Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang ada hubungannya dengan masalah Good Corporate
Governance sudah pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yakni penelitian
yang dilakukan oleh Sri Sulistyanto dan Haris Wibisono (2003) yang berjudul
“Good Corporate Governance: Berhasilkah Diterapkan di Indonesia”.
Penelitian ini bertujuan untuk mendukung dugaan bahwa penerapan prinsip
Good Corporate Governance (GCG) secara signifikan akan mengurangi
upaya rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen. Namun penelitian ini
tidak berhasil membuktikan dugaan tersebut, karena dari hasil uji beda
terbukti tidak adanya perbedaan tingkat rekayasa antara sebelum dan sesudah
kewajiban penerapan prinsip tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa
GCG belum berhasil diterapkan di Indonesia.
Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Rivai (2006) yang
berjudul “Analisis Pengaruh Implementasi Good Corporate Governance
Terhadap Kinerja PT Kalbe Farma, Tbk”. Berdasarkan hasil penelitian dengan
menggunakan alat analisis regresi dan korelasi maka ditemukan bahwa
implementasi GCG ternyata berpengaruh terhadap kinerja pasar Kalbe Farma
yang diukur dengan Tobin’s q dan Dividend Yield Ratio. Selanjutnya dari sisi
kinerja operasional yang diwakili dengan Financial Leverage dan Quality of
Page 2
Income tidak menemukan hasil penelitian yang mendukung pernyataan
implementasi GCG berpengaruh terhadap kinerja operasional perusahaan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada
masalah pengimplementasian Good Corporate Governance. Sedangkan
perbedaan yang menonjol terletak pada objek yang diteliti yakni penelitian ini
difokuskan pada implementasi Good Corporate Governance sektor perbankan
yang memiliki ciri khas di dalam pengelolaan usahanya.
2.2 Pengertian Good Corporate Governance
Ada berbagai pengertian Good Corporate Governance yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Corporate governance merupakan seperangkat tata hubungan diantara manajemen perseroan, direksi, komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya. (OECD dalam Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata, 2007:17)
b. Corporate governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain. (IICG dalam G. Suprayitno, et all, 2004:18)
c. Corporate governance adalah suatu konsep yang menyangkut struktur perseroan, pembagian tugas, pembagian kewenangan dan pembagian beban tanggung jawab dari masing-masing unsur yang membentuk struktur perseroan, dan mekanisme yang harus ditempuh oleh masing-masing unsur dari perseroan tersebut, serta hubungan-hubungan antara unsur-unsur dari struktur perseroan itu mulai dari RUPS, direksi, komisaris, juga mengatur hubungan-hubungan antara unsur-unsur dari struktur perseroan dengan unsur-unsur di luar perseroan yang pada hakekatnya merupakan stakeholders dari perseroan, yaitu negara yang sangat berkepentingan akan perolehan pajak dari perseroan yang bersangkutan, dan masyarakat luas yang meliputi para investor publik dari perseroan itu (dalam hal perseroan merupakan perusahaan publik), calon investor, kreditor dan calon kreditor perseroan. Corporate governance adalah suatu konsep yang luas. (Sutan Remy Sjahdeini, 1999:1)
10
Page 3
d. Good Corporate Governance adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). (Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum).
Berdasarkan uraian mengenai corporate governance tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance adalah suatu sistem
pengelolaan perusahaan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja
perusahaan, melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika yang
berlaku secara umum.
2.3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Dalam praktik corporate governance berbeda disetiap negara dan
perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur
kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menggambarkan
perbedaan dalam kekuatan suatu kontrak, sikap politik pemilik saham dan
hutang. Dengan demikian beberapa aturan, pedoman, atau prinsip yang
digunakan dalam pelaksanaan corporate governance juga akan berbeda (G.
Suprayitno, et all, 2000:18). Konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, dan
jenis perusahaan akan mempengaruhi kualitas implementasi Good Corporate
Governance perusahaan (Deni Darmawati, 2006). Selain itu, pelaksanaan
prinsip-prinsip dasar GCG harus mempertimbangkan karakter setiap
perusahaan seperti besarnya modal, pengaruh dari kegiatannya terhadap
masyarakat dan lain sebagainya. (Wilson Arafat, 2008:9)
11
Page 4
Prinsip-prinsip mengenai corporate governance memiliki banyak
versi, namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan. Untuk penelitian
ini prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang digunakan adalah
prinsip-prinsip yang dikenal sebagai “TARIF” (transparency, accountability,
responsibility, independency, fairness).
Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 bagian penjelasan umum
memberikan definisi prinsip-prinsip GCG sebagai berikut:
“Pertama transparansi (transparency) diartikan sebagai keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang materil dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pertangungjawaban bank sehingga pengelolaannya berjalan efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, independensi (independency) yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia (2004)
yang dikeluarkan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG) mempaparkan mengenai arti dari kelima prinsip tersebut, yakni:
“Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya harus menganut prinsip keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate value, sasaran usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability), berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fainess)”.
12
Page 5
Pedoman tersebut merinci konsepsi dari kelima prinsip GCG, yakni:
1. Keterbukaan (Transparency)
a. Bank harus mengungkapkan infomasi secara tepat waktu, memadai,
jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh
stakeholders sesuai dengan haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tetapi tidak terbatas pada
hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi
perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus,
pemegang saham pengendali, cross shareholding, pejabat eksekutif,
pengeloaan risiko (risk management), sistem dan pelaksanaan GCG
serta keterjadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank.
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-
hak pribadi.
d. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang
berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi
tentang kebijakan tersebut.
2. Akuntabilitas (Accountability)
a. Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-
masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha
dan strategi perusahaan.
13
Page 6
b. Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai
kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami
perannya dalam pelaksanaan GCG.
c. Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam
pengelolaan bank.
d. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank
berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai
perusahaan (corporate values), sasaran usaha dan strategi bank serta
memiliki reward and punishment system.
3. Tanggung Jawab (Responsibility)
a. Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus berpegang pada
prinsip kehati-hatian (prudential banking practices) dan menjamin
dilaksanakannya ketentuan yang berlaku.
b. Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (warga
perusahaan yang baik) termasuk peduli terhadap lingkungan dan
melaksanakan tanggung jawab sosial.
4. Independensi (Independency)
a. Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh
stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak
serta bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest).
b. Bank dalam mengambil keputusan harus objektif dan bebas dari segala
tekanan dari pihak manapun.
14
Page 7
5. Kewajaran (Fainess)
a. Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal
treatment).
b. Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders
untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi
kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai
dengan prinsip keterbukaan.
Menurut Christian Herdinata (2008), prinsip-prinsip GCG memegang
peranan penting, antara lain:
1. Pemenuhan informasi penting yang berkaitan dengan kinerja suatu
perusahaan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang saham atau
calon investor untuk menanamkan modalnya;
2. Perlindungan terhadap kedudukan pemegang saham dari penyalahgunaan
wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan oleh direksi atau komisaris
perusahaan;
3. Perwujudan tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi dan menjalankan
setiap aturan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan di
negara asalnya atau tempatnya berdomisili secara konsisten, termasuk
peraturan dibidang lingkungan hidup, persaingan usaha, ketenagakerjaan,
perpajakan, perlindungan konsumen, dan sebagainya.
15
Page 8
Good Corporate Governance akan memberikan empat manfaat besar
(Wilson Arafat, 2008:10), yaitu:
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Meningkatkan corporate value.
3. Meningkatkan kepercayaan investor.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan dividen.
2.4 Pedoman Good Corporate Governance
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), GCG diperlukan
untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten
dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh
tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh
masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan
yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan,
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum
secara konsisten (consistent law enforcement).
16
Page 9
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman
dasar pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak
yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan
kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif
dan bertanggung jawab.
Stijn Claessen dan Charles P. Oman sebagaimana dikutip oleh Leo J.
Susilo dan Karlen Simarmata (2007:15) melihat bahwa corporate governance
mempunyai dua aspek:
1. Aspek pertama berkaitan dengan pola hubungan dan perilaku aktor dalam
perseroan. Perilaku manajemen dengan karyawan; perilaku perseroan
dengan pemasok, dengan kreditor, dan lain-lain. Indikator yang digunakan
untuk melihat bagaimana perilaku ini memberikan manfaat adalah
bagaimanakah tingkat efisiensi perusahaan, bagaimanakah kinerja
perusahaan, pertumbuhan, perlakuan kepada pemegang saham dan
pemangku kepentingan, dan lain-lain. Aspek ini disebut aspek perilaku
korporasi dan sasarannya adalah peningkatan kinerja (performance).
2. Aspek kedua berkaitan dengan seperangkat peraturan dan norma yang
membentuk perilaku di atas. Hal ini meliputi hukum perusahaan, peraturan
perundang-undangan lainnya, standar dan norma, seperti kode etik profesi,
pedoman etika korporasi, dan lain-lain. Semua ini disebut aspek normatif
dari corporate governance dan sasarannya adalah kepatuhan
(comformance).
