BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK PEMERINTAH 2.1. Notaris Sebagai Jabatan Publik Jabatan adalah lingkungan pekerjaan yang bersifat tetap. Oleh karena itu, notaris merupakan suatu jabatan. Munculnya jabatan Notaris 1 dilandasi adanya kebutuhan akan suatu alat bukti yang mengikat. Dalam system Civil Law yang diatur dalam Pasal 1 Ord, stbl. 1860 Nomor 3 tentang Jabatan Notaris di Indonesia mulai berlaku tanggal 1 Juli 1860 disebutkan bahwa Notaris adalah : Pejabat umum, khususnya (satu-satunya) yang berwenang untuk membuat akta-akta otentik tentang semua tindakan, perjanjian-perjanjian, dan keputusan-keputusan yang diharuskan oleh perundang-undangan umum untuk dikehendaki oleh yang berkepentingan bahwa hal itu dinyatakan dalam surat otentik, menjamin tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse, salinan-salinan (turunan-turunan) dan kutipan-kutipannya, semuanya itu apabila pembuatan akta-akta demikian itu atau dikhususkan itu atau dikhususkan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang lain. Sejak Negara Indonesia dijajah oleh Belanda sebagai salah satu warisan peninggalan adalah lembaga notariat yang semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa dalam bidang hukum perdata, hal ini menjadikan lembaga notariat sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia karena setiap perbuatan hukum dalam perjanjian dapat dilakukan di hadapan Notaris. Kehidupan masyarakat yang memerlukan kepastian hukum memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan jasa. Hal ini berdampak pula pada peningkatan di bidang jasa Notaris. Peran Notaris 1 Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat Akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu Akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akte itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Tobing, G.H.S. Lumban, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 31.
38
Embed
BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN HUTANG DALAM
PERJANJIAN KREDIT PADA BANK PEMERINTAH
2.1. Notaris Sebagai Jabatan Publik
Jabatan adalah lingkungan pekerjaan yang bersifat tetap. Oleh karena itu, notaris
merupakan suatu jabatan. Munculnya jabatan Notaris1 dilandasi adanya kebutuhan akan suatu
alat bukti yang mengikat. Dalam system Civil Law yang diatur dalam Pasal 1 Ord, stbl. 1860
Nomor 3 tentang Jabatan Notaris di Indonesia mulai berlaku tanggal 1 Juli 1860 disebutkan
bahwa Notaris adalah :
Pejabat umum, khususnya (satu-satunya) yang berwenang untuk membuat akta-akta
otentik tentang semua tindakan, perjanjian-perjanjian, dan keputusan-keputusan yang
diharuskan oleh perundang-undangan umum untuk dikehendaki oleh yang
berkepentingan bahwa hal itu dinyatakan dalam surat otentik, menjamin tanggalnya,
menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse, salinan-salinan (turunan-turunan) dan
kutipan-kutipannya, semuanya itu apabila pembuatan akta-akta demikian itu atau
dikhususkan itu atau dikhususkan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang lain.
Sejak Negara Indonesia dijajah oleh Belanda sebagai salah satu warisan peninggalan
adalah lembaga notariat yang semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa dalam
bidang hukum perdata, hal ini menjadikan lembaga notariat sangat dibutuhkan oleh masyarakat
Indonesia karena setiap perbuatan hukum dalam perjanjian dapat dilakukan di hadapan Notaris.
Kehidupan masyarakat yang memerlukan kepastian hukum memerlukan sektor pelayanan
jasa publik yang saat ini semakin berkembang seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat atas
pelayanan jasa. Hal ini berdampak pula pada peningkatan di bidang jasa Notaris. Peran Notaris
1Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat Akte otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu Akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan
memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akte itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Tobing, G.H.S. Lumban, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit
Erlangga, Jakarta, hal. 31.
dalam sektor pelayanan jasa adalah sebagai pejabat yang diberi wewenang oleh negara untuk
melayani masyarakat dalam bidang perdata khususnya pembuatan akta otentik. Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) :
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. ”
Memperhatikan uraian Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris, dapat dijelaskan bahwa
Notaris adalah :
a. pejabat umum
b. berwenang membuat akta
c. otentik
d. ditentukan oleh undang-undang
Jabatan Notaris merupakan jabatan yang keberadaannya dikehendaki guna mewujudkan
hubungan hukum diantara subyek subyek hukum yang bersifat perdata. Notaris sebagai salah
satu pejabat umum mempunyai peranan penting yang dipercaya oleh pemerintah dan masyarakat
untuk membantu pemerintah dalam melayani masyarakat dalam menjamin kepastian, ketertiban,
ketertiban dan perlindungan hukum melalui akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapannya,
mengingat akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam
setiap hubungan hukum bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat.
