13 BAB II KONFLIK, PELA GANDONG, KONSELING LINTAS AGAMA DAN BUDAYA A. KONFLIK 1. KONFLIKTUAL HUBUNGAN ISLAM KRISTEN: LINTAS SEJARAH 1.1.Konteks Timur Tengah - Eropa Hugh Goddard, 1 mengungkapkan bahwasannya hubungan Islam-Kristen dalam bingkai sejarah dunia menorehkan catatan yang panjang dan meyakitkan. Keduanya lahir dan berkembang di Timur Tengah, dan berangsur-angsur merebah dan menancapkan pengaruh ke berbagai benua: Kristen di Eropa dan Amerika, sementara Islam di Afrika dan Asia. Selama dua abad terakhir, sebagai akibat dari hubungan dagang, migrasi dan pertumbuhan berbagai kerajaan, kedua komunitas itu berkembang semakin mendunia. Perjumpaan Islam-Kristen cenderung menimbulkan konflik di Eropa terutama di negara-negara pecahan Yugoslavia. Asia-Afrika: Filipina, sudan, Nigeria diricuhkan oleh konflik yang melahirkan sikap saling curiga dan mengikis rasa percaya. Selain itu, warisan konflik mulai dari ekspansi Islam pada periode awal, perang salib, hinga imperialisme Eropa. Goddard, 2 memberikan pemahaman yang fundamental dalam melihat hubungan Islam-Kristen melalui penelitian sejarahnya, sebagaimana teruraikan dalam periodesasi, sebagai berikut: 1.1.1. Periode perkembangan Kekritenan dan awal perjumpaannya dengan Islam di Timur Tengah (Abad IV) Pada periode ini, perkembangan yang penting berkaitan dengan asal-usul gereja Kristen dan komunitas Islam di Timur Tengah yakni, sebagai akibat dari masuknya Kaisar Romawi, Konstantinus ke dalam agama Kristen. Kekristenan yang pada saat itu adalah kelompok minoritas dengan sedikit atau bahkan tanpa pengaruh dan kekuasaan politik tiba-tiba menjadi agama resmi negara. Konversi 1 Hugh Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen: Titik Temu dan Titik Seteru Dua Komunitas Agama Terebesar di Dunia. (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013), 17 2 Hugh Goddard , Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen… (2013),7-190
60
Embed
BAB II KONFLIK, PELA GANDONG ... - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13318/2/T2_752012008_BAB II... · dari ekspansi Islam pada periode awal, perang salib,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
13
BAB II
KONFLIK, PELA GANDONG,
KONSELING LINTAS AGAMA DAN BUDAYA
A. KONFLIK
1. KONFLIKTUAL HUBUNGAN ISLAM KRISTEN: LINTAS SEJARAH
1.1.Konteks Timur Tengah - Eropa
Hugh Goddard,1 mengungkapkan bahwasannya hubungan Islam-Kristen
dalam bingkai sejarah dunia menorehkan catatan yang panjang dan meyakitkan.
Keduanya lahir dan berkembang di Timur Tengah, dan berangsur-angsur merebah
dan menancapkan pengaruh ke berbagai benua: Kristen di Eropa dan Amerika,
sementara Islam di Afrika dan Asia. Selama dua abad terakhir, sebagai akibat dari
hubungan dagang, migrasi dan pertumbuhan berbagai kerajaan, kedua komunitas
itu berkembang semakin mendunia. Perjumpaan Islam-Kristen cenderung
menimbulkan konflik di Eropa terutama di negara-negara pecahan Yugoslavia.
Asia-Afrika: Filipina, sudan, Nigeria diricuhkan oleh konflik yang melahirkan
sikap saling curiga dan mengikis rasa percaya. Selain itu, warisan konflik mulai
dari ekspansi Islam pada periode awal, perang salib, hinga imperialisme Eropa.
Goddard,2 memberikan pemahaman yang fundamental dalam melihat
hubungan Islam-Kristen melalui penelitian sejarahnya, sebagaimana teruraikan
dalam periodesasi, sebagai berikut:
1.1.1. Periode perkembangan Kekritenan dan awal perjumpaannya dengan
Islam di Timur Tengah (Abad IV)
Pada periode ini, perkembangan yang penting berkaitan dengan asal-usul
gereja Kristen dan komunitas Islam di Timur Tengah yakni, sebagai akibat dari
masuknya Kaisar Romawi, Konstantinus ke dalam agama Kristen. Kekristenan
yang pada saat itu adalah kelompok minoritas dengan sedikit atau bahkan tanpa
pengaruh dan kekuasaan politik tiba-tiba menjadi agama resmi negara. Konversi
1 Hugh Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen: Titik Temu dan Titik Seteru Dua
Komunitas Agama Terebesar di Dunia. (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013), 17 2 Hugh Goddard , Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen… (2013),7-190
