Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Program Imunisasi Dasar II.1.1. Definisi Imunisasi adalah pemindahan (transfer) antibodi secara pasif sehingga didapatkan kekebalan yang bersifat pasif. Vaksinasi adalah tindakan memberi vaksin untuk merangsang pembentukan imunitas secara aktif pada tubuh seseorang sehingga akan didapatkan kekebalan aktif. Jadi terdapat dua jenis kekebalan yang dimiliki tubuh, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh bukan dibuat sendiri oleh tubuh kita yang akan didapat secara cepat bila diberikan, tetapi sayangnya kekebalan pasif tidak tahan lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Sebaliknya, kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan dengan mikroorganisme atau karena pemberian vaksin. Kekebalan aktif yang telah terbentuk dapat bertahan lebih lama dibandingkan kekebalan pasif karena tubuh memiliki sel imun yang dapat mengingat kekebalan jenis ini, sel yang
33

BAB II Kronjo Imunisasi

Jul 24, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II Kronjo Imunisasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Program Imunisasi Dasar

II.1.1. Definisi

Imunisasi adalah pemindahan (transfer) antibodi secara pasif sehingga didapatkan

kekebalan yang bersifat pasif. Vaksinasi adalah tindakan memberi vaksin untuk merangsang

pembentukan imunitas secara aktif pada tubuh seseorang sehingga akan didapatkan kekebalan

aktif. Jadi terdapat dua jenis kekebalan yang dimiliki tubuh, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan

aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh bukan dibuat sendiri oleh

tubuh kita yang akan didapat secara cepat bila diberikan, tetapi sayangnya kekebalan pasif tidak

tahan lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Sebaliknya, kekebalan aktif adalah kekebalan

yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan dengan mikroorganisme atau karena pemberian

vaksin. Kekebalan aktif yang telah terbentuk dapat bertahan lebih lama dibandingkan kekebalan

pasif karena tubuh memiliki sel imun yang dapat mengingat kekebalan jenis ini, sel yang

mengingat mikroorganisme tersebut dikenal sebagai sel limfosit memori. (Satgas Imunisasi, 2011).

Bentuk yang paling umum dari kekebalan pasif adalah bayi yang menerima kekebalan

dari ibunya. Antibodi disalurkan melalui plasenta pada 1 – 2 bulan akhir kehamilan, sehingga

seorang bayi akan mempunyai antibodi seperti yang dipunyai oleh ibunya. Antibodi ini akan

melindungi bayi dari penyakit tertentu sampai bayi berusia satu bulan sampai satu tahun.

Kekebalan aktif didapatkan apabila seseorang menderita suatu penyakit. Secara umum dapat

dikatakan, setelah seseorang sembuh dari suatu penyakit mereka menjadi kebal terhadap

penyakit tersebut sampai seumur hidup. Cara lain untuk menghasilkan kekebalan aktif adalah

melakukan imunisasi. Vaksin akan berinteraksi dengan sistem kekebalan untuk menghasilkan

Page 2: BAB II Kronjo Imunisasi

respon imun yang setara dengan yang dihasilkan setelah seseorang menderita penyakit secara

alami, tetapi tidak menyebabkan orang tersebut sakit atau mengalami komplikasi. Vaksin

menghasilkan memori kekebalan yang sama apabila menderita penyakit tersebut. (Depkes RI 2003a)

Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu

imunoglobulin yang non-spesifik atau gamaglobulin dan imunoglobulin yang spesifik yang

berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu, atau baru saja mendapatkan

vaksinasi penyakit tertentu. Imunoglobulin yang non-spesifik digunakan pada anak dengan

defisiensi imunoglobulin sehingga memberikan perlindungan dengan segera dan cepat, tetapi

perlindungan tersebut tidak berlangsung permanen melainkan hanya untuk beberapa minggu

saja. Sedangkan imunoglobulin yang spesifik diberikan kepada anak yang belum terlindung

karena belum pernah mendapatkan vaksinasi dan kemudian terserang misalnya penyakit difteria,

tetanus, hepatitis B.( Satgas IDAI, 2008).

