17 BAB II KONSEP DAN PENGATURAN LEMBAGA GANTI RUGI DALAM PENYELESAIAN GANTI RUGI AKIBAT PENGOPERASIAN BENDA- BENDA ANGKASA BUATAN 2.1 Konsep Benda-Benda Angkasa Buatan Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, sejarah telah menunjukkan bahwa aktifitas manusia di luar angkasa terus berkembang guna memberikan manfaat bagi kehidupan seluruh umat manusia. Berdasarkan International Telecommunications Union (ITU) 1 , benda angkasa buatan adalah kendaraan buatan manusia yang dipergunakan di luar bagian atmosfir permukaan bumi. Sedangkan menurut NASA 2 , benda angkasa buatan merupakan “pesawat, baik berawak maupun tak berawak manusia, yang ditujukan ke orbit bumi atau lintasan angkasa lain. Dengan kata lain, benda angkasa buatan dapat berupa satelit, 1 ITU dibentuk di Paris pada tahun 1865 dengan nama International Telegraph Union dan menjadi International Telecommunications Union pada tahun 1932. Pada tahun 1947 ITU menjadi badan sendiri dalam organisasi PBB. Pada awalnya wilayah keahlian ITU merupakan telegraf, namun sekarang ITU telah mencakup seluruh sektor ICT, dari penyiaran digital ke Internet, dan dari teknologi mobile untuk TV 3D. ITU melakukan banyak perkembangan di bidang satelit komunikasi yang berfungsi untuk kepentingan perkembangan ekonomi, teknologi dan ilmu pengetahuan serta melakukan harmonisasi kominikasi antar negara. 2 Kongres dan Presiden Amerika Serikat mendirikan National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada tanggal 1 Oktober 1958, mengingat adanya urgensi untuk menyediakan sarana dan prasarana eksplorasi penerbangan di luar atmosfir permukaan bumi. NASA pertama kali mengadakan program astronot tunggal untuk penerbangan luar angkasa bernama Mercury selama 1961-1963 untuk memastikan apakah manusia bisa bertahan hidup di ruang angkasa dan program-program lainnya yang menerbangkan astronot ke luar angkasa sampai para remote sensing melalui satelit bumi untuk mengumpulkan informasi serta pemantauan lingkungan) serta lokakarya orbital lainnya untuk astronot dan Skylab. (Steve Garber and Roger Launius dalam The Brief History of NASA).
30
Embed
BAB II KONSEP DAN PENGATURAN LEMBAGA GANTI … II DANI... · 17 bab ii konsep dan pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
17
BAB II
KONSEP DAN PENGATURAN LEMBAGA GANTI RUGI DALAM
PENYELESAIAN GANTI RUGI AKIBAT PENGOPERASIAN BENDA-
BENDA ANGKASA BUATAN
2.1 Konsep Benda-Benda Angkasa Buatan
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, sejarah telah menunjukkan
bahwa aktifitas manusia di luar angkasa terus berkembang guna memberikan
manfaat bagi kehidupan seluruh umat manusia. Berdasarkan International
Telecommunications Union (ITU)1, benda angkasa buatan adalah kendaraan
buatan manusia yang dipergunakan di luar bagian atmosfir permukaan bumi.
Sedangkan menurut NASA2, benda angkasa buatan merupakan “pesawat, baik
berawak maupun tak berawak manusia, yang ditujukan ke orbit bumi atau lintasan
angkasa lain. Dengan kata lain, benda angkasa buatan dapat berupa satelit,
1 ITU dibentuk di Paris pada tahun 1865 dengan nama International Telegraph Union dan
menjadi International Telecommunications Union pada tahun 1932. Pada tahun 1947 ITU
menjadi badan sendiri dalam organisasi PBB. Pada awalnya wilayah keahlian ITU merupakan
telegraf, namun sekarang ITU telah mencakup seluruh sektor ICT, dari penyiaran digital ke
Internet, dan dari teknologi mobile untuk TV 3D. ITU melakukan banyak perkembangan di bidang
satelit komunikasi yang berfungsi untuk kepentingan perkembangan ekonomi, teknologi dan ilmu
pengetahuan serta melakukan harmonisasi kominikasi antar negara.
