BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Penelitian Operasional / Operations Research (OR). Penelitian Operasional (Operations Research / OR) adalah suatu ilmu yang berusaha untuk memecahkan suatu masalah dengan mencari suatu keputusan yang paling optimum dari pembatasan sumber daya yang ada. Cara-cara dalam OR untuk memecahkan suatu masalah keputusan yaitu dengan cara perhitungan-perhitungan matematis, oleh karena itu matematika dan ilmu matematis sangatlah memegang peranan penting dalam ilmu OR ini. Pemecahan masalah yang dilakukan pada ilmu OR ini yaitu dengan terlebih dahulu mengubah atau menerjemahkan masalah serta pembatasan-pambatasan sumber daya yang ada menjadi suatu model matematika, kemudian model tersebut akan diolah dan dikembangkan dengan menggunakan cara- cara perhitungan yang ada untuk memperoleh suatu keputusan yang paling optimal dan efisien secara teoritis. Walaupun demikian, pemecahan masalah dalam keadaan yang sebenarnya tidaklah hanya sekedar dilakukan dengan mengembangkan dan memecahkan model matematis saja, tetapi masih dipengaruhi oleh faktor-faktor penting lainnya yang tidak berwujud dan tidak dapat diterjemahkan secara langsung dalam bentuk matematis. Oleh karena itu, untuk memecahkan suatu masalah diperlukan ilmu-ilmu lain yang dapat mendukung OR, seperti sosiologi, psikologi, dan ilmu prilaku dalam
38
Embed
BAB II LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-01079-TI-bab 2.pdf · adalah layak untuk mengembangkan sebuah model simulasi yang darinya data dapat diperoleh untuk melakukan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Penelitian Operasional / Operations Research (OR).
Penelitian Operasional (Operations Research / OR) adalah suatu ilmu yang
berusaha untuk memecahkan suatu masalah dengan mencari suatu keputusan yang
paling optimum dari pembatasan sumber daya yang ada. Cara-cara dalam OR untuk
memecahkan suatu masalah keputusan yaitu dengan cara perhitungan-perhitungan
matematis, oleh karena itu matematika dan ilmu matematis sangatlah memegang
peranan penting dalam ilmu OR ini. Pemecahan masalah yang dilakukan pada ilmu
OR ini yaitu dengan terlebih dahulu mengubah atau menerjemahkan masalah serta
pembatasan-pambatasan sumber daya yang ada menjadi suatu model matematika,
kemudian model tersebut akan diolah dan dikembangkan dengan menggunakan cara-
cara perhitungan yang ada untuk memperoleh suatu keputusan yang paling optimal
dan efisien secara teoritis.
Walaupun demikian, pemecahan masalah dalam keadaan yang sebenarnya
tidaklah hanya sekedar dilakukan dengan mengembangkan dan memecahkan model
matematis saja, tetapi masih dipengaruhi oleh faktor-faktor penting lainnya yang
tidak berwujud dan tidak dapat diterjemahkan secara langsung dalam bentuk
matematis. Oleh karena itu, untuk memecahkan suatu masalah diperlukan ilmu-ilmu
lain yang dapat mendukung OR, seperti sosiologi, psikologi, dan ilmu prilaku dalam
pengenalan akan pentingnya kontribusi mereka dalam mempertimbangkan faktor-
faktor yang tidak berwujud tersebut.
2.1.1 Tahap – Tahap Studi Riset Operasi.
Tahap – tahap utama yang harus dilalui oleh sebuah kelompok riset operasi
untuk melakukan studi riset operasi mencakup: (Taha, 1996, h.9).
1. Definisi masalah.
2. Pengembangan model
3. Pemecahan model
4. Pengujian keabsahan model
5. Implementasi hasil akhir
Walaupun sama sekali bukan merupakan standar, urutan ini umumnya dapat
diterima. Kecuali untuk tahap pemecahan model, yang umumnya didasari oleh teknik
yang telah dikembangkan dengan baik, tahap-tahap ini bergantung pada jenis masalah
yang sedang diteliti dan lingkungan operasi di mana masalah itu terdapat.
2.1.1.1 Definisi Masalah.
Tahap pertama studi ini berkaitan dengan definisi masalah. Dari sudut
pandang Penelitian Operasional. Pada tahap ini menunjukkan 3 aspek utama:
1) Deskripsi tentang sasaran dari studi tersebut,
2) Identifikasi alternatif keputusan dari sistem tersebut, dan
3) Pengenalan tentang keterbatasan, batasan, dan persyaratan sistem tersebut.