Produk hukum yang dikeluarkan oleh Notaris adalah berupa akta-akta yang memiliki
sifat otentik dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Sebagaimana definisi akta
otentik yang disebutkan dalam Pasal 1868 KUH Perdata bahwa “Suatu akta otentik ialah suatu
akta yang di dalam bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. ” Selanjutnya
pada Pasal 2 UUJN disebutkan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri,
sedangkan untuk dapat diangkat sebagai Notaris harus dipenuhi persyaratan dalam Pasal 3
UUJN, antara lain :
1. warga negara Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh tahun);
4. sehat jasmani dan rohani;
5. berijasah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
6. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagaikaryawan Notaris dalam
waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau
atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
7. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak sedang
memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan
jabatan Notaris.
Pengertian pejabat umum dijelaskan paada Pasal 1 angka 1 UUJN bahwa notaris sebagai
satu satunya pejabat umum. Selanjutnya pengertian berwenang meliputi berwenang terhadap
orangnya, yaitu untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh orang yang
berkepentingan. Berwenang terhadap aktanya, yaitu yang berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan undang-undang atau yang
dikehendaki yang bersangkutan. Serta berwenang terhadap waktunya dan berwenang terhadap
tempatnya, yaitu sesuai tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris dan notaris menjamin
kepastian waktu para penghadap yang tercantum dalam akta.2
2Habieb Adjie, 2009, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 14.
Selain memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang agar suatu akta menjadi
otentik, seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya tersebut wajib untuk “Melaksanakan
tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa
yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggungjawab notaris adalah ungkapan
yang mencerminkan keadaan yang sebenarbenarnya pada saat pembuatan akta”.3 Apabila suatu
akta merupakan akta otentik, maka akta tersebut akan mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para
pihak yang membuatnya yaitu :4
1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian
tertentu;
2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah
menjadi tujuan dan keinginan para pihak;
3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika
ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi
perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.
Berdasarkan sejarahnya, Notaris adalah seorang pejabat Negara/pejabat umum yang
dapat diangkat oleh Negara untuk melakukan tugas-tugas Negara dalam pelayanan hukum
kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat pembuat akta otentik
dalam hal keperdataan. Pemerintah menghendaki notaris sebagai pejabat umum yang diangkat
dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk dapat memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam membantu membuat perjanjian, membuat akta beserta
pengesahannya yang juga merupakan kewenangan notaris. Meskipun disebut sebagai pejabat
umum, namun notaris bukanlah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam peraturan
3Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve,Jakarta,, hal.
166 4Salim HS, 2006, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,Jakarta, hal. 43
perundangundangan yang mengatur tentang Kepegawaian. Notaris terikat dengan peraturan
jabatan pemerintah, notaris tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah, tetapi memperoleh
gaji dari honorarium atau fee dari kliennya5.
Notaris dapat dikatakan sebagai pegawai pemerintah yang tidak menerima gaji dari
pemerintah, notaris dipensiunkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak menerima pension dari
pemerintah. Oleh karena itu, bukan saja notaris yang harus dilindungi tetapi juga para
konsumennya, yaitu masyarakat pengguna jasa notaris. Notaris sebagai pejabat publik, dalam
pengertian mempunyai wewenang dengan pengecualian, dengan mengkategorikan notaris
sebagai pejabat publik, dalam hal ini publik yang bermakna hukum.6Notaris sebagai pejabat
publik tidak berarti sama dengan Pejabat Publik dalam bidang pemerintahan yang dikategorikan
sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, hal ini dapat dibedakan dari produk masing-
masing Pejabat Publik tersebut. Notaris sebagai Pejabat Publik produk akhirnya yaitu akta
otentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian7.
