23 BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS A. Pengertian 1. Pengertian Pelayanan Publik Pelayanan publik merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap warga yang merupakan kewajiban Negara bagi pemenuhan kebutuhan kesejahteraan warga negara. Pelayanan Publik bukan hanya sebagai dasar instrumen berjalannya birokrasi kewajiban negara, melainkan bahwa pelayanan publik merupakan hal dasar bagi terwujudnya kesejahteraan dan terpenuhinya kebutuhan warga negara dalam berbagai aspek sosial. Terdapat berbagai macam pengertian mengenai Pelayanan Publik, yaitu sebagai berikut : Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik di sebutkan bahwa: “pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang – undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
56
Embed
BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14646/2/T1_312013003_BAB II... · KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ... dipergunakan sebagai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
23
BAB II
KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS
A. Pengertian
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap warga yang
merupakan kewajiban Negara bagi pemenuhan kebutuhan kesejahteraan warga
negara. Pelayanan Publik bukan hanya sebagai dasar instrumen berjalannya birokrasi
kewajiban negara, melainkan bahwa pelayanan publik merupakan hal dasar bagi
terwujudnya kesejahteraan dan terpenuhinya kebutuhan warga negara dalam berbagai
aspek sosial. Terdapat berbagai macam pengertian mengenai Pelayanan Publik, yaitu
sebagai berikut :
Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
tentang pelayanan publik di sebutkan bahwa:
“pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang –
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
24
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.”1
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, disebutkan bahwa:
“Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang – undangan.”2
SK Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026 tahun 2012
tentang standar pelayanan peradilan disebutkan bahwa:
“pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak sipil setiap warga
negara dan penduduk atas suatu barang dan jasa atau pelayanan administrative
yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik.”3
Istilah publik berasal dari bahasa Inggris public yang berarti umum,
masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi bahasa Indonesia
Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai.4 Dengan demikian
pelayanan publik adalah segala bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dan keinginan 1 Pasal (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan
publik.
2 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
3 SK Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026 tahun 2012 tentang Standart
Pelayanan Publik.
4 Lijan Poltak Sinambela dkk, Op.Cit., h.5.
25
masyarakat atas barang, jasa, atau pelayanan administrarif yang dilaksanakan oleh
pemerintah berdasarkan peraturan perundang – undangan. Pengertian pelayanan
publik dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu sebagai berikut :
Dalam Perspektif ekonomi, pelayanan publik adalah semua bentuk pengadaan
barang dan jasa oleh pemerintah (sektor publik yang diperlukan warga negara
sebagai konsumen).5
Sementara dari optik politik, dapat dikatakan bahwa pelayanan publik
merupakan refleksi dari pelaksanaan negara dalam melayani warga negaranya
berdasarkan kontrak sosial pembentukan negara oleh elemen – elemen warga
negara. Peran negara dalam pelanyanan publik tersebut dilaksanakan oleh
suatu pemerintahan yang dijalankan oleh kekuatan politik yang berkuasa.6
Dari sisi sosial budaya, pelayanan publik merupakan sarana pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat demi mencapai kesejahteraan yang dalam
pelaksanaannya kental akan nilai- nilai, sistem kepercayaan dan kearifan lokal
yang berlaku.7
Sedangkan dari perspektif hukum, pelayanan publik dapat dilihat sebagai
suatu kewajiban yang diberikan oleh konstitusi atau peraturan perundang –
undangan kepada pemerintah untuk memenuhi hak – hak dasar warga negara
atau penduduknya atas suatu pelayanan.8
5 Sirajuddin, Didik Sukriono, dan Winardi, Hukum Pelayanan Publik Berbasis Keterbukaan
Informasi dan Partisipasi, Setara Press, 2012, h. 11.