2.1.1.2 Pengembangan Model.
Tahap kedua dari studi ini berkaitan dengan pengembangan model.
Bergantung pada definisi masalah, kelompok riset operasi tersebut harus memutuskan
model yang paling sesuai untuk mewakili sistem yang bersangkutan. Model seperti
ini harus menyatakan ekspresi kuantitatif dari tujuan dan batasan masalah dalam
bentuk variabel keputusan. Jika model yang dihasilkan dalam salah satu model
matematis yang umum (misalnya, pemrograman linier), pemecahan yang
memudahkan dapat diperoleh dengan menggunakan teknik-teknik matematis. Jika
hubungan matematis dalam model tersebut terlalu kompleks untuk memungkinkan
pemecahan analitis, sebuah model simulasi kemungkinan lebih sesuai. Beberapa
kasus memerlukan penggunaan kombinasi antara model matematis, simulasi,
heuristik. Hal ini tentu saja sebagian besar bergantung pada sifat dan kompleksitas
sistem yang sedang diteliti.
2.1.1.3 Pemecahan Model.
Tahap ketiga dari studi ini berkaitan dengan pemecahan model. Dalam model-
model matematis, hal ini dicapai dengan menggunakan teknik-teknik optimisasi yang
didefinisikan dengan baik dan model tersebut dikatakan menghasilkan sebuah
pemecahan optimal. Jika simulasi atau model heuristik dipergunakan, konsep
optimalitas tidak didefinisikan dengan begitu baik, dan pemecahan dalam kasus ini
dipergunakan untuk memperoleh evaluasi terhadap tindakan dalam sisterm tersebut.
Di samping pemecahan optimal dari model tersebut, kita harus juga
memperoleh, ketika mungkin, informasi tambahan yang berkaitan dengan perilaku
pemecahan tersebut yang disebabkan oleh perubahan dalam parameter sistem tersebut.
Hal ini biasanya disebut sebagai anlisis sensitivitas. Secara khusus, analisis seperti ini
diperlukan ketika parameter dari sebuah sistem tidak dapat diestimasi secara akurat.
Dalam kasus ini, adalah penting untuk mempelajari perilaku pemecahan yang optimal
di sekitar estimasi ini.
2.1.1.4 Pengujian Keabsahan Model.
Tahap keempat menuntut pemeriksaan terhadap keabsahan model. Sebuah
model adalah absah jika, walaupun tidak secara pasti mewakili sistem tersebut, dapat
memberikan prediksi yang wajar dari kinerja sistem tersebut. Satu metode yang
umum untuk menguji keabsahan sebuah model adalah membandingkan kinerjanya
dengan data masa lalu yang tersedia untuk sistem aktual tersebut. Model tersebut
akan absah jika dalam kondisi masukan yang serupa, model tersebut dapat
menghasilkan ulang kinerja masa lalu dari sistem tersebut. Masalahnya di sini adalah
bahwa tidak ada jaminan bahwa kinerja masa mendatang akan terus serupa dengan
perilaku masa lalu.
Harus dicatat bahwa metode penujian keabsahan seperti ini tidak sesuai untuk
sistem yang belum ada, karena data tidak tersedia untuk perbandingan. Dalam
beberapa kasus, jika sistem semula diinvestigasi oleh sebuah model matematis,
adalah layak untuk mengembangkan sebuah model simulasi yang darinya data dapat
diperoleh untuk melakukan perbandingan.
2.1.1.5 Implementasi Hasil Akhir.
Tahap akhir studi ini berkaitan dengan implementasi hasil model yang telah
diuji tersebut. Beban pelaksanaan hasil ini terutama berada di pundak para peneliti
operasi. Implementasi melibatkan penerjemahan hasil ini terutama berada di pundak
para peneliti operasi. Implementasi melibatkan penerjemahan hasil ini menjadi
petunjuk operasi yang terinci dan disebarkan dalam bentuk yang mudah dipahami
kepada para individu yang akan mengatur dan mengoperasikan sistem yang
direkomendasikan tersebut.
2.1.2 Programa Linier / Linear Programing (LP).
Programa Linier adalah sebuah alat deterministik, yang berarti bahwa semua
parameter model diasumsikan diketahui dengan pasti. Tetapi, dalam kehidupan nyata,
jarang seseorang menghadapi masalah di mana terdapat kepastian yang sesungguhnya.
Teknik LP mengkompensasi “kekurangan” ini dengan memberikan analisis pasca-
optimum dan analisis parametrik yang sistematik untuk memungkinkan pengambil
keputusan yang bersangkutan untuk menguji sensitivitas pemecahan optimum yang
“statis” terhadap perubahan diskrit atau kontinyu dalam berbagai parameter dari
model tersebut. (Taha, 1996, h.16).