17
Page 10
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diperlukan adanya perangkat
hukum atau pedoman dalam mengimplementasikan Good Corporate
Governance. Di Indonesia, pemerintah melalui Keputusan Menteri
Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri No.
Kep/31/M.EKUIN/08/1999, telah membentuk suatu badan yang diberi nama
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG)). Komite
Nasional ini bertugas untuk merumuskan dan merekomendasikan kebijakan
nasional mengenai pengelolaan perusahaan. Komite Nasional ini telah
merumuskan suatu Kerangka Kerja Good Corporate Governance atau
Pedoman Good Corporate Governance.
Pedoman Good Corporate Governance yang dikeluarkan KNKCG
telah beberapa kali disempurnakan, yakni pada tahun 2001 dan 2006.
Berdasarkan pemikiran bahwa suatu sektor ekonomi tertentu cenderung
memiliki karakteristik yang tidak sama, maka pada awal tahun 2004
dikeluarkan Pedoman GCG Perbankan Indonesia.
Untuk industri perbankan Indonesia saat ini terdapat tiga dokumen
yang dapat dijadikan acuan penerapan GCG pada bank umum. (Leo J. Susilo
dan Karlen Simarmata, 2007:76). Sesuai dengan tahun terbitnya, ketiga
dokumen tersebut adalah:
1. “Enhanching Corporate Governance for Banking Organization” yang
diterbitkan pertama kali tahun 1999 oleh Basel Committee on Banking
Supervisoion, Bank for International Settlement, dan direvisi pada bulan
Februari 2006;
18
Page 11
2. “Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia” yang
diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG) pada bulan Januari 2004;
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tentang perubahan PBI
No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum, yang dikeluarkan pada tanggal 30 Januari dan 5 Oktober
2006.
Pedoman dari Basel Committee bersifat imperatif secara moral, karena
anggota Bank for International Settlement (BIS) adalah bank-bank sentral dari
berbagai negara, termasuk Bank Indonesia. Pedoman dari KNKCG bersifat
sukarela dan tidak mempunyai sifat mengikat maupun imperative bagi bank
umum serta berfungsi sebagai acuan saja. Sedangkan pedoman penerapan
GCG yang diterbitkan Bank Indonesia selaku otoritas pengawas bank di
Indonesia mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia tersebut maka Bank
Umum wajib melaksanakan GCG. Apabila tidak dipatuhi akan dikenakan
sanksi. Namun, sekiranya pedoman tersebut bukan dianggap sebagai tempelan
saja, sekedar untuk memenuhi persyaratan seperti yang diunggapkan oleh
Wilson Arafat (2008:37) bahwa perbankan masih memandang GCG sebatas
beban yang merepotkan alias regulation as barrier, sama sekali tidak
menyambut GCG sebagai sebuah keniscayaan. Padahal GCG bukan sekedar
proses dan prosedur control ataupun peraturan ‘mati’ an sich. Lebih dari
19
Page 12
semua itu pelaksanaan GCG sejati adalah merupakan sebuah produk budaya
perusahaan.
Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah penyelarasan dari
prinsip-prinsip yang dituangkan dalam pedoman-pedoman GCG di atas
dengan kebijakan manajemen (management policy) dan pedoman operasional
(standard operating procedures) lain (Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata,
2007:24). Selain itu, perusahaan dapat membuat Code of Corporate and
Business Conduct sebagai pedoman bagi seluruh karyawan dan pimpinan
perusahaan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari (Muh. Arief Effendi,
2005). Wujudnya berupa kodifikasi kebijakan perusahaan, peraturan pegawai,
dan kesepakatan yang telah dibuat bersama antara perusahaan dengan pegawai
yang harus dijadikan pedoman sewaktu menjalankan aktivitas perusahaan
sesuai dengan prinsip-prinsip GCG. (Wilson Arafat, 2008:36)
Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata (2007:136) mengemukakan
bahwa terdapat tiga kelompok pelaku kegiatan dalam pelaksanaan GCG pada
bank umum. Kelompok pertama terdiri dari organ perseroan dan organ
pendukung, atau secara sederhana disebut boards. Kelompok ini terdiri dari
RUPS, Direksi, Komisaris, Komite Audit, Komite Nominasi dan Renumerasi,
Komite Pemantau Risiko, komite lainnya dari komisaris, bila ada dan Satuan
Kerja Audit Intern atau Satuan Pengawas Intern. Sedangkan kelompok kedua
merupakan seluruh jajaran karyawan atau disebut sebagai enterprise-wide,
yang menjadi sarana Direksi untuk melaksanakan tugas pengelolaan
20
Page 13
perusahaan. Kelompok ketiga adalah pihak luar atau stakeholders, yaitu
regulator, nasabah, dan lain sebagainya yang berinteraksi dengan baik.