2 Kongres dan Presiden Amerika Serikat mendirikan National Aeronautics and Space
Administration (NASA) pada tanggal 1 Oktober 1958, mengingat adanya urgensi untuk
menyediakan sarana dan prasarana eksplorasi penerbangan di luar atmosfir permukaan bumi.
NASA pertama kali mengadakan program astronot tunggal untuk penerbangan luar angkasa
bernama Mercury selama 1961-1963 untuk memastikan apakah manusia bisa bertahan hidup di
ruang angkasa dan program-program lainnya yang menerbangkan astronot ke luar angkasa
sampai para remote sensing melalui satelit bumi untuk mengumpulkan informasi serta
pemantauan lingkungan) serta lokakarya orbital lainnya untuk astronot dan Skylab. (Steve Garber
and Roger Launius dalam The Brief History of NASA).
18
peluncur satelit, stasiun luar angkasa, kontainer atau pesawat lainnya yang
ditujukan ke luar angkasa.3
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang telah dicapai di
bidang keantariksaan telah memungkinkan dan membuka kesempatan yang cukup
besar bagi berbagai pihak maupun negara tertentu untuk melakukan kegiatan di
ruang angkasa. Kegiatan dalam bidang keantariksaan ini nampaknya akan terus
meningkat baik mengenai jumlah negara yang terlibat di dalamnya maupun
mengenai ruang lingkupnya. Pendaratan yang dilakukan oleh astronot Amerika
Serikat di bulan dengan mulus merupakan kejadian yang menggemparkan dunia
internasional dan sekaligus menaikkan gengsi Amerika Serikat di forum
internasional.
Memang, berbagai bentuk pesawat ruang angkasa (flight instrumentalities)
telah diciptakan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet (sekarang bernama Rusia).
Berbagai bentuk satelit, stasiun ruang angkasa serta kendaraan ruang angkasa
lainnya telah mengorbit bumi atau menjelajahi ruang angkasa. Semua alat-alat
atau benda-benda buatan manusia itu telah dimanfaatkan guna peningkatan
kualitas dan taraf hidup manusia, penelitian ilmu pengetahuan dan pencarian
sumber-sumber alam baru.
Salah satu hal yang sedang berkembang pesat dalam era modern ini adalah
komersialisasi ruang angkasa. Hal ini adalah suatu fenomena baru memasuki abad
3 Luis Fernando Fiallos Pazmino, “Legal Aspects of Launching and Operating Spacecraft”,
(Tesis Master McGill University, 2003), hlm. 32.
19
ke-21 ini. Walaupun era komersialisasi ruang angkasa telah berlangsung dalam
dunia ini, namun belum ada perjanjian-perjanjian internasional yang mengatur
pengertian dan istilah komersialiasi ruang angkasa atau definisi istilah lain yang
mempunyai maksud yang sama. Untuk sementara dapat dikemukakan bahwa
komersialisasi ruang angkasa itu adalah segala macam aktivitas yang
berhubungan ruang angkasa untuk memperoleh suatu keuntungan ekonomis.
Aktivitas komersial ini dilakukan oleh badan-badan pemerintah ataupun
swasta, nasional maupun badan internasional antara lain NASA dan Organisasi
Internasional lainnya. Banyak juga aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh badan-
badan semi pemerintah yang melibatkan perusahaan swasta atau yang sahamnya
dimiliki swasta.
Bentuk-bentuk aktivitas yang telah atau sedang berkembang untuk di
komersialkan adalah :4
1. komunikasi
2. penginderaan jauh
3. sistem transportasi ruang angkasa
4. pengolahan bahan
5. pembangkit tenaga
4 Wahyuni Bahar, Pertanggungjawaban Negara Terhadap Aktivitas Komersial di Ruang
Angkasa, Hukum Dan Perkembangannya, Editor E. saefullah Wiradipradja dan Mieke Komar
Kantaatmadja, (Bandung: Remaja Karya CV, 1988), hlm. 165.
