Top Banner
BAB II KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI A. Kerangka Teori Interaksi antara Hukum Islam dan hukum Adat berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia, penerimaan masyarakat terhadap hukum Islam menjadikan adanya relasi antara keduanya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab relasi ini terjadi, diantaranya adalah: 1. Sifat hukum adat yang terbuka terhadap system hukum lainnya 2. Hukum Islam yang fleksibel sehingga bisa masuk ke dalam system hukum adat 3. Kondisi masyarakat yang telah masuk Islam namun masih memegang teguh adat sebelumnya 4. Sebagian masyarakat adat yang bersentuhan dengan Islam secara intens menyebabkan mereka mengetahui keistimewaan hukum Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Realitas penyerapan hukum Islam oleh masyarakat adat di Indonesia telah menarik perhatian beberapa sarjana dari Belanda untuk melakukan studi dengan tema ini. Maka munculah beberapa
31

BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Apr 24, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

BAB II

KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI

A. Kerangka Teori

Interaksi antara Hukum Islam dan hukum Adat berlangsung sejak masuknya Islam ke

Indonesia, penerimaan masyarakat terhadap hukum Islam menjadikan adanya relasi antara

keduanya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab relasi ini terjadi, diantaranya adalah:

1. Sifat hukum adat yang terbuka terhadap system hukum lainnya

2. Hukum Islam yang fleksibel sehingga bisa masuk ke dalam system hukum adat

3. Kondisi masyarakat yang telah masuk Islam namun masih memegang teguh adat

sebelumnya

4. Sebagian masyarakat adat yang bersentuhan dengan Islam secara intens menyebabkan

mereka mengetahui keistimewaan hukum Islam dan menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari mereka.

Realitas penyerapan hukum Islam oleh masyarakat adat di Indonesia telah menarik

perhatian beberapa sarjana dari Belanda untuk melakukan studi dengan tema ini. Maka munculah

beberapa teori mengenai pola penyerapan ini. Di antara teori tersebut adalah teori receptio in

complexu yang dirumuskan oleh Lodewijk Willem Cristian Van Den Berg (1845-1927).1

Sebelumnya teori ini juga disebutkan oleh Gibb, Menurut teori ini bagi orang Islam yang berlaku

penuh adalah hukum Islam sebab dia telah memeluk Islam walaupun dalam pelaksanaannya

masih terdapat penyimpangan-penyimpangan. Dalam faktanya teori Berg lebih rinci

dibandingkan teori yang dikemukakan Gibb, sebab prakteknya hingga sekarang umat Islam di

1 Sajuti Thalib, Receptio A Contratrio, Hubungan Hukum Adat dan Hukum Islam. (Jakarta: Bina Aksara, 1985), c et. Kelima, hlm. 5

Page 2: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Indonesia masih banyak yang belum taat dalam menjalankan ajaran Islam. Ketaatan mereka

masih terbatas pada shalat lima waktu, zakat, puasa dan haji, sedangkan ajaran Islam lainnya

masih kurang diperhatikan misalnya ajaran Islam tentang ekonomi dan perbankan Islam.

Karakteristik dari teori receptie in complexu adalah:

1. Hukum Islam dapat berlaku di Indonesia bagi pemeluk Islam

2. Umat Islam harus taat pada ajaran Islam

3. Hukum Islam berlaku universal pada berbagai bidang ekonomi, hukum pidana dan

hukum perdata.

Teori ini kemudian digantikan oleh teori receptie yang menyatakan bahwa hukum Islam di

Indonesia baru berlaku apabila hukum adat menghendaki hal tersebut. Teori ini merupakan hasil

dari penelitian Prof. Christian Snouck Hurgronye (1857 – 1936) yang dilakukan di Aceh dan

Gayo. Ia menyimpulkan bahwa hukum Islam di Indonesia baru berlaku ketika telah diterima

(receptie) oleh hukum adat. Teori ini tidak lepas dari kepentingan bangsa penjajah waktu itu

yang ingin melemahkan perjuangan umat Islam di Indonesia. Teori ini dikuatkan oleh kebijakan

pemerintah colonial dengan dikeluarkannya Wet op De Staatsregeling (IS) atau IS (Indische

Staatsregeling) tahun 1929 Pasal 134 ayat (2) yang berbunyi: ”Dalam hal terjadi masalah

perdata antar sesama orang Islam, akan diselesaikan oleh Hakim agama Islam apabila hukum

adat mereka menghendakinya”.

