10 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Penatalayanan Aset Organisasi gereja Dalam ilmu manajemen kata penatalayaan disebutkan dengan kata pengelolaan. Pengelolaan aset organisasi harus dinilai dari aktualisasi nilai-nilai potensial dari aset (barang) tersebut yaitu (a) perubahan kenaikan nilai ekonomi dari barang tersebut, dimana barang itu mampu memberi nilai tambah bagi organisasi, (b) perubahan kenaikan nilai komersial dari barang tersebut, dimana dari tidak laku menjadi laku, dan (c) perubahan kenaikan nilai tukar dari barang tersebut, dimana ada harga yang memuaskan dari barang tersebut (Siregar, 2004). Menurut Siregar (2004), aset dalam bidang manajemen diartikan sebagai barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (excange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan).
21
Embed
BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Penatalayanan Aset … II.pdf10 BAB II KERANGKA TEORITIS . 2.1 Penatalayanan Aset Organisasi gereja. Dalam ilmu manajemen kata penatalayaan disebutkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1 Penatalayanan Aset Organisasi gereja
Dalam ilmu manajemen kata penatalayaan
disebutkan dengan kata pengelolaan. Pengelolaan aset
organisasi harus dinilai dari aktualisasi nilai-nilai
potensial dari aset (barang) tersebut yaitu (a)
perubahan kenaikan nilai ekonomi dari barang
tersebut, dimana barang itu mampu memberi nilai
tambah bagi organisasi, (b) perubahan kenaikan nilai
komersial dari barang tersebut, dimana dari tidak laku
menjadi laku, dan (c) perubahan kenaikan nilai tukar
dari barang tersebut, dimana ada harga yang
memuaskan dari barang tersebut (Siregar, 2004).
Menurut Siregar (2004), aset dalam bidang
manajemen diartikan sebagai barang (thing) atau
sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai
ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial
value) atau nilai tukar (excange value) yang dimiliki oleh
badan usaha, instansi atau individu (perorangan).
11
Dalam menjalankan organisasi, diperlukan aset-aset
tersebut untuk dimanfaatkan dalam membangun
strategi pelayanan organisasi. Untuk itu, diperlukan
kemampuan teknis dari seorang pemimpin.
Kemampuan teknis adalah kemampuan untuk
menggunakan peralatan-peralatan, prosedur-prosedur,
atau teknik-teknik dari suatu bidang tertentu, seperti
akuntansi, produksi, penjualan atau permesinan dan
sebagainya (Katz, 1970).
Penatalayanan aset organisasi, merupakan
sebuah kegiatan yang direncanakan secara sadar,
terorganisir, pelaksanaannya terkontrol, dan diawasi
untuk mencapai tujuan organisasi dengan
memberdayakan sumber daya organisasi yang meliputi
sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada,
untuk mencapai perubahan dan nilai dalam sebuah
organisasi (Migliore dkk, 2010). Perubahan tersebut
dapat meliputi nilai-nilai ekonomi, nilai komersial dan
nilai tukar dari barang-barang yang dimiliki oleh
12
organisasi melalui proses produksi, pemasaran dan
pelayanan kepada konsumen (Dessler, 1998).
Mengacu pada pendapat Tomatala (2001), bahwa
penatalayanan dalam Perjanjian Lama diartikan
sebagai kepala rumah tangga (bandingkan Kej.43:19;
Kej.44:19) yaitu orang yang dipercayakan tanggung
jawab dan tugas untuk mengepalai serta mengurus
harta dalam rumah tangga. Penatalayan dalam
Perjanjian Baru, diartikan sebagai seseorang yang
mendapat kehormatan dan kepercayaan untuk
melaksanakan tugas tertentu (bandingkan Mat 20:8;
Luk.8:3).
Pada dasarnya kedua defenisi penatalayanan
dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dilakukan
oleh pemimpin yang memiliki hak dan tanggung jawab
untuk melakukan tugas. Penatalayanan merupakan
suatu pekerjaan mengolah, mengatur dan mengerjakan
sesuatu yang dipercayakan oleh orang lain untuk
melaksanakan mandat Tuhan (bandingkan Luk.16:2-4;
12:42; I Kor.4:1-2; Tit.1:7; I Pet.4:10). Seorang
13
pemimpin diberikan hak untuk mengepalai organisasi
(gereja atau rumah tangga), mengatur organisasi serta
mengerjakan pekerjaan yang telah dipercayakan dan
melakukan mandat yang telah diberikan kepadanya.
Polatu (2012), mendefinisikan penatalayanan aset
organisasi gereja adalah orang yang diberikan
kepercayaaan dan tanggung jawab untuk mengatur,
mengolah dan menata aset-aset gereja. Aset-aset yang
terbukti dan dikelola gereja meliputi, (1) aset material
(tanah, hasil bumi, bangunan, uang, tabungan, dana
lestari, dana abadi dan barang atau surat berharga), (2)
aset sosial (yayasan gereja yang bergerak dalam bidang
social – Kemanusian - Pemberdayaan-Kesejahteraan,
Rumah Sakit, Poliklinik, Panti, Sekolah, Lembaga
Sosial Penelitian Berteologi, dan (3) aset intelektual (ide-
ide atau gagasan, keahlian, kecerdasan, pengetahuan,
motivasi, spesialisasi yang dituangkan dalam program
dan kegiatan yang dikembangkan untuk menghasilkan
nilai). Selain tiga aset diatas ada juga aset modal, aset
spiritual dan aset politik.
