15 BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Konsep Kredit dan Pembiayaan Perbankan di Indonesia Dalam sebuah sistem keuangan terdapat berbagai lembaga keuangan yang menjalankan fungsi Financial Intermediaries yaitu pihak yang meminjam dana dari nasabah yang menabung dan meminjamkannya ke pihak lain baik itu kepada pihak bank lain maupun kepada pihak ketiga dalam bentuk kredit/pembiayaan. a. Kredit Perbankan Konvensional Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dell’Aricca, et.al. (2012) dalam Utari, Arimurti, dan Kurniati (2012) menyebutkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan dapat dipicu oleh beberapa faktor yaitu: 1) Bagian dari fase normal suatu siklus ekonomi, atau sering disebut dengan prosiklikalitas kredit 2) Adanya liberalisasi sektor keuangan 3) Aliran modal masuk yang tinggi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
89
Embed
BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN ...digilib.uin-suka.ac.id/34714/2/15810076_BAB-II_sampai...15 BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Konsep Kredit
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
15
BAB II
KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Konsep Kredit dan Pembiayaan Perbankan di Indonesia
Dalam sebuah sistem keuangan terdapat berbagai lembaga keuangan yang
menjalankan fungsi Financial Intermediaries yaitu pihak yang meminjam dana dari
nasabah yang menabung dan meminjamkannya ke pihak lain baik itu kepada pihak
bank lain maupun kepada pihak ketiga dalam bentuk kredit/pembiayaan.
a. Kredit Perbankan Konvensional
Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Dell’Aricca, et.al. (2012) dalam Utari, Arimurti, dan Kurniati (2012)
menyebutkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan dapat dipicu oleh beberapa
faktor yaitu:
1) Bagian dari fase normal suatu siklus ekonomi, atau sering disebut dengan
prosiklikalitas kredit
2) Adanya liberalisasi sektor keuangan
3) Aliran modal masuk yang tinggi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
16
Sejalan dengan meningkatnya perekonomian domestik, umumnya kredit
akan tumbuh lebih cepat. Hal ini dipicu oleh kebutuhan untuk investasi perusahaa n
baik dalam bentuk investasi baru maupun penambahan kapasitas. Tingginya
pertumbuhan kredit juga dapat dipicu oleh liberalisasi di sektor keuangan yang
umumnya memang dirancang untuk meningkatkan kedalaman sektor keuangan.
Faktor lain yang turut berkontribusi terhadap peningkatan kredit adalah adanya
aliran modal masuk. Aliran modal masuk akan meningkatkan penawaran dana oleh
perbankan yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan kredit. Berbeda dengan
tiga yang pertama, pertumbuhan kredit yang dipicu oleh respon yang berlebihan
pelaku sektor keuangan lebih mengarah pada pertumbuhan kredit yang berlebihan
(credit boom). Hal ini dapat memunculkan sebuah risiko kredit.
Risiko kredit adalah kerugian potensial yang diakibatkan oleh keadaan
dimana debitur tidak mampu dan atau tidak mau menyelesaikan kredit sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian kredit. Greuning dan Bratanivic
(2011) dalam Saputra (2016) menjelaskan bahwa hampir semua regulator
menetapkan standar pengelolaan risiko kredit yang meliputi identifikasi risiko dan
potensi yang ada, mendefinisikan kebijakan yang menggambarkan filoso fi
manajemen risiko bank serta menetapkan aturan mengenai ukuran/parameter dalam
risiko kredit yang akan dikontrol. Ada tiga jenis kebijakan yang berkaitan dengan
manajemen risiko kredit:
1) Kebijakan yang bertujuan untuk membatasi atau mengurangi risiko kredit.
Yang termasuk dalam jenis pertama adalah kebijakan pada konsentrasi dan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
17
pemaparan besar, diversifikasi, pinjaman kepada pihak terkait, dan
kelebihan pemaparan.
2) Kebijakan yang bertujuan mengklasifikasikan aset dengan cara
mengevaluasi kolektabilitas portofolio instrument kredit secara berkala.
3) Kebijakan yang bertujuan untuk kerugian provisi atau kebijakan dalam
menciptakan tunjangan pada tingkat tertentu untuk menyerap kerugian yang
dapat diantisipasi.
b. Pembiayaan Perbankan Syariah
Sebagai lembaga intermediasi, perbankan syariah selain melakukan
kegiatan penghimpunan dana secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk
simpanan juga akan menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan (financing).
Istilah kredit dalam perbankan konvensional jika didalam konsep perbankan syariah
disebut dengan pembiayaan. Instrumen bunga yang ada dalam bentuk kredit
digantikan dengan akad-akad tradisional Islam atau sering disebut dengan
perjanjian berdasarkan prinsip syariah.
Pembiayaan dalam prinsip Islam didasarkan pada firman Allah SWT, dalam
هۥ ما سلف و أمرهۥ إلى ٱلله هۦ فٱنتهى فل ة م ن رهب م ٱلر بوا فمن جاءهۥ موعظ ٱلبيع وحره …].[ وأحله ٱلله
ها خلدون ﴿275﴾1 هم في ب ٱلنهار أولئك أصح اد ف ومن ع
1 Artinya “…[.] Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang -orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 275).
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
18
Dalam Tafsir Imam Syafi’i dijelaskan bahwa riba adalah apabila seseorang
memberikan pinjaman kepada orang lain lalu mewajibkan sesuatu kepada
peminjam dengan pilihan untuk membayarnya tepat waktui atau melebihinya.
Maka peminjam akan memilih untuk mengakhiri pembayaran dengan menambah
jumlahnya. Apabila hal demikian terjadi, maka mereka akan menggugurkan sunah
Rasulullah SAW dan perkataan tersebut berasal dari kebodohan mereka (Al-Farran,
2008: 491).
Dalam konteks kehidupan sekarang ini, riba yang dimaksud dapat
dipersamakan dengan konsep bunga bank pada kasus kredit. Bunga merupakan
bentuk imbalan dari pihak nasabah yang diberikan kepada pihak perbankan. Dalam
upanya menghindari praktik riba maka pembiayaan menggunakan prinsip bagi
hasil.
Transaksi pembiayaan pernah dipraktikkan oleh rasulullah SAW
sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Aisyah R.A
yang berbunyi:
ه ه درع هن ، ور ما بنسيئة طعا هودي من ي ه وسلهم صلهى هللا علي اشترى رسول للاه
Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membeli bahan
makanan dengan sistem pembayaran dihutang, itulah hakikat kredit.