Imunisasi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan dasar yang memegang

peranan dalam menurunkan angka kematian bayi dan ibu. Upaya pelayanan imunisasi dilakukan

melalui kegiatan imunisasi rutin dan tambahan dengan tujuan untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian akibat penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Tujuan tersebut dapat tercapai apabila ditunjang dengan sumber daya manusia yang berkualitas

dan ketersediaan standar, pedoman, sistem pencatat-pelaporan serta logistik yang memadai dan

bermutu (Depkes RI, 2009c).

Program imunisasi terdiri dari tiga macam yaitu imunisasi dasar, imunisasi lanjutan, dan

imunisasi khusus. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar

kekebalan diatas ambang perlindungan, dimana terdiri dari BCG, HB0-3, polio 1-4, DPT 1-3 dan

Campak. Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan

di atas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan yang terdiri dari

HB, TT. Sedangkan imunisasi khusus adalah imunisasi yang diberikan kepada penyakit tertentu,

terdiri dari imunisasi yang menjadi program yaitu meningitis, demam kuning, dan rabies

Page 3: BAB II Kronjo Imunisasi

sedangkan imunisasi yang tidak masuk program yaitu Hepatitis A, Influenzae, Haemophilus,

Influenzae Tipe B, Kolera, Japanese Encephalitis, Typhus Abdominalis, Pneumonia,

Pneumokokus, Shigellosis, Rubbella, Varicella, Parotitis Epidemika, Rota Virus.

(Depkes RI, 2005b)

Indikator yang digunakan untuk memantau pencapaian cakupan imunisasi rutin pada bayi

yang lengkap dan merata adalah Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan. Target

tercapainya UCI pada tahun 2010 adalah 100% desa/kelurahan sebagaimana tertuang dalam SK

Mentri Kesehatan RI No. 1457/Menkes/SK/2003, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Kesehatan di Kabupaten/Kota.(Depkes RI, 2009b).

II.1.2. Tujuan

Tujuan umum dari program imunisasi adalah turunnya angka kesakitan dan kematian

akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

Tujuan khususnya antara lain :

1. Tercapainya target Universal Child Immunization (cakupan DPT-3 minimal 90% dan

campak minimal 80%) di 92% desa pada tahun 2007.

2. Tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatal (insidens dibawah 1 per 1.000

kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.

3. Tercapainya pemutusan rantai penularan poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta

sertifikasi bebas polio pada tahun 2008.

4. Tercapainya reduksi campak (Recam) pada tahun 2005.

Kesepakatan international (Global Commitment) terhadap imunisasi adalah :

1. Sidang WHA (World Health Assembly) 1988 untuk mencapai eradikasi polio tahun

2000 yang kemudian dikoreksi menjadi tahun 2005 untuk regional Asia Tenggara.

2. Sidang WHA 1989, tentang Reduction of Measles Morbility and Mortality.

Page 4: BAB II Kronjo Imunisasi

3. World Summit for Children, 1990 untuk mencapai target 80-80-80, eliminasi tetanus

neonatorum dan reduksi campak.

4. WHO/UNICEF/UNFPA joint statement on the use of auto-disable syringe in

immunization service Desember 1999.

5. UNGASS (United Nation General Assembly Special Session) 2002, dengan target

tahun 2010 cakupan campak nasional 90% dan cakupan campak seluruh kabupaten

80%.

Kebijaksanaan program imunisasi di Indonesia secara umum meliputi :

1. Melaksanakan kesepakatan global ERAPO ( Eradikasi Polio) , MNTE ( Maternal and

Neonatal Tetanus Elimination) , Recam dan mutu pelayanan sesuai standar termasuk

safe injection dan safe disposal management.

