Top Banner
BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN WASIAT WAJIBAH A. Pengertian Dan Dasar Hukum Wasiat 1. Pengertian Wasiat Secara Bahasa. Wasiat berasal dari bahasa arab al-waṣ ṣhiyah (Jama’nya waṣ ṣhaya), secara harfiyah antara lain berarti pesan, perintah, dan nasihat. Ulama’ fiqih mendefinisikan wasiat dengan “penyerahan harta secara sukarela dari seseorang kepada pihak lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat, baik harta berbentuk materi maupun berbentuk manfaat. 1 Sayyid Sabiq mendefinisikan wasiat (waṣ ṣhiyah) itu diambil dari kata waṣ ṣhaitu aṣy-ṣyaia, uṣhihi, artinya Auṣ ṣhaltuhu (aku menyampaikan sesuatu). Maka muṣ ṣhi (orang yang berwasiat) adalah orang yang menyampaikan pesan di waktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati. 2 Dan ada yang menerangkan bahwa kata wasiat berasal dari kata “Wasiat” yang berarti suatu ucapan atau pernyataan dimulainya suatu perbuatan. 3 1 Abdul Aziz Dahlan, Enṣiklopedi Hukum Iṣlam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), cet 1, hlm. 1926. 2 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 14, (Bandung: PT Alma’arif, 1984), hlm. 230. 3 DEPAG RI, Ilmu Fiqih 3, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), cet 2, hlm. 181. 17
24

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

Oct 30, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

BAB II

KETENTUAN UMUM

TENTANG WASIAT DAN WASIAT WAJIBAH

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Wasiat1. Pengertian Wasiat Secara Bahasa.

Wasiat berasal dari bahasa arab al-waṣ ṣhiyah (Jama’nya waṣ ṣhaya),

secara harfiyah antara lain berarti pesan, perintah, dan nasihat. Ulama’ fiqih

mendefinisikan wasiat dengan “penyerahan harta secara sukarela dari

seseorang kepada pihak lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat, baik

harta berbentuk materi maupun berbentuk manfaat.1

Sayyid Sabiq mendefinisikan wasiat (waṣ ṣhiyah) itu diambil dari kata

waṣ ṣhaitu aṣ ṣy-ṣ ṣyaia, uṣ ṣhihi, artinya Auṣ ṣhaltuhu (aku menyampaikan sesuatu).

Maka muṣ ṣhi (orang yang berwasiat) adalah orang yang menyampaikan pesan di

waktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati.2

Dan ada yang menerangkan bahwa kata wasiat berasal dari kata

“Wasiat” yang berarti suatu ucapan atau pernyataan dimulainya suatu

perbuatan.3

1 Abdul Aziz Dahlan, Enṣiklopedi Hukum Iṣlam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),cet 1, hlm. 1926.

2 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 14, (Bandung: PT Alma’arif, 1984), hlm. 230.

3 DEPAG RI, Ilmu Fiqih 3, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), cet 2, hlm. 181.

17

Page 2: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

18

Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili wasiat secara etimologi diartikan sebagai

janji kepada orang lain untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu semasa

hidupnya atau setelah meninggalnya.4

2. Pengertian Secara Istilah

Secara terminologi atau istilah para ahli fiqih, wasiat adalah perintah

untuk melakukan suatu perbuatan setelah meninggal. Atau dengan kata lain,

bersebekah dengan harta setelah mati.5

Dalam Istilah syara’, wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada

orang lain baik berupa barang, piutang ataupun manfaat untuk dimiliki oleh

orang yang diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat mati.6

Menurut pendarat Jumhur Fuqaha mendefinisikan bahwa wasiat itu

adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sukarela dalam segala keadaan.

Karena tidak ada dalam syariat Islam sesuatu wasiat yang wajib dilakukan

dengan jalan putusan hakim.7

Keabsahan wasiat disepakati oleh semua mazhab, demikian juga

kebolehannya dalam syariat Islam. Wasiat adalah pemberian hak untuk

memiliki suatu benda atau mengambil manfaatnya, setelah meninggalnya si

4 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Iṣlam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 154-155.

5 Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 545.

6 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm 230.

7 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqih Mawariṣ, (Semarang: Pustaka Rizki Putri, 2010), hlm. 261.

Page 3: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

19

pemberi wasiat, melalui pemberian sukarela (Tabarru’). Wasiat dianggap sah

jika dibuat (diucapkan) dalam keadaan sehat dan bebes dari sakit, ataupun

dalam keadaan sakit yang membawa kepada maut, atau sakit yang lain. Dalam

kedua keadaan ini hukumnya sama menurut semua mazhab.8

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia mendefinisikan wasiat sebagai

berikut: Pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga

yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia (PS.171 huruf F KHI).9

Wasiat tidak hanya di kenal dalam sistem hukum Islam saja akan

tetapi juga diatur dalam sistem hukum lain. Dalam sistem hukum barat wasiat

di sebut dengan kata Teṣtament yaitu suatu akta yang berisi pernyataan

seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dan dapat ditarik

kembali.10

Dari beberapa definisi diatas, wasiat dapat dipakai sebagai tindakan

sukarela pewaris memberikan hak atau benda kepada orang lain tanpa

mengharapkan imbalan (Tabarru’) yang pelaksanaannya berlaku setelah

pewaris meninggal dunia.

3. Dasar Hukum Wasiata. Al-Qur’an

Dalam Surat Al-Ma’idah: 106

8 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT. Lintera Basritama, 2001), hlm. 504.

9 Departemen Agama RI, Kompilaṣi Hukum Iṣlam, (Jakarta: 1998), hlm. 82.

10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Pasal 875, hlm. 188.