Pada pratiknya di perbankan syariah, produk pembiayaan terbagi menjadi
empat kategori yang didasarkan pada perjanjian akad-akad dalam prinsip syariah
adalah sebagai berikut (Umam, 2009):
1) Pembiayaan berdasarkan akad jual beli. Jenis pembiayaan berdasarkan akad
jual beli dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pembiayaan murabahah,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
19
pembiayaan salam, dan pembiayaan istishna. Inti dari pembiayaan
berdasarkan akad jual beli adalah bahwa nasabah yang membutuhkan suatu
barang tertentu, maka padanya akan menerima barang dari pihak bank
dengan harga sebesar harga pokok (historical cost) ditambah besarnya
keuntungan dikehendaki oleh bank (profit margin) dan harus ada
kesepakatan mengenai harga tersebut oleh kedau pihak.
2) Pembiayaan berdasarkan akad sewa-menyewa. Jenis pembiayaan ini
diberikan kepada nasabah yang ingin mendapatkan manfaat atas barang
tertentu tanpa perlu memiliki. Pihak bank syariah dapat mnyewakan barang
yang menjadi objek sewa (ujrah) yang besarnya sesuai kesepakatan.
3) Pembiayaan berdasarkan akad bagi hasil. Pembiayaan berdasarkan akad
bagi hasil ditujukan untuk memenuhi kepentingan nasabah akan modal atau
tambahan modal untuk melaksanakan sautu usaha yang produktif. Dalam
pratik perbankan dikenal dua macam pembiayaan berdasarkan akad bagi
hasil, yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.
4) Pembiayaan berdasarkan akad pinjam-meminjam. Pembiayaan berdasarkan
akad pinjam-meminjam ditempuh perbankan dalam keadaan darurat
(emergency sitiation), karena pada prinsipnya melalui pembiayaan
berdasarkan akad pinjam-meminjam ini bank tidak boleh mengamb il
keuntungan dari nasabah sedikitpun, kecuali hanya sebatas biaya
administrasi yang benar benar digunakan oleh bank dalam proses
pembiayaan. Pembiayaan ini dibedakan menjadi dua, yaitu qardh dan qardh
al hasan.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
20
2. Kebijakan Makroprudensial
Secara konseptual, kebijakan makroprudensial adalah instrumen regulas i
prudensial yang ditujukan untuk mendorong stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan, bukan kesehatan lembaga keuangan secara individu. Secara analogi,
kebijakan makroprudensial adalah instrumen regulasi prudensial yang ditujukan
untuk menjaga kesehatan lembaga secara individu. Dengan demikian, kebijakan
makroprudensial digunakan untuk mencegah terjadinya siklus boom-bust suplai
kredit dan likuiditas yang dapat menyebabkan ketidakstabilan perekonomian.
Dengan peran menjaga stabilitas suplai intermediasi keuangan ini, kebijakan
makroprudensial mempunyai peran yang menunjang tujuan kebijakan moneter
dalam menjaga stabilitas harga dan output (Warjiyo dan Juhro, 2016: 604).
Menurut Working Group G-30 (2010) penerapan kebijakan
makroprudensial ini dimaksudkan untuk mengatasi dua dimensi dari risiko
sistemik, yaitu dimensi time series dan dimensi cross section
a. Dimensi time series menggambarkan mekanisme akumulasi risiko pada
sistem keuangan sepanjang waktu. Kejadian ini dimaksudkan untuk
mengurangi kecenderungan sistem keuangan dalam memperbesar naik
turunnya siklus bisnis. Dalam hal ini institusi keuangan bertindak
prosiklikal terhadap siklus bisnis karena institusi finansial secara kolektif
cenderung meningkatkan risk exponsure selama perekonomian dalam masa
boom dan menjadi sangat risk averse pada saat ekonomi dalam masa bust.
Hal ini dapat dilihat dari kredit yang disalurkan oleh bank. Kebijakan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
21
makroprudensial diharapkan dapat memoderasi siklus finansial, bukan
menghilangkannya.
b. Dimensi cross section menggambarkan distribusi risiko pada sistem
finansial pada waktu tertentu. Kebijakan ini dimaksudkan untuk
mengurangi risiko tertular (spillovers) dari ketidakstabilan keuangan
(financial distress). Masalah yang terjadi pada institusi keuangan yang satu
dapat menyebar dengan cepat ke institusi keuangan yang lain karena adanya
saling ketergantungan yang sangat erat.
Kebijakan makroprudensial diwujudkan dalam beberapa instrumen
kebijakan. Penggunaan instrumen tersebut tergantung pada tingkat ekonomi dan
keuangan, nilai tukar, dan daya tahan terhadap guncangan (shock). Instrumen
kebijakan tersebut sering digunakan sebagai komplemen bagi kebijakan moneter
dan kebijakan fiskal serta berfungsi sebagai automatic stabilizer. Adapaun beberapa
instrumen kebijakan makroprudensial yang ditetapokan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Instrumen Kebijakan Makroprudensial Indonesia
Risiko Instrumen
Kredit 1. Loan to Value (LTV) ratio 2. Financing to Value (FTV) ratio 3. Giro Wajib Minimum Loan to Deposit Ratio
(GWM LDR) 4. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
Likuiditas 5. Giro Wajib Minimum Loan to Deposit Ratio (GMW LDR)
6. Posisi Devisa Neto (PDN) Tata Kelola (Governance) 7. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Modal 8. Countercyclical Capital Buffer (CCB)
9. Capital Surcharge Sumber: Bank Indoensia (2015)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
22
Tabel 2.2 Instrumen Kebijakan Makroprudensial di Berbagai Negara
Instrumen Negara yang Menerapkan
Memitigasi Resiko Kredit:
➢ Pembatasan Pertumbuhan ➢ Pembatasan LDR dan Buffer
➢ LTV
➢ Dynamic provisioning
➢ Brazil, Kuwait, United Kingdom ➢ Bulgaria, Kroasia, Hongkong, Kuwait,
Indonesia ➢ China, Hongkong, Korea, Hungaria,
Indonesia ➢ Kolumbia, Bolivia, Uruguay, Peru, Spanyol
Mitigasi Insolvency :
➢ Pembatasan debt to income ratio ➢ Leverage ratio ➢ Permodalan
Dengan demikian, nilai tukar mata uang riil bergantung pada tingkat harga
barang dalam mata uang domestik serta nilai tukar mata uang domestik tersebut
terhadap mata uang asing. Jika nilai tukar mata uang riil dari mata uang domestik
tinggi, maka harga barang-barang di luar negeri relatif lebih murah dan harga
barang-barang di dalam negeri menjadi relatif lebih mahal dan sebaliknya.
d. Loan to Deposit Ratio (LDR)/Financing to Deposit Ratio (FDR)
LDR/FDR adalah rasio yang membandingkan antara total
kredit/pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun olen
perbankan. Rasio ini menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan
dananya yang berasal dari masyarakat (berupa Giro, Deposito, Tabungan, dan lain-
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
33
lain) dalam bentuk kredit/pembiayaan. Semakin tinggi rasio LDR/FDR maka
kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit/juga semakin besar (Bank
Indonesia, 2015).