Teori ini mendapat pertentangan yang sengit dari kalangan umat Islam dan juga tokoh-

tokoh hukum Belanda, Hazairin menyebut teori ini sebagai teori Iblis karena telah mematikan

pelaksanaan hukum Islam di Indonesia. Sementara Mr. Scholten van Oud Haarlem menulis

sebuah nota kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap

bumiputera sebagai pencegahan terhadap perlawanan yang akan terjadi, maka diberlakukan pasal

Page 3: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

75 RR (Regeering Reglement) suatu peraturan yang menjadi dasar bagi pemerintah Belanda

untuk menjalankan kekuasaannya di Indonesia, S. 1855: 2 memberikan instruksi kepada

pengadilan agar tetap mempergunakan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan-

kebiasaan itu sejauh tidak bertentangan dengan kepatutan dan keadilan yang diakui umum.

Memasuki masa kemerdekaan muncul Teori Receptio A Contrario yang dikemukakan oleh

Sajuti Thalib sebagi murid Hazairin, teori ini menyebutkan bahwa bagi umat Islam berlaku

hukum Islam, hukum adat baru berlaku apabila tidak bertentangan dengan hukum Islam. Teori

Receptio A Contrario memiliki unsur-unsur berikut:

1. Hukum Islam berlaku di Indonesia

2. Bagi umat Islam Indonesia berlaku hukum Islam.

3. Hukum adat bisa berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam.2

Semua teori tersebut memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, maka untuk melihat pola-

pola penyerapan hukum Islam yang dilakukan oleh masyarakat adat bisa dilakukan dengan

menggunakan berbagai teori, namun karena ruang lingkupnya adalah fakta hukum maka teori

yang untuk digunakan adalah teori Receptie (penyerapan).

1. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah dalam ruang lingkup studi hukum secara

umum dan hukum Islam secara khusus, di antara istilah tersebut adalah: relasi hukum, hukum

Islam, hukum adat, masyarakat adat, Kampung Naga, dan Baduy Kanekes. Berikut penjelasan

dari definisi operasional dalam penelitian ini:

Relasi adalah hubungan antara dua komponen yang berbeda yang saling memiliki

keterkaitan karena adanya interaksi di antara keduanya. Relasi hukum Islam dan hukum adat

2 Lihat Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya. (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. I, hlm. 81

Page 4: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

adalah hubungan antara hukum adat dan hukum Islam yang terjalin selama secara intens dalam

waktu yang lama. Dalam ruang lingkup anthropologi relasi terjadi dalam beberapa bentuk, yaitu

asimiliasi, akulturasi dan adopsi. Dalam hal ini relasi hukum dipahami pula sebagai akulturasi

yaitu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu

dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga

unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan

sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian budaya itu sendiri.3 Sebagaimana disebutkan

oleh para anthropolog bahwa akulturasi tidak hanya terjadi dalam ranah budaya saja, namun ia

juga pada masalah-masalah hukum dan norma-norma sosial di masyarakat. Sebagai contoh

perkawinan dengan menggunakan mahar telah dilakukan oleh masyarakat yang belum memeluk

Islam di Baduy, demikian juga khitan bagi anak laki-laki.

Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan

terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan

yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert

culture misalnya:

1) Sistem nilai-nilai budaya

2) Keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat

3) Beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga

masyarakat

4) Beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat.

Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang

berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan

memberi kenyamanan.

3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Anthropologi, Penerbit Rineka Cipta, 2002, hlm. 248.

Page 5: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Maka relasi hukum dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi antara hukum Islam

dan hukum Adat dan pola-pola penerimaan hukum Islam oleh masyarakat Adat khususnya

Kampung Naga dan Baduy Kanekes. Penyerapan hukum adalah proses penerimaan hukum yang

dilakukan oleh masyarakat adat baik dengan kesadaran atau tidak. Pola penyerapan ini dapat

terjadi secara alami (by nature) dan juga secara perencanaan (by design). Ketika suatu hukum

menyerap hukum lainnya maka yang terjadi adalah relasi hukum dalam bentuk percampuran dua

system hukum yang berbeda dalam satu bentuk hukum

Term hukum Islam dalam penelitian ini bermakna hukum yang berdasarkan agama Islam,

ia berupa syariat Allah ta’ala yang bersumber dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-

Qur’an dan As-Sunnah. Dalam tataran praktis hukum Islam berupa fiqh yang merupakan hasil

ijtihad para cendekiawan muslim. Saat ini hukum Islam juga dalam bentuk taqnin (perundang-

undangan) yang menjadi pedoman bagi suatu masyarakat muslim. Hukum Islam secara global

adalah syariat Allah ta’ala yang bersifat transenden berupa aturan-aturan yang terdapat di dalam

Al-Qur’an dan As-Sunnah (Syari’ah) serta hukum-hukum yang dihasilkan oleh para ahli hukum