2. Meningkatkan jangkauan pelayanan.

3. Menghindarkan “missed opportunity.”

4. Meningkatkan kinerja dan efisiensi.

5. Meningkatkan kemitraan dan sosial mobilisasi.

6. Meningkatkan kemandirian masyarakat.

7. Memantau dampak program.

Kebijaksanaan khusus meliputi :

1. Mengupayakan sumber dana dari APBD ( Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah), LSM ( Lembaga Sosial Masyarakat) , dan masyarakat.

2. Perhatian khusus untuk wilayah rawan sosial dan Indonesia bagian timur.

3. Keterpaduan lintas program dan lintas sektor.

4. Kebijakan nasional untuk safe injection adalah menggunakan satu syringe steril dan

satu jarum steril (bila menggunakan re-usable syringe) atau menggunakan syringe

disposable standar (autodisable/uniJect) untuk setiap suntikan.

Page 5: BAB II Kronjo Imunisasi

5. Pengolahan limbah tajam imunisasi dikelola sesuai dengan kebijakan manajemen safe

disposal kabupaten dan kota.

Dalam rangka mencapai tujuan program imunisasi, diperlukan beberapa strategi

yaitu :

1. Mencapai cakupan tinggi dan merata (coverage).

2. Upaya menurunkan angka kejadian penyakit (effectiveness).

3. Meningkatkan mutu program (quality).

4. Meningkatkan efisiensi program (efficiency).

(Depkes RI, 2003b)

II.1.3. Jadwal pemberian imunisasi

Tabel II.1.3.1 Jadwal pemberian imunisasi dasar

Vaksin Pemberian

Imunisasi

Selang Waktu

Pemberian (minimal)

Umur Cara Pemberian

HB 0 1X 0-7 hari Intramuskular anterolateral paha

BCG 1X 0-11 bulan Intrakutan di deltoid kanan

DPT-Hep B 3X 4 minggu 2-11 bulan Intramuskular anterolateral paha

Polio 4X 4 minggu 0-11 bulan Meneteskan ke dalam mulut

Campak 1X 9-11 bulan Subkutan di lengan kiri atas

(Sumber: NN,2008)

Sebelum bayi mendapatkan infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,

berilah vaksinasi sedini mungkin dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur

satu tahun. Khusus untuk campak dimulai segera setelah anak berumur sembilan bulan. Pada

Page 6: BAB II Kronjo Imunisasi

umur kurang dari sembilan bulan pembentukan zat dalam tubuh anak dihambat karena masih

adanya zat kekebalan yang berasal dari darah ibu. (Sumber: Dinkes Jakarta, 2000)

Tabel II.1.3.2 Jadwal Imunisasi Tahun 2010

(Sumber: Satgas Imunisasi IDAI, 2011)

Page 7: BAB II Kronjo Imunisasi

II.1.4. Jenis Vaksin

HB 0

Vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung

HbsAg murni dan bersifat non infectious.

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B.

Cara pemberian dan dosis :

Pemberian dengan cara intramuskuler anterolateral paha, 0,5 ml pada bayi baru

lahir (0-7 hari)

Kontraindikasi :

Tidak ada

Efek samping :

Lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan yang biasanya terjadi 24 jam

setelah imunisasi.

BCG ( Bacillus Calmette Guerin)

Vaksin BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung

Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan.

Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa.

Cara pemberian dan dosis:

Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu dengan 4 ml

pelarut NaCl 0,9%. Dosis pemberian : 0,05 ml, sebanyak 1 kali untuk bayi ≤1

Page 8: BAB II Kronjo Imunisasi

tahun. Disuntikkam secara intrakutan di daerah lengan atas kanan ( insertio

M.deltoideus), dengan menggunakan alat suntik dosis tunggal yang steril dan

jarum suntik no.26 G. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum

lewat 3 jam.

Kontraindikasi :

- Reaksi uji tuberkulin > 5mm

- Menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,

imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imuno-supresif,

mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum

tulang atau sistem limfe

- Menderita gizi buruk

- Menderita demam tinggi

- Menderita infeksi kulit yang luas

- Pernah sakit tuberkulosis

- Kehamilan

Efek samping :

1 – 2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan

yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka yang akan sembuh

spontan dan meninggalkan tanda parut.

