mengarah pada tujuan yang baik melalui perumusan
II-30
kebijakan yang berhubungan dengan masalah-masalah sosial dan sistem
demokrasi. Dengan demikian, melalui pelaksanaan otonomi daerah tentu
pemerintah daerah dapat merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan
masalah sosial dan sistem demokrasi di daerahnya masing-masing.
2.2.1 Prinsip - Prinsip Good Governance
Keutamaan memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-
prinsip yang terkandung di dalamnya. Hal ini berfungsi sebagai indikator atau
tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik buruknya pemerintahan bisa dinilai
atas prinsip yang sudah dilaksanakan dan apakah sudah bersinggungan dengan
prinsip-prinsip good governance.
Menurut Mardiasmo (2004:24)[22] mengungkapkan bahwa, Karakteristik
atau prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam pelaksanaan good governance ,
meliputi :
1. Partisipasi masyarakat
2. Tegaknya supremasi hukum
3. Transparansi
4. Daya tanggap
5. Berorientasi pada konsensus
6. Kesetaraan
7. Efektivitas dan efisiensi
8. Akuntabilitas
9. Visi strategis
Menyadari pentingnya prinsip-prinsip good governance maka akan diuraikan satu
persatu sebagaimana tertera di bawah ini, yaitu :
1. Partisipasi masyarakat (participation)
Masyarakat dilibatkan dalam pembuatan keputusan baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi
dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Prinsip ini mendorong
agar semua masyarakat mau memberikan hak suara dalam pengambilan
keputusan baik itu melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah maupun
II-31
yang telah ditetapkan. Partisipasi menyeluruh dibangun berdasarkan
kebebasan berkumpul, mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif. Dengan dilibatkannya masyarakat dan turut
serta dalam proses tersebut, maka itulah yang disebut adanya pemikiran yang
demokratis.
2. Tegaknya supremasi hukum (rule of low)
Penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Semua
yang telah diatur dalam hukum tidak ada yang di istimewakan, semua harus
sama dimata hukum. Dalam prinsip ini juga termasuk didalmnya hukum yang
terkait dengan hak asasi manusia.
3. Transparansi (transparency)
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi.
Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat
diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Informasi yang tersedia harus
memadai dalam arti memberikan sesuai kepentingan yang dibutuhkan agar
mudah dimengerti dan dipantau. Pemberian informasi yang transparan akan
menciptakan kepercayaan yang timbul antara pemerintah dan masyarakat
melalui kemudahan dalam mengkases informasi.
4. Daya tanggap (responsiveness)
Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani
stakeholder. Selain lembaga yang memberikan pelayanan dengan respon yang
cepat, proses peemerintahan pun harus berusaha melayani semua pihak yang
berkepentingan dengan baik.
5. Berorientasi pada konsensus (consensus orientation)
Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. Tata pemerintahan
yang baik harus mampu menjembatani kepentingan-kepentingan yang
berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang
terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bilang mungkin konsensus
dalam hal ini kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. Dalam hal ini harus
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat luas.
II-32
6. Kesetaraan (equity)
Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan dan keadilan. Memberikan kesempatan bagi setiap warga
masyarakat dalam mensejahterakan kehidupannya.
7. Efektivitas dan efisiensi (Efficiency and Effectiveness)
Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan
berhasil guna (efektif). Memenuhi kebutuhan dan pelayanan mayarakat
dengan menggunakan sumber daya yang ada secara optimal dan bertanggung
jawab. Harus ada pengawasan agar tercapai sebuah efektivitas dan efisiensi
yang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan.
8. Akuntabilitas (accountability)
Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan
dengan melaporkan setiap kegiatan yang telah dilakukan kepada pihak-pihak
terkait. Para pengambil keputusan bertanggung jawab baik kepada lembaga
maupun organisasi yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban yang
diberikan masing-masing pihak berbeda satu dengan yang lainnya, sesuai
dengan jenis organisai yang bersangkutan. Agar apa yang telah dilakukan
sebelumnya, dapat dipantau juga oleh para pemangku kepentingan.