Page 4: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

20

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila ṣalah ṣeorang kamumenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah(waṣiat itu) diṣakṣikan oleh dua orang yang adil diantara kamu, ataudua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalamperjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamutahan kedua ṣakṣi itu ṣeṣudah ṣhalat (untuk berṣumpah), lalu merekakeduanya berṣumpah dengan nama Allah jika kumu ragu-ragu:“(Demi Allah) kami tidak akan menukar ṣumpah ini denganharga yang ṣedikit (untuk kepentingan ṣeṣeorang), walaupun diakarib kerabat, dan tidak (pula) kami membunyikan perṣakṣian Allah:Seṣungguhnya kami kalau demikian tentulah termaṣuk orang-orangyang berdoṣa”.11

Dalam QS. Al-Baqarah: 180.

“Diwajibkan ataṣ kamu, apabila ṣeorang diantara kamu kedatangan(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan hata yang banyak,berwaṣiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya ṣecara makruf, (iniadalah) kewajiban ataṣ orang-orang yang bertakwa”.12

11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Serajaya Sentra, 1988),hlm. 180.

12 Ibid., hlm. 44.

Page 5: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

21

Dalam QS. An-Nisa’: 11.

“(Pembagian-pembagian terṣebut di ataṣ) ṣeṣudah dipenuhi waṣiatyang ia buat atau (dan) ṣeṣudah dibayar utangnya. (Tentang) orangtuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui ṣiapa di antaramereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalahketetapan dari Allah. Seṣungguhnya Allah Maha Mengetahui lagiMaha Bijakṣana”.13

b. As-Sunnah

لل لل قلقققال لعننققهه قلقققال هللقق ق لى قا ضِضقق لرلر هعلم ضِن ق ضِن قانبقق لعقق نسضِلهم ق لوهم ىى ق ضِر لخال ق لرلوى قالهبنسققضِلمم قللققهه هم مئ ق ضِر نمقق ىق قا لح لمققال لسققلللم ق: لو ضِه ق لعللنيقق هللقق ق لصققللى قا لللقق ق هل قا نو هسقق لرهن لل قانبق ضِعننققلدهه ق,لقققال نولبهة نكهت لم ضِصقليهتهه ق لللولو ضِن قضِإ هت قللنيلللتنيق ضِصى قضِفنيضِه قليضِبني نو نيهءهي لشضِه لعللنيقق هللقق ق لصققللى قا ضِللقق ق لل قا نو هسق لر هت ق نع لسضِم همننهذ ق لعللى قللنيللهة ق نت ق لملر لمال ق لر: هعلمضِصليضِتى لو ضِعننضِدي ق لك قضِإلللو هل قلذ قضِل نو لسلللم قليهق .لو

“Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muṣlim, dari Ibnu Umarr.a., dia berkata: Telah berṣabda Raṣulullah SAW,: “Hak bagiṣeorang muṣlim yang mempunyai ṣeṣuatu yang hendak diwaṣiatkan,ṣeṣudah bermalam ṣelama dua malam tiada lain waṣiatnya itu tertuliṣpada amal kebaikannya.” Ibnu Umar berkata: Tidak berlalu bagikuṣatu malampun ṣejak aku mendengar Raṣulullah SAW, mengucapkanhaditṣ itu kecuali waṣiatku ṣelalu berada di ṣiṣiku”.14

هللقق لصققللى قا ضِللقق ق هل قا نو هسقق لر ني ق لءضِن لجققال لل:,, مص,لالنققهه قلقققال لولقال ني ق ضِن قلأضِب نعضِدنب لس نن ق لعلغ ني قلقققندلبلل ضِلل,ضِالنقق لل قا هسنو لر هت:ليال ني,لفهقنل نشلتلدضِب لجمع قا لو نن ق ضِم ني ق نوهدضِن هع نم قلي لسلل لو لعللنيضِه قهق لصققلد ني,لألفلألت ني قضِاللانبلنققهةضِل هشققضِن ضِر لولللي مل, نولمققال لولألنالهذ لرى ق لمققاللت ضِح ق لج لو لن قنال ضِم ني ق ضِبهث؟ق هت:لفققاللىثهل لل: قلل,هقنل ضِلل؟قلقال لل قا هسنو لر نطهرليال لش هت:لفالل لل:لل,هقنل ني؟ق قلقال لمالضِل ني ق ضِبهثهللثنن نن قلا هرضِم لخني لء نغضِنليققال لك قأ لرلثلت لرلو نن قلتققلذ لك قضِا هرضِإلن نولكضِبني لرلا لكضِثني هث ق لوالىثهل هث ق لل:الىثهل لقاللس,,{رواه قالجمالعة} لن قاللنال نو لكلفهف ةةليلت لعاللل لعههنم ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق قلتلد

13 Ibid., hlm. 116.

14 Imam Az-Zabidi, Shahih Al-Bukhari, (Bandung: Mizan Khazanah Ilmu-Ilmu Islam, 2000), hlm. 496.

Page 6: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

22

“Dari ā’d bin Abi Wāqqāṣh, bahwa ia berkata: Raṣulullah SAW,Ṡpernah datang ketempatku untuk melawat aku ketika aku ṣakit keraṣ,lalu aku bertanya: Ya Raṣulullah! Seṣungguhnya ṣakitku ṣudahṣangat payah ṣebagaimana yang engkau lihat ṣendiri, ṣedangkanaku ini orang yang kaya dan tidak ada ahli wariṣ lain ṣelain anakkuperempuan, apakah boleh aku menyedekahkan dua pertiga darihartaku itu? Ia menjawab: Jangan. Aku bertanya lagi: YaRaṣulullah! Bagaimana kalu ṣeparonya? Ia pun menjawab lagi:Jangan. Aku bertanya lagi: Kalau ṣepertiga? Ia menjawab:Sepertiga dan (ṣekali lagi) ṣepertiga itu ṣudah cukup banyak atauṣudah cukup beṣar, karena ṣeṣungguhnya engkau jika meninggalkanahli wariṣmu itu dalam keadaan cukup/kaya akan lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka itu dalam keadaan kekuranganyang ṣelalu menadahkan tangan kepada orang lain”. (HR.Jama’ah).15

ضِه لعللنيقق هللقق ق لصققللى قا ضِللقق ق هل قا نو هسقق لر لل ق لل:لقققال مر قلقال لجالضِب نن ق لع لجلة ق لمال هن ق لولرلوى قضِانبلت لمال نن ق لم لسلللم: قلولت لولمققال لهاللدمة ق لشقق لو ىى ق لعللى قلتضِق لت ق لولمال هسلنمة ق لو مل ق لسضِبني لعللى ق لت ق لمال مة ضِصلي لو لعللى قةر قاللهه نو نغهف لم ق ق ق ق.