14
agama konstantinus ke agama Kristen justru melahirkan perpecahan di tubuh
gereja yang semakin lama semakin berkembang dan memunculkan berbagai
komunitas Kristen. Islam sendiri muncul pada abad ketujuh dalam konteks
tercabik-cabiknya kekristenan oleh konflik internal dengan alasan teologis3
maupun geografis. Kondisi ini berperan penting dalam pembentukan peta politik
dan sosial di kawasan Timur Tengah yang kemudian menjadi panggung bagi
kelahiran komunitas Islam.4
1.1.2. Periode setelah wafatnya Muhamad (Abad VII).
Pada periode ini, Negara Islam berkembang dengan sangat pesat. Komunitas
Islam berkembang menjadi kekuatan dominan di Arab dan merambat sepuluh
tahun berikutnya. Ketika berhadapan dengan komunitas Kristen, kaum Muslim
mengambil dua sikap utama: keras atau konfrontatif dan lemah lembut atau
toleran. Dengan dasar ajaran agama (alquran), mereka lebih banyak menerapkan
pendekatan militeris yang sangat keras. Pemeluk agamanya diminta untuk
menerima Islam atau hengkam dari tanah Arab. Akan tetapi, sesekali bersikap
toleran, ketika menerapkan beberapa syarat dan batasan terhadap kaum Kristen,
memberikan jaminan perlindungan atas jiwa dan harta mereka, serta memberikan
kebebasan beribadah. Sikap yang negositif, juga diperlihatkan penguasa muslim
terhadap kaum kristen, seperti kepada Kerajaan Bizantium, meskipun harus
menyerahkan sebagian wilayahnya, tetapi masih memiliki kedudukan yang kuat.5
3 Sama halnya dengan agama-agama lain: Yahudi, agama kristen memandang keberadaan agama
lain dalam sikap eksklusivisme atau antagonisme. Sebaliknya, pandangan Islam terhadap agama
lain: Kristen-Yahudi berdasarkan penafsiran teks Alquran, sebagai orang “kafir“. Islam pun
menolak pengakuan “Ketuhanan Yesus“. Paradigma eklusivis dan biblisentris inilah yang
kemudian memanifestasikan kebencian dan permusuhan. Olehnya, persoalan dalam sejarah
hubungan Islam-Kristen yakni adanya penerapan “Standar Ganda“. Penjelasan mengenai ini dapat
dilihat dalam Goddard, Hugh. Menepis Standar Ganda: Membangun Saling PengertianMuslim-
Krsiten. (Terj). (Yogjakarta: Qalam). 2000. 4 Di Jazirah Arab (pusat Islam), terdapat dua kerajaan adidaya (Bizantium dan Persia), beberapa
suku Arab yang tinggal berbatasan dengan wilayah Bizantium telah menerima agama Kristen sejak
awal abad keempat dan pada abad ke enam kekristenan mendapat peranan politik yang dominan
karena salah satu pimpinan suku arab (Kabilah), Harits ibn Jabalah, diangkat oleh Bizantium
sebagai pemimpin suku. Penyebaran kekristenan sekaligus berarti perluasan kebijakan politik
kerajaan Bizantium (Kristen). Bdg. Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen…,2013,39-43 5 Hugd. Goddard. Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen… (2013),90-102
15
Jhon. L. Esposito,6 juga menekankan hal yang senada, berkaitan dengan
keadaan dunia timur tengah di abad ketujuh, masa lahirnya Islam adalah dunia
yang keras, di mana ada peperangan antar suku. Timur tengah terbagi dua,
diantara dua kekuasaan besar yang saat itu saling berperang yakni kekaisaran
Bizantium dan Persia,yang saling bersaing satu sama lain untuk mendominasi
dunia.
Menurut Crone dan Cook,7 serangan-serangan awal cenderung menampakan
fakta sikap permusuhan terhadap agama Kristen. Seperti yang dialami oleh
pasukan Bizantium, ketika menolak anjuran pasukan Islam untuk beralih agama,
mengingkari Kristus maka mereka semua dibunuh. Contoh sikap antipati lainnya
yakni, pembakaran Gereja, penghancuran Biara, hujatan terhadap Kristus dan
Gereja. Sikap keras negara Muslim terhadap komunitas Kristen masih nampak
terhadap para penduduk di kota-kota taklukan (Toledo, Kordoba), mereka
diberikan pilihan untuk menyerah -dengan jaminan perlindungan nyawa,
kekayaan, memberi kebebasan- atau diperangi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hubungan Islam-Kristen pada
periode pasca wafatnya Nabi Muhamad, dalam konteks bangkitnya negara Islam,
Umat Muslim mengambil sikap keras (memaksa) dan sekaligus toleran (bersyarat)
terhadap orang Kristen yang pada saat itu merupakan kelompok minoritas di
Arab.
1.1.3. Periode ekspansi Islam (Abad pertengahan).
Periode Abad pertengahan menandai tentang bagaimana kaum Islam memulai
perluasan ekspansinya sampai ke Eropa. Berawal dengan penaklukan Afrika
kemudian ke Spanyol dan Prancis Selatan. Dalam konteks masa spanyol,
hubungan Islam-Kristen semakin pelik ditandai dengan berdirinya kekhalifahan
Bani Umayyah, sehingga agenda Harun al-Rasyhid (khaliah Abbasyiyah)
membina hubungan baik dengan bangsa Frangka untuk mendapatkan dukungan
untuk melawan Bani Umayyah dan menciptakan perlawanan antar sesama Bangsa
Muslim. Raja Karolus Agung (penguasa Roma) mengirimkan pasukan ke spanyol
6 Jhon.L. Esposito. Unholy war: Teror Atas Nama Islam. (Yogyakarta: IkonTeralitera, 2003),33
7 P.Crone dan M.Cook, Hagarisme:The Making of the Islamic World. (Cambridge:University
Press, 1977),120
16
untuk membantu Harun. Namun, ketika kembali ke Prancis, pasukan yang
membantu itu diserang dari belakang dan dibantai oleh kaum Muslim.