Ketiga kelompok pelaku di atas terlibat dalam berbagai aktivitas
pelaksanaan GCG untuk memastikan:
1. Kepatuhan (Compliance) terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Setiap kebijakan corporate governance atau kebijakan perusahaan
harus mengacu dan tunduk pada berbagai peraturan perundang-undangan
yang berlaku (regulatory driven).
2. Kesesuaian (Comformance) antara berbagai kebijakan corporate
governance termasuk pedoman etika usaha dan etika kerja dengan
kebijakan manajemen dan berbagai prosedur kerja yang diberlakukan
dalam rangka menggerakkan proses bisnis perusahaan. Dalam proses ini,
terjadi internalisasi prinsip-prinsip GCG dan nilai-nilai etika kedalam
proses bisnis maupun sikap kerja sehari-hari yang pada gilirannya akan
muncul suatu budaya GCG dalam perusahaan (ethics driven).
3. Pencapaian kinerja (Performance), baik itu kinerja perusahaan, unit bisnis,
departemen, seksi dan seluruh jajaran baik secara kolektif maupun
perorangan mulai dari level Komisaris, Direksi, sampai kepada karyawan
level paling terendah (market driven).
2.5 Kekhususan Good Corporate Governance pada Bank
Secara sepintas nampaknya penerapan GCG di bank umum tidak
berbeda dengan perusahaan lainnya, akan tetapi tidaklah demikian halnya.
21
Page 14
Good Corporate Governance pada lembaga keuangan, khususnya bank
memiliki keunikan bila dibandingkan governace pada lembaga keuangan non
bank. Dalam banyak perilaku manajer dan pemilik bank merupakan faktor
utama yang memerlukan perhatian dalam penerapan GCG. Dalam banyak hal
konsep teori keagenan (agency theory) yang sering digunakan dalam
penerapan GCG tidak sepenuhnya dapat digunakan dalam industri perbankan.
Ross Levine sebagaimana dikutip oleh Leo J. Susilo dan Karlen
Simarmata (2007:63) menyatakan bahwa bank pada dasarnya mempunyai dua
ciri khas yang tidak terdapat pada jenis industri lainnya yaitu:
1. Informasi Asimetri dalam Industri Perbankan
Informasi yang asimetri pada industri perbankan mempunyai dimensi dan
kompleksitas yang lebih tinggi dari industri lainnya. Asimetri ini terjadi
diantara deposan, manajer bank, pengurus bank, debitor,
pemilik/pemegang saham, bank dan regulator. Semakin besar informasi
asimetri antara pihak luar bank dan pihak dalam bank, maka akan semakin
sulit bagi pihak luar untuk memonitor kinerja governance bank. Hal ini
menjadi semakin sulit karena deposan dan debitor yang sangat banyak
jumlahnya dan tersebar (diffuse). Bila jumlah pemegang saham juga
banyak dan tersebar, maka kompleksitasnya akan semakin bertambah. Bila
terdapat pemegang saham pengendali yang dominan, pengendalian
manajemen akan lebih mudah, akan tetapi juga terdapat bahaya adanya
misconduct, fraud atau penyalahgunaan bank dan dana masyarakat untuk
kepentingan pribadi atau kelompok usahanya. Informasi keuangan yang
22
Page 15
asimetri ini adalah sumber risiko yang tinggi, baik risiko kredit, risiko
operasional maupun risiko hukum serta menjadi salah satu sumber utama
terjadinya kejahatan perbankan.
2. Peran Regulasi dalam Corporate Governance Perbankan
Peran regulator dalam industri perbankan adalah melakukan kebijakan
pengaturan dan pengawasan untuk mewujudkan stabilitas ekonomi
nasional yang berkelanjutan melalui sistem kelembagaan perbankan yang
lebih kuat, efisien dan bermanfaat. Aturan corporate governance dalam
industri umumnya bersifat sukarela (voluntary) dan tidak mencampuri
urusan proses governance perusahaan tersebut. Dalam industri perbankan
regulasi yang ada mempengaruhi proses governance bank secara langsung
dan merupakan hal yang harus dipatuhi, karena dinyatakan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap regulasi tersebut
merupakan pelanggaran kepatuhan dan mempunyai ancaman sanksi
hukum.