“Di riwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir, dia berkata: Telahberṣabda Raṣulullah SAW.: “Barang ṣiapa yang mati dalamkeadaan berwaṣiat, maka dia telah mati di jalan Allah dan Sunnah,mati dalam keadaan takwa dan Syahid, dan mati dalam keadaandiampuni doṣanya”.16

c. Al-Ijma’Rasulullah SAW telah pulang ke Rahmatullah tetapi beliau tidak

mewasiatkan sesuatu, sebab beliau tidak meninggalkan harta yang hendak

diwasiatkan, hal ini sesuai dengan hadits beliau:

لن لكال نل ق له لل: ق هسضِئ لمال قلألنهه ق هه لعنن هلل ق ضِضلي قا لر نولفى ق ني قلأ ضِن قلأضِب ضِلل قنب لعنبضِدا نن ق لعلعللى لب ق هكضِت لف ق لكني لل: ق لل,لفضِقني لل: لصى؟ق قلفلقال نو لسلللم قلأ لو لعللنيضِه ق هلل ق لصللى قا ىي ق اللنضِبلل ضِب قا ضِكلتال لصى قضِب نو ضِه: قلأ ضِصلي لو ضِمهروا قضِبالنل نو قهأ ضِصليهه, قلأ لو ضِس قانل ق ق ق ق ق ق ق ق ق.اللنال

“Di riwayatkan dari Thalhah bin Muṣarrif: Aku bertanya kepadaAbdullah bin Aufa r.a., “Apakah Nabi SAW, meninggalkan waṣiat?“Ia menjawab, “Tidak.” Ia berkata, “Bagaimana perihal perintah

15 Mu’ammal Hamidy, et. al., Nailul Authar Jilid 5, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001), hlm. 2022.

16 Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 233.

Page 7: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

23

Nabi SAW. Kepada manuṣia untuk meninggalkan waṣiat?” Iamenjawab, “Nabi SAW. Mewaṣiatkan Kitab Allah.”17

Karena beliau tidak meninggalkan harta setelah beliau meninggal,

sedang tanah beliau, semua telah di wakafkan. Adapun para sahabat, maka

mereka mewasiatkan sebagian dari harta mereka untuk mendekatkan diri

kepada Allah. Mereka juga mempunyai wasiat yang tertulis untuk ahli waris

sepeninggalan mereka.18

Umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang banyak

menjalankan wasiat, perbuatan yang demikian itu tidak pernah di ingkari oleh

seorangpun. Ketiadaan ingkar seorang itu menunjukkan adanya Ijma’.Kaum

muslimpun sepakat bahwa tindakan wasiat syari’at Allah dan Rasulnya, Ijma’

di dasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan As Sunnah yang mengatur tentang

wasiat.19

d. Dalil Aqli (Logika)Secara Aqli (logika), seorang Muslim yang taat kepada Allah SWT,

pasti berkeinginan agar akhir hayatnya diakhiri dengan amal-amal saleh, salah

satu amal saleh tersebut adalah berwasiat. Hal ini sesuai dengan hadis

Rasulullah SAW dalam Sabdanya:

لق لصققلد لللق قلت لن قا لل:ضِا نم.لقال لسلل لو لعللنيضِه ق هلل ق لصللى قا لي ق ضِن قاللنضِب لع ضِء ق نرلدا ني قاللد نن قلاضِب لعهكنم لهققاللل نجلعلل هكنم قضِللي لسققلنالضِت لح ضِزليققاللدةةضِفي ق هكنم ق ضِعننققلدلولفالضِت هكنم ق لواضِل نمقق ضِث قلا نم قضِبهثهلقق هكقق لعللنينمي[رواه قاللدارقطنى] هك نعلمالضِل ني قلا ضِزلياللدةةضِف

“Dari Abu Darda, dari Nabi SAW, ia berṣabda, “Seṣungguhnya Allahberṣedekah kepadamu dengan ṣepertiga dari hartamu ketika matimu,untuk menambah kebaikan-kebaikanmu, karena ia hendak

17 Imam Az-Zabidi, op.cit., hlm. 496.

18 Sayyid Sabiq, loc.cit.

19 Mardani, op.cit., hlm. 111.

Page 8: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

24

menjadikannya untukmu ṣebagai tambahan amal-amalmu”.(HRDaraquthni).20

Untuk menambah kekurangan-kekurangan amal perbuatannya

sewaktu masih hidup, tidak ada jalan lain selain memberikan wasiat, untuk itu

apabila wasiat di syari’atkan karena di dalam wasiat terdapat unsur

pemindahan hak milik dari seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan

sesuatu yang dapat di artikan sebagaimana sedekah yang diperintahkan

Rasulullah.B. Syarat dan Rukun Wasiat

Para ulama’ berbeda pendapat dalam memberikan uraian rukun dan

syarat wasiat. Menurut mayoritas ulama fiqih yang lazim dikenal dengan

sebuah Jumhur Al-Fuqaha, ada empat rukun (unsur) wasiat, yaitu: Orang yang

berwasiat (Al-Muṣhi/ Al-Muwaṣhṣhi), orang atau pihak yang menerima wasiat

(Al-Muṣha lah/ Al-Muṣha Ilayh), barang harta yang diwasiatkan (Al-Muṣha

bih) dan shighat atau ijab kabul wasiat.Menurut ulama’ Hanafiah dalam wasiat hanya diperlukan pernyataan