Rangkaian peristiwa konfliktual dalam sejarah perjumpaan Islam-Kristen di
Spanyol menimbulkan tanggapan khas Barat yang cenderung negatif terhadap
Islam. Pandangan tersebut dilatari oleh keadaan yang menyakitkan -seperti
larangan beribadah di muka umum, terisolasi dari ilmu pengetahuan agama
mapun sekuler- yang dialami orang Kristen dalam penguasaan kekhalifahan Bani
Umayyah di Spanyol. 8
Pandangan itu akhirnya memicu bangkitnya sebuah gerakan kekristenan,
yakni gerakan kemartiran Spanyol“ yang menganggap Islam sebagai ancaman
bagi kekristenan, sebagai tanda kemunculan “antikritus“ (beberapa Pendeta,
menggunakan bagian-bagian Alkitab seperti: Daniel, Injil, dan Wahyu untuk
melegitimasi pandangan ini), karenanya memerangi Islam berarti memerangi
Iblis, atau mati karena mempertahankan iman adalah mati bagi Kristus, mati
sebagai seorang Martir. 9
Jadi, point penting dalam melihat hubungan Islam-Kristen pada periodesasi
ini yakni bahwa, pandangan negatif umat Kristen Barat terhadap kaum Islam
dilatar belakangi oleh serangkaian sikap dan perilaku kaum Islam yang keras
terhadap Kristen (Barat). Sikap kaum Islam terhadap Kristen inilah yang menjadi
pemicu lahirnya gerakan perlawanan dan permusuhan dengan motif religius.
1.1.4. Periode perang Salib (Abad XI).
Perang Salib (1095-1272) merupakan perang untuk memperebutkan
Yerusalem. Perang ini kemudian meluas menjadi konflik antar agama paling
dasyat sepanjang sejarah. Perang salib diawali dengan munculnya gerakan Kristen
Militan yang juga bagian dari pasukan salib. Pemicu gerakan ini sendiri adalah
pemahaman buruk di masa Spanyol yang kemudian melekat dan mempengaruhi
pikiran kaum Kristen Barat. Pecahnya Perang Salib (1095) dilatarbelakangi
8 R.W.Souther, Westren Views of Islam in the Middle Ages, (Amerika:Harvard University
Press,1992),19-21 9 Hugh. Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen… (2013),153-163
17
dengan motif religius, dalam artian kerinduan untuk merebut tanah suci dari kaum
“kafir“ muslim dan juga motif duniawi yakni mendapatkan harta dan tanah.10
Pada peristiwa penaklukan Yerusalem (1099), terdapat ribuan anggota
pasukan dan bahkan seluruh penduduk Muslim dan orang Yahudi yang melarikan
di ke sinagoge kemudian dibantai habis, dan hanya dalam waktu dua hari, sekitar
40.000 umat Muslim dibantai habis oleh pasukan Salib. Salah satu keanehan
terjadi pada peristiwa tersebut adalah bahwa ketika orang Kristen khususnya para
pendeta yang tetap memilih bertahan ketika terjadi pembantaian itu diusir oleh
pasukan Salib. Fenomena ini mempertegaskan tujuan mereka bahwa Yerusalem
bukan hanya kota Kristen, melainkan kota Kristen Latin/Barat. Hal ini
mengindikasikan bahwa, seruan Perang Salib oleh Paus Ubanus adalah demi
alasan politik dari pada religius. Olehnya, masing-masing komunitas: Islam
maupun Kristen dapat menciptakan spirit dan komitmennya untuk membela
keyakinannya dan berjuang melawan orang “kafir“.11
Senada dengan ini, bagi Amstrong12
, perang salib menjadi gambaran konflik,
prasangka dan tindak kekerasan antara dunia Islam dan Barat. Goddard13
melanjutkan bahwa: warisan perang salib dapat dilihat dalam enam aspek, antara
lain: kecurigaan abadi terhadap kalangan Kristen Barat; mendorong ekspansi
Islam; sentimen bahwa Yeruslem merupakan tempat suci Ketiga bagi Islam;
kecurigaan terhadap kaum Kristen (“dicurigai sebagai pasukan salib berikutnya“)
yang hidup di bawah pemerintahan Islam; meningkatkan perkembangan antara
Islam dan Eropa Barat.
Berdasarkan paparan para hali dapat disimpulkan bahwa hubungan Islam-
Kristen secara menglobal telah menampakan keadaan yang sarat dengan
pertentangan. Isu global yang sentral dalam hubungan kedua agama besar di dunia
ini tidak lain adalah tentang pandangan “standar ganda“ (Goddard) yang dianut
kedua agama ini yang memunculkan prasangka teologis dan memperkeruh
hubungan kedua agama ini.
10
Hugh. Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen… (2013),164 11
John. L. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau realita? (Terj). (Bandung: Mizan. 1994),50-51 12
Karen Amstrong. Holly War. (Londong: Maximilian. 1998), xiv. 13
Hugh. Goddard. Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen. . . (2013),164-180
18
Selanjutnya, Konfliktual interaksi Islam dengan Kekristenan Barat, yang
nampak melalui konflik, kekerasan, ditaklukkan dan menaklukan antara
keduanya, (mis, di Timur Tengah, spanyol hingga perang salib, ), sebagaimana
yang diungkapkan Esposito:14
...Baik orang Muslim mapun Nasarani melihat
yang lainnya sebagai suatu ketetapan yang untuk ditaklukan, diajak masuk
agama, atau membasmi yang lainnya dan dengan demikian sebagai musuh
Tuhan“... menimbulkan dampak yang membekas dalam imajinasi kedua
komunitas. Orang Barat memandang Islam sebagai agama pedang, agama jihad.