Seorang Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus memiliki keterampilan
profesi di bidang hukum juga harus dilandasi dengan tanggungjawab dan moral yang tinggi serta
pelaksanaan terhadap tugas jabatannya maupun nilai-nilai dan etika, sehingga dapat menjalankan
tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan hukum dan kepentingan masyarakat. Notaris dalam
melaksanakan tugasnya secara profesional harus menyadari kewajibannya, bekerja sendiri, jujur,
tidak berpihak dan penuh rasa tanggungjawab dan memberikan pelayanan hukum kepada
masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umum (public).
5Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hal. 16.
6Suhrawardi K. Lubis, 2006, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 34.
7Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris sebagai PejabatPublik, Refika
Aditama, Bandung, hal. 31.
Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya seorang notaris harus berpegang teguh pada Kode
Etik Jabatan Notaris sebab tanpa itu, harkat dan martabat profesionalisme akan hilang.
2.2. Kewenangan Notaris Untuk Membuat Grosse Akta Pengakuan Hutang
Notaris di Indonesia mempunyai fungsi melayani masyarakat umum dalam pembuatan
akta. Mereka dalam melaksanakan tugasnya bersifat pasif dalam artian menunggu masyarakat
datang ke mereka untuk kemudian dilayani. Oleh karena itu, Notaris dilarang memasang iklan
untuk popularitas jabatannya. Pada pihak lain, Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib
netral dan tidak memihak (imparsial). Tidak seperti Advokat, seorang Notaris tidak dapat
membela salah satu kliennya karena Notaris berperan sebagai penengah dari permasalahan yang
dihadapi kliennya, bukan sebagai pembela atau pengambil keputusan.8
Sebagai pejabat umum yang memberikan pelayanan terhadap publik, Notaris merupakan
suatu profesi di bidang hukum yang dikaulifikasikan sebagai profesi mulia (nobile officium).
Profesi Notaris merupakan jabatan yang terhormat dan bermartabat dalam melayani masyarakat
akan suatu kepastian hukum. Dalam membuat suatu akta otentik, Notaris harus
mempertimbangkan dan menganalisa persoalan yang dihadapi dengan cepat, akurat, dan cermat,
sejak para pihak datang menghadap kepadanya dan mengemukakan keterangan-keterangan, baik
berupa syarat-syarat formil maupun administrasi yang menjadi dasar pembuatan akta sampai
dengan selesainya suatu akta otentik.
Sebagai pejabat umum maka Notaris bukanlah pejabat seperti pada umumnya pejabat-
pejabat Negara lainnya, walaupun jabatan Notaris merupakan jabatan yang diberikan oleh
8Ira Koeswati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, cet.1, Raih Asa Sukses, Depok, hal 27-28.
Negara namun seorang Notaris tidak mendapatkan gaji dari Negara. Dalam UU Jabatan Notaris,
mengenai kewenangan Notaris dapat dijumpai pada Pasal 15, berupa :
a. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yang dikhendaki oleh yang
berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
b. Mengesahkan tanda tangan dan menetapakan kepastian tanggal pembuatan surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi).
c. Legalisasi adalah tindakan mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian
tanggal surat dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh
para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup yang di tanda tangani di hadapan
notaris dan didaftarkan dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris.
d. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
(waarmerking).
e. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian
sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
f. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir).
g. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
h. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan.
i. Membuat akta risalah lelang.
j. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta
akta yang telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara (BA) dan memberikan
catatan tentang hal tersebut padaminuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan
nomor BA pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak.
Sementara itu, pada Pasal 16 dijumpai kewajiban untuk dilakukan oleh Notaris, yakni sebagai
berikut :
(1). Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak
yang terkait dalam perbuatan hukum;
(2). Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari
protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya, kecuali untuk akta yang dibuat
dalam bentuk akta originali.
(3). Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta;
(4). Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada
alasan untuk menolaknya.
(5). Adapun yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan:
1 Yang membuat notaris berpihak,
2 Yang membuat notaris mendapat keuntungan dari isi akta;
3 Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak;
4 Akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral.
(6). Merahasiakan segala suatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan
yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah \ jabatan.