LDR/FDR juga sangat berpengaruh terhadap profitabilitas perbankan. Jika
LDR/FDR naik maka pendapatan perbankan dapat dipastikan juga akan semakin
tinggi, dalam arti memiliki pengaruh positif. Hal ini terjadi karena jika semakin
tinggi kredit/pembiayaan yang diberikan maka semakin tinggi juga pendapatan
bunga, namun sepanjang penyaluran kredit telah dilakukan secara prudentia l
terhadap ketentuan yang ada sehingga tidak menimbulkan kredit bermasalah
(Riyadi, 2015). Islitah LDR digunakan untuk perbanakan konvensiona l,
sedangankan istilah FDR digunakan untuk perbankan syariah.
B. Telaah Pustaka
Dalam perkembangannya, telah banyak penelitian yang meneliti tentang
bagaimana pengaruh faktor makroekonomi terhadap penyaluran kredit perbankan
serta bagaimana efektifitas kebijakan makroprudensial yaitu LTV/FTV dan GWM-
LDR dalam mengatur penyaluran kredit yang berlebihan.
Neneng Ela Fauziyah (2016) meneliti tentang Analisis Dampak Kebijakan
Pelonggaran Financing to Value (FTV) Terhadap Penyaluran Pembiayaan Properti
di Perbankan Syariah Dalam Kerangka Kebijakan Makroprudensial. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis Vector Error Corection
Model (VECM) yang menghasilkan bahwa kebijakan pelonggaran FTV yang
dirancang oleh Bank Indonesia pada tahun 2015 memberikan dampak negatif
terhadap peningkatan penyaluran pembiayaan properti. Kemudian variabel
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
34
makroekonomi yang berdampak positif dalam meningkatkan pembiayaan properti
adalah inflasi dan IPI saja. Sedangkan BI rate memberi dampak negatif. FDR
sebagai variabel internal bank memberikan dampak positif terhadap pembiayaan
property. Pada intinya, kenijakan pelonggaran FTV belum sepenuhnya efektif
dalam meningkatkan pembiayaan properti di perbankan Syariah.
Intan Puspitasari (2016) meneliti tentang Efektivitas Kebijakan
Makroprudensial dalam Memitigasi Prosiklikalitas Kredit dan Pembiayaan Dual
Banking System di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitat if
dengan alat analisis Vector Autoregresive (VAR) yang menghasilkan bahwa
kebijakan GWM-LFR dinilai masih belum terlalu efektif dalam memitigas i
prosiklikalitas kredit perbankan konvensional, sedangkan untuk perbankan syariah
belum efektif sama sekali. Untuk kebijakan FTV/LTV dinilai belum efektif untuk
memitigasi prosiklikalitas kredit dan pembiayaan.
Purnawan dan Nasir (2015) meneliti tentang kebijakan makroprudens ia l
dalam menstabilkan volatilitas nilai tukar. Penelitian ini menggunakan VARX dan
metode event analysis yang menghasilkan volatilitas nilai tukar mulai menurun
ketika terjadi penetapan kebijakan one month holding periode (OMHP), sehingga
kebijakan makroprudensial sebagai kebijakan countercyclical telah terpenuhi
dengan kebijakan OMHP.
Penelitian Rizki E. Wirnanda, Meily I. Permata, M. Barik Bathaludd in,
Wahyu A. Wibowo (2012) menunjukkan bahwa sebagian besar kebijakan
makroprudensial yang telah dikeluarkan Bank Indonesia efektif dalam meng-
address permasalahan yang ada, yaitu volatilitas nilai tukar dan kredit.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
35
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, penelitian ini terfokus pada
sistem perbankan ganda yaitu bank konvensional dan bank syariah di Indonesia
yang terfokus pada efektitas kebijakan makroprudensial sebagai countercyclical
penyaluran kredit dan pembiayaan yang juga dipengaruhi oleh variabel
makroekonomi dan variabel internal perbankan. Alasan pemilihan variabel
makroekonomi adalah agar penelitian ini mempunyai cakupan yang lebih luas
sehingga tidak tertuju pada variabel internal perbankan saja.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan
variabel serta rentang waktu yang digunakan. Selain itu penelitian ini terfokus pada
pembuktian tentang kebijakan makroprudensial yang bersifat kebijakan
countercyclical. penelitian ini menggunakan data sampai tahun 2018, sehingga
diharapkan mampu menangkap peristiwa pada penyaluran kredit secara lebih dalam
sejak diberlakukannnya kebijakan makroprudensial. Penelitian ini juga terfokus
pada bank konvensional dan bank syariah.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
36
Tabel 2.4 Tabel Penelitian Terdahulu
Peneliti dan
Tahun
Sumber
Referensi
Judul Variable dan Alat
Analisis
Ringkasan Hasil
Neneng Ela Fauziyah. 2016
Skripsi Program Sarjana Ekonomi FEBI UIN Sunan Kalijaga
Analisis Dampak Kebijakan Pelonggaran Financing To Value (FTV) Terhadap Penyaluran Pembiayaan Properti di Perbankan Syariah Dalam Kerangka Kebijakan Makroprudensial
Pembiayaan Properti, Financing to Value (FTV), BI Rate, inflasi, Indeks Produksi Industri (IPI), dan Financing to Deposit Ratio (FDR)
Alat analisis: Vector Error Correction Model (VECM)
Kebijakan pelonggaran FTV yang dirancang oleh Bank Indoensia pada tahun 2015 memberikan dampak negatif terhadap peningkatan penyaluran pembiayaan properti. Kemudian variabel makroekonomi yang berdampak positif dalam meningkatkan pembiayaan properti adalah inflasi dan IPI saja. Sedangkan BI rate memberi dampak negatif. FDR sebagai variabel internal bank memberikan dampak positif terhadap pembiayaan property. Pada intinya, kenijakan pelonggaran FTV belum sepenuhnya efektif dalam meningkatkan pembiayaan properti di perbankan Syariah.