Islam dengan menggunakan metode ijtihad (fiqh).4

Istilah Hukum Islam memiliki dua bagian berbeda yaitu syariah dan fiqh, keduanya

memiliki karakteristik masing-masing. Syariah5 dipahami sebagai “Seperangkat norma yang

mengatur masalah-masalah bagaimana tata cara beribadah kepada Allah ta'ala, serta muamalah

dengan sesama manusia”.6 Ibnu Mandzur menyatakan bahwa syariah adalah :

�عمال َأ وسائر والزكاة والحج والصالة كالصوم به َم�ر� وَأ الِّد�ين َمن الله �سن َما عُة� ر! والِّش� والِّشريعُة�

البر�

4 Fathurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999. hlm. 11.5 Kata syariah terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur'an yaitu QS Al-Jatsiyah : 18, QS Asy-Syura ayat 13 dan

QS Al-Syura ayat 216 Al-Fairuz Abady, Al-Qamus Al-Muhith, hlm. 732.

Page 6: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Segala sesuatu yang ditetapkan Allah dari dien (agama) dan diperintahkanya seperti puasa,

shalat, haji, zakat dan amal kebaikan lainnya.7

Dalam hal ini berarti syariah adalah norma hukum dasar yang ditetapkan Allah yang wajib

diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak baik dalam

hubungannya dengan Allah maupun sesama manusia dan benda dalam masyarakat.8

Berbeda dengan istilah syariah yang mewakili hukum Islam yang qath’i, maka fiqh Islam

adalah “Serangkaian hukum Islam yang bersifat furu’ (cabang) yang berkaitan dengan perbuatan

hamba yang digali dari dalil-dalil yang terperinci”. Fiqh atau al-fiqhu الفقه secara bahasa adalah

: yang berarti “memahami”.9 Dalam Lisaan Al-Arab disebutkan (al-fahmu) الفهم

له والفهم يء بالِّش+ العلم

Al-Fiqh adalah ilmu tentang sesuatu dan pemahaman tentangnya.10

Sedangkan secara istilah fiqh adalah :

التفصيليُة بأدلتها العمليُة الِّشرعيُة األحكام َمعرفُة

Pengetahuan tentang-tentang hukum syariat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil

yang terperinci.11

Maka dari sini dapat disimpulkan bahwa Hukum Islam adalah Hukum Allah ta’ala yang

bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam bentuk syariah Islam dan hukum-hukum yang

digali oleh para ulama mujtahidin dari kedua sumber hukum Islam tersebut dalam bentuk Fiqh

Islam.12

7 Ibnu Mandzur, Lisan Al-‘Arab Juz V, hlm. 86. 8 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,

(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 47. 9 Di dalam Al-Qur’an istilah fiqh yang bermakna pemahaman, sebagaimana dalam QS At-Taubah : 122.

Sementara Rasulullah bersabda : !ن4 الِّد+ي ف4ى �ف�ق+ه!ه� ي ا !ر6 ي َخ� 4ه4 ب +8ه� الل �ر4د4 ي َم�ن!

Barangsiapa dikehendaki Allah sebagai orang baik, pasti Allah akan memahamkannya dalam persoalan agama.10 Ibnu Mandzur, Lisaan Al-Arab, Juz XIII, hlm. 52211 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh. (Kairo: Dar Al-Hadits. 2003), hlm. 11. 12 Lihat Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam, (Jakarta: Penerbit Teraju, 2002). hlm.

Page 7: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Selanjutnya istilah hukum adat, dalam bahasa Indonesia makna “Adat” adalah “Aturan

(perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala”.13 Dari term

Adat ini munculah istilah Hukum Adat yaitu hukum yang bersumber dari adat dan budaya suatu

masyarakat. Cornelis Van Vollenhoven menyebutkan bahwa Hukum Adat adalah “Keseluruhan

aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam

keadaan tidak dikodifikasi (adat)”.14 Dalam ruang lingkup Indonesia maka Hukum Adat adalah

norma dan aturan yang berlaku di suatu wilayah adat di Indonesia yang ditaati dan dilaksanakan

oleh masyarakatnya, bagi yang melanggar aturan dan norma ini akan mendapatkan sanksi yang

berupa hukuman fisik atau hukuman sosial.

Masyarakat Adat adalah suatu komunitas masyarakat yang secara territorial dan geneologis

memiliki kekhasan tersendiri. Mereka memiliki aturan-aturan tersendiri dalam berbagai bidang

kehidupan. Aturan-aturan tersebut diwariskan secara turun-temurun dan ditaati oleh seluruh

masyarakat adat, adanya sangsi bagi yang melanggar aturan-aturan tersebut menjadikannya

sebagai sebuah hukum dalam perspektif hukum eropa. Masyarakat adat adalah sekelompok

individu yang disatukan oleh kesamaan dalam beberapa hal:

1. Geneologi (pertalian suatu keturunan)

2. Teritorial (lingkungan daerahtempat tinggal).15

Maka masyarakat adat yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah masyarakat adat

Kampung Naga dan Baduy yang memiliki dua corak sekaligus. Mereka disatukan dalam satu

keturunan yang sama dan tinggal dalam lingkungan yang sama pada awalnya. Saat ini

masyarakat tersebut walaupun beberapa terpisah namun ikatan keturunan masih menjadikan

mereka menjadi satu masyarakat hukum adat yang kokoh. 13 --------------, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2008), hlm. 8. 14 Moh. Koesnoe, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini. (Surabaya: Airlangga University

Press. tt) hlm. 15. 15 Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat. (Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 2000), hlm. 51.