(7). Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan segala suatu yang berhubungan
dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua
pihak yang terkait.
(8). Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi 1 buku/bundel yang memuat
tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya lebih maka dapat dijilid dalam buku
lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul
setiap buku;Hal ini dimaksudkan bahwa dokumen-dokumen resmi bersifat otentik
tersebut memerlukan pengamanan baik terhadap aktanya sendiri maupun terhadap
isinya untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.
(9). Membuat daftar dan akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya
surat berharga;
(10). Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut uraian waktu
pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar akta yang dimaksud atau daftar
akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum Dan HAM paling lambat
tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan ke majelis pengawas daerah selambat-
lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;
(11). Mencatat dalam repotrorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir
bulan;
(12). Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan
pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan
yang bersangkutan;
(13). Membacakan akta di hadapan pengahadap dengan dihadiri minimal 2 orang saksi
dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh para penghadap, notaris dan para saksi;
(14). Menerima magang calon notaris.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimak bahwa Notaris berwenang untuk membuat akta otentik
hanya apabila hal tersebut dikehendaki atau diminta oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi
kewenangan Notaris hanya terbatas pada pembuatan akta-akta dibidang hukum perdata saja.
Menurut Sudikno Mertokusumo,9 akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan
yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula
dengan sengaja untuk pembuktian. Pembuktian merupakan salah satulangkah dalam proses
perkara perdata. Pembuktian diperlukan karena adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak
lawan atau untuk membenarkan sesuatu hak yang menjadi sengketa.
Menurut Subekti,10
akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk
membuktikan sesuatu hal peristiwa, karenanya suatu akta harus ditandatangani. Ketentuan Pasal
1 angka 7 UUJN menyatakan bahwa akta notaris adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan
notaris menurut bentuk dan tata cara tang ditetapkan dalam undang-undang ini.
Dari beberapa pengertian mengenai Akta yang penulis kutip tersebut diatas, jelaslah
bahwa tidak semua dapat disebut akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi
beberapa syarat tertentu saja yang disebut Akta. Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu
akta disebut bukti adalah :
1. Surat itu harus ditandatangani.
Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut akta ditentukan dalam Pasal
1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tujuan dari keharusan ditanda tangani itu untuk
memberikan ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah akta yang satu dengan akta yang
lainnya, sebab tanda tangan dari setiap orang mempunyai cirri tersendiri yang berbeda dengan
9Sudikno Mertokusumo, 1981, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal. 149
10Subekti, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermesa, Cetakan ke XVIII, Jakarta, hal.178
tanda tangan orang lain. Dan dengan penanda tangannya itu sesesorang dianggap menjamin
tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta tersebut. Jadi untuk dapat digolongkan
sebagai akta suatu surat harus ada tanda tangannya seperti yang disyaratkan dalam Pasal 1869
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa suatu akta yang, karena tidak berkuasa atau tidak
cakapnya pegawai dimaksud di atas (Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) atau
karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun
demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para
pihak.
Keharusan adanya tandatangan bertujuan untuk membedakan akta yang satu dari akta
yang lainnya atau akta yang dibuat oleh orang lain, jadi fungsi tandatangan tidak lain adalah
untuk memberikan ciri sebuah akta atau untuk mengindividualisir sebuah akta karena identifikasi
dapat dilihat dari tanda tangan yang dibubuhkan pada akta tersebut dan dengan penandatanganan
itu seseorang dianggap menjamin tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta itu. Yang
dimaksudkan dengan penandatangan dalam akta ini adalah membubuhkan nama dari si penanda
tangan, sehingga membubuhkan paraf, yaitu singkatan tanda tangan saja dianggap belum cukup,
nama tersebut harus ditulis tangan oleh si penandatangan sendiri atas kehendaknya sendiri.