6 Ibid.
7 Ibid, h. 12.
8 Ibid.
26
Ukuran keadilan dalam pelayanan publik sangat diperlukan, sebab tanpa
adanya keadilan maka pelayanan publik yang sebenarnya akan condong ke hal yang
lain dan melupakan prinsip dasar pelayanan publik dan merugikan masyarakat. Untuk
itu Pemerintah perlu membuat kebijakan – kebijakan tertentu agar tercipta pelayanan
publik yang baik dan terstruktur untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Terdapat 4 jenis kebijakan yang penyusunan dan implementasinya yang
keterlibatan pemerintah yang berbeda. Protective regulatory policy merupakan
kebijakan yang dimaksud untuk melindungi kelompok minoritas, rentan, miskin, dan
mereka yang terisolasi.9 Kedua, competitive regulatory policy, yaitu kebijakan yang
dimaksudkan untuk mendorong kompetisi antar pelaksana kebijakan guna
mewujudkan efisiensi pelayanan publik.10
Ketiga, adalah distributive regulatory
policy. Jenis kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan distributive sumber daya
kepada masyarakat.11
Terakhir adalah kebijakan restributif. Jenis kebijakan ini
dimaksudkan untuk melakukan alokasi sumber daya yang ada di masyarakat.
Pelayanan Publik yang diberikan oleh peradilan diatur di dalam SK Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026 tahun 2012 tentang Standart
Pelayanan Peradilan. Standart Pelayanan Pengadilan dalam Surat Keputusan ini
merupakan standar pelayanan yang bersifat nasional dan memberikan pedoman bagi
semua badan peradilan di semua lingkungan peradilan pada semua tingkatan untuk
menyusun Standar Pelayanan Pengadilan pada masing-masing satuan kerja.
9 Lijan Poltak Sinambela, Op.Cit.,h. 15.
10 Ibid.
11 Ibid.
27
Pengertian mengenai Standar pelayanan publik adalah suatu tolok ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian
kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari penyelenggara pelayanan kepada
masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan Pelayanan
pengadilan adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan bagi masyarakat, khususnya pencari keadilan, yang disediakan
oleh Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan dibawahnya berdasarkan
peraturan-perundang-undangan dan prinsip-prinsip pelayanan publik.
Penyelenggara pelayanan pengadilan yang selanjutnya disebut penyelenggara
adalah setiap satuan kerja yang melakukan kegiatan pelayanan pengadilan. Dan
Pelaksana pelayanan pengadilan yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat,
pegawai, petugas, dan setiap orang yang bertugas melaksanakan tindakan atau
serangkaian tindakan pelayanan pengadilan. Sedangkan Masyarakat adalah yang
berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan pengadilan, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Surat keputusan ini dibuat berdasarkan Undang – Undang Nomor 25 tahun
2009 tentang pelayanan publik. Menurut Aria Sujudi yakni Anggota Tim
pembaharuan MA standart pelayanan publik berbeda dengan SOP. SK MA Nomor
026 tahun 2012 tentang standart pelayanan peradilan hanya berlaku pada pengadilan
tingkat pertama dan banding dalam empat lingkungan peradilan serta MA. Standart
pelayanan ini disusun dengan tujuan ganda. Selain untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pengadilan bagi pencari keadilan dan masyarakat, standart pelayanan ini
28
juga diperuntukkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga
peradilan.
Dalam SK MA ini secara garis besar terdapat 4 jenis pelayanan di pengadilan,
yaitu pelayanan administrasi persidangan, pelayanan bantuan hukum, pelayanan
pengaduan dan pelayanan informasi. Sedangkan jika dilihat dari sistematika, SK MA
ini terdiri atas Ketentuan Umum, Standart Pelayanan Umum, Standart Pelayanan
pada Badan Peradilan Umum, Standart Pelayanan pada badan Peradilan Agama,
Standart Pelayanan pada Badan Peradilan Tata Usaha Negara dan Standart Pelayanan
pada Badan Peradilan Militer.
Dalam Poin ke Tiga SK MA No.026 tahun 2012 tentang Standart Pelayanan
Peradilan, berbunyi “Memerintahkan kepada setiap satuan kerja pada Badan
Peradilan untuk menyusun Standart Pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan yang
diberikan oleh masing – masing satuan kerja tersebut selambat – lambatnya 6 (enam)
bulan sejak tanggal ditetapkannya Surat Keputusan ini.” Maksud dari poin ke Tiga ini
adalah dengan adanya surat keputusan ini tiap – tiap Badan Peradilan di tingkat
manapun wajib membuat standart pelayanan yang baru dan baik sesuai dengan jenis
pelayanan yang akan diberikan dalam Badan Peradilan tersebut. Hal inilah yang
menjadi dasar bahwa setiap Badan Peradilan di tingkat manapun membuat
pembaharuan pelayanan publik untuk mempermudah pencari keadilan untuk
mendapatkan kemudahan dalam memperoleh keadilan.