Intan Puspitasari. 2016
Skripsi Program Sarjana Ekonomi FEBI UIN Sunan Kalijaga
Efektivitas Kebijakan Makroprudensial dalam Memitigasi Prosiklikalitas Kredit dan Pembiayaan Dual Banking System di Indonesia
Kredit/Pembiayaan, FTV/LTV, GWM LFR, BI rate, DPK, Kredit/Pembiayaan Bermasalah
Alat analisis: Vector Autoregresive (VAR)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan GWM-LFR dinilai masih belum terlalu efektif dalam memitigasi prosiklikalitas kredit perbankan konvensional, sedangkan untuk perbankan syariah belum efektif sama sekali. Untuk kebijakan FTV/LTV dinilai belum efektif untuk memitigasi prosiklikalitas kredit dan pembiayaan
Muhammad Eddie
Buletin Ekonomi
The Role of Macroprudential
Volatilitas nilai tukar, nilai tukar nominal, GDP,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat volatilitas nilai tukar menurun setelah penerapan periode holding
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
37
Purnawan dan M. Abd. Nasir. 2015
Moneter dan Perbankan Vol. 18 Nomor 1
Policy to Manage Exchange Rate
inflasi, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), kredit, BI rate
Alat analisis: VARX dan Event Analysis
satu bulan, periode holding enam bulan dan kebijakan posisi devisa neto. Namun, untuk nilai tukar nominal, kebijakan ini tidak efektif. Secara agregat, persyaratan cadangan ditambah kebijakan rasio pinjaman terhadap simpanan efektif untuk meningkatkan alokasi kredit bank. Selanjutnya dampak dari kebijakan cadangan primer sangat terbatas untuk menurunkan likuiditas ekonomi; sementara pada saat yang sama aliran modal asing menjadi sangat berat
Rizki E. Wirnanda, Meily I. Permata, M. Barik Bathaluddin, Wahyu A. Wibowo. 2012
Working Paper Bank Indonesia
Studi Penerapan Kebijakan Makroprudensial di Indonesia: Evaluasi dan Analisa Integrasi Kebijakan Bank Indonesia
Volatilitas nilai tukar, nilai tukar nominal, GDP real, inflasi, SBDK, BI rate, GWM, LTV
Alat analisis: VARX, Event Analysis dan DSGE
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kebijakan makroprudensial yang telah dikeluarkan Bank Indonesia efektif dalam meng-address permasalahan yang ada, yaitu volatilitas nilai tukar dan kredit. Sementara itu, dampak kebijakan GWM primer sangat terbatas dalam menurunkan likuiditas perkonomian. Analisis DSGE menghasilkan bahwa kombinasi kebijakan terbaik adalah dengan mengintegrasikan kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial.
Ayu Swaningrum dan Peggy Hariwan. 2014
Paper FEB Universitas Kristen Satya Wacana
Evaluasi Efektifitas Instrumen Makroprudensial dalam Mengurangi Resiko Sistemik di Indonesia
Pertumbuhan kredit, pertumbuhan PDB, tingkat suku bunga, LTV, GWM LDR,
Alat Analisis: Regresi data Panel
Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen kebijakan makroprudensial yakni LTV dan GWM LDR pada tahun penelitian secara efektif belum mampu mengatasi prosiklikalitas kredit.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
38
Ida Nuryana. 2017
Jurnal Ilmu Manajemen dan akuntansi vol.5 no.1 April 2017 FEB Universitas Kanjuruhan Malang
Assessment Efektifitas Instrumen Makroprudensial dalam Mengurangi Resiko Kredit Perbankan di Indonesia
Capital Buffer, GWN LDR, dan risiko kredit perbankan
Alat analisis: Analsis Regresi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan Capital Buffer dan GWM LDR berpengaruh signifikan terhadap risiko kredit. Secara parsial Capital Buffer berpengaruh terhadap risiko kredit, sedangkan GWM LDR tidak berpengaruh terhadap risiko kredit.
Pengaruh Kebijakan Makroprudensial dan Kebijakan Makroprudensial terhadap Risiko Pembiayaan di Bank Umum Syariah tahun 2013-2015
Dana pihak ketiga, CAR, size, GWM berdasarka FDR, Exchange rate, inflasi, resiko pembiayaan bank syariah
Alat analisis: Analisis regresi data panel
Hasil analisis menunjukan bahwa variabel DPK berpengaruh negative namun tidak signifikan terhadap NPF. Variable CAR berpengaruh negative dan signifikan terhadap NPF. Variable size berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadapNPF. Variabel GWM-FDR berpengaruh negatifdan signofikan terhadap NPF. Variable exchange rate berpengaruh psotif dab signifikan terhadap NPF. Variable inflasi berpemgaruh signifikan terhadap NPF
Meutia Qudraty, Suriani. 2016
Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam vol. 2 no. 1 Maret 2016 FEB
Efektifas Kebijakan Makroprudensial Perbankan dan Penyaluran Kredit di Aceh
LTV, LDR, penyaluran kredit bank umum dan PDRB sebagai variabel control
Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen kebijakan makroprudensial yang ditetapkan oleh BI memengaruhi total penyaluran kredit bank umum di Aceh sehingga bank umum di Aceh sehingga dapat mengurangi risiko kredit bermasalah (Non Performing Loan). Namun, Bank Indonesia harus memperhatikan dan mengevaluasi keadaan tersebut dengan melihat
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
39
Universitas Syiah Kuala
Alat analisis: model statistik deskriptif
instrument makroprudensial yang mana memberikan pengaruh paling besar terhadap penyaluran kredit di Provinsi Aceh. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambahkan CAR (Capital Adequacy Ratio) dan GWM (Giro Wajib Minimum) sebagai variabel-variabel yang dapat memengaruhi kinerja bank-bank umum di Aceh.
Sekar Dewinda Santi. 2017
Skripsi Program Sarjana Ilmu Ekonomi FEB UGM
Analisis Pengaruh Kebijakan Makroprudensial terhadap Pertumbuhan Kredit Bank Umum di Indonesia Periode 2010: Q1-2016: Q4
Pertumbuhan dana pihak ketiga, CAR, investasi, pertumbuhan GDP dan volatilitas nilai tukar
Alat analisi: Fixed Effect Crossection Weight dan Panel Cointegration
Hasil analisis menunjukan bahwa variabel internal bank seperti pertumbuhan dan pihak ketiga, CAR, dan investasi berpengaruh signifikan, serta variabel eksternal bank seperti pertumbuhan GDP dan volatilitas nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Variabel kebijakan makroprudensial LTV kedua dan ketiga serta GWM-LFR berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Hasil uji kointegrasi menunjukan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen.