DPT+Hep B (combo)

Page 9: BAB II Kronjo Imunisasi

Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang

dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan

sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious.

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus,

pertusis dan hepatitis B.

Cara pemberian dan dosis :

Pemberian dengan cara intramuskuler, 0,5 ml, sebanyak 3 dosis. Dosis pertama

pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu ( 1 bulan)

Kontraindikasi :

- Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir, atau gejala

serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis.

- Vaksin ini juga tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang

disertai kejang.

Efek samping :

Lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan yang biasanya terjadi 24 jam

setelah imunisasi.

Vaksin Polio ( Oral Polio Vaccine = OPV)

Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi

virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan

jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.

Cara pemberian dan dosis:

Page 10: BAB II Kronjo Imunisasi

Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin. Diberikan

secara oral, 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali pemberian, dengan interval

setiap dosis minimal 4 minggu.

Kontraindikasi :

- Penyakit akut atau demam (suhu > 38,5oC)

- Muntah atau diare

- Sedang dalam pengobatan imunosupresif, kortikosteroid, dan radiasi umum

- Keganasan

- Infeksi HIV

Efek samping :

Umumnya tidak terjadi efek samping. Efek samping berupa paralisis yang

disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.

Campak

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan, berbentuk

vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.

Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.

Cara pemberian dan dosis:

Vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan 5 ml cairan pelarut aquabidest.

Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada

usia 9 – 11 bulan. Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan

maksimum 8 jam.

Kontraindikasi :

Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga

menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.

Efek samping :

Page 11: BAB II Kronjo Imunisasi

Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3

hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.

(IDAI, 2008; Pedoman Teknis Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin, 2005)

II.1.5. Penatalaksanaan vaksin

Vaksin memiliki sifat sangat peka terhadap panas, sinar matahari, dan

pembekuan.Vaksin yang sudah terpapar akan mengalami penurunan potensi, sebagian atau

seluruhnya walaupun sudah dilakukan perbaikan suhu.

Cold chain atau sistem rantai dingin dibuat secara khusus untuk menjaga potensi

vaksin. Setiap jenis cold chain / sarana mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-

masing. Ada 2 unsur cold chain : sarana penyimpan vaksin dan sarana pembawa vaksin.

Sarana penyimpan vaksin

Kamar dingin (cold room)

Ada 2 macam kamar dingin: - suhu 2 ˚ C sampai 8 ˚ C (cold room)

- suhu -20 ˚ C sampai -25 ˚ C ( freezer room)

Lemari es, menurut cara kerjanya ada 2 macam:

Lemari es kompresi, yaitu lemari es yang menggunakan kompresor untuk menekan

refrigeran ( gas pendingin) untuk bersikulasi di cooling unit, guna memperoleh suhu

dingin di ruang penyimpanan.

Lemari es absorbsi, yaitu lemari es yang mengunakan pemanas (heater) untuk menyerap

panas di ruang penyimpanan, sehingga ruang tersebut menjadi dingin.

Sarana pembawa vaksin

Salah satu mata rantai yang paling lemah dalam cold chain adalah transportasi. Untuk

mengangkut vaksin, sarana yang digunakan harus bersifat ”air tight” (kedap udara) sehingga

Page 12: BAB II Kronjo Imunisasi

dapat mempertahankan suhu yang diinginkan. Waktu penyimpanan tergantung pada tebal

insulasi, volume cold pack, konstruksi (air tight).