2.1.2.1 Metode Grafik.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan
LP adalah metode grafik. Pada metode grafik, model-model matemetika tersebut
diubah ke dalam bentuk grafik atau biasanya disebut grafik Cartesius. Metode ini
dapat dipakai selama jumlah variabel pada LP tidak lebih dari 2 buah variabel.
Karena pada metode grafik permasalahan dipecahkan dengan menggambar grafik.
Jika variabel yang ada 2 buah maka grafik tersebut akan bergambar 3 dimensi
sedangkan jika variabelnya ada 3 buah maka grafik tersebut bergambar 3 dimensi dan
jika variabelnya lebih dari 3 maka metode grafik tidak dapat digunakan. Pada grafik
bergambar 3 dimensi pembuatannya sangatlah sulit dan tidak dapat dibuat dengan
cara manual harus dengan bantuan program-program tertentu, oleh karena itu sangat
dianjurkan metode grafifik ini hanya digunakan jika variabel yang ada hanya 2 buah.
Metode grafik cukup mudah digunakan, hanya saja metode ini terbatas untuk
permasalahan LP yang memiliki variabel tidak lebih dari 2.
Langkah-langkah penyelesaian permasalahan LP dengan metode grafik adalah:
1. Menentukan fungsi tujuan dan pembatas yang ditulis dalam bentuk
matematika.
2. Plot pembatas dalam sebuah grafik
3. Tentukan nilai dari titik perpotongan 2 atau lebih garis
4. Uji nilai pada setiap sudut pada gambar untuk mencari solusi yang paling
sesuai dengan fungsi tujuan
2.1.2.2 Metode Simpleks.
Metode Simpleks adalah salah satu metode yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan LP yang mempunyai variabel tidak terbatas. Metode
Simpleks dipublikasikan oleh Dr. G.B. Dantzig pada tahun 1974, dan kemudian
dikembangkan lebih lanjut menjadi metode yang cukup mudah digunakan dan
mampu menyelesaikan banyak permasalahan LP.
Secara umum, persamaan standar LP dapat dituliskan sebagai berikut:
(Whitehouse, 1976, h.85)
Cari nilai dari X1, X2, . . ., Xn yang maksimum atau minimum
Z = C1X1 + C2X2 + . . . + CnXn (2.1)
Dibatasi oleh :
a11X1 + a12X2 + . . . + a1nXn = b1
a21X1 + a22X2 + . . . + a2nXn = b2 (2.2)
. . .
. . .
. . .
am1X1 + am2X2 + . . . + amnXn = bm
dimana Xj ≥ 0 untuk j = 1,2, . . . ,n (2.3)
Formulasi dari permasalahan yang ada menjadi bentuk standar seperti di atas
dapat dikatakan sebagai langkah pertama dari pemecahan masalah dengan
menggunakan metode simpleks. Apabila formulasi masalah yang ada tidak sama
seperti bentuk standar (menggunakan tanda pertidaksamaan), maka formulasi harus
diubah dulu menjadi bentuk standar.
Beberapa bentuk persamaan yang mungkin muncul adalah:
Σ aijXj ≤ bi i = 1,2, . . . m
pertidaksamaan di atas akan diubah menjadi
Σ aijXj + Si = bi i = 1,2, . . . m
dan fungsi tujuan akan menjadi:
Z = Σ CjXj + 0Si
Dimana Si menunjukan variabel slack pada pembatas ke i.
Σ aijXj ≥ bi i = 1,2, . . . m
pertidaksamaan di atas akan diubah menjadi
Σ aijXj - Si = bi i = 1,2, . . . m
apabila dianggap nilai Xj = 0, maka nilai Si = -b; sedangkan nilai semua variabel,
termasuk Si harus ≥ 0. Untuk mengatasi masalah ini, maka akan dimunculkan
variabel baru yaitu variabel artifisial. Meskipun kita dapat mengartikan variabel slack
sebagai sumber yang tidak terpakai, variabel artifisial tidak dapat diartikan. Maka
pembatas akan berubah menjadi:
Σ aijXj - Si + Ri = bi i = 1,2, . . . m
dan dengan Xj = Si = 0, maka akan diperoleh Ri yang positif (fisibel)
Karena variabel aritifisial tidak ada artinya, maka variabel ini harus tidak nampak
pada solusi yang dihasilkan. Oleh karena itu, variabel artifisial diberi nilai pinalti
yang sangat besar apabila variabel artifisial dimasukan dalam fungsi tujuan. Untuk
dapat mempermudah penulisan, bilangan yang besar itu akan dituliskan sebagai “M”
atau biasanya disebut Big M.