Page 8: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Kampung Naga adalah sebuah perkampungan adat yang berada di desa Neglasari

Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Kampung Naga saat ini telah

menjadi satu obyek wisata sejarah favorit Kabupaten Tasikmalaya, walaupun menjadi obyek

wisata budaya namun masyarakatnya masih tidak terpengaruh dengan budaya yang masuk ke

kampung mereka. Hal ini terbukti dengan kesetiaan mereka untuk mematuhi seluruh aturan yang

mereka warisi dari nenek moyang mereka. Di antara karakteristik Kampung Naga yang masih

menonjol adalah pola-pola hukum kekeluargaan yang didasarkan pada prinsip keadilan dalam

persepsi adat mereka.

Baduy Kanekes adalah masyarakat Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan

Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Mereka terbagi menjadi dua kelompok besar

yaitu Badui Dalam dan Badui Luar. Badui Dalam terdiri dari Kampung Cibeo, Cikertawana dan

Cikeusik, sementara Baduy Luar tinggal di beberapa desa di Kaduketug, Cibalimbing,

Cimarengo, Gajebo, Leuwibuleud, Cipaler dll. Masing-masing dari dua kelompok suku Baduy

ini memiliki karakteristik dan system hukum yang berbeda. Pada masyarakat Baduy Dalam,

hukum yang berlaku lebih ketat dari yang dilaksanakan oleh Baduy Luar sementara dalam

beberapa hal kedua kelompok ini memiliki kewajiban yang sama yaitu harus taat kepada hukum

adat yang berlaku.

2. Landasan Teori

a. Grand Theori

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan lepas dari interaksi dengan manusia lainnya.

Demikian pula setiap masyarakat akan berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Adanya interaksi

ini menghasilkan terjadinya dialog, saling berbagi dan hubungan timbal balik. Hasil interaksi ini

bisa bersifat negative jika terdapat pertentangan antara dua komunitas masyarakat tersebut maka

Page 9: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

yang terjadi adalah penolakan dan konflik antar budaya yang berinteraksi tersebut. Namun tidak

jarang interaksi ini berdampak positif jika terdapat banyak persamaan maka dua system budaya

tersebut bisa jadi saling menerima bagian-bagian dari budaya lainnya hingga terjadilah asimilasi,

akulturasi dan saling mengadopsi unsur-unsur kebudayaan di antara mereka.

Dalam ruang lingkup hukum juga terjadi demikian, hukum sebagai salah satu dari unsur

budaya memiliki sifat-sifat yang khas, sehingga ketika suatu system hukum berinteraksi dengan

system hukum lainnya akan menghasilkan satu karakter hukum yang khas dari dua system

hukum yang berinteraksi tersebut. Ketika interaksi tersebut sinkron maka kedua system hukum

tersebut saling memberi dan menerima sehingga terjadilah apa yang disebut dengan akulturasi

hukum.

Ranah hukum memahami akulturasi hukum dengan istilah relasi hukum, yaitu pola-pola

hubungan antara dua system hukum yang berbeda sehingga menghasilkan satu system hukum

baru yang tidak menghilangkan system hukum masing-masing.

Untuk melihat fenomena ini maka grand theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah

theory serapan hukum atau teori receptie, yaitu bagaimana suatu hukum diterima oleh

masyarakat yang telah memiliki system hukum yang berbeda.

b. Middle Theori

Selanjutnya middle theory yang digunakan adalah Teori Sistem Hukum oleh Lawrence

Meir Friedman. Teori ini menyebutkan bahwa suatu system hukum (legal system) memiliki

empat elemen utama yaitu:

1. Struktur Hukum (Legal Structure)

2. Isi Hukum (Legal Substance)

3. Budaya Hukum (Legal Culture)

Page 10: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

4. Dampak Hukum (Legal Impact)

Teori ini digunakan untuk menjelaskan system hukum yang berlaku pada masyarakat

Kampung Naga dan Baduy.