Sebaliknya, bagi kaum Muslim, Nasarani adalah agama perang salib dan ambisi
hegemoni. Dalam konteks itulah berkembang kecurigaan-kecurigaan: stereotip
yang melatari pandangan Islam di seluruh dunia tentang kekristen barat dan
berimbas sampai ke komunitas kristen di seluruh dunia.
1.2.Konteks Indonesia
Jan S. Aritonang15
, meneliti perjumpaan Islam-Kristen di Indonesia secara
khusus pada tataran konseptual, dan lebih difokuskan pada perjumpaan bidang
politik di aras Nasional baik dalam konteks zaman pemerintahan penjajahan
maupun pada zaman Indonesia Merdeka. Pada perjumpaan itu, bisa terjadi
persesuaian atau terlihat akrab, tetapi sebaliknya bisa juga terjadi konflik.
Pembabakan perjumpaan Islam-Kristen didasarkan pada periode pemerintahan di
negeri ini, yakni antara lain:
1.2.1. Masa Portugis dan VOC (1511-1799).
Pada masa ini, Portugis (juga spanyol) dan Belanda yang dikenal dengan
negara Kristen Katolik dan protestan hendak meluaskan jaringan perdagangan dan
penyebaran agama mereka. Pada kenyataannya, Maluku sebagai salah satu
kawasan Indonesia Timur telah dihuni oleh Agama Islam yang tersebar oleh
pedagang Islam Timur Tengah melalui kerajaan-kerajaan lokal di Maluku Utara:
Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo, serta menjelma menjadi agama kerajaan.
Islam menguasai perdagangan. Para sultan-sultan Tarnate tercatat sebagai
14
Jhon.L. Esposito. Unholy war. . . (2003),91 15
Jan.S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam Di Indonesia. (Jakarta:BPK. G.
Mulia. 2006),1.
19
penakluk wilayah dan penyebar agama Islam. Dalam rangka perluasan jaringan
kekuasaannya ia menuntut pengakuan bahwa kerajaan-kerajaan itu mengakui
kesultanan Tarnate dan menuntut penduduknya menganut agama Islam. Bertolak
dari kepentingan perdagangan inilah maka tak jarang kerajaan-kerajaan ini
beraliansi dengan Portugis bahkan juga Belanda yang menjanjikan keuntungan
dan kekayaan yang lebih besar.16
Salah satu peristiwa pemicu konflik Islam-Kristen yang berkepanjangan pada
masa portugis yang terjadi sampai kedatangan VOC adalah kasus pembunuhan
Sultan Tarnate, seperti dicatat oleh Radjawane:17
Sultan Hairun berkoalisi dengan
raja-raja di Maluku berencana untuk membasmi semua orang Kristen dan orang-
orang asing terutama Portugis dan menanamkan Islam di Pulau Ambon. Atas
keikut sertaan Hitu (1558) mereka melakukan pemberontakan dan mengusir orang
Portugis. Banyak kampung-kapung pesisir di pulau Ambon yang berhasil
diislamkan dengan kekerasan, dan terutama sekali hampir semua negeri di Hitu
yang baru saja di Kristenkan oleh Xaverius dijadikan negeri-negeri Islam.
Bermula dari peristiwa tersebut, banyak juga pertikaian dan perang antara
masyarakat Islam-Kristen terjadi di Pulau Ambon, yaitu setelah penyerbuan
tersebut ada sejumlah pejabat Portugis yang mendukung Sultan Hairun dalam
menghadapi lawannya, yakni kerajaan-kerajaan di Maluku untuk memperoleh
keuntungan bisnis yang besar bagi bisnis pribadi.18
Oleh karena itu, penyebab
pertikaian yang melibatkan Islam-Kristen di Ambon bukan semata-mata karena
masalah agama melainkan juga masalah sosial-politik.19
Kedatangan belanda pada
umumnya tak lepas dari pertarungan di bidang politik, persaingan dagang dan
ekonomi, untuk kepentingan ini berkoalisi dengan Islam untuk menguasai
Portugis.
16
Aritonang. Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam Di Indonesia… (2006),13-22 17
A.N. Rajawane, “Islam di Ambon dan Haruku”, dalam Panggilan Kita di Indonesia Dewasa
ini, Editor:W. B. Sidjabat(Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1964),78 18
M.P.M. Muskens (red), Sejarah Gereja Katolik di Indonesia, jilid 1. (Jakarta: Dokpen
MAWI,1974), 223 19
Th. Van Den End. Ragi Carita1. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cetakan ke-6,1996),61
20
1.2.2. Masa Hindia Belanda (1800-1942).
Pada masa ini, eksistensi keberagamaan Islam-Kristen sama-sama mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Kondisi ini didorong oleh semangat kebebasan
beragama yang dirancang H-B (PP 1818 dan 1854) dan buah dari kebangunan
semangat penginjilan yang terjadi di Eropa (Kristen). Akan tetapi, kenyataanya
terdapat campur tangan pemerintah H-B melalui kebijakan yang tidak netral, yang
menguntungkan pihak Kristen dan merugikan serta mendiskriminasikan pihak
Islam.20
Realita ini sering kali menjadi pemicu ketegangan hubungan di antara
umat Kristen dan Islam. Pemerintah H-B juga membatasi dan melarang
penginjilan (mengawasi gerak-gerik para ulama yang dicurigai sebagai fanatik
pemberontak) karena dianggap sebagai ancaman dan demi ketertiban dan
keamanan.21
Khusus di Pulau Jawa, Sumartana,22
mengungkapkan bahwa hubungan di
antara masyarakat pribumi Kristen dan Islam masih sangat terbatas dan terutama
di daerah pedalaman karena sejak awalnya agama Kristen sering dicap sebagai
“Agama Belanda“ atau “Stigma soaial“ sebagai agama kolonial23
. Pelabelan
negatif ini semakin nampak ketika ada dari orang Kristen Jawa itu berlagak
seperti orang Belanda dan ikut-ikutan mencap kaum Islam sebagai “orang kafir“.