Fungsi tujuan akan menjadi:
Z = Σ CjXj + 0Si - Σ MRi
Langkah-langkah dari metode ini adalah sebagai berikut:(Whitehouse,1976, h.86).
Langkah 1. bentuk permasalahan menjadi bentuk standar .
Langkah 2. tentukan solusi inisial basic / dasar yang fisibel .
Langkah 3. tentukan, apakah masih ada solusi fisibel yang lebih baik. Jika tidak,
solusi optimal telah ditemukan. Jika masih ada solusi fisibel yang
lebih baik, lanjutkan ke langkah 4.
Langkah 4. identifikasi variabel yang memberikan kontribusi peningkatan yang
terbesar untuk fungsi objektif.
Langkah 5. identifikasi variabel yang harus dipindahkan dari solusi basis ketika
variabel yang diidentifikasikan pada langkah 4 diperoleh.
Langkah 6. lakukan perhitungan yang diperlukan untuk menentukan entering
variabel (yang diidentifikasikan pada langkah 4) dan pindahkan
variabel masuk (yang diidentifikasikan pada langkah 5)
Langkah 7. kembali ke langkah 3
Tabel simpleks merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam perhitungan.
Tabel simpleks diperlihatkan pada gambar 2.1.
Cj
Variabel
pd solusi Var Cj X1 X2 . . . Xn b
i = 1
2
.
M
Zj
Cj – Zj
Gambar 2.1 Tabel Simpleks.
Data Cj yang harus dimasukan pada baris paling atas tabel berasal dari (3.1) dan akan
selalu tetap sampai ditemukan solusi dari masalah. Kolom 1 berisi Xj yang
merupakan variabel basis (variabel dari solusi) dan berjumlah m (banyaknya
pembatas). Kolom selanjutnya berisi Cj yang berhubungan dengan Xj yang ada.
Kolom selanjutnya yang berjumlah n kolom berisi aij yang berhubungan dengan Xj
pada kolom 1. kolom b berisi nilai dari variabel yang merupakan solusi, dan tabel
terakhir dipakai untuk perhitungan yang berhubungan dengan algoritma yang ada.
Baris Zj berisi nilai fungsi tujuan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh :
Maksimasi Z = 2X1 + 3 X2 (laba)
Pembatas: 3X1 + 6 X2 ≤ 24 (pekerja)
2X1 + X2 ≤ 10 (bahan mentah)
X1 , X2 ≥0
Langkah 1: bentuk permasalahan menjadi bentuk standar
Dapat dilihat bahwa pembatas 1 dan 2 tidak dalam bentuk standar karena persamaan
tidak dalam bentuk sama dengan (=) melainkan lebih kecil dari (≤). Tanda ini dapat
diubah menjadi tanda sama dengan, tetapi harus dibuat variabel baru yang mewakili
pekerja yang tidak terpakai apabila menggunakan tanda lebih kecil dari. Variabel
baru itu kita namai S1 (slack 1) ; pembatas menjadi
3X1 + 6 X2 + S1 = 24
2X1 + 1 X2 + S2 = 10
bentuk permasalahan menjadi:
Maksimasi Z = 2X1 + 3 X2 + 0S1 + 0 S2
Pembatas: 3X1 + 6 X2 + S1 + 0 S2= 24
2X1 + 1 X2 + 0S1 + S2 = 10
Langkah 2. Tentukan solusi inisial basic / dasar yang fisibel
Digunakan tabel simpleks sebagai alat untuk mempermudah perhitungan.
Data-data yang digunakan untuk mengisi tabel ini diambil dari bentuk standar yang
ada.
Cj 2 3 0 0
Variabel
pd solusi Var Cj X1 X2 S1 S2 b
S1 0 3 6 1 0 24
S2 0 2 1 0 1 10
Zj
Cj – Zj
Gambar 2.2 Membentuk tabel inisial.