Penerapan GCG perbankan dianggap unik karena memiliki
karakteristik yang berbeda dengan perusahaan keuangan jenis lain maupun
perusahaan non keuangan. Keunikan perbankan terutama dilihat dari neraca
yaitu aset perbankan rata-rata adalah kredit yang sebagian besar bersifat
jangka panjang, sedangkan sisi liabilities adalah tabungan dan deposito yang
memiliki sifat jangka pendek. Pengelolaan yang tidak hati-hati akan
menyebabkan terjadinya mismatch antara aktiva dan pasiva. Terjadinya
mismatch dapat menyebabkan pembukuan negatif bagi bank. Penyaluran
23
Page 16
kredit kepada pihak terkait dapat bersifat positif jika keterkaitan itu
meminimkan risiko dan sebaliknya akan bersifat negatif jika justru menambah
risiko gagal bayar akibat terjadinya moral hazard. Bagaimanapun, GCG
menjadi kental ketika ada persinggungan kepentingan antara pemilik dan
manajemen. (Rofikoh Rokhim, 2006)
2.6 Implementasi Good Corporate Governance
Dalam pelaksanaan GCG di perbankan adalah penting bagi perbankan
untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan
kondisi bank, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat
berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam bank.
Pedoman GCG Perbankan Indonesia menguraikan bahwa pengaturan
dan implementasi GCG memerlukan komitmen dari top management dan
seluruh jajaran organisasi. Pelaksanaannya dimulai dari penetapan kebijakan
dasar (strategic policy) dan kode etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak
dalam perusahaan. Bagi perbankan Indonesia, kepatuhan terhadap kode etik
yang diwujudkan dalam satunya kata dan perbuatan, merupakan faktor penting
sebagai landasan penerapan GCG. Adapun pedoman yang terdapat dalam
Pedoman GCG Perbankan Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan GCG dapat dilakukan melalui lima tindakan, yaitu:
a. Penetapan visi, misi dan corporate values
b. Penyusunan corporate governance structure
c. Pembentukan corporate culture
24
Page 17
d. Penetapan sarana public disclousures
e. Penyempurnaan berbagai kebijakan bank sehingga memenuhi prinsip
GCG
2. Penetapan visi, misi dan corporate values merupakan langkah awal yang
harus dilaksanakan dalam penerapan GCG oleh suatu bank.
3. Corporate governance structure dapat diterapkan secara bertahap dan
terdiri dari sekurang-kurangnya:
a. Kebijakan corporate governance yang selain memuat visi dan misi
bank, juga memuat tekad untuk melaksanakan GCG dan pedoman-
pedoman pokok penerapan prinsip GCG yaitu Transparency,
Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness.
b. Code of Conduct yang memuat pedoman perilaku wajar dan dapat
dipercaya dari pimpinan dan karyawan bank.
c. Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris dan Tata Tertib Kerja Direksi
yang memuat hak dan kewajiban serta akuntabilitas dari Dewan
Komisaris dan Direksi maupun para anggotanya masing-masing.
d. Organisasi yang di dalamnya tercermin adanya risk management,
internal control dan compliance.
e. Kebijakan risk management, audit dan compliance.
f. Human resourse policy yang jelas dan transparan.
g. Corporate plan yang menggambarkan arah jangka panjang yang jelas.
4. Pembentukan corporate culture untuk memperlancar pencapaian visi dan
misi serta implementasi corporate governance structure. Corporate
25
Page 18
culture terbentuk melalui penetapan prinsip dasar (guilding principles),
nilai-nilai (values) dan norma-norma (norms) yang disepakati serta
dilaksanakan secara konsisten dengan contoh konkrit dari pimpinan bank.
Corporate culture perlu didiskusikan secara berkesinambungan dan
ditunjang oleh social communication.
5. Pembentukan pola dan sasaran disclousure sangat diperlukan sebagai
bagian dari akuntabilitas bank kepada stakeholders. Sarana disclousure
dapat melalui laporan tahunan (annual report), situs internet (website),
review pelaksanaan GCG dan sarana lainnya.