Sarana pengangkut cold chain yang dipergunakan program:

a) Cold box

Bentuknya empat persegi, dengan insulasi yang dapat mempertahankan suhu

penyimpanan vaksin sampai 72 jam bila tertutup rapat serta diisi dengan cukup cold pack

beku atau cool pack cair.

b) Vaccine carrier

Bentuk empat persegi dengan insulasi yang dapat mempertahankan suhu penyimpanan di

bawah 8˚C sampai 36 jam bila tertutup rapat dan diisi dengan cold pack beku di sekelilingnya

atau cool pack sesuai jenis vaksin.

c) Cold pack atau cool pack

Terbuat dari bahan insulator, berisi air. Bila air di dalamnya beku, cold pack di dalam

sarana penyimpanan atau pengangkut vaksin dapat membantu mempertahankan suhu

penyimpanan dari dalam terutama bila jumlahnya cukup dan sarana tersebut tertutup rapat.

Jika air di dalamnya tidak sampai beku, disebut cool pack. (Depkes RI, 2003c).

II.1.6. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasiu (KIPI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi

setelah menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Kasus KIPI dapat

terjadi karena faktor vaksin, cara pemberian, dan faktor penerima atau “koinsidens”.

(Dinkes Jakarta, 2000)

Vaksin dimaksudkan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu antigen.

KIPI adalah gejala yang tidak diinginkan yang terjadi setelah imunisasi. KIPI dapat disebut

juga efek simpang imunisasi. KIPI bisa merupakan efek simpang imunisasi, atau karena

sebab lain (coincident). Diperlukan data tambahan atau suatu penelitian untuk membedakan

Page 13: BAB II Kronjo Imunisasi

keduanya. KIPI dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu lokal, sistemik dan alergi. Reaksi

lokal yang paling sering terjadi dan sifatnya biasanya ringan. Alergi merupakan gejala yang

terberat tetapi kejadiannya sangat jarang. (Depkes RI, 2003a)

Jenis yang paling sering terjadi adalah reaksi lokal seperti nyeri, pembengkakan dan

kemerahan di daerah suntikan. Reaksi lokal dapat terjadi sampai pada 50% dari jumlah

suntikan, tergantung dari jenis vaksinnya. Reaksi sistemik lebih merupakan gejala umum,

termasuk demam, malaise, myalgia, sakit kepala, hilang nafsu makan. Gejala ini bersifat

umum dan tidak spesifik dan dapat terjadi pada orang yang diimunisasi oleh karena vaksin

atau karena sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan vaksin seperti infeksi virus lainnya.

Tipe ketiga dari efek simpang adalah reaksi alergi. Reaksi dapat disebabkan antigen vaksin,

komponen vaksin, seperti materi sel kultur, stabilisator, preservative atau anibiotika yang

digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Reaksi alergi yang parah dapat

membahayakan jiwa. Untungnya reaksi tersebut sangat jarang terjadi dengan angka kejadian

kurang dari satu kasus persetengah juta dosis. Resiko alergi dapat diperkecil dengan

screening pendahuluan sebelum vaksinasi. (Depkes RI, 2003a)

Tabel II.1.6.1 Gejala KIPI

Reaksi Gejala KIPI

Lokal Abses pada tempat suntikan

Limfadenitis

Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-it is

SSP Kelumpuhan akut

Ensefalopati

Ensefalitis

Meningitis

Kejang

Page 14: BAB II Kronjo Imunisasi

Lain-lain Reaksi alergi : urtikaria, dermatitis, edema

Reaksi anafilaktoid

Syok anafilatik

Artralgia

Demam tinggi > 38,5ºC

Episode hipotensif-hiporesponsif

Osteomielitis

Menangis menjerit yang terus menerus (3 jam)

Sindrom syok septic

(Sumber : Depkes RI, 2005a)

II.1.7. Pemantauan (Monitoring)

Salah satu fungsi penting dalam manajemen program adalah pemantauan

(monitoring). Dengan pemantauan kita dapat menjaga agar masing-masing kegiatan sejalan

dengan ketentuan program. (Depkes RI, 2003c)

Monitoring merupakan proses atau kegiatan manajemen yang dimulai dari

pengumpulan, pengolahan dan analisa data yang hasilnya kemudian dipergunakan untuk

perbaikan mutu program pada masa yang akan dating. Dalam program imunisasi telah

dikembangkan suatu alat pemantau sederhana yaitu PWS (Pemantauan Wilayah Setempat).