Variabel pada solusi untuk tabel inisial, S1 dan S2 , diperoleh dari keadaan dimana
nilai X1 = X2 = 0, sehingga pembatas pertama dipakai untuk mecari nilai S1 dan
pembatas kedua dipakai untuk mencari nilai S2. Nilai var Cj adalah nilai Cj dari
variabel pada solusi, dalam hal ini adalah S1 dan S2. Lima kolom selanjutnya berisi
koefisien dari pembatas dan batasannya. Jika X1 = X2 = 0 seperti yang telah
dilakukan, maka nilai S1 dan S2 adalah 24 dan 10. Nilai variabel dari solusi dasar
yang fisibel akan selalu ditampilkan pada kolom b. Sedangkan variabel yang tidak
ditampilkan akan bernilai 0. Dengan demikian, gambar 2.2 dapat diartikan bahwa
jumlah produk yang dihasilkan perusahaan (X1 dan X2) adalah 0, maka tenaga kerja
yang tidak terpakai, S1 dan bahan baku yang tidak terpakai S2 adalah 24 dan 10 unit.
Langkah 3: tentukan, apakah masih ada solusi fisibel yang lebih baik
Pada bagian ini, baris Zj dan baris terakhir akan diisi. Nilai baris Zj :
Zj(X1) = (var Cj baris 1) (a12) + (var Cj baris 2) (a21)
= 0 (3) + 0 (2) = 0
dan seterusnya dicari nilai Zj sampai X4. Nilai Zj adalah nilai fungsi tujuan.
Sedangkan baris terakhir dapat dicari dengan mengurangkan nilai pada baris teratas
(Cj) dengan Zj.
Cj – Zj (X1) = Cj (X1) - Zj (X1) = 2 – 0 = 2
Sehingga tabel menjadi:
Cj 2 3 0 0
Variabel
pd solusi Var Cj X1 X2 S1 S2 b
S1 0 3 6 1 0 24
S2 0 2 1 0 1 10
Zj 0 0 0 0 0
Cj – Zj 2 3 0 0 0
Gambar 2.3 Lanjutan perhitungan Zj dan Cj-Zj untuk tabel inisial.
Nilai pada baris terakhir ini menunjukan perubahan fungsi tujuan (Zj) yang
terjadi apabila nilai variabel pada kolom yang bersangkutan dinaikan. Karena fungsi
tujuan adalah maksimasi, maka apabila nilai pada baris terakhir >0, maka masih ada
solusi fisibel yang lebih baik jadi tabel tersebut belumlah optimal sehingga langsung
pada langkah berikutnya sampai nilai pada baris terakhir semuanya ≤0.
Langkah 4. identifikasi variabel yang memberikan kontribusi peningkatan yang
terbesar (entering variable) untuk fungsi objektif.
Cari nilai terbesar pada baris terakhir. Untuk tabel di atas, variabel X2 nilai terbesar
(nilai terbesar untuk kasus maksimasi dan terkecil untuk kasus minimasi) dari Cj-Zj
=3. Nilai ini kita sebut sebagai entering variable (EV). Nilai EV ditunjukan oleh
panah kecil pada gambar 2.3. Yang merupkan EV adalah X2
langkah 5. identifikasi variabel yang harus dipindahkan dari solusi basis
Pada langkah ini, akan dihitung nilai dari kolom terakhir dengan cara membagi nilai b
dengan nilai aij pada kolom dimana terletak EV. Nilai kolom terakhir untuk tabel di
atas adalah 4 (diperoleh dari 24/6) dan 10 (diperoleh dari 10/1). Leaving Variabel (LV)
ditentukan dengan cara mencari nilai positif terkecil (baik untuk tujuan maksimasi
atau minimasi) pada kolom terakhir. Bila ada terdapat dua atau lebih nilai positif
terkecil yang sama, maka ambil salah satu saja secara acak sebagai LVnya. Yang
merupakan LV adalah S1. Selanjutnya dicari perpotongan dari entering colom dengan
leaving row. Nilai perpotongan tersebut disebut pivot elemen (6) yang akan
digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
Cj 2 3 0 0
Variabel
pd solusi Var Cj X1 X2 S1 S2 B
S1 0 3 6 1 0 24 4
S2 0 2 1 0 1 10 10
Zj 0 0 0 0 0
Cj – Zj 2 3 0 0 0
Gambar 2.4 Menentukan entering dan leaving variabel.
Sebelum melanjutkan ke langkah selanjutnya, yang penting diingat adalah: X2 adalah
EV karena memberikan kontribusi terbesar untuk fungsi tujuan, dan kemudian dapat
dihitung nilai X2 tanpa melewati pembatas. Pada gambar 2.4 terlihat bahwa jumlah
X2 yang dapat dibuat adalah 4 unit dan S1 (jumlah tenaga kerja yang tidak dibutuhkan)
harus dipindahkan dari variabel pada solusi.