Maksud dengan dikeluarkannya SK MA ini adalah sebagai bentuk komitmen
pengadilan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas,
29
sebagai pedoman bagi masyarakat dalam menilai kualitas pelayanan pengadilan,
sebagai tolok ukur bagi setiap satuan kerja dalam penyelenggaraan pelayanan, dan
sebagai pedoman bagi setiap satuan kerja dalam menyusun Standart Pelayanan
Pengadilan pada masing – masing satuan kerja.
2. Pengertian Pencari Keadilan
Pencari Keadilan adalah setiap orang atau warga masyarakat yang memiliki
hak – hak untuk diperjuangkan dalam hukum untuk memperoleh keadilan. Pencari
keadilan dapat disebut dengan istilah klien. Klien yang dimaksud seseorang atau
perorangan atau warga masyarakat atau pihak lain yang sama – sama berupaya
mencari dan memperjuangkan keadilan dalam hukum. Dalam kaitannya, pencari
keadilan memiliki hak yang sama untuk memperoleh keadilan, hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 28 H ayat (2) Undang - Undang Dasar 1945 yakni: “setiap orang berhak
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan
dan keadilan.”
Dalam penelitian ini pencari keadilan yan dimaksud adalah Tersangka dan
terdakwa dengan pengertian menurut Pasal 1 butir 14 Kitab Undang – Undang
Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa “tersangka adalah seseorang yang karena
perbuatan atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku
tindak pidana.” Menurut J.C.T Simorangkir bahwa yang dimaksud dengan tersangka
adalah “seseorang yang telah disangkakan melakukan suatu tindak pidana dan masih
dalam taraf pemeriksaan pendahuluan untuk dipertimbangkan apakah tersangka ini
30
mempunyai cukup dasar untuk diperiksa di persidangan.”12
Sedangkan, Menurut
Darwaterdan Prints tersangka adalah “seseorang yang disangka, sebagai pelaku suatu
delik pidana” (dalam hal ini tersangka belumlah dapat dikatakan sebagai bersalah
atau tidak”.13
Sedangkan Sedangkan menurut Pasal 1 butir 15 Kitab Undang – Undang
Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa “terdakwa adalah seorang tersangka yang
dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.” Pengertian mengenai Peradilan
Pemulihan Terpadu juga dapat dilihat dari pendapat J.C.T Simorangkir, bahwa yang
dimaksud dengan terdakwa adalah “seseorang yang diduga telah melakukan suatu
tindak pidana dan ada cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan di muka
persidangan.”14
Tersangka dan terdakwa memiliki hak – hak sejak ia mulai diperiksa. Hak –
hak yang dimiliki oleh tersangka dan yakni diatur dalam KUHAP (Kitab Undang
Hukum Pidana) dari pasal 50 sampai dengan pasal 68. Hak – Hak tersebut, meliputi:
1. Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal 50
ayat (1), (2), dan (3)).
2. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti plehnya
tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (Pasal 51 butir a
dan b).
12 Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, 2014, h. 53.
13 Ibid.
14 Ibid, h. 54.
31
3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan
hakim (Pasal 52).
4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1)).
5. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan
(pasal 54).
6. Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk
oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi
tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma –
cuma.
7. Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk
menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat
(2)).
8. Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka aatu terdakwa yang
ditahan (pasal 58).
9. Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah
dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan
hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan
dengan keluarga yang dimaksud (Pasal 59 dan 60).
10. Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada hubungan dengan
perkara tersangka atau terdakwa. Untuk kepentingan pekerjaan atau untuk
kepentingan kekeluargaan (Pasal 61).
11. Hak tersangka atau terdakwa untuk berhubungan surat – menyurat dengan
penasihat hukumnya (Pasal 62).