20
6. pertambangan
Semua bentuk kegiatan atau aktivitas di atas sangat menentukan tingkat
kemajuan di masa yang akan datang. Aktivitas komersial di ruang angkasa di satu
sisi memang memberikan dampak positif bagi kehidupan tetapi di sisi lainnya
aktivitas komersial ruang angkasa juga dapat menimbulkan dampak negatif.
Salah satu indikator perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas komersial
di ruang angkasa adalah besarnya peningkatan frekuensi dan jumlah peluncuran
satelit serta penempatan benda antariksa (satelit dan roket) di ruang angkasa.
Frekuensi dan peluncuran satelit pun akan semakin meningkat mengingat
meningkatnya kebutuhan akan pemanfaatan satelit baik untuk keperluan
telekomunikasi maupun keperluan lainnya seperti: penginderaan jauh,
meteorologi, navigasi, siaran televisi secara langsung melalui satelit serta kegiatan
militer.
Perkembangan kegiatan antariksa dan peluncuran benda-benda antariksa
buatan manusia yang selanjutnya disebut sebagai benda antariksa (space objects)
yang diakibatkan oleh komersialisasi ruang angkasa akan berlanjut tanpa
hentinya. Pada saat ini banyak sekali benda-benda antariksa buatan manusia
berupa satelit, fragment dari satelit atau roket yang berada di ruang angkasa, dan
itu semua akan semakin bertambah banyak seiring dengan terus berjalannya
aktivitas komersial di ruang angkasa.
Adapun pengoperasian benda-benda angkasa buatan tersebut berlangsung
untuk aktifitas luar angkasa sebagai berikut:
21
1. Satelit komunikasi (Communication Satellite)
Berdasarkan ITU, Radio Regulation sebagaimana diperbarui oleh WRC-
97, telekomunikasi memuat setiap transmisi, emisi, atau penerimaan tanda, sinyal,
tulisan, gambar dan suara melalui wire, radio, optik atau sistem elektromagnetik
lainnya.5
2. Remote sensing
3. Global Navigation Satellite System (GNSS)
4. Wisata Luar Angkasa (Space Tourism)
5. Transportasi Komersil Angkasa (Commercial Space Transport)
Sehubungan dengan hal di atas, berikut jenis-jenis benda angkasa buatan
yang telah berkembang hingga saat ini:
1. Satelit
Satelit buatan merupakan benda yang mengitari benda lain yang massanya
lebih besar dan gerakan ditentukan oleh kekuatan dari benda lainnya.
Misalnya satelit Palapa yang mengelilingi Bumi. Satelit Buatan terdiri dari
macam-macam jenis tergantung dari fungsinya.
“Berikut jenis-jenis satelit buatan:6
5 Luis Fernando Fiallos Pazmino, Op.Cit., hlm. 12.
6 Ibid., hlm. 35.
22
1. Satelit astronomi adalah satelit yang digunakan untuk mengamati
planet, galaksi, dan benda luar angkasa lainnya.
2. Satelit komunikasi adalah satelit buatan yang dipasang di angkasa
dengan tujuan telekomunikasi.
3. Satelit pengamat bumi adalah satelit yang dirancang khusus untuk
mengamati bumi seperti pengamatan lingkungan, meteorologi,
pembuatan peta, dan lain sebagainya.
4. Satelit navigasi adalah satelit yang menggunakan sinyal radio yang
disalurkan ke penerima dipermukaan tanah untuk menentukan lokasi
sebuah titik dipermukaan bumi seperti mengukur jarak antar
bangunan.
5. Satelit mata-mata adalah satelit pengamat bumi yang digunakan untuk
tujuan militer atau mata-mata.
6. Satelit cuaca adalah satelit yang diguanakan untuk mengamati cuaca
dan iklim di bumi.