Langkah 6.lakukan perhitungan yang diperlukan untuk menentukan entering variabel
(yang diidentifikasikan pada langkah 4) dan pindahkan variabel masuk
Cj 2 3 0 0
Variabel
pd solusi Var Cj X1 X2 S1 S2 B
X2 3
S2 0
Zj
Cj – Zj
Gambar 2.5 Memulai solusi yang telah diperbaiki.
Perhitungan untuk matriks yang baru dimulai pada baris yang merupakan entering
variabel yaitu baris pivot. Nilai pada baris pivot dicari dengan membagi nilai aij pada
gambar 2.4 dengan pivot elemen.
Cj 2 3 0 0
Variabel
pd solusi Var Cj X1 X2 S1 S2 b
X2 3 3/6 1 1/6 0 4
S2 0
Zj
Cj – Zj
Gambar 2.6 Pengembangan dari solusi yang telah diperbaiki
Untuk mengisi baris selanjutnya, dibutuhkan 2 tahap perhitungan. Nilai aij pada
kolom EV yang menjadi 0. Hal ini dilakukan dengan cara mengalikan baris pivot
dengan angka yang dapat menyebabkan nilai aij pada kolom EV menjadi 0. Untuk
tabel di atas, baris pivot harus dikali -1. Dapat dilihat bahwa pwrhitungan-
perhitungan pada langkah ini dilakukan dengan cara aljabar linier.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
2 1 0 1 10
-3/6 -1 -1/6 -0 -4
9/6 0 -1/6 1 6
nilai ini akan dimasukan pada baris kedua yang masih kosong yang dapat dilihat pada
gambar 2.6. Contoh di atas hanya memiliki 2 baris, maka perhitungan kita telah
selesai. Apabila pada tabel terdapat lebih dari 2 baris, maka akan terus diadakan
perhitungan sampai semua baris terisi.
Langkah 7 yaitu kembali ke langkah 3
Nilai pada baris Zj adalah:
Kolom X1 = 3 (3/6) + 0 (9/6) = 9/6 dst
Setelah itu akan dicari nilai Cj – Zj. Hasil perhitungan akan dilihat pada gambar 2.7.
Cj 2 3 0 0
Variabel
pd solusi Var Cj X1 X2 S1 S2 b
X2 3 3/6 1 1/6 0 4
S2 0 9/6 0 -1/6 1 6
Zj 9/6 3 3/6 0 12
Cj – Zj 3/6 0 -3/6 0 -12
Gambar 2.7 Menentukan nilai Zj dan Cj-Zj.
Nilai Cj-Zj terbesar adalah 3/6 sehingga dapat ditentukan EV yaitu X1
Cj 2 3 0 0
Variabel
pd solusi Var Cj X1 X2 S1 S2 b
X2 3 3/6 1 1/6 0 4 8
S2 0 9/6 0 -1/6 1 6 4
Zj 9/6 3 3/6 0 12
Cj - Zj 3/6 0 -3/6 0 -12
Gambar 2.8 Menentukan entering dan leaving variabel.
Yang merupakan LV adalah S2 dengan elemen pivot 9/6. Pada baris pivot
menunjukan bahwa 4 unit X1 akan diperkenalkan pada perhitungan selanjutnya dan
peningkatan fungsi tujuan adalah 3/6 untuk satu nilai X1. Kemudian perhitungan
dilanjutkan sehingga memperoleh gambar 2.9.
Cj 2 3 0 0
Variabel
pd solusi Var Cj X1 X2 S1 S2 b
X2 3 0 1 2/9 -1/9 2
X1 2 1 0 -1/9 2/3 4
Zj 2 3 4/9 1/3 14
Cj - Zj 0 0 -4/9 -1/3 -14
Gambar 2.9 Tabel optimal.
Dari tabel pada gambar 2.9 terlihat bahwa perhitungan telah optimal karena tidak ada
nilai Cj-Zj >0. Solusi dari contoh soal yang terlihat pada kolom b gambar 2.9 adalah:
2 unit X2 dan 4 unit X1 serta keuntungan sebesar 14.
2.1.2.3 Analisa Sensitivitas.
Hasil perhitungan dari metode simpleks dapat dianalisa dan diintepretasikan
lebih lanjut. Daftar berikut ini meringkaskan informasi yang dapat diperoleh dari
tabel simpleks:
1. Status sumber daya.
2. Harga dual (nilai unit sumber daya) dan pengurangan biaya.
3. Sensitivitas pemecahan optimum terhadap perubahan dalam ketersediaan
sumber daya, laba/biaya marginal (koefisien fungsi tujuan), dan penggunaan
sumber daya oleh kegiatan-kegiatan dalam model.