32
12. Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima
kunjungan kerohaniawan (Pasal 63).
13. Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de
charge (Pasal 65).
14. Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian (Pasal 68).
15. Hak terdakwa (pihak yang diadili) untuk menuntut terhadap hukum yang
mengadili perkaranya. (Pasal 27 ayat (1), Undang – Undang Pokok
Kekuasaan Kehakiman)
Sedangkan para pencari keadilan terdapat dalam bagian menimbang Surat
Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Salatiga No. W 12-U12/152 /HK008/9/2015
tentang Pembentukan Team Pengelola Pelayanan Peradilan Pemulihan Terpadu pada
Pengadilan Negeri Salatiga, yakni sebagai berikut: (lampiran III)
a. Bahwa perempuan dan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga,
berhak mendapatkan perlindungan, pendampingan dan/atau bimbingan rohani
dalam setiap perkara kekerasan dalam rumah tangga yang dihadapinya.
b. Bahwa sarana pelayanan peradilan pemulihan harus memperhatikan dan
mempunyai akses yang dapat dijangkau oleh penyandang cacat (disabilitas).
c. Bahwa merupakan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan dan
bantuan kepada setiap anak baik terhadap yang menjadi pelaku maupun
korban baik bantuan hukum maupun bantuan lainnya, yang dalam
pelaksanaannya dapat melibatkan peran masyarakat.
33
d. Bahwa pelayanan peradilan pemulihan harus dapat menyediakan akses atau
sarana bagi saksi dan korban untuk memberikan kesaksian tanpa berhadapan
langsung dalam pemeriksaan persidangan.
B. Teori Hukum
1. Teori Keadilan Bermartabat
Teori keadilan bermartabat adalah suatu ilmu, dalam hal ini ilmu hukum.
Teori Keadilan bermartabat sebagai ilmu hukum memiliki suatu skopa atau
cangkupan yang, antara lain; dapat dilihat dari susunan atau lapisan ilmu hukum yang
meliputi filsafat hukum atau philosophy of law di tempat pertama. Pada lapisan
kedua, terdapat teori hukum (legal theory). Sementara itu dogmatik hukum atau ilmu
hukum positif berada di tempat ketiga. Hukum dan praktik hukum berada pada
susunan atau lapisan ilmu hukum yang keempat.15
Walau dalam teori keadilan
bermartabat terdapat lapisan – lapisan dalam ilmu hukum, pada dasarnya lapisan –
lapisan atau komponen tersebut saling kait – mengkait.
Ruang lingkup teori keadilan bermartabat tidak hanya pengungkapan dimensi
yang abstrak dari kaidah dan asas – asas hukum yang berlaku. Lebih jauh dari pada
itu, teori keadilan bermartabat mengungkap pula semua kaidah dan asas – asas
hukum yang berlaku di dalam sistem hukum, dalam hal ini sistem hukum dimaksud
yaitu sistem bukum positif Indonesia; atau sistem hukum berdasarkan Pancasila.16
15 Teguh Prasetyo, Op.Cit., hlm. 2.
16 Ibid, h. 43.
34
Teori keadilan bermartabat, disebut bermartabat karena teori yang dimaksud
adalah merupakan suatu bentuk pemahaman dan penjelasan yang memadai (ilmiah)
serta mengenai konherensi dari konsep – konsep hukum di dalam kaidah dan asas –
asas hukum yang berlaku serta doktrin – doktrin yang sejatinya merupakan wajah,
struktur atau susunan dan isi serta ruh atau roh (the spirit) dari masyarakat dan bangsa
yang ada di dalam sistem hukum berdasarkan pancasila, yang dijelaskan oleh teori
keadilan bermartabat itu sendiri.17
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori keadilan bermartabat adalah
teori yang mengatakan bahwa keadilan adalah keadilan yang bukan sama rata
melainkan sesuai dengan ukuran keadilan bagi setiap manusia.
2. Teori Pemidanaan
Istilah teori pemidanaan berasal dari Inggris, yaitu comdemnation theory.