7. Satelit tenaga surya adalah satelit yang diusulkan dibuat di orbit Bumi
tinggi yang menggunakan transmisi tenaga gelombang mikro untuk
menyorotkan tenaga surya kepada antena sangat besar di bumi yang
dpaat digunakan untuk menggantikan sumber tenaga konvensional.
8. Stasiun angkasa adalah struktur buatan manusia yang dirancang
sebagai tempat tinggal manusia di luar angkasa. Stasiun luar angkasa
dibedakan dengan pesawat angkasa lainnya oleh ketiadaan propulsi
pesawat angkasa utama atau fasilitas pendaratan; Dan kendaraan lain
digunakan sebagai transportasi dari dan ke stasiun. Stasiun angkasa
dirancang untuk hidup jangka-menengah di orbit, untuk periode
mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan.
9. Satelit miniatur adalah satelit yang ringan dan kecil. Klasifikasi baru
dibuat untuk mengkategorikan satelit-satelit ini: satelit mini (500–200
kg), satelit mikro (di bawah 200 kg), satelit nano (di bawah 10 kg).”
Sejak keberhasilan Uni Soviet meluncurkan satelitnya yang diberi nama
Sputnik I, maka Amerika Serikat berusaha pula untuk menyaingi atau setidak-
tidaknya mensejajarkan kedudukannya dengan pihak Uni Soviet dalam berbagai
kemajuan khususnya teknologi ruang angkasa.
2. Kendaraan Peluncur (Launch Vehicle)
23
Kendaraan Peluncur merupakan benda angkasan buatan yang digunakan
untuk memindahkan manusia dan kargo dari dan ke orbit bumi, atau dapat pula
membawa satelit yang akan ditempatkan di sekitar bumi. Kendaraan peluncur ini
dapat digunakan secara berulang kali (Reusable Launch Vehicle) dan sekali pakai
(Expendable Launch Vehicle).7
3. Stasiun Luar Angkasa (Space Station)
Stasiun luar angkasa digunakan untuk berbagai macam fungsi dan
kegunaan terutama, dimana tidak hanya digunakan untuk kepentingan penelitian
namun juga untuk kepentingan umum. Adapun stasiun ini dipergunakan untuk
berbagai uji material yang tidak dapat diuji secara efektif di bumi dalam bidang
farmasi, pula stasiun ini dipergunakan bagi manusia dalam hal mengeksplorasi
ruang angkasa berupa perjalanan ke planet lainnya atau bintang.8
2.2 Konsep Pengoperasian Benda-Benda Angkasa Buatan
Pengoperasian benda angkasa buatan dalam menyelenggarakan kegiatan
luar angkasa diatur dalam Konvensi Peaceful Uses of Outer Space, terlebih lagi
setelah dibentuknya komite ad hoc yakni Committee on the Peaceful Uses of
Outers Space (COPUOS). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, COPOUS
merupakan badan yang membantu pembentukan Outer Space Treaty dimana
Outer Space Treaty menyatakan bahwa negara harus bertanggung jawab atas
7 Ibid., hlm. 38.
8 Ibid., hlm. 43
24
setiap kegiatan nasionalnya yang dilakukan di luar angkasa dalam hal
mempergunakan dan mendayagunakan benda angkasa buatan.
Outer Space Treaty mewajibkan negara yang mengoperasikan benda
angkasa buatan untuk mendaftarkan setiap benda angkasa buatan yang
diluncurkan keluar angkasa, guna mengetahui negara mana yang nantinya akan
bertanggung jawab apabila terjadi kerugian yang timbul dalam hal benda angkasa
buatan tersebut mengalami kegagalan fungsi dan jatuh ke permukaan bumi.