M. Jefri Saputra. 2016
Skripsi Program Sarjana Ekonomi FEB Universitas Lampung
Assessement Intrumen Kebijakan Makroprudensial dalam memitigasi Risiko Kredit di Indonesia: Analisis Data Panel
GWM-LDR, Capital Buffer, GDP, tingkat suku bunga, nilai tukar riil
Alat analisis: Analisis Data Panel dan Hodrick Prescott Filter
Intrumen kebijakan makroprudensial, GWM-LDR dan Capital Buffer terbukti seignifikan dan negatif dalam mengurangi pertumbuhan kredit perbankan di Indonesia. Hasil penelitian HP Filter menunjukan telah melewati batas atas 1 stdev (Batasan Bank Indonesia) maupun batas atas 1,75 stdev (Batasan IMF) dari trend jangka panjangnya yang menunjukan adanya potensi execessive credit.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
40
C. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
penelitian ini mengasumsikan bahwa kebijakan makroprudensial memiliki dampak
guncangan terhadap pertumbuhan kredit dan pembiayaan perbankan di Indonesia.
Dampak tersebut juga diperkuat dengan variabel makroekonomi yang memilik i
kaitan cukup erat dengan pertumbuhan kredit perbangkan yaitu BI rate, inflasi, nila i
tukar riil yang merupakan proxy dari pertumbuhan ekonomi, selain itu variabel
internal perbankan diharapkan penelitian ini tetap dapat menampung pengaruh
varibel internal perbankan terhadap kredit dan pembiayaan. Asumsi tersebut
merupakan sebuah hipotesis yang akan diuji kebenaranya oleh fakta dan data yang
tersedia.
1. Hubungan FTV/LTV dengan Kredit dan Pembiayaan Perbankan
Kebijakan FTV/LTV merupakan kebijakan yang fleksibel disesuaikan
dengan kebutuhan. Kebijakan pengetatan FTV/LTV berarti menurunkan batas
maksimal penyaluran kredit yang dapat diberikan bank konvensional dan bank
syariah. Sedangkan kebijakan pelonggaran FTV/LTV berarti manaikkan batas
maksimal penyaluran kredit yang dapat diberikan bank konvensional dan bank
syariah. Kebijakan pengetatan FTV/LTV dapat menurunkan keinginan nasabah
untuk melakukan pembiayaan, sebaliknya kebijakan pelonggaran FTV/LTV dapat
menaikkan keinginan nasabah untuk melakukan pembiayaan karena bank
konvensional dan bank syariah akan menaikkan penawaran kredit dan pembiayaan.
Sehingga kebijakan pengetatan LTV/FTV berpengaruh negatif terhadap penyaluran
kredit dan pembiayaan. Artinya jika LTV/FTV semakin diketatkan (batas maksimal
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
41
penyaluran kredit diturunkan) maka penyaluran kredit dan pembiayaan akan
mengalami penurunan
Penelitian yang dilakukan oleh Purnawan dan Nasir (2015) menyimpulkan
bahwa Kebijakan LTV yang dirancang oleh Bank Indonesia memberikan dampak
negatif terhadap penyaluran kredit perbankan, sehingga dalam kebijakan
pengetatan LTV telah mampu menekan penyaluran kredit. Berdasarkan uraian
diatas dan didukung dengan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis
1% Level -4,047795 -4,047795 5% Level -3,453179 -3,453179 10% Level -3,152153 -3,152153 Ket: * menunjukkan data stasioner pada 10% ** menunjukkan data stasioner pada tingkat 5% *** menunjukkan dat stasioner pada tingkat 1%
Sumber: Lampiran 4.1
Tabel 4.3 menjelaskan bahwa pada tingkat level dengan menggunakan
metode ADF dan PP, hanya variabel kredit saja yang stasioner dengan nilai T-
Statistik -3,545690 < nilai critical value MacKinon yaitu pada 5% sebesar -3,453179.
Sedangkan variabel lainnya seperti LTV, GWM-LDR, BI rate, inflasi, nilai tukar, dan
LDR belum stasioner pada tingkat level karena memiliki nilai T-Statistik yang lebih
besar dari nilai critical value MacKinon.
Hasil pengujian di atas menghasilkan bahwa data tidak stasioner dalam
tingkat level, sehingga dilakukan proses diferensiasi atau disebut uji derajat
integrasi untuk membuat data menjadi stasioner. Di bawah ini merupakan hasil
pengujian dalam tahap first difference:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
70
Tabel 4.4 Hasil Uji Stasioneritas ADF dan PP Bank Konvensional Tingkat
1% Level -4,048682 -4,048682 5% Level -3,453601 -3,453601 10% Level -3,152400 -3,152400 Ket: * menunjukkan data stasioner pada 10% ** menunjukkan data stasioner pada tingkat 5% *** menunjukkan dat stasioner pada tingkat 1%
Sumber: Lampiran 4.1
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada tingkat first difference dengan
menggunakan metode ADF dan PP, semua variabel memiliki nilai T-Statistik <
nilai critical value MacKinon pada 1% sebesar -4,048682, 5% sebesar -3.453601
dan 10% sebesar -3.152400. Sehingga semua variabel stasioner pada tingkat first
difference pada level 1%. Adapun hasil lengkap pengujian stasioneritas data pada
tingkat level dan tingkat first difference terdapat dalam lampiran 4.1.
2) Bank Syariah
Hasil pengujian akar unit untuk bank syariah memiliki kesamaan dengan
ban konvensional, karena sama-sama terdapat variabel yang stasioner di tingkat
level. Berikut hasil uji stasioneritas dengan menggunakan ADF dan PP pada tingkat
level pada bank syariah:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
71
Tabel 4.5 Hasil Uji Stasioneritas ADF dan PP Bank Syariah Tingkat Level
1% Level -4,047795 -4,047795 5% Level -3,453179 -3,453179 10% Level -3,152153 -3,152153 Ket: * menunjukkan data stasioner pada 10% ** menunjukkan data stasioner pada tingkat 5% *** menunjukkan dat stasioner pada tingkat 1%
Sumber: Lampiran 5.1
Tabel 5.1 menjelaskan bahwa pada tingkat level dengan menggunakan
metode ADF dan PP, hanya variabel pembiayaan saja yang stasioner dengan nila i
T-Statistik -3,552457 < nilai critical value MacKinon yaitu pada 5% sebesar -
3,453179. Sedangkan variabel lainnya seperti FTV, GWM-LDR, BI rate, inflasi, nila i
tukar, dan FDR belum stasioner pada tingkat level karena memiliki nilai T-Statistik
yang lebih besar dari nilai critical value MacKinon.