pemberian wasiat dari pemilik harta yang akan wafat karena menurut mereka

wasiat adalah akad yang hanya mengikat pihak yang berwasiat, sedangkan bagi

pihak yang menerima wasiat, akad itu tidak bersifat mengikat.21

Dalam wasiat sebagaimana dalam kitab-kitab fiqih maupun para pakar

hukum Islam adalah mempunyai maksud yang sama dengan menentukan syarat

dan rukun dalam wasiat, adapun syarat dan rukun wasiat adalah sebagai

berikut:1. Orang yang memberi wasiat (Muṣhi)

20 Mu’ammah Hamidy, op.cit., hlm. 2024.

21 Muhammad Amin Summa, op.cit., hlm. 129.

Page 9: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

25

Dalam hukum Islam, orang yang berwasiat disyariatkan agar seorang

Mushi hendaknya mempunyai kesanggupan untuk melepaskan hak milik

kepada orang lain. Dengan ketentuan syarat mushi yaitu: baligh (dewasa),

berakal sehat (aqli), bebas menyatakan kehendaknya merupakan tindakan

tabarru’ (sukarela) dan beragama Islam.22

Sayyid Sabiq dalam kitab fiqih Sunnah menyatakan bahwa orang yang

berwasiat itu disyariatkan agar orang yang memberi wasiat itu adalah orang

yang ahli kebaikan, yaitu orang yang mempunyai kompetensi (kecakapan)

yang sah. Keabsahan kompetensi ini didasarkan pada akal, kedewasaan,

kemerdekaan, ikhtiar, dan tidak dibatasi karena kedunguan atau kelainan.23

Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pada Pasal 194 Ayat 1

mensyariatkan pewasiat sekurang-kurangnya telah berumur 21 tahun,

berakal sehat, dan tidak ada paksaan dari pihak lain.24

2. Orang yang menerima wasiat (Muṣha Lahu)Para ulama’ mazhab sepakat bahwa penerima wasiat adalah mereka

yang bukan termasuk dalam golongan ahli waris dari si mayit (muṣhi),

kecuali jika disetujui oleh para ahli waris lainnya.25

Dalam hadis ini meskipun khabar ahad, akan tetapi diterima oleh para

ulama dan disepakati oleh orang banyak.

22 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewariṣan Iṣlam di Pengadilan Agama dan Menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di Pengadilan negeri Suatu Studi Kaṣuṣ,( Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), hlm. 140.

23 Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 242.

24 KHI BAB 1, Pasal 194 Ayat 1.

25 Muhammad Jawad Mughniyah, op.cit., hlm. 507.

Page 10: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

26

ضِللقق لل قا نو هسقق لر هت ق نع ضِم لسقق لل. لعننققهه قلقققال لعققالللى ق هلل قلت ضِضلى قا لر لي ق ضِهضِل لملةاللبال لمال نن قها لعلحلقققه ىق ق لحقق ني ق لل قضِذ هكقق لطققى ق نع لللقق قلأ لن قا هل قضِإ نو لسققللم قليهققق لو لعللنيققه ق للقق ق لصققللى قاضِث.(رواه قاحمقققققدوالربعه قلانسقققققالئ قومنقققققه ضِر لوا لةضِل ضِصقققققلي ه,لألل,لللوأحمدوالترمققدى قمققذي قاوقققواه قابنققه قخزيمققةوابنه قالجققالرود.رواهلسنلالوه لشهةل لرلو هءال لشال نن قلي الدارقطنى قمن قابن قعلبالس قوزادفى قاخره قإلللا ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق قحن)

“Dari Umamah Al-Bahili R.A. beliau berkata: Saya mendengarRaṣulullah SAW, berṣabda: “Seṣungguhnya Allah memberikan hakkepada orang yang mempunyai hak, maka tidak ada waṣiat bagi ahliwariṣ. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Arba’ah ṣelain An Naṣa’i(Jadi hanya: Abu Daud, At-Tirmizi dan Ibnu Majah). Dan dinilaiHaṣan oleh Ahmad dan At-Tirmizi. Penilaian itu diperkuat oleh IbnuKhuzaimah, dan Ibnu Jarud. Juga diriwayatkan oleh Ad-Daraquthnidari Ibnu Abbaṣ r.a. dan beliau menambahkan pada akhir matannyakalimai: Kecuali pada ahli wariṣ menghendakinya (menyetujuinya).Dan ṣanadnya: baguṣ.”.26

3. Barang atau Sesuatu yang diwasiatkan (Muṣ ṣa bihi)Dalam mushbih terdapat syarat harta yang diwasiatkan, yaitu:

a. Objek yang diwasiatkan bisa berupa semua hatra yang nilai, baik berupa

barang ataupun manfaat, piutang dan manfaat seperti tempat tinggal atau

kesenangan. b. Harta yang diwasiatkan tidak boleh melebihi separtiga dari harta

peninggalan/ warisan, kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya.c. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewaris.d. Pemilikan terhadap harta benda tersebut baru dapat dilaksanakan sesudah

pewasiat meninggal dunia.e. Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu

benda harus diberikan jangka waktu tertentu.f. Harta wasiat yang berupa barang tidak bergerak, karena suatu sebab yang

sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebslum

26 Abubakar Muhammad, Terjemah Subuluṣṣalam III, (Surabaya: PT. Al-Ikhlas, 1995), hlm. 382-383.

Page 11: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

27

meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta

yang tersisa.27

Dalam hal ini Sayyid Sabiq berpendapat bahwa disyaratkan agar yang

diwasiatkan itu bisa dimiliki dengan salah satu cara pemikiran setelah

pemberi wasiat mati, maka sah wasiat mengenai semua harta yang bernilai,

baik berupa barang ataupun manfaat. Dan sah pula wasiat tentang buah dari

tanaman dan apa yang ada di dalam perut sapi betina, sebab yang demikian

dapat dimiliki melalui warisan.28

4. Ucapan wasiat (Sigot)Ibnu Rusyd sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Ahmad Rofik, bahwa

wasiat dapat dilaksanakan menggunakan redaksi (ṣigot) yang jelas atau

sharih dengan kata wasiat, dan bisa juga dilakukan dengan kata-kata

samaran (ghairu ṣharih). Ini dapat ditempuh karena wasiat berbeda dengan

hibah. Wasiat bisa dilakukan dengan tertulis dan tidak memerlukan jawaban

(qabul) penerimaan secara langsung. Sementara hibah memerlukan adanya

jawaban penerimaan dalam suatu majlis.29

Wasiat diperbolehkan melalui isyarat yang dipahami, akan tetapi

menurut ulama Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali ketentuan ini hanya

bisa diterima apabila orang yang berwasiat bisu dan tidak busa tulis baca.

Apabila yang berwasiat mampu tulis baca, maka wasiat melalui isyarat tidak

sah. Sebaliknya, ulama Mazhab Malik dan Mazhab Syafi’i berpendapat

27 Mardani, op.cit., hlm. 113-115.

28 Sayyid Sabiq. loc.cit.

29 Mardani, loc.cit.

Page 12: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

28

bahwa wasiat tetap sah melalui isyarat yang dapat dipahami, sekalipun

orang yang berwasiat mampu untuk berbicara dan baca tulis.30

C. Teknis Pelaksanaan WasiatDalam pelaksanaan wasiat ulama fiqih mensyariatkan bahwa orang

yang menerima wasiat bukan salah seorang yang berhak mendapatkan warisan

dari orang yang berwasiat, kecuali apabila ahli waris lainya membolehkanya.31

Dalam pembahasan mengenai syarat-syarat wasiat, kita telah

mengetahui bahwa hak manusia dalam wasiat dibatasi, yakni separtiga harta

peninggalan mayit, dengan nash hadits Nabi SAW., “Sepertiga, dan sepertiga

itu banyak,” Maka, ukuran wasiat adalah sepertiga.32

ضِث قضِاللى ضِن قالىثهل ضِم ىضنوا لع لس ق لن قاللنال نولأ لل:لل لماللقال هه لعنن هلل ق ضِضلي قا لر مس ق لعلبال ضِن ق ضِن قانب لعهرا لكضِثني هث ق لوالىثهل هث ق لل:الىثهل لسلللم قلقال لو لعللنيضِه ق هلل ق لصللى قا ضِلل ق لل قا هسنو لر لن ق ضِع قلفضِال ىرهب ال

“Dari Ibnu ‘Abbaṣ r.a. ia berkata: Kalau manuṣia pada meremehkandari ṣepertiga ṣampai ṣeperempat, maka ṣeṣungguhnya RaṣulullahSAW, pernah berṣabda, “Sepertiga dan (ṣekali lagi) ṣepertiga ituadalah banyak”. (HR. Ahmad Bukhari dan Muṣlim).33

ضِللقق لل قا نو هسقق لر هت قليال لل قهقنل لعننهه قلقال لعالللى ق هلل قلت ضِضلى قا لر مص ق لولقال ضِن قلاضِبى ق نحهدنب لس نن ق لعهت للهقنلقق لل. لمالضِلى؟قلقال نى ق هق قضِبهثهللث لصلد ضِحلدهةلالفاللت لوا ني ق هشضِنى قضِاللانبلنهةضِل ضِر لولللي مل ق نولمال لالنالهذهث هث قوالهثهلقق لل,لالهثهلقق ضِه قلقققال هق قضِبهثهلضِثقق لصققلد هت:لالفلاللت لل:للهقنلقق نطضِرضِه؟ق قلقققال لشقق هق قضِب لصققلد لالفاللتلن نو لكلفهفقق ةة قليلت لعالللقق ههنم ق لر نن قلتققلذ لن قلا ضِمقق هر ق لخني نغضِنليققلأ لك قلا لشققلت لرلو نن قلتلذ لك قلا هرضِالنقق لكضِثيلس(متفق قعليه) ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق ق قاللنال

“Dari Sa’ad bin Abi Waqqaṣ beliau berkata: Saya berkata: Ya,Raṣulullah ṣaya orang yang mempunyai harta yang banyak (kaya)dan tidak ada yang mewariṣi ṣaya kecuali ṣeorang anak perempuan.

30 Andi Syamsu Alam, Hukum Pengangkatan Anak Perṣpektif Iṣlam, (Jakarta: PT. Kencana, 2008), hlm. 72.

31 Ahmad Kamil & M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indoneṣia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 139.