c. Application Theori

Application theory yang digunakan adalah al-adah muhkamah yaitu bahwa adat dalam

hukum Islam bisa dijadikan dalil hukum. Ini berarti bahwa adat kebiasaan yang berlaku di

masyarakat bisa menjadi sandaran hukum dalam permasalahan yang tidak terdapat peraturan

secara khusus di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam hal ini sistem hukum adat yang telah

dilaksanakan oleh suatu masyarakat bisa menjadi bagian dari hukum Islam jika hukum tersebut

tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam secara umum. Sebagai contoh ketika di suatu

masyarakat berlaku system hukum waris dengan pembagian sama antara laki-laki dan

perempuan maka hukum Islam bisa mempertimbangkan hal ini. Theory ini juga juga dikenal

dengan teori ‘urf , yaitu bahwa setiap yang dianggap baik oleh masyarakat maka bisa dijadikan

patokan hukum. Hal sebagaimana sebuah kaidah yang menyebutkan:

�ِّص� 4الَّن ب 4ين4 �ع!ي �الت ك !ع�ر!ِف4 4ال ب 4ين� �ع!ي الت

Menentukan dengan dasar 'urf, seperti menentukan dengan berdasarkan nash.

Artinnya bahwa menentukan Sesuatu dengan dasar adat kebiasaan maka seperti menentukan

dengan nash syar’i. Maka setiap ‘urf yang ada di masyarakat yang tidak bertentangan dengan

hukum Islam maka hal tersebut bisa digunakan.

3. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai relasi antara hukum Islam dan hukum Adat belum banyak dilakukan,

Beberapa penelitian terfokus pada interaksi antara hukum Islam dan Adat, misalnya disertasi

Page 11: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

yang ditulis oleh Ratna Lukito (1998) di Universitas Gadjah Mada dengan judul Pergumulan

antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia. Penelitian ini difokuskan kepada permasalahan

ta’liq talaq yang didasarkan kepada adat Indonesia yang diwarnai oleh hukum Islam, Harta

Gono-gini atau Harta Bersama dalam perkawinan yang juga didasarkan pada adat kebiasaan di

masyarakat, dan Wasiat Wajibah di mana dalam hukum adat Indonesia dikenal istilah

mengadopsi anak yaitu mengangkat anak orang lain sebagai anaknya sendiri. Rekomendasi dari

penelitian ini adalah hubungan dialogis antara Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia harus

terus dipertahankan dan dikembangkan.

Selanjutnya Tesis dengan judul “Aplikasi Doktrin Al-‘Urf Dalam Insturumen Pasaran

Kewangan Islam di Malaysia” oleh Ahmad Sufyan Che Abdullah pada Universiti of Malaya.

Penelitian ini memfokuskan diri pada eksistensi ‘Urf dalam hukum Islam khususnya pada bidang

keuangan Islam di Malaysia. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Al-Urf bisa dijadikan salah

satu sumber hukum Islam bagi penetapan system keuangan yang ada di Malaysia, tentunya

dengan syarat tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan As-

Sunnah.

Penelitian mengenai Kampung Naga sudah banyak dilakukan, hanya saja sebatas skripsi

dan tesis. Tema yang diteliti lebih banyak mengenai budaya dan lingkungan hidup, misalnya

Tesis di Universitas Gadjah Mada oleh Oyon Sutarya (2005) dengan judul “Kearifan lokal dan

Pelestarian Lingkungan Hidup di Kampung Naga Tasikmalaya”. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa kearifan lokal masih efektif dalam pelestarian lingkungan. Efektivitas

pelestarian ini berjalan karena kuatnya nilai yang dianut baik dalam bentuk religi, tabu dan

pikukuh (ajaran yang bermakna). Ketiga unsur ini menjadi pandangan hidup bagi mereka. Dalam

implementasi keseharian tidak terlepas dari unsur ini, termasuk mengelola lingkungan alam.

Page 12: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Lingkungan alam bagi mereka merupakan tempat kehidupan dan sekaligus tempat menuju

kematian, sehingga lingkungan alam tidak bisa terpisahkan dari kehidupan mereka. Kehidupan

yang selamanya menyatu dengan alam, mereka menjadi paham benar tentang sifat alam baik

fenomenanya, lingkungan fisik dan biotic, pemanfaatannya maupun upaya pelestariannya.

Pengaruh aksesbilitas masyarakat luar terhadap Masyarakat Kampung Naga khususnya dalam

pelestarian lingkungan yang dianggap mengganggu adalah panca usaha tani, dalam

menghasilkan padi dianggap bagus namun ada pengaruh lain yaitu menurunnya kesuburan tanah

dan boros penggunaan air. Aktivitas yang mereka lakukan dalam usaha pelestarian lingkungan

alam, lebih ditujukan kepada pelestarian pemanfaatan untuk tempat tinggal, untuk mata

pencaharian dan untuk kestabilan ekosistem kawasan Kampung Naga. Semua bentuk

pengelolaan lingkungan alam yang mereka lakukan bukan atas pengetahuan yang mereka miliki,

namun merupakan nilai yang sudah diwariskan oleh leluhur mereka bahwa alam itu harus

dikelola berdasarkan kaidah-kaidah alam. Itulah yang dilakukan oleh masyarakat Kampung

Naga, bahwa mengelola lingkungan alam merupakan kegiatan moral yang kadang sulit

dirasionalkan.