Ada pula tahapan penerapan GCG pada bank yang dikemukakan oleh
Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata (2007:141). Pentahapan tersebut diberi
nama GCG (Good Corporate Governance), GGC (Good Governed
Corporate) dan GCC (Good Corporate Citizen). Secara garis besar tahapan
tersebut diilustrasikan pada skema 3.1 berikut ini:
26
Page 19
Skema 2.1Tahapan Penerapan GCG
Continuou
s
Improvement
1. Tahap GCG (Good Corporate Governance)
Tujuan dari penerapan GCG pada tahap ini adalah memenuhi semua
ketentuan penerapan GCG yang berlaku (compliance). sesuai dengan
tujuan dari tahap ini maka aktivitas utamanya adalah penyusunan pedoman
GCG sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kelengkapan
struktur dan proses yang diminta.
Pedoman GCG yang harus disusun pada tahap ini pada dasarnya terdiri
dari:
a. Pedoman Corporate governance yang meliputi:
Pedoman umum GCG untuk perusahaan (GCG Code)
Pedoman GCG untuk Direksi dan Komisaris (Board Manual)
27PE
RSI
APA
N
PEN
ERA
PA
N G
CG
GCGGood Corporate Governance
GGCGood Governed Corp.
governance.
GCCGood Corp. Citizen
Memenuhi ketentuan dan peraturan (mandatory maupun voluntary) dalam tata kelola perusahaan
Dapat mengendalikan operasi bisnis terutama aspek risiko usaha secara efektif
Menjadi warga industri maupun masyarakat sosial yang etis dan bertanggung jawab
GOOD GOVERNANCE & VALUE CREATION
Bulan ke 1 s.d 9
Bulan ke 6 s.d 18
Setelah bulan ke 12
Page 20
Pedoman etika korporasi (Code of Conduct) termasuk aturan
tentang benturan kepentingan.
b. Piagam untuk komite-komite yang diwajibkan, misalnya:
Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, Komite Governance,
Nominasi dan Renumerasi (Audit Charter, Risk Committee
Charter, Governance and Nomination & Renumeration Committee
Charter, etc.);
Pedoman untuk komite-komite eksekutif bila ada;
Pedoman untuk Satuan Kerja Auditor Intern/Satuan pengawasan
Intern.
c. Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan penerapan GCG dan
prudential regulation, yang antara lain meliputi:
Kebijakan disclousure and transparency;
Kebijakan Manajemen Risiko;
Kebijakan Sistem Pengendalian Intern;
Kebijakan Pelaksanaan BMPK;
Kebijakan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
Kebijakan Kepatuhan (Compliance Policy).
Setelah pedoman GCG selesai disusun, maka aktivitas berikutnya dalam
tahap GCG adalah melakukan sosialisasi implementasi awal. Sosialisasi
dilakukan dengan metode top down approach, dimulai dari Direksi dan
Komisaris. Ini perlu karena dalam banyak hal pembentukan tone at the top
merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan GCG. Khusus terkait
28
Page 21
dengan penerapan etika korporasi dan penegakan sistem pengendalian
intern bank, maka unsur tone at the top mutlak diperlukan.
Untuk implementasi awal yang menjadi sasaran adalah pelaksanaan GCG
pada tingkat organ perseroan dan organ pendukungnya. Sedangkan untuk
prudential regulating haruslah disusun standar pelaksanaan
operasionalnya (standar operating procedures) yang lebih rinci terlebih
dahulu.
Setelah sosialisasi dan implementasi awal dilakukan maka perlu diadakan
self assessment untuk menilai seberapa jauh pelaksanaan awal GCG telah
berhasil. Apakah sudah sesuai rencana, ataukah masih menemui hambatan.
Dengan mengetahui kondisi peta pelaksanaan awal GCG ini maka dapat
dilakukan perbaikan seperlunya untuk meningkatkan efektifitas
pelaksanaan GCG. Hasil self assessment ini juga harus dilaporkan ke Bank
Indonesia, sebagaimana dituntut oleh PBI No. 8/14/PBI/2006 jo PBI No.
8/4/PBI/2006.
2. Tahap GGC (Good Governed Corporate)
Tujuan tahap ini adalah pelaksanaan prinsip-prinsip GCG pada semua
proses bisnis dengan didukung oleh tersedianya pedoman perusahaan dari
tingkat manajemen puncak hingga tingkat operasional. Melalui
pelaksanaan yang lebih intensif, diharapkan secara perlahan tetapi pasti
terbentuk “Budaya GCG” diseluruh jajaran perusahaan. Dengan demikian
diharapkan “prudential banking” sudah menjadi second nature bagi
29
Page 22
seluruh karyawan bank. Tahap ini merupakan tahap terpanjang dan kritis
dari pelaksanaan GCG pada bank.