9. Visi strategis (strategic vision)
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi yang jauh
ke depan. Setiap kegiatan yang di rencanakan harus memiliki tujuan yang
jelas bagi masa depan. Para pemimpin dan masyarakat memiliki pandangan
yang jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan
manusia, serta memiliki kepekaan apa yang akan di butuhkan di masa yang
akan datang, sehingga prinsip ini harus berorientasi bagi cita-cita masa depan.
Soelendro (2003:12)[19] menyatakan bahwa prinsip-prinsip good government
governance antara lain:
1. Transparansi
Meningkatkan keterbukaan (disclosure) dari kinerja pemerintah daerah secara
teratur dan tepat waktu (timely basis) serta benar (accurate).
II-33
2. Akuntabilitas
Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan
keseimbangan kekuasaan (distribution and balance of power).
3. Keadilan
Melindungi segenap kepentingan masyarakat dan stakeholder lainnya dari
rekayasa-rekayasa dan transaksi-transaksi yang bertentangan dengan
peraturan yang berlaku.
3. Responsibilitas
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan
peraturan yang berlaku termasuk tanggap terhadap kepentingan masyarakat.
Dalam proses penatausahaan keuangan Desa Pemerintahan Desa harus
mewujudkan beberapa prinsip good governance agar pelaksanaan penatausahaan
keuangan memenuhi tujuan penataan desa dengan optimal, prinsip-prinsip
tersebut adalah :
1. Transparansi (transparency)
Proses penatausahaan Keuangan Desa harus dibangun atas dasar keterbukaan
memperoleh informasi. Pemberian informasi yang transparan akan
menciptakan kepercayaan yang timbul antara pemerintah dan masyarakat
melalui kemudahan dalam mengkases informasi.
2. Berorientasi pada konsensus (consensus orientation)
Kegiatan pengeluaran desa yang baik berorientasi pada kepentingan
masyarakat desa yang lebih luas. harus mampu menjembatani kepentingan-
kepentingan yang berbeda.Dalam hal ini harus mampu memberikan
pelayanan kepada masyarakat desa secara luas.
3. Efektivitas dan efisiensi (Efficiency and Effectiveness)
Pelaksanaan penatausahaan keuangan dilakukan secara berdaya guna (efisien)
dan berhasil guna (efektif). Memenuhi kebutuhan dan pelayanan mayarakat
dengan menggunakan sumber daya yang ada secara optimal dan bertanggung
jawab.
II-34
4. Akuntabilitas (accountability)
Laporan Pertanggungjawaban dalam proses penerimaan dan pengeluaran atas
setiap aktivitas yang dilakukan dengan melaporkan setiap kegiatan yang telah
dilakukan kepada pihak-pihak terkait. Agar apa yang telah dilakukan
sebelumnya, dapat dipantau juga oleh para pemangku kepentingan.
5. Visi strategis (strategic vision)
Penyelenggara pemerintahan desa harus memiliki visi yang jauh ke depan.
Setiap kegiatan atau dana yang telah direncanakan harus memiliki tujuan atau
output yang jelas bagi masa depan. sehingga prinsip ini harus berorientasi
bagi cita-cita masa depan.
Penerapan prinsip-prinsip good governance seperti transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas dan fairness (kewajaran) merupakan jaminan bahwa
suatu pemerintahan dikatakan baik (Sony Yuwono:2007)[26]. Dengan demikian
jika menerapkan semua prinsip-prinsip good governance maka hal tersebut
menjadi jaminan bahwa pemerintahan dikatakan baik.
2.2.2 Indikator Prinsip-Prinsip Good Governance
Dalam penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance tentu harus ada
sebuah ukuran atau indikator untuk mengetahui mengapa prinsip tersebut
dikatakan sudah diterapkan. Berikut adalah indikator Prinsip-Prinsip Good
Governance menurut PKP2A/LAN (2009)[27] :
1. Partisipasi
a. Intensitas dan keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan.
b. Keterlibatan masyarakat dalam memonitor penyelenggaraan
pemerintahan.