32 Wahbah Az-Zuhaili, op.cit., hlm. 228.

33 Mu’ammal Hamidy, loc.cit.

Page 13: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

29

Apakah ṣaya ṣedekahkan dua pertiga hartaku? Beliau menjawab:Jangan! Saya bertanya lagi: Apakah ṣaya ṣedekahkan ṣeparuhnya?Beliau menjawab: Jangan! Saya bertanya lagi: Apakah ṣayaṣedekahkan ṣepertiga? Beliau berṣabda: Sepertiga itu. Sepertiga itubanyak. Seṣungguhnya kamu tinggalkan ahli wariṣmu dalamkeadaan kaya lebih baik dari pada kamu meninggalkan merekadalam keadaan mereka melatar yang akan meminta-minta kepadaorang. Muttafaq’alaih”.34

Dalam hadits tersebut terdapat dalil larangan wasiat lebih dari

sepertiga itu bagi orang yang mempunyai ahli waris. Batas ini sudah disepakati

ulama (Ijma’ ulama). Hanya saja mereka berselisi pendapat. Apakah sepertiga

itu paling banyak, atau paling sedikit? Menurut pendapat Ibnu Abbas, Syafi’i

dan sekelompok ulama lain bahwa yang lebih baik adalah kurang dari sepertiga

berdasarkan sabdanya: “Bahwa sepertiga itu, banyak”.35

D. Unsur dalam KUH Perdata (BW) WasiatHukum waris yang disebut pertama, dinamakan Hukum Waris “ab

inteṣtato” (tanpa wasiat) atau hukum waris “by ver ṣterf” (berhubung dengan

meninggalnya seorang), atau hukum waris menurut Undang-undang (Wettelijk

erfrecht). Hukum waris yang kedua disebut hukum waris wasiat (teṣtamentair

erfrecht). Hukum waris ab inteṣtato, tidak dibicarakan sekarang. Tapi di

uraikan nanti dalam membicarakan para waris yang berhak menerima

warisan.36

Salah satu yang membedakan antara warisan tanpa wasiat dengan

warisan dengan surat wasiat (ab inteṣtato) adalah bahwa menurut sistem KUH

34 Abubakar Muhammad, Subuluṣ Salam III, op.cit., hlm. 377.

35 Ibid, hlm. 379.

36 Ali Afandi, S.H., Hukum Wariṣ Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2000 ), hlm. 14.

Page 14: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

30

Perdata, bahwa jika warisan tanpa wasiat mengenal pergantian kedudukan ahli

waris (Plaatṣvervulling), maka terhadap warisan dengan wasiat tidak dikenal

pergantian kedudukan penerima wasiat oleh ahli warisnya jika penerima wasiat

tersebut lebih dahulu meninggal dari pewasiatnya. Asal saja wasiat tersebut

dibuat sesuai dengan pembatasan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh

kaidah hukum yang berlaku. Perlu pula ditambahkan bahwa kalau menurut

sistem KUH Perdata, suatu wasiat haruslah dibuat dalam bentuk tertulis (dalam

bentuk akta) menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang yang

disebut dengan “Sutar wasiat”.37 Menurut sistem KUH Perdata, maka surat wasiat haruslah dibuat

dalam bentu surat (akta) dalam pasal 875 KUH Perdata, surat wasiat dapat

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu surat wasiat menurut bentuknya dan wasiat

menurut isinya.1. Surat wasiat menurut bentuknya.

Menurut ketentuan Pasal 931 KUH Perdata, ada tiga macam yaitu:a. Surat wasiat Olografiṣ (ditulis sendiri)

Surat wasiat olografiṣ adalah surat wasiat yang seluruhnya ditulis

dan ditandatangani sendiri oleh pewaris. Surat wasiat olografiṣ harus

disimpan pada seorang notaris. Penyimpanan tersebut harus dilakukan

dengan akta penyimpanan, yang dibuat oleh notaris yang menyimpan

surat wasiat, kemudian ditandatangani oleh notaris yang menyimpan

surat wasiat tersebut, pewaris dan dua orang saksi yang menghadiri

peristiwa itu (Pasal 932 KUH Perdata)Kekuatan pembuktian surat wasiat olografiṣ yang disimpan pada

notaris sama dengan ketentuan pembuktian surat wasiat yang seluruhnya

37 Munir Fuady, Konṣep Hukum Perdata, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 154.

Page 15: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

31

dibuat oleh notaris (akta umum). Hari dan tanggal pembuatan akta

penyimpanan dianggap sebagai hari dan tanggal pembuatan surat wasiat

tanpa memperhatikan hari dan tanggal surat wasiat itu sendiri (Pasal 933

KUH Perdata).38

b. Surat Wasiat Umum (Openbaar taṣtament).Surat wasiat umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh pewsiat di

depan notaris, hingga notaris mengetahui isinya bahkan dapat

menyarankan agar isi wasiat tersebut sesuai dengan kehendak pewaris

dan agar sesuai dengan hukum yang berlaku.39

Setiap surat wasiat dengan akta umum harus dibuat di depan

notaris dengan dihadiri oleh dua orang saksi (Pasal 938 KUH Perdata).

Dalam Pasal 939 KUH Perdata jika surat wasiat tersebut sudah ditulis

sendiri oleh pewasiat akan tetapi dia menghendaki agar dibuat suatu akta

wasiat umum, maka untuk menjadi akta umum, sebelumnya notaris akan

membaca isi surat tersebut dengan pewasiat dan saksi-saksi.40 c. Surat wasiat rahasia (Tertutup)

Surat wasiat rahasia adalah surat wasiat yang dibuat oleh pewaris

dengan tulisan sendiri atau ditulis oleh orang lain, yang ditandatangani

oleh pewaris. Surat wasiat atau sampul yang berisi surat wasiat harus

tertutup dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris dengan

dihadiri oleh empat orang saksi. Pewaris harus menerangkan bahwa

surat itu berisi wasiatnya yang ditulis sendiri atau ditulis orang lain dan

38 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indoneṣia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2010), hlm. 203.