Kendati demikian, hubungan keduanya semakin lebih baik ketika tokoh-tokoh
penginjil memperlihatkan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, sehingga
perjumpaan itu bukan lagi terutama berlangsung diantara orang Eropa yang
Kristen dan orang Arab yang Muslim, melainkan di antara sesama orang jawa
yang Kristen dan Islam.
Kebijakan pemerintah H-B di kala ini melahirkan gerakan-gerakan
keagamaan baik di pihak Kristen maupun islam, seperti Pan Islamisme (yang
muncul dari Turki abad ke-18, pada masa dinasi kesultanan Usami) yang hendak
20
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta: LP3ES, 1985),19 21
Aritonang. Sejarah Perjumpaan…(2006),73-96 22
Th. Sumartana, Mission At The Groossroads-Indigenous Church, European Missionaries,
Islamic Assocoation Socio-Religious Change in Java1812-1936. (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1997),22-27. 23
“Stigma Sosial” agama Kolonial oleh umat Islam terhadap Kekristenan berkaitan dengan
hubungan sejarah Kristen dengan sejarah kolonialisme. Dalam artian bahwa masuknya kekristenan
di Indonesia bersamaan dengan ekspansi bangsa-bangsa barat (Portugis dan Belanda) berdasarkan
kepentingan ekonomi dan perdagangan. Stigma Sosial bertransformasi menjadi Stereotip sosial
pada masa Orde Baru. Lht. Julianus Mojau, Mediakan atau Merangkul: Pergulatan Teologis
Protestan dengan Islam Politik di Indonesia. (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012),1-4
21
menegakan kembali kekuasaan pada kalifah sebagai penguasa di bidang politik
dan agama. Di mata H-B, Pan Islamisme ditenggarai membangkitkan semangat
melawan penjajah. Gagasan Pan Islamisme kembali dihidupkan di Indonesia pada
masa selanjutnya melalui beberapa partai politik (Era Reformasi 1998). Selain itu,
terdapat juga gerakan dan partai politik Islam yang muncul: Sarekat Islam,
Muhammadiyah; dan Kristen: Perserikatan Kaum Christen, Partai Kaum Masehi
Indonesia.24
1.2.3. Masa Jepang dan Revolusi (1942-1949).
Pada masa ini, Jepang berusaha menjalin hubungan yang baik dengan semua
pihak di Indonesia sebagai jalan untuk mendukung tujuan menopang perang dan
mendominasi ekonomi jangka panjang di Asia Timur dan Tengah. Propaganda
pro Islam dilakukan untuk menarik para pemimpin Islam.25
Melalui politik
mobilisasinya, Jepang merangkul kekuatan Islam Indonesia dan penghubung
antara mereka dengan masyarakat Jawa. Pemerintah Jepang berusaha menghapus
pengaruh-pengaruh Barat, khususnya Belanda dengan mendorong penyebaran
konsep Indonesia kepada rakyat. Pada bulan Maret 1942, Jepang membubarkan
partai politik yang ada, namun khusus buat Islam organisasi kemasyarakatan
seperti NU dan Muhamadiah dibiarkan tetap hidup.26
Sementara itu, terhadap Zending dan kaum Kristen dituduh sebagai kaki
tangan Belanda, mereka dianiaya, ditangkap bahkan dibunuh. Seperti dikatakan
Kahin:27
“...dalam waktu enam bulan sejak kedatangannya, Jepang memenjarakan
semua penduduk Belanda, sebagian besar orang Indo, dan sejumlah orang Kristen
Indonesia yang dicurigai Pro Belanda, ke dalam Kamp Konsentrasi.
Selain itu, kependudukan Jepang membuka ruang bagi proses berdirinya atau
kemerdekaan bangsa Indonesia. Proses perumusan dasar negara dan UUD
didapati ternyata sarat dengan muatan dan kepentingan agama tertentu, bermula
dengan berdebatan antara tokoh Islam dan nasional-sekuler tentang bentuk
24
Aritonang,, Sejarah Perjumpaan... (2006),122-132 25
Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit (Terj), (Jakarta: Pustaka Jaya, 1985),133-
134 26
Aritonang. Sejarah Perjumpaan. . . ,. (2006), 215 27
George Mc Turnan. Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia (terj), (Solo: Press,
1995),131
22
Negara. Pertanyaan pokok perdebatan para tokoh BPUPKI adalah: haruskah dasar
resmi untuk negara Indonesia terbentuk dari asas-asas Islam, dinyatakan dengan
peristilahan Islam, ataukah Indonesia didasarkan kepada Pancasila dan menjadi
suatu contoh dari negara yang rakyatnya menganut beranekaragam agama, yang
di dalamnya para pengikut dari berbagai agama hidup dan bekerjasama dengan
saling menghormati?28
Pembahasan terhadap pertanyaan yang menjadi polimek
tersebut kemudian digodok dalam kelompok kecil: “Tim 9“, dijadikan dokumen
politik yang dinamai: “Piagam Jakarta“.