Selanjutnya Tesis di Universitas Padjadjaran oleh T. Abdulah (2002) dengan judul “Tabu

Dalam Kehidupan Masyarakat Kampung Naga” tesis ini merupakan penelitian yang cukup

komprehensif mengenai tabu (pantangan/larangan) yang ada di Kampung Naga. Hasil dari

penelitian ini adalah bahwa seluruh tabu yang ada di Kampung Naga adalah aturan yang

diwariskan oleh leluhur mereka secara turun temurun, tidak ada satu orangpun yang berani

melanggarnya. Pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sangsi berupa hukuman dalam

bentuk diusir dari kampung dan kesengsaraan hidup.

Page 13: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Dalam masalah hukum kewarisan di Kampung Naga, Harpat Ade Yandi (2008) telah

melakukan penelitian mengenai hal ini. Penelitian ini terfokus pada pola-pola kewarisan yang

dianut oleh masyarakat adat Kampung Naga. Metode penelitian yang digunakan adalah

deskriptif analisis dengan perspektif hukum Islam. Hasil dari penelitiannya adalah bahwa

pelaksanaan hukum waris di Kampung Naga tidak sesuai dengan system hukum waris Islam,

mereka melaksanakan hibah dan hibah wasiat yaitu harta dari orang tua akan diberikan kepada

anak-anaknya sebelum mereka meninggal, penyerahan dari harta tersebut biasanya dilaksanakan

setelah orang tua meninggal dunia. Walaupun tidak sesuai dengan system hukum Islam secara

tekstual namun bisa diterima oleh hukum Islam dengan dasar kemashlahatan.

Penelitian mengenai Masyarakat Baduy Kanekes sudah banyak dilakukan, misalnya

Penelitian yang memfokuskan diri dalam masalah kebudayaan adalah disertasi Judistira K. Garna

(1988). Dengan judul “Tangtu Telu Jaro Tujuh: Kajian Struktural Masyarakat Baduy di Banten

Selatan Jawa Barat Indonesia” Tesis Ph.D. Universiti Kebangsaan Malaysia. Penelitian ini

berbasis anthropologi sehingga hasilnya adalah deskripsi budaya Baduy di Kanekes yang

meliputi pola kepercayaan, kebudayaan dan system sosialnya.

Penelitian berikutnya adalah Tesis oleh Ferry Fathurokhman (2010) di Universitas

Diponegoro dengan judul “Hukum Pidana Adat Baduy dan Relevansinya dengan Pembaharuan

Hukum Pidana”. Hasil dari penelitian ini adalah hukum pidana adat Baduy merupakan hukum

yang tidak tertulis yang mengorientasikan penyelesaian perkara pidana secara integral yang

meliputi pemulihan kepentingan korban, kepentingan pelaku dan kepentingan masyarakat.

Hukum pidana adat Baduy mengenal berbagai jenis tindak pidana berikut konsep

pertanggungjawaban dan sanksi hukumnya. Hukum pidana adat Baduy juga mengenal tindak

Page 14: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

pidana santet dan pidana ganti rugi dengan berbagai karakteristiknya yang perlu

dipertimbangkan untuk diakomodir dalam konteks pembaharuan hukum pidana nasional.

Penelitian yang memfokuskan pada bidang hukum Islam di Baduy Kanekes masih sebatas

skripsi dan tesis, misalnya skripsi tentang pengaruh pernikahan Islam terhadap pernikahan Adat

Baduy Kanekes. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pernikahan yang dilakukan oleh

masyarakat adat Baduy Kanekes sebagiannya dipangaruhi oleh hukum pernikahan Islam.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian ini akan

menggabungakan dua lokasi penelitian yang berbeda dan memfokuskan pada pola-pola

penerimaan hukum Islam oleh masyarakat adat di Kampung Naga dan Baduy.

B. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan empirical legal study yaitu suatu penelitian yang

mengkaji mengenai system hukum yang berlaku di masyarakat sebagai living law (hukum yang

hidup). Beberapa literature menyebutnya sebagai penelitian yuridis empiris yaitu hukum empirik.

Pendekatan ini dianggap paling sesuai untuk digunakan dalam mendeskripsikan secara faktual

system hukum yang ada di suatu masyarakat. Dalam hal ini yaitu system hukum masyarakat adat

di Kampung Naga dan Baduy Kanekes. Selain itu pendekatan yuridis normative juga digunakan

untuk menilai aspek hukum Islam yang dilaksanakan oleh kedua masyarakat adat tersebut.