39 Munir Fuady, op.cit., hlm. 156.

40 Abdulkadir Muhammad, loc.cit.

Page 16: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

32

ditandatangani oleh pewaris. Notaris harus mencatat keterangan pewaris

dalam akta yang disebut akta pengalamatan (Superṣcriptie). Akta

tersebut harus ditus diatas kertas surat wasiat atau sampul yang berisi

alamat wasiat itu. Kemudian, harus ditandatangani oleh pewaris, notaris,

dan empat orang saksi (Pasal 940 KUH Perdata).41

Dari tiga macam bentuk wasiat, maka surat wasiat umum paling

banyak dipakai dan juga paling baik. Sebab menurut Subekti, notaris

dapat mengawasi isinya sehingga dia dapat memberikan nasihat-nasihat

supaya isi surat wasiat tidak bertentangan dengan Undang-Undang atau

kesusilaan.42

2. Surat wasiat menurut isinya.Menurut isinya, ada dua macam surat wasiat, yaitu surat wasiat

pengangkatan waris (Erfṣtelling) dan surat wasiat hibah (Legaat). Isi surat

wasiat tidak hanya mengenai harta kekayaan, tetapi dapat juga mengenai

penunjukan wali untuk anak orang yang meninggal itu atau pengangkatan

pelaksanaan surat wasiat untuk mengawasi dan mengatur pelaksanaan

wasiat. a. Surat wasiat pengangkatan waris (erfṣtelling).

Dalam Pasal 954 KUH Perdata Surat wasiat pengangkatan waris

adalah surat wasiat yang berisi wasiat dimana orang yang mewasiatkan

(pewaris) memberikan kepada seorang atau lebih seluruh atau sebagian

dari harta kekayaanya jika dia meninggal dunia. Ahli waris berdasarkan pada pasal ini disebut ahli waris wasiat

(taṣtamentaire erfgenaam). Seperti halnya dengan ahli waris ab

41 Ibid., hlm. 204.

42 Ibid., hlm. 205.

Page 17: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

33

intestato, ahli waris wasiat memperoleh segala hak an kewajiban dari

pewaris yang meninggal dunia. Ahli waris wasiat berada dibawah titel

umum (onder algemene titel).43

b. Surat wasiat hibah (legaat).Dalam Pasal 957 KUH Perdata surat wasiat hibah (legaat) adalah

surat wasiat yang memuat ketetapan khusus, dimana orang yang

mewasiatkan (pewaris) memberikan kepada seorang atau beberapa

orang:1. Suatu atau beberapa benda tertentu, atau2. Seluruh benda dari suatu jenis tertentu, misalnya, benda bergerak,

benda tidak bergerak, atau3. Hak memungut hasil dari seluruh atau sebagian dari harta

peninggalan pewaris.

Orang-orang yang memperoleh harta warisan berdasar pada hibah

wasiat menurut pasal ini disebut legatariṣ. Mereka berada dibawah titel

khusus (onder bijzondere titel). Legatariṣ ini bukan ahli waris. Legatariṣ

tidak menggantikan pewaris mengenal hak dan kewajibannya. Legatariṣ

tidak wajib membayar utang-utang pewaris yang meninggal itu.

Legatariṣ hanya berhak menuntut penyerahan benda atau pelaksanaan

hak yang diberikan kepadanya dari pada ahli waris.44

Jadi kedudukan seorang legatariṣ yaitu seperti kedudukan seorang

yang berpiutang (creditur) dari orang yang meninggalkan warisan

dengan demikian orang yang bersangkutan tidak mempunyai tanggung

43 Ali Afandi, op.cit., hlm. 16.

44 Abdulkadir Muhammad, loc.cit.

Page 18: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

34

jawab atas utang-utang orang yang meninggalkan warisan. Bahkan

legatariṣ tersebut bisa menggugat dari ahli waris agar barang tertentu itu

dikembalikan kepadanya.45

E. Landasan Teori Hukum Acara dan Hukum Materiil.Hukum perdata dibagi dalam hukum perdata materiil dan hukum

perdata formil. Hukum perdata formil atau hukum acara perdata mengatur

pertikaian hukum mengenai kepentingan-kepentingan perdata atau dengan

perkara lain: cara mempertahankan peraturan-peraturan hukum perdata materiil

dengan pertolongan hakim. Hukum perdata materiil mengatur kepentingan-

kepentingan perdata.46

Hukum perdata formil ini disebut juga hukum acara perdata, yaitu

seluruh kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana

melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pedata sebagaima yang diatur

dalam hukum perdata materil. Hukum acara perdata dapat pula disebut hukum

proses, sebab Hukum Acara ini terdiri dari rangkaian cara-cara bertindak di

depan pengadilan, mulai dari memasukkan gugatan/permohonan sampai selesai

diputuskan dan dilaksanakan.47

Jadi Hukum Acara adalah Kumpulan ketentuan-ketentuan dengan

tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila

terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang

45 Oemarsalim, Daṣar-Daṣar Hukum Wariṣ di Indoneṣia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 116.

46 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2005), hlm. 220.

47 Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama Di Indoneṣia, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 84.

Page 19: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

35

berarti memberikan kepada hukum acara suatu hubungan yang mengabdi

kepada hukum materiil. Dengan singkat dapat juga dikatakan bahwa hukum

acara adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin

ditaatinya hukum materiil.48

Menurut Drs. H.A. Mukti Arto, SH. Hukum Acara Pengadilan Agama

ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mentaatinya hukum

perdata materiil dengan perantaraan hakim atau cara bagaimana bertindak

dimuka Pengadilan Agama dan bagaimana cara hakim bertindak agar hukum

itu berjalan sebagaimana mestinya.49

Dalam Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

menyatakan, “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan Agama yang

berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Agama adalah Hukum

Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Umum, Kecuali yang telah diatur ṣecara khuṣuṣ dalam Undang-Undang ini”.50

Dengan penegasan pasal ini terdapat penjelasan di atas dapat

dikatakan bahwa sesuai ketentuan Pasal 54 UU No. 7 tahun 1989, yang

memerlukan hukum acara perdata di lingkungan Pengadilan Umum berlaku

pada lingkungan Pengadilan Agama, maka secara formal harus mengacu pada

suasana yang terdapat di lingkungan Pengadilan Umum. Oleah karena itu,

mengenai intervensi, misalnya, yaitu masuknya pihak ketiga dalam proses

48 Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proṣeṣ Perṣidangan, (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2011), hlm. 3.