Hasil pengujian di atas menghasilkan bahwa masih terdapat data yang tidak
stasioner dalam tingkat level, sehingga dilakukan proses diferensiasi atau disebut
uji derajat integrasi untuk membuat data menjadi stasioner. Pengujian akar unit
pada diferensiasi pada tingkat pertama digunakan untuk menstasionerkan data. Jika
pada diferensiasi tingkat pertama data belum stasioner maka dilakukan uji pada
tingkat kedua dan seterusnya. Di bawah ini merupakan hasil pengujian dalam tahap
first difference:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
72
Tabel 4.6 Hasil Uji Stasioneritas ADF dan PP Bank Syariah Tingkat First
1% Level -4,048682 -4,048682 5% Level -3,453601 -3,453601 10% Level -3,152400 -3,152400 Ket: * menunjukkan data stasioner pada 10% ** menunjukkan data stasioner pada tingkat 5% *** menunjukkan dat stasioner pada tingkat 1%
Sumber: Lampiran 5.1
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada tingkat first difference dengan
menggunakan metode ADF dan PP, semua variabel memiliki nilai T-Statistik <
nilai critical value MacKinon pada 1% sebesar -4,048682, 5% sebesar -3.453601
dan 10% sebesar -3.152400. Sehingga semua variabel stasioner pada tingkat first
difference pada level 1%. Adapun hasil lengkap pengujian stasioneritas data pada
tingkat level dan tingkat first difference terdapat dalam lampiran 5.1.
b. Uji Panjang Kelambanan (Lag) Optimal
Panjang lag optimal dapat digunakan untuk mencegah munculnya kembali
masalah autokorelasi. Langkah yang digunakan untuk menentukan lag optimal
adalah dengan melihat nilai terendah dari AIC, SC, dan HQ.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
73
1) Bank Konvensional
Berikut adalah hasil pemilihan lag optimal untuk model bank konvensiona l:
Tabel 4.7 Hasil Uji Lag Optimal untuk Bank Konvensional
AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: Lampiran 5.2
Tabel 4.8 menggambarkan nilai terendah dari indikator AIC, SC dan HQ
berada pada lag 1 dengan nilai -3,642495, -2,174549, dan -3,048562. Dengan
demikian, semua indikator merekomendasikan lag 1 sebagai lag optimal sehingga
dapat disimpulkan bahwa setiap shock yang pada satu variabel akan direspon oleh
variabel lain dengan jeda waktu satu periode. Selengkapnya, hasil pengujian lag
optimal terdapat dalam lampiran 5.2.
c. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger ini digunakan untuk melihat arah hubungan di antara
semua variabel yang diteliti baik hubungan satu arah, timbal balik ataupun tidak
ada hubungan. Ada tidaknya hubungan tersebut dilihat dari nilai probabilita s
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
75
masing-masing pengujian dengan lag optimal kemudian dibandingkan dengan nila i
signifikansi 1%, 5% dan 10%.
1) Bank Konvensional
Berikut uji kausalitas granger untuk bank konvensional:
Tabel 4.9 Hasil Uji Kausalitas Granger Bank Konvensional
Null Hypothesis = Ho Obs Prob. Hasil Uji
LTV does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,3223 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause LTV 0,9868 Terima Ho GWM_LDR does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,4619 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause GWM_LDR 0,3034 Terima Ho BI_RATE does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,2345 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause BI_RATE 0,6910 Terima Ho INFLASI does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,6359 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause INFLASI 0,1584 Terima Ho LNNILAI_TUKAR does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,0700* Tolak Ho LNKREDIT does not Granger Cause LNNILAI_TUKAR 0,0011* Tolak Ho LDR does not Granger Cause LNKREDIT 105 0,7069 Terima Ho LNKREDIT does not Granger Cause LDR 0,0505* Tolak Ho * = Nilai prob. < tingkat signifikansi 1%,5%, 10%
Sumber: Lampiran 4.3
Berdasarkan hasil dari uji kausalitas granger di atas menghasilkan bahwa
untuk variabel nilai tukar terdapat kredit menunjukkan nilai probabilitas F-statistik
sebesar 0,0700 < α = 1%. Ho ditolak, artinya nilai tukar mempengaruhi kredit,
sedangkan untuk kredit terhadap nilai tukar menunjukkan nilai probabilitas F-
statistik sebesar 0,0011 < α = 5%. Ho ditolak, artinya kredit mempengaruhi nila i
tukar. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat terhubungan kausalitas antara
kredit dengan nilai tukar.
Selain itu, terdapat hubungan satu arah antara kredit dengan LDR yang
ditunjukkan dari nilai probabilitas F-statistik 0,0505 < α = 1%. Adapun untuk
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
76
hubungan variabel lain bersifat independen atau tidak saling mempengaruhi. Hasil
pengujian kausalitas granger selengkapnya terdapat pada lampiran 4.3.
2) Bank Syariah
Selain itu pengujian kausalitas granger juga digunakan untuk bank syariah.
Berikut adalah hasil uji kausalitas granger bank syariah:
Tabel 4.10 Hasil Uji Kausalitas Granger Bank Syariah
Null Hypothesis = Ho Obs Prob. Hasil Uji
FTV does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,9655 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause FTV 0,8356 Terima Ho GWM_LDR does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,9664 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause GWM_LDR 0,8376 Terima Ho BI_RATE does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,4958 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause BI_RATE 0,9724 Terima Ho INFLASI does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,6063 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause INFLASI 0,2251 Terima Ho LNNILAI_TUKAR does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,0347* Tolak Ho
LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause LNNILAI_TUKAR 0,0032* Tolak Ho FDR does not Granger Cause LNPEMBIAYAAN 105 0,6013 Terima Ho LNPEMBIAYAAN does not Granger Cause FDR 0,0382* Tolak Ho * = Nilai prob. < tingkat signifikansi 1%,5%, 10%
Sumber: Lampiran 5.3
Terdapat sebuah kesamaan antara hasil dari uji kausalitas granger bank
konvensional dan bank syariah. Dalam analisis bank syariah juga terdapat
hubungan kausalitan antara nilai tukar dengan pembiayaan. Nilai tukar terhadap
pembiayaan ditunjukkan pada nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,0347 < α = 5%.
Ho ditolak, artinya nilai tukar mempengaruhi pembiayaan, sedangkan untuk
pembiayaan terhadap nilai tukar menunjukkan nilai probabilitas F-statistik sebesar
0,0011 < α = 10%. Ho ditolak, artinya pembiayaan mempengaruhi nilai tukar.