Pemidanaan adalah penjatuhan hukuman kepada pelaku yang telah melakukan
perbuatan pidana.18
Pada dasarnya teori pemidanaan muncul akibat perubahan pola
kehidupan masyarakat terhadap perbuatan pidana yakni berupa kejahatan. Perbuatan
pidana merupakan :
“perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal
saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuatan,
yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditumbulkan oleh kelakuan orang,
17 Ibid., h.62.
18 H. Salim, HS., Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2012, h. 149.
35
sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkan
kejadian itu.” (Moelyatno, 2000: 54.19
Sanksi terhadap perbuatan pidana yakni kejahatan digolongkan menjadi 2
macam jenis dan diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, yaitu
pidana pokok dan tambahan. Pidana pokok merupakan pidana utama yang ditujukan
kepada pelaku kejahatan. Pidana Pokok terdiri atas pidana mati, pidana kurungan,
pidana denda, dan pidana tutupan. Sedangkan Pidana tambahan merupakan pidana
yang bersifat hanya sebagai penambah pidana pokok yang ditujukan kepada pelaku
kejahatan. Pidana tambahan terdiri atas pencabutan hak – hak tertentu, pengumuman
putusan hakim, dan perampasan barang – barang tertentu.
Teori pemidanaan merupakan teori – teori yang mengkaji dan menganalisis
mengapa negara menjatuhkan pidana kepada pelaku yang telah melakukan kejahatan,
apakah karena adanya unsure pembalasan atau menakuti masyarakat, dan atau
melindungi atau memperbaiki masyarakat.
Tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dari suatu
pemidanaan, yakni sebagai berikut :
a) Untuk memperbaiki pribadi pelaku kejahatan;
b) Membuat orang jera untuk melakukan tindak pidana;
c) Membuat pelaku kejahatan tertentu tidak mampu untuk melakukan perbuatan
tindak pidana
19 Ibid.
36
Dalam perkembangannya teori pemidanaan terbagi menjadi 3 jenis teori
pemidanaan, yakni teori absolute atau teori pembalasan, teori relatif atau teori tujuan
(Doeltheorie), dan teori gabungan (Gemengdetheoerie).
1. Teori Absolut atau teori pembalasan (Teori Retributif)
Teori absolute berasal dari bahasa Inggris, yaitu Absolute Theory,
Sedangkan dalam bahasa Belanda, yaitu Absolute Therorieen. Teori absolute
berpijak pada prinsip pembalasan kembali.
L.,J. van Apeldoorn mengemukakan pandangannya tentang teori
absolute. Teori absolute adalah :
“teori yang membernarkan adanya hukuman hanya semata – mata atas
dasar delik yang dilakukan. Hanya dijatuhkan hukuman “quia
pecattum est” artinya karena orang membuat kejahatan. Tujuan
Hukum terletak pada hukuman itu sendiri. Hukuman merupakan
akibat mutlak dari sesuatu delik, balasan dari kejahatan yang
dilakukan oleh pelaku.”20
Sedangkan, Muladi juga mengemukakan pandangan terhadap esensi
teori absolute. Teori absolute (teori retributif) memandang bahwa :
“pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah
dilakukan, jadi berorientasi pada perbuatan dan terletak pada kejahatan
itu sendiri.”21
20 Ibid., h. 152.
21 Ibid.
37
Berdasarkan dua pendapat yang tela dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa teori absolute memiliki ciri – ciri tertentu. Ciri pokok atau karakteristik
teori retributif, yaitu :
1. Tujuan Pidana adalah semata – mata untuk pembalasan;
2. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak
mengandung sarana – sarana untuk tujuan lain misalnya untuk
kesejahteraan masyarakat.
3. Kesalahan merupakan satu – satunya syarat untuk adanya pidana;
4. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar;
5. Pidana melihat kebelakang, ia merupakan pencelaan yang murni
dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau
memasyarakatkan kembali si pelanggar.22
Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana
dijatuhkan semata – mata karena orang yang telah melakukan suatu
kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu
pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi
bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.23
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doeltheorie)
Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doeltheorie) dapat disebut sebagai
teori nisbi yang menjadi dasar penjatuhan hukuman pidana kejahatan bagi
22 Rahman Amin, “Teori – Teori Pemidanaan dalam Hukum”, 4 Mei 2015,