Secara garis besar aktivitas pada tahap GCG adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan buku pedoman perusahaan untuk semua kebijakan
prudential regulation yang telah ditetapkan oleh Direksi bank dan
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip
GCG;
b. Penyusunan buku pedoman perusahaan untuk semua kegiatan
penunjang operasi perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan prinsip-prinsip GCG;
c. Sosialisasi dan penerapan buku pedoman peruasahaan yang telah
disusun secara bertahap hingga ke seluruh aspek operasional
perusahaan;
d. Melakukan asesmen dan evaluasi berkala untuk meningkatkan
efektifitas penerapan buku pedoman perusahaan sesuai dengan prinsip-
prinsip GCG dan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan sosialisasi dilakukan secara terbatas. Artinya pihak-pihak
yang terkait langsung dengan proses bisnis tersebut wajib untuk
memahami buku pedoman perusahaan tersebut. Oleh karena itu, mereka
harus terlibat dengan intens dalam sosialiasasinya. Untuk pihak lain
sosialisasi lebih didasarkan pada need to know basis saja dan tidak perlu
ikut secara intens. Selama proses sosialisasi tersebut, pedoman etika
korporasi dan asas prudential bank harus selalu dijadikan acuan proses,
30
Page 23
sehingga dalam pelaksanaan implementasinya nanti budaya GCG dapat
betul-betul secara perlahan menjadi “second nature’.
Evaluasi dan self assessment secara berkala haruslah dilaksanakan sebagai
sarana untuk mengukur kemajuan yang telah dicapai dan juga sekaligus
untuk melakukan perbaikan serta peningkatan pelaksanaan GCG. Selain
itu hasil dari evaluasi dan self assessment ini menjadi bahan untuk
dilaporkan ke Bank Indonesia, sebagaimana diatur dalam PBI No.
8/14/PBI/2006 jo. PBI No. 8/4/PBI/2006.
3. Tahap GCC (Good Corporate Citizen)
Tahapan yang terakhir adalah GCG dimana perusahaan sudah menjadikan
prinsip-prinsip GCG menjadi bagian dari budaya perusahaan. Salah satu
ciri kegiatan penerapan GCG pada tahap ini adalah pelaksanaan Corporate
Social Responsibility (CSR). Melalui kegiatan ini perusahaan menjadi
mampu membuat citra perusahaan menjadi perusahaan yang etis dan
sekaligus mempunyai kinerja baik. Selain itu juga ikut berperan dalam
penciptaan lingkungan sosial dan kehidupan masyarakat yang lebih baik,
serta pelestarian lingkungan hidup. Dari aktivitas inilah perusahaan
mendapatkan predikat sebagai Good Corporate Citizen.
Tahapan implementasi GCG yang diungkapkan oleh Wilson Arafat
(2008:172) meliputi 5 langkah strategis yang dapat ditempuh untuk meretas
dan meniti “The GCG Ways” sebagai berikut:
31
Page 24
Langka I: Membangun Awareness
Membangun awareness dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan
(inhouse training) agar segenap jajaran dan jenjang organisasi di suatu
perusahaan mendapat pemahaman dan pengetahuan utuh berkenaan
dengan segala sesuatu tentang GCG. Efektivitas implementasi GCG tidak
akan dapat tercapai dengan baik jika hal ini tidak terpenuhi.
Langkah II: Membangun Manual
Dengan bekal pengetahuan dan pemahaman yang utuh serta – yang
terpenting – sangat menyadari keniscayaan implementasi GCG yang
diperoleh dari pelatihan maka suatu perusahaan dapat melakukan
workshop dengan fokus untuk membangun manual GCG. Manual GCG
tersebut minimal telah mengakomodir semua ketentuan yang telah
ditetapkan oleh lembaga otoritas yang mengatur industri yang
bersangkutan. Tersedianya manual GCG bagi suatu perusahaan sangat
diperlukan sebagai pedoman dasar ketika melaksanakan GCG di lapangan
bagi semua tingkatan dan jenjang organisasi.
Langka III: Benchmarking
Untuk lebih meyakinkan bahwa Manual GCG yang telah dibuat suatu
perusahaan telah sesuai dengan best practice maka harus dilakukan proses
benchmarking. Tujuan benchmarking tersebut adalah untuk memahami
dan mengevaluasi posisi dari bisnis yang dilakukan oleh suatu organisasi
yang berhubungan dengan best practice dan untuk mengidentifikasi area-
32
Page 25
area yang dibutuhkan sehingga dapat dipahami dengan baik dalam upaya
meningkatkan kinerja organisasi tersebut.
