12 BAB II LANDASAN TEORI A. Autisme 1. Pengertian autisme menurut berbagai sumber Bonny Danuatmaja pada buku berjudul “Terapi Anak Autis di Rumah” 1 menyatakan bahwa autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf yang mengganggu perkembangan anak. Sindrom atau himpunan gejala/tanda ini terjadi secara bersamaan dan menandai perkembangan yang tidak normal. Kerusakan saraf yang terjadi pasti akan memiliki pengaruh terhadap kemampuan seorang anak. Maka, muncul pula gambaran mengenai autisme sebagai gangguan pada saraf yang ditandai dengan lemahnya kemampuan kognitif (pemahaman), komunikasi dan kemampuan sosial. Lemahnya beberapa hal tersebut pada seorang anak mengakibatkan perkembangan perilakunya berbeda dengan anak pada umumnya. Hal ini dapat kita lihat dari buku lainnya, dimana Kanner menyatakan bahwa autisme sebagai gangguan pola perilaku perkembangan pada anak yang menunjukan kecenderungan menjauhkan diri secara sosial dan menyendiri secara ekstrem, walaupun secara fisik relatif normal 2 . 1 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autistik di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), 2. 2 Djohan Salim, Terapi Musik, Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Galang Press, 2006), 158.
17
Embed
BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian autisme menurut ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Autisme
1. Pengertian autisme menurut berbagai sumber
Bonny Danuatmaja pada buku berjudul “Terapi Anak Autis di
Rumah”1 menyatakan bahwa autisme merupakan suatu kumpulan
sindrom akibat kerusakan saraf yang mengganggu perkembangan anak.
Sindrom atau himpunan gejala/tanda ini terjadi secara bersamaan dan
menandai perkembangan yang tidak normal.
Kerusakan saraf yang terjadi pasti akan memiliki pengaruh
terhadap kemampuan seorang anak. Maka, muncul pula gambaran
mengenai autisme sebagai gangguan pada saraf yang ditandai dengan
lemahnya kemampuan kognitif (pemahaman), komunikasi dan
kemampuan sosial. Lemahnya beberapa hal tersebut pada seorang anak
mengakibatkan perkembangan perilakunya berbeda dengan anak pada
umumnya.
Hal ini dapat kita lihat dari buku lainnya, dimana Kanner
menyatakan bahwa autisme sebagai gangguan pola perilaku
perkembangan pada anak yang menunjukan kecenderungan
menjauhkan diri secara sosial dan menyendiri secara ekstrem, walaupun
secara fisik relatif normal2.
1 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autistik di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), 2.
2 Djohan Salim, Terapi Musik, Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Galang Press, 2006), 158.
13
Versi lain yang juga mengungkapkan mengenai gangguan
perkembangan adalah DSM-IV (Diagnostic and Statistic Manual of Mental
Disorder - edisi ke 4 yang dikeluarkan oleh American Psychiatric
Association). DSM-IV ini menyatakan bahwa autisme adalah
ketidakmampuan dari segi perkembangan yang sangat mempengaruhi
komunikasi verbal dan non verbal serta interaksi sosial yang akan
merugikan dalam proses pendidikan3.
Dari sumber-sumber tersebut dapatlah kita simpulkan bahwa
autisme merupakan adanya sebuah gangguan yang terjadi pada saraf
otak yang mengakibatkan seseorang memiliki kekurangan pada
kemampuan berkomunikasi dan perilaku/kebiasaan yang tidak umum,
sehingga menghambat pola interaksi sosial individu tersebut.
2. Autism Spectrum Disorder
Autisme sebenarnya merupakan sebuah istilah umum yang
digunakan untuk menggambarkan sebuah kumpulan dari gangguan-
gangguan. Autisme biasanya mengacu pada Autism Spectrum Disorder
atau dikenal juga dengan nama lain Pervasive Developmental Disorder yang
adalah gangguan-gangguan perkembangan pada otak yang
menyebabkan lemahnya interaksi sosial, masalah dengan komunikasi
verbal dan non-verbal, serta perilaku yang tidak umum dan berulang-
ulang atau terbatasnya minat dan aktifitas.