Dipersamakan dengan tanda tangan pada suatu akta dibawah tangan adalah sidik jari (cap jari
atau cap jempol) yang dikuatkan dengan suatu keterangan yang diberi tanggal oleh seorang
notaris atau pejabat lain yang ditujuk oleh undang-undang, yang menyatakan bahwa ia mengenal
orang yang membubuhkan sidik jari atau orang itu diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta
itu telah dibacakan dan dijelaskan kepadanya, kemudian sidik jari itu dibubuhkan pada akta di
hadapan pejabat tersebut, pengesahan sidik jari ini lebih dikenal dengan waarmerking.
2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan.
Suatu surat harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang dibutuhkan,
dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah merupakan peristiwa hukum yang
menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan.
3. Surat itu diperuntukan sebagai alat bukti.
Surat pada dasarnya memang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Menurut
ketentuan aturan Bea Materai Tahun 1921 dalam Pasal 23 ditentukan antara lain bahwa semua
tanda yang ditanda tangani yang diperbuat sebagai buktinya perbuatan kenyataan atau keadaan
yang bersifat hukum perdata dikenakan bea materai tetap sebesar Rp.25,-. Oleh karena itu
sesuatu surat yang akan dijadikan alat pembuktian di pengadilan harus ditempeli bea materai
secukupnya (sekarang sebesar Rp.6.000,-).
Pasal 224 HIR/258 RBg. Mengenal 2 (dua) bentuk grosse akta, yaitu grosse akta
pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Masing-masing grosse tersebut haruslah murni dan
berdiri sendiri menurut hukum sendiri-sendiri pula dan padanya melekat kekuatan hukum
eksekusi. Antara kedua bentuk dimaksud tidak boleh dicampuradukan atau saling tumpang tindih
dalam satu obyek hutang yang sama. Yang diperkenankan oleh hukum ialah memilih salah satu
di antara dua bentuk itu. Para pihak yang mengadakan perjanjian kredit boleh memilih bentuk
hipotik atau grosse akta pengakuan hutang. Jika sudah jatuh pilihan pada bentuk grosse akta
pengakuan hutang, perjanjian kredit yang bersangkutan seharusnya tidak lagi diikuti dengan
bentuk perjanjian hipotik. Sebaliknya, kalau bentuknya telah dipilih hipotik, seharusnya tidak
perlu lagi membuat grosse akta pengakuan hutang.
Mengenai dokumen yang diperlukan grosse akta sebagai dokumen yang mendukung
keabsahannya tidak terlepas hubungannya dengan jenis perikatan grosse akta itu sendiri. Oleh
karena itu, untuk memahami kejelasan dan rincian dokumen yang diperlukan grosse akta,
tergantung pada jenis ikatan grosse akta yang dipilih oleh pihak debitur dan kreditur.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan dimuka bahwa Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg mengenal dua
bentuk grosse akta, yaitu grosse akta pengakuan hutang (Notarieele schuldbrieven) dan grosse
akta hipotik (grosse van akte van hypotheek).
Pasal 1 angka 11 UUJN grosse akta adalah salah salah satu salinan akta pengakuan utang
dengan kepala akta “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa” yang mempunyai
kekuatan eksekutorial. Jadi merupakan salinan akta yang dibuat notaris atas permintaan kreditor
setelah debitor wanprestasi atas prestasi yang disanggupinya dalam perjanjian yang dibuatnya,
Praktik pemberian kredit pada lembaga perbankan sering diikat dengan suatu jaminan pokok dan
jaminan tambahan, yang kadang diformulasikan dalam bentuk akta pengakuan hutang baik
dalam bentuk akta otentik (notaril) maupun dalam bentuk akta di bawah tangan. Kedua bentuk
akta pengakuan hutang baik pengakuan hutang dalam bentuk akta dibawah tangan maupun
dalam bentuk akta notaril merupakan akta pengakuan hutang sepihak. Artinya pengakuan hutang
tersebut dibuat oleh pihak debitur sebagai pihak berhutang yang didalamnya mengadung janji-
janji manakala debitur lalai melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, maka kreditor dapat
melaksanakan eksekusi terhadap benda yang secara khusus disebutkan dalam akta tersebut.
Terhadap akta pengakuan hutang yang dibuat debitor dihadapan seorang notaris, maka
kekuatan hukumnya adalah sempurna dalam arti mempunyai kekuatan sama dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrack van gewisjde). Hal ini