Langka IV: Pengembangan Software
Betapa sulit, rumit dan peliknya manajemen dan person yang menjadi
koordinator implementasi GCG di suatu perusahaan ketika melakukan
koordinasi, evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan GCG tanpa
bantuan sebuah tools, berupa software. Oleh karena itu, mengembangkan
software untuk mendukung efektifitas implementasi GCG sangat
dibutuhkan.
Keempat langkah di atas merupakan cara strategis untuk membangun
sistem kontrol yang dapat ditempuh oleh suatu perusahaan di dalam
mengimplementasikan GCG.
Langkah V: Transformasi Budaya Kerja
Dengan membangun sistem kontrol saja belum cukup untuk dapat
mengimplementasikan GCG dengan baik. Oleh karena itu, harus
dibumikan budaya kerja GCG. Singkat kata, harus dilakukan proses
transformasi budaya kerja atau membumikan budaya kerja yang
mengadopsi prinsip-prinsip GCG dengan cara berikut ini:
a. Melakukan paradigm shift dengan melaksanakan sembilan langkah
transformasi budaya kerja perbankan, yang meliputi:
Terapi budaya kerja
Inventaris & kodifikasi nilai budaya kerja
Evaluasi dan analisis
33
Page 26
Rumuskan nilai budaya kerja kunci
Tentukan “gap” budaya kerja
Uji sampel representatif
Tanamkan nilai budaya kerja baru
Lakukan pengendalian
b. Membangun dan atau menetapkan Corporate Code of Conduct. Hal ini
harus dilakukan karena kebutuhan implementasi harus membumi dan
terukur. Salah satu caranya adalah melalui penyempurnaan dan
implementasi Corporate Code of Conduct baik bagi board (komisaris
dan direksi) maupun pegawai. Tujuan penyempurnaan dan
implementasi Corporate Code of Conduct adalah membangun
komitmen segenap jajaran perusahaan untuk mengaplikasikan GCG
dalam mencapai keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Dengan
ungkapan lain dapat dikatakan bahwa untuk mewujudkan apa yang
dipahami sebagai GCG ke dalam bentuk kongkret, suatu perusahaan
perlu merumuskan dan menerapkan nilai-nilai etika berusaha sesuai
dengan prinsip-prinsip GCG dan budaya perusahaan yang dimilikinya
kedalam panduan etia alias Corporate Code of Conduct.
2.7 Kerangka Pikir
Aktivitas perbankan diharapkan dapat meningkatkan pemerataan dan
pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Perbankan bukanlah komunitas
yang terisolasi, namun merupakan komunitas terbuka yang berinteraksi
34
Page 27
dengan lingkungannya. Bank berinteraksi dengan masyarakat dan badan bisnis
lain sebagai nasabah penyimpan dan peminjam, dan dengan pemerintah
sebagai pemutus kebijakan dan peraturan yang harus diikutinya. Untuk itu,
perbankan yang sehat dan kuat merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi.
Perbankan yang sehat dan kuat merupakan cita-cita kita semua dan
untuk mewujudkannya diperlukan implementasi GCG. Implementasi GCG
yang konsisten dan terpadu akan menyelaraskan hubungan antar-stakeholders
dalam menentukan dan mengendalikan arah strategi dan kinerja perbankan.
Good Corporate Governance menegaskan pentingnya prinsip-prinsip
keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan
kewajaran (fairness) dipegang teguh dalam setiap tindakan dan perilaku organ
perbankan sehari-hari.
Salah satu bank yang turut mewarnai dinamika perbankan nasional,
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sultra juga mesti mengimplementasikan
GCG. Implementasi GCG secara konsisten dan terpadu dapat meningkatkan
kinerja dan nilai perusahaan (BPD Sultra) dalam jangka panjang tanpa
mengabaikan kepentingan stakeholders. Untuk itu, spirit kelima prinsip GCG
haruslah menjadi cerminan dalam setiap aktivitas BPD Sultra beserta seluruh
jajarannya.
Dalam penelitian ini implementasi Good Corporate Governance pada
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sultra akan dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif. Selanjutnya hasil analisis tersebut akan
35
Page 28
direkomendasikan pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sultra. Adapun
kerangka pemikiran yang dirancang dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Skema 2.2 Kerangka Pemikiran
36
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara
Good Corporate Governance: Keterbukaan (Transparence) Akuntabilitas (Accountability) Pertanggungjawaban (Responsibility) Independensi (Independency) Kewajaran (Fairness)
Metode Analisis:Analisis Deskriptif
Hasil Analisis
Rekomendasi