2. Daya Tanggap
a. Ketersediaan dan kejelasan mekanisme dan prosedur pengaduan.
b. Kecepatan dan ketepatan Pemda dalam menggapai pengaduan.
3. Transparansi
a. Ketersediaan mekanisme bagi publik untuk mengakses informasi publik.
b. Kecepatan dan kemudahan mendapatkan informasi.
II-35
4. Akuntabilitas
a. Akuntabel pengelolaan anggaran yang dikeluarkan.
b. Pertanggungjawaban kinerja.
5. Kesetaraan
a. Ketersediaan jaminan semua orang untuk mendapatkan pelayanan,
perlindungan, dan pemberdayaan.
b. Kualitas pelayanan, perlindungan dan pemberdayaan yang tidak
diskriminatif.
6. Efektivitas dan Efisiensi
a. Tingkat ketepatan pemberian pelayanan, perlindungan dan pemberdayaan
masyarakat.
b. Tingkat efisiensi jalannya pemerintahan.
7. Visi Stratejik
a. Kejelasan arah pembangunan daerah yang direncanakan.
b. Konsistensi kebijakan untuk mewujudkan visi dan misi.
2.3 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, berikut ringkasan
penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan peran aparatur desa dan
good governance penatausahaan desa :
Tabel II.8 Penelitian Terdahulu
No Nama Penulis (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian
1
Muhammad Basirruddin (2012)[28]
Peran Pemerintahan Desa Dalam Pengelolaan Keuangan Desa Alai Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti
Dalam Penelitian ini Peran Pemerintah Desa memiliki peran yang sangat kuat dalam Pengelolaan Keuangan Desa di desa Alai. Terlihat dari tanggapan responden atas pertanggungjawaban pihak-pihak yang terkait dengan keuangan desa.
II-36
No Nama Penulis (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian
2
Anas Heriyanto. (2015)[29]
Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman
Dalam penelitian ini menyatakan pelaksanaan Good governance di desa telah dilakukan dengan baik namun masih terdapat kendala dan diatasi dengan cara melakukan peningkatan kapasitas SDM dengan mengadakan pelatihan
3 Iman Pirman Hidayat (2009)[30]
Peranan Penatausahaan Keuangan Daerah Dalam Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan APBD
Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa untuk mencapai efektivitas APBD diperlukan suatu peran penatauusahaan yang memadai meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain.
4 Titiek Puji Astuti (2016)[31] Good Governance Pengelolaan Keuangan Desa menyongsong Berlakunya UU No 6 Tahun 2014
Hasil penelitian ini menyatakan transparansi, akuntabel dan partisipasi dalam pengelolaan keuangan desa merupakan aspek penting dalam menciptakan good governance dalam pengelolaan keuangan desa, namun Hambatan yang ada bersumber dari aparatur Pemerintah Desa yang kurang cakap terhadap aturan
5 Nicky Tulandi (2012)[32] Peranan Camat Dalam MewujudkanGood Governance di Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara
Dalam Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Camat sesuai dengan tugas dan kewenangannya mempunyai peranan penting dan menentukan dalam mewujudkan good governance di tingkat kecamatan.
6 Dipo Lukmanul Akbar (2015)[33]
Peran Pemerintahan Desa Dalam Penyusunan Apbdes Perspektif Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Dalam penelitian ini Mekanisme penyusunan Peraturan desa APBDes selama ini kurang optimal. Untuk itu membutuhkan peran dari Pemerintah Daerah untuk mewujudkan local Good governance. Peran pemerintahan Desa dalam Penyusunan APBDes sangat penting.
II-37
Penelitian Terdahulu yang penulis jadikan referensi merupakan Penelitian
yang memiliki Penilaian dari beberapa aspek Variabel yang peneliti lakukan,
tentang peran aparatur desa, Good Governance dan Penatausahaan Keuangan.
Penelitian yang penulis ambil berjudul Peran Kompetensi Aparatur Desa Dalam
Mewujudkan Good Governance Penatausahaan Keuangan Desa merupakan
penelitian yang baru untuk dilakukan, dengan menilai dari peranan aparatur Desa