Semua butir di atas akan dibahas dan diterangkan melalui penggunaan perangkat
lunak. Fungsi dari analisa sensitivitas ini adalah memberikan pandangan tentang
bagaimana hasil yang diperoleh pada perhitungan metode simpleks. (Taha, h.95).
2.1.2.4 Status Sumber Daya.
Sebuah batasan diklasifikasikan sebagai batasan yang langka atau melimpah
bergantung, secara berturut-turut, pada apakah pemecahan optimum tersebut
“menghabiskan” keseluruhan jumlah yang tersedia untuk sumber daya yang
bersangkutan. Tujuannya adalah memperoleh informasi ini dari tabel optimum. Status
sumber daya (melimpah atau langka) dalam setiap model LP dapat diperoleh secara
langsung dari tabel optimum dengan mengamati nilai variabel slack. Jika nilai
variabel slack bernilai positif berarti bahwa sumber daya tersebut tidak dipergunakan
sepenuhnya, sehingga melimpah, sementara nilai variabel slack yang bernilai sama
dengan nol menunjukkan bahwa keseluruhan sumber daya tersebut dihabiskan oleh
kegiatan-kegiatan dalam model yang bersangkutan.
Sumber daya yang dapat dinaikkan untuk maksud memperbaiki pemecahan
(menigkatkan laba) adalah sumber daya yang langka pada tabel optimum. Sebuah
pertanyaan logis secara alamiah timbul: apabila ada dua atau lebih sumber daya
langka, yang manakah yang harus diprioritaskan terlebih dahulu dalam alokasi dana
tambahan untuk meningkatkan laba secara paling menguntungkan? Kita dapat
menjawab pertanyaan ini ketika kita mempertimbangkan harga dual dari sumber daya
yang berbeda pada bab selanjutnya.
2.1.2.4.1 Harga Dual.
Secara spesifik, nilai dual (shadow price) menunjukan berapa banyak
perubahan fungsi tujuan untuk setiap unit jika dihubungkan dengan sumber daya yang
ada. Untuk contoh di atas, nilai Y1 = 4/9 dan Y2 = 1/3 sehingga dengan satu
tambahan tenaga kerja akan meningkatkan keuntungan sebesar 4/9 dari 1 unit, dan
dengan satu tambahan bahan baku akan meningkatkan keuntungan sebesar 1/3 dari 1
unit. (Whitehouse, 1976, h.105)
Untuk mencari nilai dual, tidak harus dilakukan iterasi lagi dari persamaan
dual. Nilai dual dapat diperoleh dari tabel primal yaitu pada baris Zj dan kolom slack
(Si) atau kolom artifisial (Ri) apabila tidak terdapat slack pada pembatas.
2.1.2.4.2 Perubahan Maksimum dalam Ketersediaan Sumber Daya.
Dalam bagian ini, akan diterjemahkan arti dari kisaran variasi dalam
ketersediaan sumber daya di mana harga dual tetap konstan. Untuk memperoleh nilai
kisaran variasi, perlu dilakukan beberapa perhitungan tambahan, tetapi hal ini tidak
dibahas, karena telah diperhitungkan dalam perangkat lunak.
Nilai minimum RHS pembatas pertama adalah nilai RHS terkecil dari
pembatas pertama dimana harga dual dari pembatas tersebut tidak berubah,
sedangkan nilai maksimum RHS pembatas pertama adalah nilai RHS terbesar dari
pembatas pertama dimana harga dual dari pembatas tersebut tidak berubah.
2.1.2.4.3 Perubahan Maksimum dalam Laba/Biaya Marginal.
Bagian ini dipergunakan untuk mempelajari kisaran yang diijinkan untuk
perubahan dalam laba (atau biaya) marginal. Dalam pembahasan ini akan
diperlihatkan bagaimana memperoleh informasi fungsi tujuan dapat berubah dalam
batasan-batasan tanpa mempengaruhi nilai optimal dari variabel (walau nilai optimum
z akan berubah).
Dalam situasi ini, seperti dalam kasus perubahan sumber daya, persamaan
tujuan tidak pernah dipergunakan sebagai pivot. Jadi setiap perubahan dalam
koefisien fungsi tujuan hanya akan mempengaruhi persamaan tujuan dalam tabel
optimum. Ini berarti bahwa perubahan seperti ini memiliki pengaruh berupa membuat
pemecahan menjadi tidak optimal. Sasaran kita adalah menentukan kisaran variasi
untuk koefisien tujuan (satu per satu) di mana di dalamnya pemecahan optimum saat
ini tetap tidak berubah.