2. Metode dan Tekhnik Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, metode ini digunakan

dengan dasar bahwa data yang dikumpulkan secara keseluruhan adalah data kualitatif. Tekhnik

Page 15: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

penelitian yang digunakan adalah observasi, pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan

kajian literature terkait obyek penelitian.

3. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), karena data yang diperoleh

merupakan hasil dari observasi dan wawancara. Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif,

yaitu hasil observasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung, hasil wawancara dengan

beberapa informan, dan kajian beberapa sumber informasi-informasi yang berbentuk uraian

konsep dalam praktik hukum di masyarakat adat.

4. Sumber Data

Data dalam penelitian ini bersumber dari hasil observasi, wawancara dan studi pustaka.

Observasi dilakukan pada lokasi penelitian yang telah ditentukan yaitu masyarakat adat

Kampung Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa

Barat dan masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,

Provinsi Banten. Wawancara dilakukan peneliti dengan nara sumber yaitu di Kampung Naga:

Kuncen Kampung Naga sebagai orang nomor satu di sana, punduh adat Kampung Naga Bapak

Ma’un, Lebe Kampung Naga yaitu Bapak Ateng, Punduh Pamarintah sekaligus Kepala Dusun

yaitu Bapak Suharyo, dan Bapak Tatang Sutisna sebagai tokoh Kampung Naga. Selain itu

dilakukan juga wawancara dengan warga masyarakat Kampung Naga. Di Baduy Kanekes

wawancara dilakukan peneliti dengan Jaro Dainah selaku kepala desa Kanekes, Jaro Sami

sebagai jaro Kampung Cibeo, Jaro kampung Cikertawana dan Cikeusik.

Pemilihan lokasi didasarkan pada beberapa alasan:

Pertama, Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang hingga kini masih

memegang teguh tradisi leluhur termasuk system hukumnya. Baduy adalah komunitas yang

Page 16: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

menutup diri dari dunia luar dan selalu berpegang teguh kepada adat yang mereka dapatkan dari

para leluhur.

Kedua, masyarakat Kampung Naga saat ini seluruhnya adalah muslim, namun dalam

kehidupan sehari-hari mereka juga melaksanakan adat-istiadat secara ketat. Masyarakat Baduy

hingga saat ini masih memegang teguh agama mereka yaitu Sunda Wiwitan. Pada perkembangan

terakhir ada beberapa keluarga Baduy yang telah masuk Islam. Walaupun mereka menolak Islam

namun dalam beberapa adat mereka didapati adanya pengaruh hukum Islam.

Ketiga, kondisi masyarakat adat Kampung Naga dan Baduy hingga saat ini kurang

mendapatkan perhatian dari para dai dan mubaligh Islam, sehingga dakwah untuk mengajak

mereka kepada pemahaman Islam kurang mendapatkan perhatian.

5. Tekhnik Penggumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui direct observation

(pengamatan langsung), dept interview (wawancara mendalam), dan kajian dokumen yang

relevan dengan obyek penelitian.16

a. Observasi langsung

Metode direct observation (pengamatan langsung) dilakukan peneliti terhadap obyek

penelitian yaitu praktek hukum masyarakat adat Kampung Naga dan Baduy Kanekes.

Pengamatan dimulai sejak kunjungan pertama hingga terkumpulnya seluruh data. Observasi

langsung ini dilakukan agar gambaran realistik perilaku dan aturan-aturan adat dapat terekam

secara faktual. Dari jenisnya observasi yang lakukan menggunakan kombinasi pengamatan yang

berupa observasi partisipasi dan observasi tidak terstruktur. Observasi partisipasi (participant

observation) yang dilakukan adalah dengan melibatkan diri pada lingkungan masyarakat adat.

16 Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya. 2006), hlm. 216.

Page 17: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Sedangkan observasi tidak berstruktur dilakukan dengan mengembangkan berbagai daya

pengamatan dalam mengamati setiap norma dan aturan yang dilaksanakan oleh masyarakat adat.

b. Wawancara Mendalam

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini berupa wawancara mendalam (in–depth

interview), tujuan dari wawancara ini adalah agar dapat memperoleh keterangan dan informasi

yang lengkap mengenai obyek penelitian. Tekhnik wawancara yang digunakan adalah dalam

bentuk tanya jawab sambil bertatap muka secara langsung dengan informan. Penguasaan bahasa

Sunda peneliti sangat membantu proses wawancara ini. Proses wawancara dilakukan beberapa

kali agar informasi yang didapatkan semakin mendalam. Tempat wawancara disesuaikan dengan

kondisi informan, terkadang di rumah, di depan pos ronda, dan di huma. Waktunya sendiri

disesuaikan dengan kesediaan dari informan untuk meluangkan waktunya, bisa siang hari, pagi

hari atau juga malam hari. Hal ini sangat dimungkinkan karena peneliti juga menginap di tempat

penelitian. Tekhnik wawancara lainnya yang peneliti gunakan berupa wawancara bebas dan

wawancara terstruktur, pada awal-awal wawancara peneliti menggunakan wawancara yang lebih

longgar dalam bentuk percakapan dan ngobrol ngalor-ngidul, namun setelah saling mengenal

dan mulai tumbuh kepercayaan dari informan maka wawancara lebih terstruktur dan terfokus

pada obyek penelitian. Untuk mengabadikan wawancara dilakukan perekaman dan catatan pada

setiap proses wawancara.