Tujuan PWS adalah memanfaatkan potensi data yang paling minimal dengan

mengembangkan indikator yang cukup sensitif bagi pemantauan penyelenggaraan program

imunisasi sehingga dapat dikatakan secara cepat kelurahan mana yang berhasil dan yang

kurang berhasil dalam program imunisasi serta tindakan atau upaya yang diperlukan untuk

memperbaikinya. (Dinkes Jakarta, 2000)

Indikator PWS yang dipergunakan :

1. Untuk mengukur jangkauan program (pemerataan pelayanan)

Jumlah imunisasi DPT 1DPT 1 = x 100 %

Jumlah bayi lahir dalam 1 tahun

Page 15: BAB II Kronjo Imunisasi

2. Untuk mengukur tingkat perlindungan (efektifitas program)

3. Untuk mengukur manajemen program (efisiensi program)

Target DO tidak boleh melebihi 10 %

(Dinkes Tangerang, 2000)

Alat pemantauan ini berfungsi untuk meningkatkan cakupan, jadi sifatnya lebih

memantau kuantitas program. Dipakai pertama kalinya di Indonesia pada tahun 2005 dan

dikenal dengan nama Local Area Monitoring (LAM). LAM terbukti efektif kemudian diakui

WHO untuk diperkenalkan di negara lain. Grafik LAM disempurnakan menjadi yang

dikenal sekarang dengan PWS. (Depkes RI, 2003c)

II. 1. 8. Indikator Pemantauan Wilayah Setempat

Target Jangkauan Program 98%

Target Efektifitas Program 95%

Target Efisiensi Program (Drop Out) 3,1 %

(Sumber : Puskesmas Kecamatan Kronjo, 2011a)

II.2. Evaluasi Program

Untuk mengetahui keberhasilan suatu program, maka dilakukan evaluasi. Menurut

WHO (World Health Organization), evaluasi adalah suatu cara belajar yang sistematis dari

DPT 1 – Polio 3Drop Out (DO) = x 100 %

DPT 1

Jumlah imunisasi Polio 3Polio 3 = x 100 %

Jumlah bayi lahir dalam 1 tahun

Page 16: BAB II Kronjo Imunisasi

pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan dan perencanaan

suatu program melalui penilikan secara seksama berbagai kemungkinan.

Evaluasi program kesehatan merupakan bagian dari proses managerial

Pembangunan Kesehatan Nasional yang lebih luas. Maksud dan tujuan evaluasi program

kesehatan adalah memperbaiki program-program kesehatan dan dinas-dinas untuk

melaksanakannya dan mengarahkan alokasi sumber daya, tenaga dan dana kepada program-

program dan dinas-dinas yang ada saat ini dan dimasa mendatang. Sebagaimana telah

diketahui, evaluasi merupakan salah satu fungsi administrasi.

Yang dimaksud dengan administrasi adalah suatu koordinasi secara rasional aktivitas

sejumlah orang untuk mencapai tujuan bersama, dan ini mungkin dicapai dengan

mendistribusikan tugas dan fungsi serta menetapkan hirarki dari wewenang dan tanggung

jawab. (Azwar, 1996)

Aspek fundamental dari administrasi terdiri dari:

Ada tujuan yang hendak dicapai (objective).

Ada sejumlah orang yang berkemampuan untuk kerja sama (motivasi).

Ada struktur dari wewenang dengan tanggung jawab (communication).

(Azwar, 1996)

Adapun fungsi administrasi adalah:

1. Perencanaan (Planning), yaitu penyusunan konsep kegiatan yang akan dilaksanakan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Pengorganisasian (Organizing), yaitu pengaturan secara rasional berbagai kegiatan

dari seluruh individu tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang dimiliki melalui

pengaturan pembagian kerja dan fungsi menurut perjenjangan secara bertanggung

jawab.