Alwi Hihab29
, melihat persoalan Piagam Jakarta yang kontroversial di
kalangan pemimpin Indonesia pada saat menjelang kemerdekaan itu, mencirikan
ketegangan pertama dalam hubungan Kristen-Muslim di Indonesia selama era
pasca penjajahan. Persoalan tersebut hampir merusak kesatuan dan persatuan
negeri Indonesia.
1.2.4. Masa Orde Lama (1950-1965).
Pada masa ini,kedaulatan penuh yang telah dimiliki oleh Indonesia sebagai
suatu negara pada kurun waktu ini justru memunculkan gejolak internal dan
ancaman dari berbagai gerakan separatis yang sebagian bermuatan atau berlabel
agama: Darul Islam/Tentara Islam Indonesia/Negara Islam Indonesia (DI/TII/NII).
Kalangan islam “menagih janji“ perwujudan negara (berdasarkan) Islam.
Terutama mereka yang bercorak modernis terus berlanjut. Keadaan ini ikut
mempengaruhi hubungan dan perjumpaan Kristen dan Islam, karena mereka
bersikap paling keras terhadap kalangan Kristen.30
Islam menjadi Ideologi politik yang diperjuangkan kaumnya dalam konteks
perpolitikan dalam pemerintahan Soekarno. Pemilu 1955 merupakan ajang
perjuangan mereka yang pertama. Akan tetapi toh gagal mencapai kemenangan
mayoritas dalam pemilu tersebut. Selain masalah Dasar Negara, Kebebasan
Beragama pun menjadi perdebatan-perdebatan sengit diantara kalangan Kristen
dan Islam. Misalnya, Masyumi yang dengan tegas mengusulkan agar agama resmi
28
B.J. Bolan. Pergumulan Islam di Indonesia (Terj). (Jakarta: Grafiti Pers, 1985),25-26 29
Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhhamadiyah terhadap Penetrasi Misi
Kristen di Indonesia (Terj). (Bandung: Mizan, 1998),167 30
Aritonang. Sejarah Perjumpaan… (2006),277
23
negara adalah agama Islam -atas alasan posisi mayoritas kewarganegaraan yang
didominasi Islam- ditentang Parkindo karena ketika Islam dijadikan dasar negara
berarti hukum Islam akan menjadi superior dan ini bertentangan dengan asas
kedudukan yang sama (asas demokrasi). Di dalam negara Islam, golongan non
muslim (zimmi) diperlakukan sebagai golongan inferior.31
1.2.5. Masa Orde Baru (1966-1998).
Pada masa ini, ketegangan antara umat Islam dan Kristen merebak seiring
tudingan umat Islam bahwa umat Kristen lebih diuntungkan oleh pemerintah32
dan adanya semangat kristenisasi yang ditandai dengan bertambahnya jumlah
umat Kristen secara signifikan. Penginjilan kristen dianggap tidak sehat, dengan
masifnya pembangunan Gedung Gereja di berbagai daerah. Contohnya di Aceh.
Kondisi ini memunculkan konflik langsung, seperti yang terjadi di Makasar pada
tanggal 1 oktober 1967, ketika sejumlah pemuda Islam di Makasar merusak
sejumlah gedung Gereja, dan kantor organisasi Kristen, termasuk melukai
beberapa pemuda Kristen. Peristiwa ini dinilai oleh para tokoh Islam, Natzir:33
. . .
sebagai akibat dari kegiatan mengkristenkan orang Islam. Kekuasaan mutlak
dalam materi dan keuangan pihak Kristen yang digunakan untuk mengkristenkan
umat Islam melukai hati umat Muslim.
Ada juga konflik antar umat Kristen dan Islam yang berkaitan dengan
pembangunan Gedung Gereja -yang dilakukan di daerah-daerah yang dikenal
sebagai basis Islam ini- yang membuat sebagian umat Islam merasa terganggu,
bahkan terancam dan yang menuntut pemerintah menerbitkan SKB no. 1/1969.
Keputusan pemerintah ini segera ditanggapi DGI dengan memorandum yang
mencatat bahwa:34
adanya pertentangan di dalam SKB tersebut. Di satu pihak, hak
kebesan beragama dan mengekspresikan kehidupan beragama dijamin, namun
dipihak lain karena tidak ada petunjuk yang jelas tentang implementasi dari
31
Daniel. Sopamena, Perjumpaan Islam dan Kristen pada Pentas Politik di Indonesia 1945-
1985. (Jakarta: STT Jakarta, 1996). (Tesis),133-134 32
Salah satu penulis Muslim. Husein. Mengungkapkan kedekatan hubungan antara penguasa:
Soeharto dengan pengusaha tionghoa (sering diasosiakan dengan orang Kristen) membuat Islam
sangat marah, iri dan curiga dengan orang Kristen. 33
M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia,(Jakarta: Media Da’wah,1988),208-210. 34
Teks lengkap memorandum tsb. Dimuat dalam Sairin, Himpunan Peraturan di Bidang
Keagamaan. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994),443-44.
24
peraturan perijinan tentang pendirian rumah ibadah tersebut sehingga kebebasan
mengekspresikan kehidupan beragama menjadi tidak terjamin.