Selain itu, juga terdapat hubungan satu arah antara pembiayaan dengan FDR
yang ditunjukkan dari nilai probabilitas F-statistik 0,0382 < α = 5%. Adapun untuk
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
77
hubungan variabel lain bersifat independen atau tidak saling mempengaruhi. Hasil
pengujian kausalitas granger selengkapnya terdapat pada lampiran 5.3.
d. Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR digunakan untuk menguji stabil atau tidaknya model
VAR yang telah dibentuk. Model VAR dinyatakan stabil jika nilai modulus kurang
dari satu.
1) Bank Konvensional
Berikut hasil uji stbilitas VAR untuk bank konvensional:
Tabel 4.11 Hasil Uji Stabilitas VAR Bank Konvensional
Hasil uji kointegrasi pada tabel 4.14 menunjukkan nilai dari Trace Statistic
sebesar 134,6016 < Critical Value pada alpha 5% yaitu 150,5585. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat kointegrasi dalam persamaan yang dibangun.
Kemudian dalam uji Maximum Eigenvalue, nilai Max-Eigen Statistic sebesar
37,38983 < Critical Value pada alpha 5% sebesar 50,59985. Hal ini menjelaskan
bahwa tidak terdapat kointegrasi dalam model bank syariah. Dengan demikian,
seluruh variabel yang diuji tidak terkointegrasi atau tidak memiliki hubungan
jangka panjang. Hasil uji kointegrasi johansen selengkapnya terdapat pada lampiran
5.5.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
82
f. Estimasi Model VAR
Berdasarkan hasil uji kointegrasi johansen menunjukkan bahwa untuk
model bank konvensional dan bank syariah keduanya tidak terdapat kointegrasi dari
setiap variabel yang diuji, sehingga analisis yang dilakukan selanjutnya adalah
analisis VAR. Dengan panjang lag yang digunakan adalah 1 berdasarkan indikator
AIC, SC, dan HQ. Signifikan atau tidaknya pengaruh kelambanan atau lag dari
suatu variabel dapat diketahui dari hasil estimasi VAR.
Hasil analisis VAR untuk model bank konvensional dan bank syariah
disajikan dalam lampiran 4.6 dan 5.6. Berdasarkan hasil analisis, kelambanan
variabel endogen dalam sistem VAR secara statistik kemungkinan tidak signifikan.
Selain itu, hasil analisis VAR sulit untuk diinterpretasikan (Widarjono, 2013: 339).
Sehingga yang biasa digunakan dalam analisis VAR adalah dari uji Impulse
Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD) dalam
menginterpretasikan hasil.
g. Impulse Response Function (IRF)
Impulse Respone Function (IRF) digunakan untuk mengetahui pengaruh
shock atau guncangan suatu variabel terhadap variabel itu sendiri atau variabel-
variabel lainnya di dalam sistem yang telah dibangun. IRF dapat memberikan
informasi berapa lama pengaruh dari guncangan (shock) suatu variabel di masa
mendatang jika terjadi gangguan pada variabel lainnya serta variabel manakah yang
akan memberi respon terbesar terhadap guncangan yang terjadi. Berikut adalah
hasil uji IRF bank konvensional dan bank syariah.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
83
1) Bank Konvensional
Dalam pengujian IRF dengan grafik, sumbu vertikal menunjukkan nilai
standar deviasi yang digunakan untuk mengukur seberapa besar respon yang akan
diberikan suatu variabel saat terjadi guncangan pada variabel lainnya. Sementara
itu, sumbu horizontal menunjukkan periode mendatang dari respon yang diberikan
terhadap shock. Jika garis respon berada di atas sumbu horizontal maka shock akan
memberikan pengaruh yang negatif, dan sebaliknya apabila berada di atas sumbu
horizontal maka pengaruhnya akan positif. Semakin mendekati 0 berarti respon
semakin kecil dan semakin menjauhi 0 menunjukkan respon semakin besar. Garis
respon dapat dinyatakan stabil apabila nilai yang ditunjukkan tidak fluktuatif atau
relatif sama untuk periode selanjutnya.
Tabel 4.15 Rangkuman Hasil Uji IRF Bank Konvensional
Guncangan Variabel Respon Kredit
Kredit Positif, mendekati nol LTV Negatif, stabil mulai periode ke-33 GWM-LDR Negatif, stabil mulai periode ke-38 BI Rate Negatif, stabil mulai periode ke-21 Inflasi Negatif, mendekati nol Nilai Tukar Negatif, mendekati nol LDR Positif, mendekati nol
Sumber: Lampiran 4.7
Rangkuman hasil uji IRF untuk melihat efektifitas kebijakan pengetatan
LTV dan GWM-LDR, variabel makroekonomi dan variabel internal bank
konvensional dapat dilihat dalam tabel 4.15 diatas. Untuk hasil selengkapnya
terdapat pada lampiran 4.7.
Tabel diatas menunjukkan bahwa respon kedit terhadap shock dari semua
variabel makroekonomi dalam model yaitu BI rate, inflasi, dan nilai tukar adalah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
84
negatif. respon kedit terhadap shock dari BI rate terjadi fluktuatif dan mulai stabil
pada periode ke-21. Sedangkan respon kedit terhadap shock dari inflasi dan nila i
tukar adalah mendekati nol, walaupun pada awal periode respon kedit terhadap
shock dari inflasi dan nilai tukar cukup besar, namun akhirnya melemah dan
mendekati nol. Untuk respon kedit terhadap shock dari variabel internal bank
konvensional dalam model yaitu LDR adalah positif walaupun tidak cukup besar.
Dan pergerakan respon tersebut adalah mendekati nol.
Adapun respon kedit terhadap shock dari semua variabel makroprudens ia l
yaitu LTV dan GWM-LDR adalah negatif. Hal ini dapat disimpilkan bahwa
instrumen kebijakan maroprudensial LTV dan GWM-LDR telah mampu menekan
kredit saat pengetatan dilakukan. Berikut adalah hasil uji IRF kredit terhadap
kebijakan LTV:
Gambar 4.3 Grafik Hasil Uji IRF Kredit Terhadap LTV
-.015
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of DLNKREDIT to DLTV
Sumber: Lampiran 4.7
Garis biru menunjukkan respon kredit terhadap kebijakan LTV. Respon
yang diberikan kredit terhadap LTV menunjukkan respon yang negatif. Walaupun
respon yang ditunjukkan cukup kecil tetapi respon yang diberikan terus membesar.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
85
Namun mulai periode ke-33 mulai menunjukkan kestabilan. Hal ini menunjukkan
bahwa kebijakan LTV telah mampu menekan penyaluran kredit walaupun dengan
nilai yang relatif kecil.