Page 17: BAB II Kronjo Imunisasi

3. Pelaksanaan (Actuating), yaitu mewujudkan rencana dengan mempergunakan

organisasi yang terbentuk menjadi kenyataan. Dengan perkataan lain, rencana

tersebut dilaksanakan atau diaktualisasikan.

4. Pengawasan (Controlling), yaitu proses mengukur penampilan pelaksanaan suatu

program yang kemudian dilanjutkan dengan mengarahkannya sedemikian rupa

sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

5. Penilaian (Evaluation), yaitu suatu cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatan-

kegiatan yang sedang berlangsung sekarang, dan untuk meningkatkan perencanaan

yang lebih baik dengan menyeleksi secara seksama alternatif-alternatif tindakan yang

akan datang. (Azwar, 1996).

Secara praktis, ruang lingkup evaluasi tersebut dapat dibedakan atas 4 kelompok :

1. Penilaian terhadap masukan (Input)

Termasuk dalam penilaian terhadap masukan ini adalah yang menyangkut

pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga maupun sumber

sarana.

2. Penilaian terhadap proses (Process)

Penilaian terhadap proses lebih dititikberatkan pada pelaksanaan program, apakah

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang dimaksud di sini

mencakup semua tahap administrasi, mulai dari tahap perencanaan,

pengorganisasian, dan pelaksanaan program.

3. Penilaian terhadap keluaran (Output)

Yang dimaksud dengan penilaian tehadap keluaran adalah penilaian terhadap hasil

yang telah dicapai dari dilaksanakannya suatu program.

4. Penilaian terhadap dampak (Impact)

Page 18: BAB II Kronjo Imunisasi

Proses Keluarann

DampakMasukan

Umpan Balik

Penilaian terhadap dampak program mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari

dilaksanakannya suatu program. (Azwar, 1996).

Gambar II.2.1. Skema Ruang Lingkup Penilaian Program Kesehatan

(Sumber: Azwar, 1996, modifikasi oleh penulis)

Untuk menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang baik telah diakui

perlunya penerapan ilmu administrasi. Semua fungsi administrasi yang menyangkut

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, bertujuan untuk

mengupayakan tercapainya penyediaan dan penyelengaraan dan pelayanan kesehatan yang baik

tersebut. Untuk itulah berbagai teknik administrasi telah diterapkan, salah satu diantaranya

adalah lingkaran pemecahan masalah. Evaluasi atau penilaian sebagai salah satu fungsi

administrasi, termasuk dalam lingkaran pemecahan masalah tersebut. (Azwar, 1996).

II.3. Pendekatan Sistem

Pengertian sistem banyak macamnya. Beberapa di antaranya yang dipandang

cukup penting adalah:

1. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu

proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya

menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.

Penilaian Program Kesehatan

Lingkungan

Page 19: BAB II Kronjo Imunisasi

2. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling

berhubungan yang bekerja sebagai suatu unit organik untuk mencapai keluaran yang

dinginkan secara efektif dan efisien.

3. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan membentuk satu

kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian bekerja sama secara bebas

dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam situasi yang majemuk pula.

4. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang

berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(Azwar, 1996)

Pengertian sistem kesehatan adalah gabungan dari pengertian sistem dan

pengertian kesehatan. Untuk ini banyak rumusan pernah disusun. Salah satu diantaranya

ialah yang dikemukakan WHO (1984). Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai

faktor yang komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan, keluarga,

kelompok dan ataupun masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.(Azwar, 1996)

Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu

yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu rangkai berbagai unsur

atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk satu kesatuan dan

secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok

atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan

administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan

sistem (system approach). Pada saat ini batasan tentang pendekatan sistem banyak

macamnya, beberapa yang terpenting adalah:

Page 20: BAB II Kronjo Imunisasi

1. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam

merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga

dapat berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(L.James Harvey).

2. Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metoda analisa, desain

dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan

efisien.

3. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berfikir yang sistematis dan logis

dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang

dihadapi.

Dari batasan tentang pendekatan sistem ini dengan mudah dipahami bahwa

prinsip pokok pendekatan sistem dalam pekerjaan administrasi dapat dimanfaatkan untuk

dua tujuan, yang pertama untuk membentuk sesuatu sebagai hasil dari pekerjaan

administrasi. Kedua, untuk menguraikan sesuatu yang telah ada dalam administrasi

(Azwar, 1996)

Unsur sistem

Telah disebutkan bahwa sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling

berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen

tersebut ialah sesuatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian, maka tidak

ada yang disebut dengan sistem tersebut. Bagian atau elemen tersebut banyak macamnya,

yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan dalam enam unsur saja, yakni:

1. Masukan (Input)

Page 21: BAB II Kronjo Imunisasi

Adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang

diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Masukan ini dikenal pula

dengan nama perangkat administrasi ( tools of administration ). Masukan dan

atau perangkat administrasi tersebut banyak macamnya dan pada umumnya terdiri

dari manusia (man), uang (money), waktu (minute), sarana (material), metode

(method), pasar (market) serta mesin (machinery).

2.Proses (Process)

Adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang

berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Proses

dikenal pula dengan nama fungsi administrasi (function of administration).

George R.Terry membedakan fungsi administrasi atas enam macam yakni

perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating) dan

pengawasan (controlling). Fungsi administrasi menurut Terry ini terkenal dengan

singkatan POACE ( Planning, Organizing, Actuating, Controlling, ).

3. Keluaran (Output)

Adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya

proses dalam sistem.

4. Umpan Balik (Feed Back)

Adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem

dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.

5. Dampak (Impact)

Adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.

6. Lingkungan (Environment)

Adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi

mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.(Azwar, 1996)

Page 22: BAB II Kronjo Imunisasi

Gambar II.3 Hubungan unsur-unsur sistem

(Sumber : Azwar, 1996)

II.4. Siklus Pemecahan Masalah

Untuk bidang kesehatan, langkah-langkah yang sering dipergunakan dalam proses

perencanaan adalah mengikuti prinsip lingkaran pemecahan masalah (problem solving cycle).

Sebagai langkah pertama dilakukan upaya menetapkan prioritas masalah (problem priority).

Adapun yang dimaksud dengan masalah disini ialah kesenjangan antara apa yang ditemukan

(what is) dengan apa yang semestinya (what should be). Ditinjau dari sudut pelaksanaan program

kesehatan, penetapan prioritas masalah ini dipandang amat penting. Paling tidak ada dua alasan

yang ditemukan. Pertama, terbatasnya sumber daya yang tersedia, dan karena itu tidak mungkin

menyelesaikan semua masalah. Kedua, karena adanya hubungan antara satu masalah dengan

masalah lainnya, dan karena itu tidak perlu semua masalah diselesaikan

Gambar II.4. Siklus pemecahan masalah

Dampak

Lingkungan

Masukan Proses Keluaran

Umpan balik

Page 23: BAB II Kronjo Imunisasi

Pengumpulan data

Pengolahan data

Penyajian data

Memilih prioritas masalah

PENETAPAN PRIORITAS JALAN

KELUAR

Menetapkan alternatif jalan keluar

Memilih prioritas jalan keluar

Uji lapangan

Perbaikan jalan keluar

Penyusunan rencana kerja

KEBERHASILAN 0%

Menarik kesimpulan

Penyajian data

Pengolahan data

Pengumpulan data

PENILAIAN

KEBERHASILAN 100%

KEBERHASILAN 0 S/D 100%

PERBAIKAN RENCANA KERJA

Pengawasan

Pengendalian

Penilaian promotif

PELAKSANAAN RENCANA

KERJA

PENETAPAN PRIORITAS MASALAH

( Sumber: Azwar, 1988)