3 Jennifer J. Havlat, The Effects of Music Therapy on The Interaction of Verbal and Non-Verbal Skills of Students with Moderate to Severe Autism (California: California State University, 2006), 12.
14
a. Classic autism
Classic autism bisa dikatakan merupakan tingkat yang paling
parah dalam autism spectrum disorder. Individu dengan classic autism ini,
(atau yang lebih dikenal dengan autisme), mengalami keterlambatan
dalam perkembangan bahasa, bahkan tidak berkembang sama sekali.
Mereka mengalami kesulitan untuk berbicara dengan orang lain,
kurang perhatian dan tidak memiliki kontak emosional dengan orang-
orang di sekitarnya. Penyandang autisme memiliki keinginan yang
besar terhadap kesamaan dalam rutinitas mereka. Kemampuan yang
baik dalam hal visual spasial biasanya dimiliki oleh individu ini namun
mereka memiliki kekurangan pada bidang lain. Gejala autisme klasik
ini biasanya terlihat selama satu sampai tiga tahun dan akan berlanjut
selama masa hidupnya.
b. Aspergers syndrome
Anak-anak ini menunjukkan kekurangan dalam kemampuan
sosial dan kesulitan menerima perubahan. Bila ritual/rutinitas mereka
berubah, dapat membuat mereka marah. Mereka memiliki kesulitan
saat harus membaca bahasa tubuh orang lain. Beberapa anak dengan
aspergers syndrome juga mengalami kurangnya sensitivitas terhadap
rasa sakit serta menjadi terlalu sensitif terhadap cahaya dan suara.
Seseorang dengan tipe ini biasanya memiliki tingkat intelegensi rata-
rata atau bahkan di atas rata-rata terutama pada bidang logika,
kreativitas, memori (matematika, komputer dan musik).
15
c. Childhood disintegrative disorder
Pada awalnya anak-anak ini terlihat berkembang dengan normal.
Mereka mulai mengalami kemunduran pada usia dua sampai empat
tahun. Saat itulah anak-anak mulai berhenti bersosialisasi, berhenti
bermain dan kehilangan kemampuan motoriknya.
d. Rett syndrome
Sindrom rett ini merupakan gangguan perkembangan saraf yang
paling banyak muncul pada perempuan, ditandai dengan
perkembangan kepala yang abnormal. Gejala awal adalah fungsi otot
yang tidak berkembang dengan baik, seperti kesulitan dalam berguling,
berjalan dan kurangnya kontak mata. Anak-anak ini pun berhenti
menggunakan kedua tangannya untuk melakukan sesuatu.
e. PDD-NOS (pervasive developmental disorder-not otherwise specified)
Ini dianggap sebagai “diagnosis pengecualian”. Sebagian besar
memiliki gejala yang lebih ringan daripada anak-anak dengan tipe
gangguan autistik lainnya tetapi mereka tidak memiliki kemampuan
bahasa yang baik dan kecerdasan di atas rata-rata.
3. Diagnosa
Dokter dan psikolog umumnya menjadi ujung tombak
penanganan individu autistik. Profesi lain seperti guru, terapis, pihak
saudara, serta orangtua dan anggota masyarakat pun memegang
peranan penting dalam memberikan data mengenai kondisi anak sehari-
hari secara detil. DSM-IV (Diagnostic and Statistic Manual of Mental
16
Disorder - edisi ke 4)4 membantu kita untuk melihat apakah seorang anak
menyandang autisme atau tidak.
1. Harus ada minimal dua gejala dari (a), dan masing-masing
minimal satu gejala dari (b) dan (c).
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang memadai seperti
kontak mata yang kurang, ekspresi muka kurang hidup, dan gerak
geriknya kurang tertuju.
Tidak dapat bermain dengan teman sebaya.
Tidak dapat merasakan apa yag dirasakan orang lain.
Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
b. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi.
Bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang (tidak ada
usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain selain
bicara).
Jika bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa
meniru.
c. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulangdalam perilaku,
minat dan kegiatan.
Mempertahankan satu permintaan atau lebih dengan cara yang
khas dan berlebihan.
4 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), 2.