Adapun Outer Space Treaty membatasi pengoperasian benda angkasa
buatan untuk hal-hal yang berhubungan dengan senjata nuklir atau senjata yang
massanya dapat merusak luar angkasa serta kewajiban negara peluncur untuk
tidak mengintervensi kepentingan negara peluncur lainnya dalam hal
mengeksplorasi dan menggunakan ruang angkasa. Hal tersebut menjadi tujuan
diwajibkannya pendaftaran benda angkasa buatan sebelum diluncurkan ke ruang
angaksa.
Dalam Liability Convention dijelaskan bahwa negara peluncur atau negara
yang ikut bersama-sama meluncurkan atau negara yang memberi fasilitas
peluncuran atau Organisasi Internasional yang ikut serta dalam peluncuran
benda-benda ruang angkasa, harus bertanggung jawab secara internasional atas
kerusakan dan atau kerugian yang diderita oleh negara lain baik terhadap harta
benda dan manusia, badan hukum maupun terhadap masalah kerugian yang
diderita oleh suatu pesawat udara dalam penerbangan sebagai akibat dari
pelaksanaan keantariksaan dari negara peluncur. Tanggung jawab yang harus
25
dipikul oleh negara peluncur adalah tanggung jawab mutlak dan anggung jawab
berdasarkan kesalaham. Prinsip ini terdapat dalam artikel I, II, III, IV, V dan
artikel VI Liability Convention 1972.
Berdasarkan artikel I ayat (c) negara peluncur bukan hanya negara yyang
meluncurkan benda-benda angkasa itu saja akan tetapi juga dapat dikategorikan
sebagai negara peluncur, yaitu negara yang mendapat kesempatan ikut
meluncurkan obyek ruang angkasa, negara yang wilayahnya atau yang
memberikan fasilitas dari mana obyek ruang angkasa tersebut diluncurkan, turut
bertanggung jawab atas kerugian disebabkan oleh peluncuran itu.
Maka dengan demikian, suatu negara dapat memenuhi syarat sebagai
negara peluncur apabila :9
1. Negara itu meluncurkan benda ruang angkasa dari wilayahnya
dengan menggunakan sarananya sendiri; atau
2. Negara itu meluncurkan benda ruang angkasa dari wilayah negara
lain, berdasarkan perjanjian dengannya, dengan menggunakan
sarananya sendiri atau sarana setempat; atau
3. Mengadakan peluncuran benda ruang angkasa negara lain atau
badan nonpemerintah lainnya; atau
9 J.E.S. Fawcett, Outer Space : New Challenges to Law and Policy, Clarendon Press,
Oxford, 1984, hlm. 25.
26
4. Menyediakan sarana peluncuran untuk digunakan oleh negara lain
di dalam wilayah negara lain itu.
Di samping itu, manakala terdapat dua atau lebih negara yang terlibat di
dalam upaya peluncuran benda-benda ruang angkasa, maka dalam hal ini mereka
menentukan siapa yang akan menjadi negara pendaftarnya (State of Registry).
2.3 Konsep Ganti Rugi Akibat Pengoperasian Benda-Benda Angkasa
Buatan
Outer Space Treaty merupakan magna charta10
dari rezim hukum
angkasa, yang di dalamnya terdapat aturan-aturan dasar yang harus dipatuhi dalam
menjalankan kegiatan ruang angkasa. Sementara Liability Convention yang
merupakan penjelasan dari Pasal VI dan VII dari Outer Space Treaty, lebih
khusus mengatur mengenai konsep liability dalam hal terjadi damage. Dengan
demikian, ketentuan keduanya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan,
khususnya ketika membahas mengenai damage yang terjadi di ruang angkasa.
Liability Convention merupakan pengaturan mengenai tanggung jawab
untuk kerugian yang ditimbulikan oleh space objects atau benda angkasa.
Liability Convention digunakan sebagai pedoman dasar untuk mengajukan ata
10
Magna Charta atau The Great Charter adalah piagam yang diberikan oleh Raja John
dari Inggris pada tahun 1215. Piagam ini merupakan perjanjian perdamaian pertama, yang
menjadi jaminan mendasar bagi warga negara Inggris. Prinsip-prinsip di dalamnya mengatur
bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan kebebasan, kebahagiaan, serta kenikmatan
hidup. Prinspi prinsip ini kemudian menjadi dasar konstitusi Inggris.