Selanjutnya, pada masa akhir era Orde Baru, terdapat suatu perkembangan
penting yaitu pembentukan ICMI yang memperlihatkan kebangkitan kalangan
Islam dan kedekatan mereka dengan kekuasaan (pemerintah) dan membuat
kalangan Kristen merasa semakin terdesak dan terpinggir.35
ICMI kemudian
menjadi wadah politik bagi tokoh intelektual Islam untuk mencapai kekuasaan.
ICMI dikendalikan oleh penguasa dan peran sentral Habibie. Keberadaan ICMI
oleh Gus Dur36
dipandang sebagai organisasi yang cenderung sektarian dan
eksklusif. Secara tajam, Gus Dur menilai bahwa dengan wataknya yang sektarian
itu, beberapa tokoh ICMI berdiri dibalik berbagai peristiwa kerusuhan dan
pengrusakan rumah ibadah sejak tahun 1996:37
Situbondo, Sidotopo,
Rengasdengklok, Banjarmasin.
1.2.6. Masa Reformasi (1998-2003).
Pada Masa ini, Indonesia mengalami beberapa gejolak politik dalam konteks
pergantian rezim orde baru; peristiwa-peristiwa internasional 2001 di New York;
ledakan bom bali 2002; serangan AS bersama sekutu atas Irak 2003 tak diduga
berdampak negatif nampak pada buruknya hubungan di antara penganut agama
Islam-Kristen. Belum lagi serangkaian kerusuhan, pertikaian dan bencana yang
bersimpah darah, berskala besar memunculkan permasalahan yang isu pokoknya
sudah sebenarnya sangat klasik, yaitu upaya kalangan Islam tertentu untuk
memberlakukan Syariat Islam yang mengarah pada perwujudan negara Islam.
Hancurnya hubungan kedua agama ini dilatari oleh gejolak-gejolak sosial-
ekonomi-politis.38
Gerakan reformasi muncul dalam pemilu, rangkaian krisis dan protes sejak
tahun 1997. Sejak tahun 1997 pula badai krisis perekonomian berkepanjangan
35
Aritonang. Sejarah Perjumpaan… (2006), 453 36
Gus Dur menilai bahwa yang berwatak sectarian itu sebenarnya bukan ICMI-nya, melainkan
sejumlah pengurus dan anggota yang menduduki jabatan strategis di ICMI mapupun di birokrasi.
Dalam Abdul. Aziz. Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. (Jakarta: Fema Insani
Press. 1996), 94. 37
K.A.Van Dijk, A Country in Despair. Indonesia between 1997-2000. (Leiden. KITLV.
2001),18 38
Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam Di Indonesia… (2006),514
25
menerpa Indonesia, disusul krisis politik, sosial, budaya, moral pada pemerintahan
orde baru ini. Serangkaian aksi protes, demonstrasi dari mahasiswa mengkritisi
pemerintah soeharto yang dianggap tidak mampu menyelesaikan persoalan-
persoalan tersebut, maka 1998 soeharto lengser pada tahun 1998. Tercatat dalam
peristiwa kerusuhan itu, terdapat luka fisik maupun batin, penuh keberengisan dan
kebiadaban dilakukan oleh segerombolan orang yang meneriakan yel-yel
keagamaan sambil melecehkan agama lain, kasus pemerkosaan terhadap
perempuan china yang dilakukan oleh umat muslim39
dan pengrusakan dan
pembakaran beberapa fasilitas pemerintah dan juga gedung Gereja.40
Selanjutnya, terjadi beberapa peristiwa dan bencana lanjutan yang melibatkan
penganut kedua agama mewarnai masa transisi pergantian kepemimpinan negara.
Peristiwa kerusuhan sering kali dipicu oleh peristiwa yang sepele dan tidak punya
hubungan dengan masalah agama, tetapi ketika kerusuhan kian berkobar, muatan
keagamaanya semakin meningkat dan menjadi tanda tanya tentang siapa dan
apakah yang menjadi faktor pemicu atau dalang dari peristiwa itu. Adakalanya
peristiwa kerusuhan diakibatkan karena provokasi dari kalangan tertentu di luar
daerah konflik (Jakarta). Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain: Ketapang,
Posso, Ambon, kalimantan barat dan tenggah, peledakan Bom di malam Natal,
Bom Bali 12 oktober 2002.41
Peristiwa Ketapang Jakarta dan Kupang 1998, misalnya yang dipicu oleh
perkelahian antar pribadi, dan para preman yang sebagian besar dari suku
Ambon42
yang menjaga lokasi tempat hiburan bulu tangkas alias judi di jalan. Z.
Arifin. Penyebabnya adalah perebutan tempat parkir, dan ketersinggungan Islam
yang terganggu dengan keramaian di lokasi itu. Terjadi pengeroyokan terhadap
pemuda kampung yang penyelesaiannya berujung pada bentrok dengan para
preman itu. Di keesokan harinya tepat pada hari raya Isra’Mi’raj gerembolan
39
Menurut H. Sudarto Kalangan Islam menilai hal ini sebagai pencitraan buruk yang dilakukan
terhadap barat dan kekristenan, yang mamandang penyebaran agama Islam melalui kekerasan. Lht.