17
Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang
tidak ada gunanya.
Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
Seringkali sangat terpukau pada benda.
2. Adanya keterlambatan atau gangguan dalam interaksi sosial,
bicara dan berbahasa, dan cara bermain yang kurang variatif sebelum
umur tiga tahun.
4. Penyebab autisme
Penyebab autisme5 masih merupakan perdebatan diantara para
ahli. Ada yang menyebut bahwa autisme disebabkan kombinasi
makanan yang salah, terkontaminasi oleh zat-zat beracun, faktor genetik,
bahkan akibat vaksin MMR. Penumpukan protein pada otak bayi,
perkembangan otak dan kerusakan jaringan otak pada saat di dalam
janin juga diduga menjadi salah satu penyebab autisme.
a. Gangguan susunan saraf pusat
Ditemukan kelainan anatomi saraf pusat pada beberapa bagian
otak anak autistik. Umumnya anak autistik mengalami pengecilan otak
kecil di lobus VI-VII6. Padahal dalam lobus tersebut terdapat sel purkinje
yang mempengaruhi produksi serotonin. Hal ini tentu saja berdampak
pada berkurangnya jumlah sel purkinje dan produksi serotonin sehingga
5 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), 5.
6 http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/02/beberapa-lobus-pada-otak.html. Lobus VI bagian dari otak besar, terdapat di lobus frontalis yang mengatur kemampuan motorik manusia. Sedangkan lobus VII merupakan bagian otak besar, tepatnya berada di lobus parietalis yang mengatur kemampuan berbahasa/berbicara.
maupun fisik. Sedangkan kata “musik” menjelaskan media yang
digunakan dalam rangkaian terapi.
Adapun definisi terapi musik menurut World Federation of Music
Therapy adalah sebagai berikut:
Musik Terapi adalah penggunaan musik secara professional dan elemen-
elemennya sebagai intervensi dalam bidang medis, pendidikan, dan
kehidupan sehari-hari dengan individu-individu, grup, keluarga
maupun komunitas-komunitas yang berusaha mengoptimalkan kualitas
hidup mereka dan mengembangkan kemampuan fisik, sosial,
komunikasi, emosi, intelektual dan kesehatan spiritual serta
kesejahteraan. Penelitian, praktek, pendidikan dan pelatihan dalam
musik terapi berdasakan pada standar professional yang mengacu pada
kultur, keadaan sosial dan konteks politik (WFMT, 2011).10
Melalui terapi musik, seseorang didorong untuk berinteraksi,
berimprovisasi, mendengarkan dan juga aktif memainkan alat musik.
Kegiatan musikal yang dilakukan, dirancang sesuai kebutuhan dan
kondisi klien sehingga dapat bersifat terapeutik. Sudah banyak
penelitian dan penemuan mengenai sifat-sifat terapeutik yang ada dalam
kegiatan musikal.
2. Unsur-unsur terapeutik pada musik
a. Musik memikat dan mempertahankan perhatian
Musik yang terstruktur memikat dan mempertahankan rentang
perhatian (attention-span) anak autistik. Ritme, konsistensi harmoni, dan
10 Makalah Terapi Musik dengan Anak ADHD oleh Patrisna Widuri, M. Psi. Psikolog, Dr. Weny Savitry S. Pandia, Psi., M. Si, Amelia Delfina Kho, M. A. Fakultas Ilmu Seni-Jurusan Seni Musik universitas Pelita Harapan, 2011.
23
alur melodi sebuah lagu dapat mempengaruhi dan membangun
situasi/suasana.
Musik bukan hanya menjadi sebuah latar, tetapi menjadi sebuah
stimulus. Tempo yang tetap membantu anak mengatur lingkungan
sekelilingnya. Ritme perlu disesuaikan dengan aktivitas yang sedang
dilakukan sehingga akan membuat anak bertahan dengan suatu tugas
lebih lama/lebih fokus.
b. Musik menstrukturisasi waktu
Chord/harmoni membuat kita memahami struktur sebuah lagu.