Maksud dari istilah ‘magna charta dari rezim hukum angkasa’ adalah prinsip-prinsip
yang menjadi dasar atau prinsip utama yang mengatur hukum angkasa.
27
mengklaim pertanggung jawaban atas benda angkasa yang jatuh ke bumi.
Liability Convention ini mengandung 4 lingkup atau sudut pandang, yaitu lingkup
geografis, lingkup benda (material), lingkup fungsional/personal, dan lingkup
waktu. Dengan meninjau keempat susut pandang ini, maka dapat terlihat hal-hal
seperti: di wilayah ruang mana saja konvensi ini dapat berlaku; dapat dikenakan
pada siapa saja serta apa saja yang menjadi tujuan darikonvensi dan akhirnya
dapat pula dilihat waktu berlakunya konvensi ini.
2.3.1 Tujuan Mengenai Konsep Liability
Untuk membahas mengenai tanggung jawab negara dalam hal terjadi
damage, maka diperlukan adanya tinjauan mengenai konsep tanggung jawab
negara atau dalam hal ini adalah konsep yang disebut dengan liability. Dalam hal
damage terjadi di wilayah ruang angkasa, maka berlaku konsep fault liability
terhadap pemilik dari benda angkasa tersebut.11
Apabila pemilik terhadap suatu
benda angkasa terdapat lebih dari satu, maka berlaku konsep joint liability
terhadapnya.12
Namun demikian, dalam rezim hukum angkasa terdapat konsep
tanggung jawab negara selain liability, yaitu responsibility. Hal ini seringkali
menimbulkan kerancuan dalam implementasinya. Maka dari itu, tinjauan
mengenai konsep liability ini dibahas dalam tiga sub-bab, yaitu 1) perbedaan
konsep tanggung jawab negara antara liability dengan responsibility, 2) konsep
fault liability, serta 3) konsep joint liability.
11
Pasal III, Liability Convention.
12 Pasal V, Liability Convention.
28
2.3.2 Perbedaan konsep tanggung jawab negara antara liability dengan
responsibility
Sebelum masuk pada pembahasan konsep liability secara lebih lanjut,
penulis perlu membahas dan membedakan mengenai dua jenis konsep tanggung
jawab negara. Dua konsep tanggung jawab negara yang dimaksud adalah
responsibility dan liability. Keduanya merupakan dua terminologi penting yang
terkandung pada hukum internasional. Meskipun memiliki makna yang sama
yaitu tanggung jawab, namun terdapat perbedaan yang jelas dari kedua konsep
tersebut. Outer Space Treaty 1967 mengatur mengenai responsibility pada Pasal
VI, dan pada Pasal VII dari perjanjian yang sama mengatur mengenai liability.
Pasal VI Outer Space Treaty berbunyi sebagai berikut:
“State Parties to the Treaty shall bear international responsibility for
national activities in outer space, [......] whether such activities are carried out by
governmental agencies or by non-governmental entities, and for assuring that
national activities are carried out in conforminty with the provisions set forth in
the present Treaty. [......] ”
Dapat dilihat bahwa Pasal VI Outer Space Treaty berbicara mengenai
international responsibility sebuah negara. Dalam hal tersebut Negara
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa segala aktivitas nasional yang
berhubungan dengan kegiatan eksplorasi ruang angkasanya, baik yang dilakukan
oleh pemerintah maupun oleh privat, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam
29
perjanjian tersebut.13
Sedangkan Pasal VII dari perjanjian yang sama, berbunyi
sebagai berikut:
“Each State Party that launches or procures the launching of an object
into outer space, [.....], is internationally liable for damage to another State Party
to the Treaty or to its natural or juridical persons by such object or its component
parts [......]”