H. Sudarto, Konflik-Islam Kristen- menguak akar Masalah Hubungan Antar Umat Beragama di
Indonesia. (Semaran: Pustaka Rizki Putra. Cetakan ke2),133 40
Aritonang, Sejarah Perjumpaan…(2006),520 41
Aritonang, Sejarah Perjumpaan. . . (2006),532 42
Seluk beluk preman ambon di Jakarta sejak 1980-an, termasuk akses mereka dengan kalangan
penguasa, dan persaingan diantara penguasa terungkapkan oleh Aditjondro, bahwa Ternyata,
preman Ambon bukan hanya terdiri dari orang Kristen tetapi juga Islam. G. Adhicondro, Orang-
Orang Jakarta Di Balik Tragedi Maluku. 2001, Moluccas International Campaign for Human
Right.
26
preman itu datang menentang warga kampung dan menyerang warga secara
membabi buta, mengrusakan Mesjid dan seorang preman ditahan oleh pihak FPI,
terungkap oleh Tahan bahwa dia bayar untuk melakukan peneroran terhadap umat
Islam di situ. Disusul dengan kerusuhan besar-besaran antara masa dari warga
kampung sekitar Ketapang dengan preman-preman itu.
Pokok isu dibalik amukan masa itu adalah bahwa mesjid telah dibakar (yang
terbukti tidak benar), akibatnya terjadi pengrusakan dan pembakaran gedung
Gereja yang berada di sekitar lokasi preman-preman itu. Melalui peristiwa itu,
preman-preman itu kemudian dipulangkan ke Ambon, dan diduga menjadi
provokator dalam konflik Ambon, disamping ada juga keterlibatan militer. Kasus
ketapang ini kemudian diduga telah diskenariokan oleh kalangan militer, dengan
tujuan mengalihkan isu dan perhatian masyarakat dari tuntutan
pertanggungjawaban mantan Presiden Soeharto, Wakil Presiden Habibie dan
Menhankam/Pangab Wiranto atas tragedi Semanggi dan lainnya, menjadi isu
SARA. Jadi kerusuhan ini di duga adalah skenario, upaya untuk mengalihkan dari
konflik vertikal (Pemerintah vs Masyarakat) menjadi konflik horizontal (Rakyat
vs Rakyat). 43
Berkaitan dengan catatan peristiwa-peristiwa konflik dan kekerasan dalam
hubungan antar Agama Islam-Kristen. Khususnya pada kasus pengrusakan
gedung Gereja. Richard M. Dauly mengkaji tentang dua masalah pokok
pergulatan Kekristenan dalam konteks perkembangan perpolitikan di Indonesia
pada Era Reformasi, antara lain: sikap intoleransi dan pengingkaran terhadap
kebebasan beragama dan politik Syariat Islam dan diskriminasi.44
Untuk itu, menurut Van Klinken,45
konflik atau kekerasan kolektif (konflik
komunal) dalam episode-episode sejarah Indonesia –Sebelum Orde Baru hingga
pasca Orde Baru atau pada masa pergantian rezim politik Soekarno ke Soeharto
hingga Soeharto ke Reformasi- dironai dengan masalah-masalah ideologi politik
bangsa atau kelas yang berbaur dengan identitas-identitas etnis atau religious.
43
PGI Mengeluarkan surat pernyataan keprihatinan atas peristiwa ini, sambil meminta
pemerintah agar mengusutnya dengan tuntas. Lih. Sairin Weinata(peny), Pesan-pesan Kenabian
di Pusaran Zaman. (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2002),171-172 44
Lht. Richard M. Daulay, Agama dan Politik di Indonesia: Umat Kristen di Tengah
Kebangkitan Islam. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015),1-16. 45
Gerry. Van Klinkel. Perang Kota Kecil: Kekerasan Komunal dan Demokrasi Di Indonesia.
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2007),1-9.
27
Khusus pada masa pasca Orde Baru pertarungan-pertarungan yang terjadi hampir
sepenuhnya berdasarkan identitas-identitas komunal tersebut.
2. Defenisi, Jenis, Penyebab,Dampak, dan Proses Konflik.
2.1. Defenisi Konflik
Cummings, P. W46
mendefenisikan konflik sebagai suatu proses interaksi
sosial di antara dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau
bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka. Oleh S. T. Alisyabana, aspek
perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok masyarakat
juga dilihat sebagai konflik47
.
Selain aspek perbedaan pendapat dan pandangan, seperti yang dikatakan
kedua ahli diatas, adapun menurut Stoner dan Wankel konflik organisasi adalah
ketidaksesuaian antara dua orang anggota organsisasi yang timbul karena fakta
bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber –sumber daya yang
terbatas, atau aktifitas-aktifitas pekerjaan, dan atau karena fakta bahwa mereka
memiliki status, tujuan, nilai-nilai atau persepsi yang berbeda.48
Menurut Wahyudi, konflik dari prespektif interpersonal atau dalam lingkup
organisasi atau masyarakat yang majemuk adalah sebuah kondisi wajar manakala
ada saling berbenturan kepentingan di antara anggotanya.49
Senada dengan itu,
Wirawan mendefisinikan konflik sebagai proses pertentangan yang diekspresikan
di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik,
menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran
konflik.50
Berdasarkan pemikiran para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa konflik
merupakan salah satu realitas esensial dari kehidupan dan perkembangan manusia
sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial
dan ekomoni, sistem hukum bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik,
46
P.W. Cummings, “Open Management: Guides to Succesful Praktice”, dalam Manajemen
Konflik Organisasi Pedoman Praktis Bagi Pemimpin Visioner , Editor:Wahyudi. (Bandung: CV.