Dalam sebuah lagu sederhana biasanya terdiri atas tiga chord sederhana,
yaitu I, IV, V. Kita pun secara umum mengetahui bahwa chord pertama
dan terakhir dari sebuah lagu adalah chord I. Hal inilah yang menjadi
tanda bagi anak, kapan sebuah lagu berakhir, bersamaan dengan
selesainya tugas yang harus mereka kerjakan.
c. Musik berorientasi pada keberhasilan
Keberhasilan mengacu pada kemampuan seorang anak
mempertahankan partisipasinya pada kegiatan bermusik. Mendengarkan
dan memberikan perhatian terhadap musik, kemampuan melakukan
pergerakan atau membuat sebuah suara sudah merupakan partisipasi
aktif dari anak.
d. Musik memberikan lingkup yang aman untuk mempraktekan
kemampuan sosial anak
Lagu menjadi sarana untuk mengekspresikan perasaan, keinginan
dan dapat membuat sebuah interaksi (misalnya saja, percakapan ataupun
kontak mata). Ketika mereka mampu sedikit berinteraksi, maka akan
24
berpengaruh terhadap eksistensi mereka sebagai bagian dari lingkup
sosial.
e. Musik menjadikan repetisi dan kegiatan mengingat menjadi
menyenangkan
Musik dapat menyampaikan informasi yang sama berulang kali
tanpa membuatnya menjadi membosankan dan anak akan berusaha
menyesuaikan konsentrasi terhadap durasi lagu/musik tersebut dan
mengontrol rasa frustrasi mereka.
f. Musik dapat membantu anak mengontrol lingkungan sekitar
Anak-anak secara visual akan tertarik dengan beragam instrumen
musik Namun untuk membantu mengontrol lingkungan sekitar,
biasanya instrumen musik ritmis akan sangat membantu.
g. Musik dapat menjadi gambaran dan penyesuaian terhadap
masing-masing individual
Perubahan tempo akan berpengaruh menjadikan lebih tenang atau
malah menstimulasi untuk reaktif terhadap suatu hal. Bagian
improvisasi pada sebuah lagu dapat berfungsi untuk berkomunikasi
sehingga secara bertahap mengundang anak-anak untuk berinteraksi
dengan orang-orang sekelilingnya.
3. Penelitian terapi musik dengan anak autisme
Berikut ini beberapa penelitian-penelitian yang telah dilakukan
mengenai efek musik/terapi musik pada anak dengan autisme:
25
a. Pronovost (1961) menyatakan bahwa anak-anak dengan autisme
akan merespons lebih baik pada penggunaan bahasa melalui
musik.
b. Nordoff dan Roberts (1971) menyarankan penggunaan lagu
dengan lirik berulang untuk meningkatkan kemampuan berbicara
dengan intonasi yang tepat.
c. Grandin & Scariano (1986) mendapati bahwa anak dengan autisme
tertarik dengan musik karena sifat alami ritme yang repetitif.
Musik juga merupakan sesuatu yang terstruktur dan terorganisir
dan hal itulah yang dibutuhkan oleh anak dengan autisme.
d. Clarkson (1992) melaporkan bahwa terjadi peningkatan kontak
mata dan kemampuan komunikasi saat sesi terapi musik
berlangsung.
e. Chadwick, Nash & Wimpory (1995); Thaut (1998); Amstrong &
Darrow (1999); Patterson (2003); Shore (2003) menyatakan musik
membantu mengubah perilaku anak autistik dan mengembangkan
kemampuan komunikasi.
f. Gourney (1998) menggambarkan bagaimana musik berpengaruh
terhadap kedisiplinan anak dengan autisme.
g. Thaut (1998) menemukan bahwa anak dengan autisme akan
melakukan kemampuan-kemampuan dasar ketika diperkenalkan
dengan musik.
h. Brownel (2003) mendapatkan bahwa adanya intervensi terapi
musik, terdapat perkembangan yang baik pada kemampuan sosial
dan komunikasi pada anak autistik.
26
i. Shore (2003) juga mengungkapkan efek positif dari terapi musik
pada anak autisme seperti semakin kayanya perbendaharaan kata
dari lagu yang dipelajari, adanya respons dan meningkatnya
kemampuan bercakap-cakap ketika lagu dinyanyikan, membuat
anak lebih fokus dan meningkatkan kepercayaan diri.