Konsep tanggung jawab yang diatur pada pasal VII di atas menekankan
pada liability atau tanggung jawab sebuah negara terhadap kerusakan atau damage
yang disebabkan kepada negara peserta lainnya, warga negaranya, dan juga
properti dari negara tersebut.14
Sepintas dua konsep tersebut terlihat berdiri sendiri dan tidak terikat satu
sama lain. Namun demikian pada faktanya, beberapa terjemahan otentik dari
Outer Space Treaty, seperti Cina, Prancis, Rusia, Spanyol, dan Indonesia hanya
menggunakan satu terminologi untuk menjelaskan keduanya.15
Adanya satu
terminologi yang menerjemahkan dua konsep berbeda ini seringkali menimbulkan
kerancuan. Hal ini telah lama menjadi bahan diskusi yang dibicarakan oleh para
penulis hukum ruang angkasa mengenai bagaimana seharusnya memberikan
13
Frans G. Von der Dunk, “Liability versus Responsibility in Space Law: Misconception
or Misconstruction?”, Proceedings of the Thirty-fourth Colloquium on the Law of Outer Space,
(1992), hal 363.
14 Ibid.
15 Bin Cheng, “Article VI of the 1967 Space Treaty Revised: „International
Responsibility‟, „National Activities‟, and „The Appropriate State‟ ”, Journal of Space Law Vol.
26-1, (1998), hal. 10.
30
interpretasi terhadap definisi yang samar terhadap liability dan responsibility pada
Pasal VI dan Pasal VII.16
Perbedaan yang mendasar dari konsep responsibility dan liability adalah
bahwa responsibility menekankan pada adanya suatu tindakan pelanggaran
terhadap hukum internasional. Sementara liability menekankan pada timbulnya
efek berbahaya (harmful effect) dari suatu aktivitas yang tidak harus semata-mata
merupakan pelanggaran hukum internasional.17
Seorang ahli hukum angkasa, Bin Cheng, menjelaskan mengenai
perbedaan dari kedua konsep tersebut, bahwa :
i. Responsibility merupakan pertanggungjawaban terhadap suatu
tindakan maupun kelalaian pada pentaatan terhadap sistem norma,
baik norma moral, agama, politik, atau norma lainnya. Pada norma
hukum, responsibility merupakan tanggung jawab seseorang untuk
memenuhi segala kewajiban hukum yang dibebankan kepadanya,
serta segala pelanggaran dari kewajiban hukum tersebut.18
Pelanggaran terhadap kewajiban hukum menimbulkan kewajiban
lainnya, yaitu untuk melakukan reparasi terhadap segala kerusakan
16
Von Der Dunk, “Liability versus Responsibility in Space Law: Misconception or
Misconstruction?”.
17 Rebecca M. Wallace, International Law, (Sweet & Maxwell, 2003), hal. 203.
18 Bin Cheng, General Principles of Law as Applied by International Courts and
Tribunals Part III: General Principles of Law in the Concept of Responsibility, (Cambridge:
Grotius, 1987), hal. 163-164.
31
yang disebabkannya.19
Namun apabila tidak terjadi kerusakan yang
ditimbulkan dari pelanggaran tersebut, maka tanggung jawab yang
dibebankan adalah untuk kembali mengikuti norma yang berlaku
demi terciptanya keserasian hukum. Contoh konkritnya adalah
ketika seorang pengemudi melanggar lampu merah. Apabila
pelanggaran tersebut menimbulkan adanya korban, maka
pengemudi bertanggung jawab untuk melakukan reparasi terhadap
korban. Namun pada kebanyakan pelanggaran lampu lalu lintas,
tidak terdapat korban maupun kerugian yang disebabkan olehnya.
Meskipun demikian, setiap pengemudi tetap bertanggung jawab
untuk tidak melanggar kewajibannya dengan menaati lampu lalu
lintas demi tercapainya ketertiban dan keserasian hukum.
ii. Sementara liability adalah terminologi yang digunakan untuk
menunjukkan kewajiban untuk menanggung konsekuensi yang
timbul dari pelanggaran norma hukum, khususnya adalah
kewajiban untuk melakukan reparasi terhadap segala kerusakan
yang disebabkan, berbentuk pembayaran moneter atau kompensasi.