49 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 7.

50 Undang-Undang Pengadilan Agama, UU No. 7 Tahun 1989, (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 1992), hlm. 29.

Page 20: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

36

perkara yang sedang diperiksa pengadilan, merupakan suatu hal boleh saja

dilakukan. Hal ini sudah disebutkan dalam Pasal 86 ayat (2) UU No. 7 Tahun

1989. Dengan diizinkannya intervensi diharapkan penyelesaian perkara dapat

segera diputus dan keputusannya tidak akan saling bertentangan.51

Undang-undang dalam materiil berarti peraturan yang dibuat oleh

badan pemerintah yang berwewenang yang berlaku umum dan yang mengikat

penduduk.52

Pelaksanaan dari pada hukum materiil, khususnya hukum materiil

perdata dapatlah berlangsung secara diam-diam di antara para pihak yang

bersangkutan tampa melalui pejabat atau instansi resmi. Akan tetapi sering

terjadi, bahwa hukum materiil perdata dilanggar, sehingga ada pihak yang

dirugikan dan terjadilah gangguan keseimbangan kepentinggan di dalam

masyarakat. Dalam hal ini maka hukum materiil perdata yang telah dilanggar

haruslah di pertahankan atau ditegakkan.53

F. Hakikat dan Sejarah Singkat Wasiat Wajibah.Pesoalan ahli waris ini merupakan masalah yang sering diperdebatkan

para ahli hukum Islam, termasuk di indonesia sampai lahirnya hukum Islam.

Sebagian mereka mengatakan bahwa ahli waris pengganti ini dapat saja

mendapat warisan dengan dasar wasiat wajibah.54

51 Sulaikin Lubis, op.cit., hlm 86.

52 Schaffmeister, Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2011), hlm.1.

53 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indoneṣia, (Yogyakarta: PT. Liberty, 2006), hlm. 1.

54 Abdul Manan, Aneka Maṣalah Hukum Perdata Iṣlam di Indoneṣia, (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 166.

Page 21: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

37

Prof. Dr. H. Abdul Manan Wasiat wajibah adalah tindakan yang

dilakukan penguasa atau hakim sebagai aparat negara untuk memaksa atau

memberi putusan wasiat bagi orang yang telah meninggal dunia, yang

diberikan kepada orang yang tertentu dalam keadaan tertentu pula.55 Andi Syamsu Alam Wasiat wajibah adalah Suatu wasiat yang

diperuntukan kepada para ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh

bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan

syara’.56 Dinamakan wasiat wajibah, disebabkan dua hal yaitu:

1. Hilangnya unsur ikhtiar pemberi wasiat dan munculnya unsur kewajiban

melalui peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan, tanpa

tergantung kepada kerelaan orang yang berwasiat dan persetujuan

penerima wasiat.2. Adanya kemiripan dengan ketentuan pembagian harta warisan dalam hal

penerimaan laki-laki 2 kali lipat bagian perempuan.57

Wasiat wajibah sebagaimana yang dikemukakan oleh Fatchur Rahman

mempunyai titik singgung yang sangat erat dengan hukum kewarisan Islam

yang apabila dilaksanakan akan menimbulkan banyak persoalan yang

memerlukan solusi penyelesaian dengan sebaik-baiknya agar prinsip keadilan

dan kemanusiaan dapat ditegakkan sebagaimana yang di kehendaki oleh

hukum kewarisan.58

55 Ibid.

56 Andi Syamsu Alam, op.cit., hlm.79.

57 Dr. Mardani, loc.cit.

Page 22: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

38

Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, istilah wasiat wajibah

disebutkan pada Pasal 209 Ayat 1 dan Ayat 2, sebagai berikut:1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai

dengan pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terdapat orang tua angkat

yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya

1/3 dari harta warisan anak angkat.2. Terdapat anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah

sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkat.59

Pengertian wasiat wajibah sebagaimana dikemukakan sama dan

disejajarkan dengan pengertian wasiat wajibah yang terdapat dalam Undang-

Undang Mesir, kuat dugaan bahwa rumusan wasiat wajibah yang terdapat

dalam KHI mengikuti pengertian wasiat wajibah yang terdapat dalam Undang-

Undang Wasiat Mesir.

Drs. H. Ahmad Kamil mengemukakan bahwa pemberian hak wasiat

wajibah kepada anak angkat oleh KHI dilakukan dengan mengadaptasi nilai

hukum adat secara terbatas kedalam Hukum Islam, karena berpindahnya

tanggung jawab orang tua asal kepada orang tua angkatnya mengenai

pemeliharaan kehidupan sehari-hari dan biaya pendidikan berdasarkan

keputusan pengadilan yang disebutkan dalam huruf (h) Pasal 71 tentang

Ketentuan Umum Kewarisan.

58 Abdul Manan, op.cit., hlm. 167.

59 Abdurahman, Kompilaṣi Hukum Iṣlam di Indoneṣia, (Jakarta: Akademi Pressindo, 1995). hlm. 164.

Page 23: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

39

Dilihat dari aspek metodologis, dapat dipahami bahwa persoalan

wasiat wajibah dalam KHI adalah persoalan Ijtihadi yang ditetapkan

berdasarkan argumen hukum maṣ ṣlahah al-murṣhalah yang berorientasi untuk

mempromosikan nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan yang tumbuh dan

berkembang di tengah-tengah masyarakat muslim Indonesia.60

60 Ahmad Kamil, op.cit., hlm. 148.

Page 24: BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT DAN ...eprints.unisnu.ac.id/223/3/BAB_II_BENAR.pdfmenghadapi kematian, ṣedang ia akan berwaṣiat, maka hendaklah (waṣiat itu) diṣakṣikan

40