Melalui penelitian-penelitian di atas maka kita dapat mengetahui
bahwa musik dapat memberi pengaruh positif dan menolong anak dengan
autisme, terutama bagi perkembangan bahasa dan komunikasi mereka.
Baik itu musik sebagai latar, dinyanyikan maupun memainkan alat musik.
C. Kriteria Lagu yang Dapat Digunakan dalam Terapi Musik
Ada pula beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu
meningkatkan kemampuan komunikasi anak autistik. Misalnya, untuk
mengurangi cara berbicara yang monoton, dapat dilakukan dengan
menyanyikan lagu yang dikomposisikan untuk menyesuaikan ritme,
penekanan, dan perubahan nada dalam sebuah kalimat.11 Sedangkan
melakukan tepukan tangan di dekat muka anak dengan repetisi, akan
meningkatkan kontak mata yang dilakukan.12
Lagu sederhana dengan kata-kata yang sederhana pula, serta memiliki
frase yang bersifat repetisi pun sudah membantu bagi perkembangan bahasa
anak autistik. Frase-frase bermakna dalam sebuah lagu yang dihadirkan
11 Dorita S. Berger, Music Therapy, Sensory Integration and the Autistic Child, (London: Jessica Kingsley Publishers, 2002),162.
12 Myra J. Staum, Music Therapy and Language. http://www.autism.com/edu_music_therapy.asp
27
dengan gambaran visual dan isyarat-isyarat akan memfasilitasi proses
perkembangan bahasa/komunikasi anak autistik lebih jauh lagi.13
Dalam menyusun sebuah lagu sederhana bagi anak autistik, ada
beberapa hal yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan. Berikut ini
kriteria yang dapat dijadikan sebagai acuan:
o Teks/lirik yang digunakan lagu tersebut apakah sesuai?
o Apakah lagu tersebut sesuai dengan usia anak?
o Bagaimana dengan range dan nada dasar yang digunakan lagu
tersebut, apakah cocok dengan range suara anak?
o Tujuan apa yang akan dicapai melalui lagu tersebut. Apakah
untuk menyampaikan informasi, mengiringi sesuatu yang
dilakukan berulang-ulang, memotivasi ataukah mempertahankan
perhatian anak.
o Kompleksitas dari lagu tersebut dilihat dari segi lirik, melodi dan
iringan.
Lirik yang digubah di sini mengambil sebagian dari kata-kata yang
mereka ucapkan setiap sebelum memulai sesi terapi. Sehingga lirik yang
digunakan sudah pasti sesuai dengan usia anak-anak. Adapun kata-kata yang
mereka ucapkan adalah sebagai berikut:
“Bersiap, beri salam. Selamat pagi Pak/Bu (nama terapis). Berdoa
mulai: Tuhanku, berilah aku hari ini tambahan ilmu agar aku menjadi anak
yang pintar. Amin.”
13 Myra J. Staum, Music Therapy and Language. http://www.autism.com/edu_music_therapy.asp
28
Menurut Debbie Cavallier, dalam tulisannya yang berjudul Writing
Music for Children: A 10 Point Kid Tested Checklist for Success jangkauan suara
aman anak-anak adalah mulai dari c4 sampai dengan g4 (interval 5 di
atasnya). Jangkauan ini bisa berkembang beberapa not di atasnya (misalnya
not A atau B). Maka berdasarkan keterangan di atas, dipilihlah nada dasar C
mayor.
Tujuan yang ingin dicapai dari lagu ini adalah melatih komunikasi
umum bagi anak-anak. Didukung dengan lirik yang dinyanyikan diulangi
dua kali, kemudian anak diajak melengkapi suku kata akhir frase.
Sebelumnya akan dilatih oral motor dengan vokalisasi dan mengeksplor alat
musik tiup (recorder/pianika).
Pemilihan tempo disesuaikan dengan detak jantung anak, kurang lebih
90-120MM. Tempo ini terkadang bagi orang dewasa terasa seperti tempo
yang cepat namun tidak sama halnya dengan anak-anak. Dapat terjadi, bagi