Selanjutnya adalah respon kredit terhadap kebijakan GWM-LDR. Respon
yang diberikan kredit terhadap GWM-LDR menunjukkan respon yang negatif.
Walaupun pada awal periode respon yang ditunjukkan adalah positif, namun mula i
periode ke-17 mulai menunjukkan respon yang negatif. Respon yang diberikan
terus membesar namun pada periode ke-38 mulai menunjukkan kestabilan. Hal ini
menunjukkan bahwa kebijakan GWM-LDR telah mampu menekan penyaluran
kredit. Berikut adalah hasil uji IRF kredit terhadap GWM-LDR:
Gambar 4.4 Grafik Hasil Uji IRF Kredit Terhadap GWM-LDR
-.015
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of DLNKREDIT to DGWM_LDR
Sumber: Lampiran 4.7
2) Bank Syariah
Uji IRF juga dilakukan untuk model bank syariah. Berikut adalah
rangkuman hasil uji IRF bank syariah:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
86
Tabel 4.16 Rangkuman Hasil Uji IRF Bank Syariah
Guncangan Variabel Respon Pembiayaan
Pembiayaan Positif, mendekati nol FTV Negatif, stabil mulai periode ke-17 GWM-LDR Positif, stabil mulai periode ke-32 BI Rate Negatif, stabil mulai periode ke-35 Inflasi Negatif, mendekati nol Nilai Tukar Positif, stabil mulai periode ke-7 FDR Positif, mendekati nol
Sumber: Lampiran 5.7
Tabel diatas menunjukkan bahwa respon pembiayaan terhadap shock dari
variabel makroekonomi dalam model yaitu BI rate, inflasi, dan nilai tukar adalah
negatif kecuali terhadap variabel nilai tukar yang direspon positif. respon
pembiayaan terhadap shock dari BI rate terjadi fluktuatif dan mulai stabil pada
periode ke-35. Sedangkan respon pembiayaan terhadap shock dari inflasi adalah
mendekati nol. Respon pembiayaan terhadap shock dari nilai tukar adalah positif
yang terus membesar dan mulai stabil pada periode ke-7. Untuk respon pembiayaan
terhadap shock dari variabel internal bank syariah dalam model yaitu FDR adalah
positif yang cukup besar. Namun pergerakan respon tersebut adalah mendekati nol.
Adapun respon pembiayaan terhadap shock dari semua variabel
makroprudensial yaitu FTV adalah negatif, sedangkan untuk GWM-LDR adalah
positif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa instrumen kebijakan makroprudens ia l
LTV telah mampu menekan penyaluran pembiayaan saat pengetatan dilakukan,
namun kebijkan GWM-LDR belum mampu menekan pembiayaan saat kebijakan
pengetatan dilakukan. Untuk hasil selengkapnya terdapat pada lampiran 5.7.
Berikut adalah hasil uji IRF pembiayaan terhadap kebijakan FTV:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
87
Gambar 4.5 Grafik Hasil Uji IRF Pembiayaan Terhadap FTV
-.04
.00
.04
.08
.12
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of DLNPEMBIAYAAN to DFTV
Sumber: Lampiran 5.7
Respon yang diberikan pembiayaan terhadap FTV menunjukkan respon
yang negatif. Walaupun pada awal periode respon yang ditunjukkan adalah positif,
namun mulai periode ke-7 mulai menunjukkan respon yang negatif. Namun mula i
periode ke-17 mulai menunjukkan kestabilan. Hal ini menunjukkan bahwa
kebijakan FTV telah mampu menekan penyaluran pembiayaan walaupun dengan
nilai yang relatif kecil.
Selanjutnya adalah respon pembiayaan terhadap kebijakan GWM-LDR.
Respon yang diberikan pembiayaan terhadap GWM-LDR menunjukkan respon
yang positif. Walaupun pada awal periode terjadi fluktuatif namun mulai periode
ke-32 menunjukkan kestabilan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan GWM-LDR
belum mampu menekan penyaluran pembiayaan. Berikut adalah hasil uji IRF kredit
terhadap GWM-LDR:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
88
Gambar 4.6 Grafik Hasil Uji IRF Pembiayaan Terhadap GWM-LDR
-.04
.00
.04
.08
.12
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of DLNPEMBIAYAAN to DGWM_LDR
Sumber: Lampiran 5.7
h. Variance Decomposition (VD)
Uji model VAR yang dilakukan selanjutnya adalah uji Variance
Decomposition (VD). Uji VD digunakan untuk melihat karakteristik model. Uji VD
menggambarkan relatif pentingnya variabel dalam VAR karena adanya shock. Uji
VD memberikan informasi seberapa besar kontribusi suatu variabel terhadap
perubahan variabel itu sendiri dan variabel lainnya dalam beberapa periode
mendatang. Nilai yang terdapat dalam hasil analisis berbentuk prosentase sehingga
akan diketahui variabel yang memiliki kontribusi paling besar terhadap variabel
tertentu. Berikut ini merupakan hasil dari analisis VD untuk bank konvensional dan
bank syariah.
1) Bank Konvensional
Variance Decomposition dilakukan pada model bank konvensional untuk
mengetahui kontribusi dari LTV, GWM-LDR, BI rate, inflasi, nilai tukar, dan LDR
terhadap kredit. Berikut adalah hasil uji VD untuk bank konvensional:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
89
Gambar 4.7 Grafik Hasil Uji Variance Decomposition Bank Konvensional
Dengan MS Excel
Sumber: Lampiran 4.8
Berdasarkan hasil uji VD pada gambar 4.7 di atas menunjukkan bahwa
kontribusi terbesar yang mempengaruhi keragaman pada variabel kredit pada bank
konvensional adalah dirinya sendiri dengan rata-rata sebesar 78,718%. Pada
periode awal, kredit berpengaruh 100% namun kemudian menurun pada setiap
periodenya menjadi 62,875% pada akhir periode.
Variabel makroekonomi dan variabel internal bank yaitu BI rate, inflas i,
nilai tukar, dan LDR masing-masing memiliki rata-rata kontribusi sebesar 2,883%,
6,941%, 5,241%, dan 0,897%. Dari beberapa variabel makroekonomi dan variabel
internal bank, kontribusi terbesar yang mempengaruhi keragaman pada variabel
kredit bank konvensional adalah variabel inflasi sebesar 6,941%, sedangkan
kontribusi paling kecil adalah variabel LDR sebesar 0,897%.
Kontribusi rata-rata variabel kebijakan makroprudensial yaitu LTV dan
GWM-LDR dalam mempengaruhi keragaman pada variabel kredit pada bank