Terminologi ini seringkali digunakan secara umum untuk
menunjukkan kewajiban hukum untuk memperbaiki kerusakan
atau kerugian yang terjadi, terlepas dari adanya kesalahan
19
Permanent Court of International Justice (PCIJ): Chorzow Factory case (Merits), Series
A, No. 17, hal. 29, dan 47 (1928) where the Court stated: "reparation must, as far as possible, wipe
out all the consequences of the illegal act and re-establish the situation which would, in all
probability, have existed if that act had not been committed".
32
apapun.20
Bentuk pembayaran moneter terhadap kerugian atau
kerusakan ini salah satunya adalah dengan restitutio in integrum21
.
Pada restitutio in integrum, reparasi dilakukan untuk
mengembalikan keadaan seperti semula seakan-akan tidak pernah
terjadi kerusakan sebelumnya.22
Contoh konkrit dari konsep
liability ini adalah ketika adanya kecelakaan lalu lintas dan
menabrak gerobak. Terlepas dari ada atau tidaknya unsur
pelanggaran hukum yang dilakukan dalam kecelakaan tersebut,
pengemudi tetap harus bertanggung jawab untuk membayar
kompensasi terhadap semua kerugian yang ditimbulkannya.
Dengan demikian, konsep responsibility timbul ketika terdapat
pelanggaran hukum internasional. Pada Pasal VI dijelaskan bahwa responsibility
merupakan kewajiban negara untuk memberikan regulasi dan kontrol terhadap
aktivitas ruang angkasanya, baik yang dijalankan oleh pemerintah maupun oleh
badan hokum privat, serta kewajiban suatu negara untuk memastikan bahwa tidak
melanggar ketentuan dalam perjanjian-perjanjian internasional. Sementara itu
konsep liability lebih menekankan pada kewajiban sebuah negara untuk
memberikan kompensasi atas terjadinya damage yang disebabkan oleh suatu
benda angkasa, terlepas dari damage tersebut disebabkan oleh adanya pelanggaran
20
Bin. Cheng, General Principles of Law as Applied by International Courts and
Tribunals Part III: General Principles of Law in the Concept of Responsibility.
21 Supra Note 41.
22 Ibid.
33
terhadap hukum internasional maupun tidak.23
Selain itu, konsekuensi yang
dihasilkan pada responsibility tidak serta merta melibatkan pembayaran
kompensasi atau ganti rugi, melainkan hanya memberikan kewajiban negara
untuk melakukan regulasi dan kontrol terhadap aktivitas ruang angkasanya sesuai
dengan prinsip-prinsip dalam Outer Space Treaty.24
Sedangkan konsekuensi yang
timbul dari adanya liability adalah dengan serta merta mewajibkan pelaku untuk
melakukan kompensasi atau pembayaran moneter terhadap kerugian yang
ditimbulkannya.25
Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pada rezim hokum angkasa, konsep responsibility lebih luas daripada konsep
liability. Dalam situasi apabila terdapat kerugian yang disebabkan oleh adanya
pelanggaran hukum, maka liability adalah bagian dari responsibility. Namun pada
situasi-situasi lainnya, responsibility dan liability adalah dua konsep yang berdiri
sendiri.
Liability Convention mengatur mengenai dua sistem liability yang berbeda
(dual system liability). Dua sistem liability ini dibedakan dari tempat terjadinya
damage, yaitu 1) di wilayah permukaan bumi, dan 2) di wilayah ruang angkasa.
Pada sistem yang pertama, berlaku absolute liability apabila damage terjadi di
wilayah permukaan bumi, hal ini diatur pada Pasal II. Sedangkan pada sistem
kedua, berlaku fault liability apabila damage terjadi di wilayah ruang angkasa,
23
W. B. Wirin, “Practical Implications of Launching State - Appropriate State