Dua kasus berbeda timbul bergantung pada apakah variabel tersebut dasar
atau non dasar dalam tabel optimal.
• Variabel dasar. Sifat operasi baris dalam tabel simpleks mengungkapkan bahwa
setiap perubahan dalam koefisien semula dari variabel dasar optimal akan
mempengaruhi semua koefisien nondasar dalam baris tujuan dari tabel optimum.
Perubahan tersebut mempengaruhi optimum saat ini, karena satu variabel
nondasar atau lebih kemungkinan menjadi dapat dimasukkan ke dalam
pemecahan dasar.
• Variabel nondasar. Kasus variabel nondasar adalah lebih sederhana, karena
perubahan dalam koefisien tujuan mereka semula hanya dapat mempengaruhi
koefisien persamaan z dan tidak mempengaruhi yang lainnya. Ini terjadi karena
kolom yang bersangkutan tidak dijadikan pivot seperti dalam kolom dasar.
Variabel nondasar dapat berubah menjadi variabel dasar apabila koefisien
tujuannya diubah. Apabila kita tetap memaksakan variabel non dasar ke dalam
pemecahan dasar tanpa mengubah koefisien tujuannya, maka nilai tujuan akan
berkurang (untuk kasus maksimasi) sebesar nilai koefisien tujuan optimal dari
variabel nondasar. Karena alasan ini, koefisien tujuan optimal dari variabel
nondasar biasanya disebut sebagai pengurangan biaya karena mereka mewakili
laju penurunan bersih dalam nilai tujuan optimum yang dihasilkan dari kenaikan
variabel nondasar yang bersangkutan. Sebenarnya, pengurangan biaya mewakili
selisih bersih antara biaya sumber daya per unit dengan pendapatan per unit.
2.1.2.5 Integer Programing.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan LP terkadang memperoleh nilai yang
tidak bulat. Untuk permasalahan tertentu, hal ini tidak dimungkinkan. Contohnya saja,
mencari jumlah mesin yang paling optimal untuk suatu pabrik. Banyaknya mesin
tidak mungkin berupa pecahan. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dari perhitungan
LP harus dijadikan bilangan bulat dan lebih besar dari nol (integer) dengan cara
menaikan atau menurunkan bilangan tersebut.
Membuat suatu bilangan menjadi integer dapat dilakukan dengan cara coba-
coba (trial and error) Hasil pecahan yang diperoleh dapat dinaikan atau diturunkan,
tetapi harus memenuhi pembatas dan mencapai tujuan. Cara ini tidak efisien untuk
variabel yang banyak, karena akan memakan waktu yang lama.
Cara lain untuk mengintegerkan bilangan adalah dengan teknik branch and
bound (B&B) Prinsip-prinsip dari teknik branch and bound adalah:
• mengurangi ruang solusi dengan menghilangkan cabang yang tidak fisibel
• perlu menambahkan fungsi pembatas. Pembatas ini dipakai hanya sampai bila
sudah diketahui cabang tersebut tidak fisibel lagi, kemudian diganti dengan fungsi
pembatas yang baru .
Langkah-langkah algoritma B&B dengan mengasumsikan masalah maksimasi:
1. Ukur/batasi. Pilih LPi sebagai bagian masalah berikutnya untuk diteliti.
Pecahkan LPi dan coba ukur bagian masalah itu dengan menggunakan kondisi
yang sesuai.
2. Percabangan. Pilih salah satu variabel Xj yang nilai optimumnya Xj* dalam
pemecahan LPi tidak memenuhi batasan integer. Singkirkan bidang
[Xj*]<Xj<[Xj*]+1 dengan membuat dua bagian masalah LP yang berkaitan
dengan dua batasan yang tidak dapat dipenuhi secara bersamaan ini.
Xj ≤ [Xj*] dan Xj ≥ [Xj*]+1
3. Kembali ke langkah 1.
Walaupun metode B&B memiliki kekurangan, dapat dikatakan bahwa sampai
sekarang, ini adalah metode yang paling efektif dalam memecahkan program-
program integer dengan ukuran praktis. (Taha, 1996, h.332).
2.1.2.6 Goal Programming.
Goal programing mengaplikasikan model programa linier (LP) yang
mempunyai lebih dari 1 fungsi tujuan. Pada Goal Programing perhitungan hampir
sama dengan programa linier. Untuk memperjelas algoritma perhitungan dengan goal
programing, akan digunakan contoh 2 sebagai berikut: (Levin, 1992, h.687).