14
Fokus penelitian ini, pada penatalayanan aset
material berupa barang yang mempunyai nilai ekonomi,
nilai komersial dan nilai tukar (Siregar, 2004). Gereja
sebagai sebuah organisasi nirlaba yang berbasis ajaran
Tuhan, berupaya untuk melakukan pelayanan dengan
memberdayakan manusia untuk mengolah sumber
daya alam bagi kepentingan warga gereja. Untuk
menjalankan misinya, gereja memanfaatkan tiga
sumber daya utama yaitu manusia, uang dan ruang
(Walz, 2011).
Aset ruang berhubungan dengan gedung gereja
dan lahan, yang diolah untuk mendatangkan uang bagi
organisasi gereja. Sedangkan, manusia berhubungan
dengan orang yang diberi hak dan tanggung jawab
untuk melakukan mandat.
Aset uang adalah sumber yang penting, dengan
uang organisasi gereja dapat melaksanakan banyak
program sesuai tujuan yang ingin dicapainya. Untuk
menggunakannya secara tepat, gereja membutuhkan
sistem manajemen keuangan yang baik (Walz, 2011).
15
Latuasan (2013), mengemukakan bahwa manusia
merupakan aset organisasi gereja, karena melalui
manusia organisasi bisa mendapatkan uang melalui
persembahan jemaat, perpuluhan maupun pendapatan
yang diperoleh dari investasi lainnya. Penatalayanan
aset organisasi gereja diperlukan orang-orang yang
handal, memiliki keahlian dan kecakapan khusus
dalam mengelola aset tersebut. Penatalayanan dan
pemanfaatan aset-aset yang ada membutuhkan peran
pemimpin serta tanggung jawab setiap orang dalam
organisasi tersebut yang berkompeten didalam bidang
penatalayanan aset (Polatu 2012).
Seorang pemimpin dalam organisasi harus dapat
menjalankan empat fungsi utama manajemen, dengan
fungsi kegiatan dalam bidang perencanaan (planning),
disusul dengan kegiatan pengorganisasian (organizing),
lalu kegiatan pelaksanaan (actuating), dan diakhiri
dengan kegiatan pengawasan (controling) (Prodjowijono
2008).
16
Pattipeilohy (2013), mengatakan organisasi gereja
pada umumnya mengenal adanya jabatan organisasi
dan jabatan pelayanan fungsional gereja. Jabatan
secara organisasi gereja yaitu Ketua Majelis, Wakil,
Sekretaris, Bendahara, dan Komisi Pelayanan, atau
yang disebut juga Pimpinan Harian Majelis Jemaat
(PHMJ). Jabatan pelayanan fungsional yaitu pendeta,
diaken, penatua, dan pengajar.
Organisasi gereja yang menganut sistem sinodal,
pendeta menjabat sebagai ketua majelis jemaat
sekaligus pemimpin bagi organisasi gereja. Itu berarti,
pendeta juga menerima mandat untuk menatalayani
aset organisasi gereja (bandingkan Mat 25:14-30).
Apabila sinode gereja, mengambil kebijakan mutasi
pendeta secara periodik dan tidak ada sistem
penatalayanan aset gereja yang baku, maka
pemanfaatan aset gereja akan tergantung pada
perhatian, sikap dan kebijaksanaan pemimpin gereja
tersebut.
17
Pendeta yang menaruh perhatian besar terhadap
aset gereja serta bersikap adil dan melayani terhadap
warga gereja, dapat menggerakkan warga gereja untuk
mengerjakan tugas pemanfaatan aset gereja.
Sebaliknya, jika pendeta tidak menaruh perhatian
terhadap aset gereja dan bersikap kurang adil dan
kurang melayani warga gereja, maka aset gereja dapat
terbengkelai.
Menurut Wright (2004), menggerakkan orang lain
berarti seorang pemimpin masuk ke dalam hubungan
dengan orang lain untuk mempengaruhi. Melalui
perilaku, nilai-nilai, atau sikap pemimpin akan
menyarankan bahwa semua orang kristen mampu
melakukannya. Lebih tepatnya, bahwa semua orang
kristen seharusnya menjalankan kepemimpinan dan
berusaha membuat sebuah perbedaan dalam
kehidupan sekitar.
Seorang pemimpin yang tidak memiliki sifat
kepemimpinan, dapat membuat anggotanya menjadi
tidak bergairah dan dianggap sebagai pesuruh. Majelis
18
jemaat sebagai pemimpin jemaat juga diharapkan
memiliki sifat dan semangat kepemimpinan, yang
mendukung dan menolong warga gereja dalam tugas
dan tanggung jawab sebagai orang kristen atau
pengikut Kristus, sehingga yang terjadi adalah
bagaimana majelis jemaat memiliki semangat
kepemimpinan kristiani dan melaksanakan dalam
kehidupannya.
Menurut Hendriks (2002), kepemimpinan yang
menggairahkan adalah kepemimpinan yang bertujuan
untuk mendukung orang atau group dalam
mengembangkan dan menolongnya untuk melakukan
tugas. Pemimpin yang memberikan dukungan dan
menolong seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan anggotanya, bukanlah mendikte atau
memerintahkan tugas-tugas kepada anggota-
anggotanya.
Calvin (1996), mengemukakan keberhasilan
dalam penatalayanan aset organisasi gereja berupa
(a) setiap warga gereja memiliki talenta pemberian