Pemilihan informan yang peneliti wawancarai adalah para pihak yang memiliki kompeten

pada obyek penelitian. Key informan di Kampung Naga adalah Kuncen sebagai kepala adat,

Punduh sebagai sesepuh adat dan Lebe sebagai sesepuh adat bidang keagamaan. Pada

masayarakat Baduy wawancara dilakukan dengan Pu’un, Jaro dan Wakil Jaro di wilayah Baduy

Page 18: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Dalam dan Baduy Luar. Selain key informan tersebut, wawancara juga dilakukan dengan warga

masyarakat baik di Kampung Naga maupun di Baduy Kanekes.

c. Dokumen

Beberapa data yang tidak bisa diperoleh dengan metode observasi dan wawancara dilakukan

dengan menelaah hasil penelitian sebelumnya baik berupa laporan penelitian, disertasi, tesis,

artikel di berbagai media serta film dokumenter yang dibuat oleh pemerintah daerah dan lembaga

yang peduli dengan kebudayaan di Kampung Naga dan Baduy Kanekes.

6. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada beberapa jenis, pada data

yang bersifat fenomenologi dilakukan analisis data yang bersifat deskriptif. Sementara untuk

memperoleh bentuk-bentuk relasi hukum maka dilakukan metode analisis data model tiga jalur

milik Malinowski. Analisis data dilakukan sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,

dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.17 Pengumpulan data saya lakukan dengan observasi,

wawancara dan penelusuran dokumen. Reduksi data dilakukan secara terus-menerus sejak awal

penelitian, proses ini berupa pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, transformasi data kasar terutama yang muncul dari hasil wawancara di lapangan.

Dalam proses pengumpulan data reduksi data juga berupa membuat ringkasan, mengkode,

menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo dan sebagainya. Dalam

proses ini saya memilih data-data yang relevan dan membuang data yang tidak relevan, pada

data yang relevan dilakukan penajaman, penggolongan, pengarahan, membuang data yang tidak

perlu dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan

diverifikasi.

17 Matthew B. Mills dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif. (Jakarta: UI Press. 2009). hlm. 15-21

Page 19: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Kampung Naga & Baduy Kanekes

Hukum IslamIbadah

Muamalah

Bidang Hukum Islam yang diterima masyarakat Adat

Teori Receptio in Selectio dan Teori Metode Dakwah

Selanjutnya tahap penyajian data, pada tahap ini dilakukan penyederhanaan data,

penyeleksian dan konfigurasi data kemudian memadukanya sehingga data mudah dipahami dan

dapat diambil kesimpulan. Tahap akhir dari analisis data adalah penarikan kesimpulan, tahap ini

sebenarnya sudah dimulai sejak awal penelitian berupa kesimpulan sementara (hipotesa) yang

belum jelas, seiring berjalannya penelitian maka penarikan kesimpulan semakin terfokus dengan

data-data lapangan yang diperoleh hingga akhir penelitian.18

Agar data dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya maka saya melakukan beberapa

langkah selama proses penelitian berlangsung : Pertama, Perpanjangan pengamatan berupa

perpanjangan waktu tinggal di lokasi penelitian. Kedua, Trianggulasi data berupa trianggulasi

sumber, trianggulasi teknik pengumpulan data dan waktu. Ketiga, pengecekan ulang data dari

informan agar data yang diperoleh bisa dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini proses

pengecekan data tetap memperhatikan keabsahan data, hubungan dengan data lainnya, proses

pemaknaan kata, serta faktor lain yang mempengaruhi pemberian data oleh informan.

Selanjutnya, untuk memberikan gambaran alur berfikir dalam penelitian ini maka penyerapan

hukum Islam oleh masyarakat adat dapat dilihat dalam bagan berikut:

18 Imam Suprayogo dan Tobroni , Metodologi Penelitian Sosial Agama. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2001), hlm. 196

Page 20: BAB II Kerangka Teori Dan Metodologi

Adat Kampung

Naga

Hukum Islam

Adat Badui

Kanekes

Pola relasi Hukum Islam, Adat Kampung Naga dan Adat Badui Kanekes:

Analisis

Data