BAB II KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI A. Kerangka Teori Interaksi antara Hukum Islam dan hukum Adat berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia, penerimaan masyarakat terhadap hukum Islam menjadikan adanya relasi antara keduanya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab relasi ini terjadi, diantaranya adalah: 1. Sifat hukum adat yang terbuka terhadap system hukum lainnya 2. Hukum Islam yang fleksibel sehingga bisa masuk ke dalam system hukum adat 3. Kondisi masyarakat yang telah masuk Islam namun masih memegang teguh adat sebelumnya 4. Sebagian masyarakat adat yang bersentuhan dengan Islam secara intens menyebabkan mereka mengetahui keistimewaan hukum Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Realitas penyerapan hukum Islam oleh masyarakat adat di Indonesia telah menarik perhatian beberapa sarjana dari Belanda untuk melakukan studi dengan tema ini. Maka munculah beberapa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI
A. Kerangka Teori
Interaksi antara Hukum Islam dan hukum Adat berlangsung sejak masuknya Islam ke
Indonesia, penerimaan masyarakat terhadap hukum Islam menjadikan adanya relasi antara
keduanya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab relasi ini terjadi, diantaranya adalah:
1. Sifat hukum adat yang terbuka terhadap system hukum lainnya
2. Hukum Islam yang fleksibel sehingga bisa masuk ke dalam system hukum adat
3. Kondisi masyarakat yang telah masuk Islam namun masih memegang teguh adat
sebelumnya
4. Sebagian masyarakat adat yang bersentuhan dengan Islam secara intens menyebabkan
mereka mengetahui keistimewaan hukum Islam dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
Realitas penyerapan hukum Islam oleh masyarakat adat di Indonesia telah menarik
perhatian beberapa sarjana dari Belanda untuk melakukan studi dengan tema ini. Maka munculah
beberapa teori mengenai pola penyerapan ini. Di antara teori tersebut adalah teori receptio in
complexu yang dirumuskan oleh Lodewijk Willem Cristian Van Den Berg (1845-1927).1
Sebelumnya teori ini juga disebutkan oleh Gibb, Menurut teori ini bagi orang Islam yang berlaku
penuh adalah hukum Islam sebab dia telah memeluk Islam walaupun dalam pelaksanaannya
masih terdapat penyimpangan-penyimpangan. Dalam faktanya teori Berg lebih rinci
dibandingkan teori yang dikemukakan Gibb, sebab prakteknya hingga sekarang umat Islam di
1 Sajuti Thalib, Receptio A Contratrio, Hubungan Hukum Adat dan Hukum Islam. (Jakarta: Bina Aksara, 1985), c et. Kelima, hlm. 5
Indonesia masih banyak yang belum taat dalam menjalankan ajaran Islam. Ketaatan mereka
masih terbatas pada shalat lima waktu, zakat, puasa dan haji, sedangkan ajaran Islam lainnya
masih kurang diperhatikan misalnya ajaran Islam tentang ekonomi dan perbankan Islam.
Karakteristik dari teori receptie in complexu adalah:
1. Hukum Islam dapat berlaku di Indonesia bagi pemeluk Islam
2. Umat Islam harus taat pada ajaran Islam
3. Hukum Islam berlaku universal pada berbagai bidang ekonomi, hukum pidana dan
hukum perdata.
Teori ini kemudian digantikan oleh teori receptie yang menyatakan bahwa hukum Islam di
Indonesia baru berlaku apabila hukum adat menghendaki hal tersebut. Teori ini merupakan hasil
dari penelitian Prof. Christian Snouck Hurgronye (1857 – 1936) yang dilakukan di Aceh dan
Gayo. Ia menyimpulkan bahwa hukum Islam di Indonesia baru berlaku ketika telah diterima
(receptie) oleh hukum adat. Teori ini tidak lepas dari kepentingan bangsa penjajah waktu itu
yang ingin melemahkan perjuangan umat Islam di Indonesia. Teori ini dikuatkan oleh kebijakan
pemerintah colonial dengan dikeluarkannya Wet op De Staatsregeling (IS) atau IS (Indische
Staatsregeling) tahun 1929 Pasal 134 ayat (2) yang berbunyi: ”Dalam hal terjadi masalah
perdata antar sesama orang Islam, akan diselesaikan oleh Hakim agama Islam apabila hukum
adat mereka menghendakinya”.
Teori ini mendapat pertentangan yang sengit dari kalangan umat Islam dan juga tokoh-
tokoh hukum Belanda, Hazairin menyebut teori ini sebagai teori Iblis karena telah mematikan
pelaksanaan hukum Islam di Indonesia. Sementara Mr. Scholten van Oud Haarlem menulis
sebuah nota kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap
bumiputera sebagai pencegahan terhadap perlawanan yang akan terjadi, maka diberlakukan pasal
75 RR (Regeering Reglement) suatu peraturan yang menjadi dasar bagi pemerintah Belanda
untuk menjalankan kekuasaannya di Indonesia, S. 1855: 2 memberikan instruksi kepada
pengadilan agar tetap mempergunakan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan-
kebiasaan itu sejauh tidak bertentangan dengan kepatutan dan keadilan yang diakui umum.
Memasuki masa kemerdekaan muncul Teori Receptio A Contrario yang dikemukakan oleh
Sajuti Thalib sebagi murid Hazairin, teori ini menyebutkan bahwa bagi umat Islam berlaku
hukum Islam, hukum adat baru berlaku apabila tidak bertentangan dengan hukum Islam. Teori
Receptio A Contrario memiliki unsur-unsur berikut:
1. Hukum Islam berlaku di Indonesia
2. Bagi umat Islam Indonesia berlaku hukum Islam.
3. Hukum adat bisa berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam.2
Semua teori tersebut memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, maka untuk melihat pola-
pola penyerapan hukum Islam yang dilakukan oleh masyarakat adat bisa dilakukan dengan
menggunakan berbagai teori, namun karena ruang lingkupnya adalah fakta hukum maka teori
yang untuk digunakan adalah teori Receptie (penyerapan).
1. Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan beberapa istilah dalam ruang lingkup studi hukum secara
umum dan hukum Islam secara khusus, di antara istilah tersebut adalah: relasi hukum, hukum
Islam, hukum adat, masyarakat adat, Kampung Naga, dan Baduy Kanekes. Berikut penjelasan
dari definisi operasional dalam penelitian ini:
Relasi adalah hubungan antara dua komponen yang berbeda yang saling memiliki
keterkaitan karena adanya interaksi di antara keduanya. Relasi hukum Islam dan hukum adat
2 Lihat Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya. (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. I, hlm. 81
adalah hubungan antara hukum adat dan hukum Islam yang terjalin selama secara intens dalam
waktu yang lama. Dalam ruang lingkup anthropologi relasi terjadi dalam beberapa bentuk, yaitu
asimiliasi, akulturasi dan adopsi. Dalam hal ini relasi hukum dipahami pula sebagai akulturasi
yaitu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga
unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian budaya itu sendiri.3 Sebagaimana disebutkan
oleh para anthropolog bahwa akulturasi tidak hanya terjadi dalam ranah budaya saja, namun ia
juga pada masalah-masalah hukum dan norma-norma sosial di masyarakat. Sebagai contoh
perkawinan dengan menggunakan mahar telah dilakukan oleh masyarakat yang belum memeluk
Islam di Baduy, demikian juga khitan bagi anak laki-laki.
Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan
terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan
yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert
culture misalnya:
1) Sistem nilai-nilai budaya
2) Keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat
3) Beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga
masyarakat
4) Beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat.
Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang
berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan
Maka relasi hukum dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi antara hukum Islam
dan hukum Adat dan pola-pola penerimaan hukum Islam oleh masyarakat Adat khususnya
Kampung Naga dan Baduy Kanekes. Penyerapan hukum adalah proses penerimaan hukum yang
dilakukan oleh masyarakat adat baik dengan kesadaran atau tidak. Pola penyerapan ini dapat
terjadi secara alami (by nature) dan juga secara perencanaan (by design). Ketika suatu hukum
menyerap hukum lainnya maka yang terjadi adalah relasi hukum dalam bentuk percampuran dua
system hukum yang berbeda dalam satu bentuk hukum
Term hukum Islam dalam penelitian ini bermakna hukum yang berdasarkan agama Islam,
ia berupa syariat Allah ta’ala yang bersumber dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Dalam tataran praktis hukum Islam berupa fiqh yang merupakan hasil
ijtihad para cendekiawan muslim. Saat ini hukum Islam juga dalam bentuk taqnin (perundang-
undangan) yang menjadi pedoman bagi suatu masyarakat muslim. Hukum Islam secara global
adalah syariat Allah ta’ala yang bersifat transenden berupa aturan-aturan yang terdapat di dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah (Syari’ah) serta hukum-hukum yang dihasilkan oleh para ahli hukum
Islam dengan menggunakan metode ijtihad (fiqh).4
Istilah Hukum Islam memiliki dua bagian berbeda yaitu syariah dan fiqh, keduanya
memiliki karakteristik masing-masing. Syariah5 dipahami sebagai “Seperangkat norma yang
mengatur masalah-masalah bagaimana tata cara beribadah kepada Allah ta'ala, serta muamalah
dengan sesama manusia”.6 Ibnu Mandzur menyatakan bahwa syariah adalah :
�عمال َأ وسائر والزكاة والحج والصالة كالصوم به َم�ر� وَأ الِّد�ين َمن الله �سن َما عُة� ر! والِّش� والِّشريعُة�
البر�
4 Fathurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999. hlm. 11.5 Kata syariah terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur'an yaitu QS Al-Jatsiyah : 18, QS Asy-Syura ayat 13 dan
Pengetahuan tentang-tentang hukum syariat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil
yang terperinci.11
Maka dari sini dapat disimpulkan bahwa Hukum Islam adalah Hukum Allah ta’ala yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam bentuk syariah Islam dan hukum-hukum yang
digali oleh para ulama mujtahidin dari kedua sumber hukum Islam tersebut dalam bentuk Fiqh
Islam.12
7 Ibnu Mandzur, Lisan Al-‘Arab Juz V, hlm. 86. 8 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 47. 9 Di dalam Al-Qur’an istilah fiqh yang bermakna pemahaman, sebagaimana dalam QS At-Taubah : 122.
Sementara Rasulullah bersabda : !ن4 الِّد+ي ف4ى �ف�ق+ه!ه� ي ا !ر6 ي َخ� 4ه4 ب +8ه� الل �ر4د4 ي َم�ن!
Barangsiapa dikehendaki Allah sebagai orang baik, pasti Allah akan memahamkannya dalam persoalan agama.10 Ibnu Mandzur, Lisaan Al-Arab, Juz XIII, hlm. 52211 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh. (Kairo: Dar Al-Hadits. 2003), hlm. 11. 12 Lihat Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam, (Jakarta: Penerbit Teraju, 2002). hlm.
Selanjutnya istilah hukum adat, dalam bahasa Indonesia makna “Adat” adalah “Aturan
(perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala”.13 Dari term
Adat ini munculah istilah Hukum Adat yaitu hukum yang bersumber dari adat dan budaya suatu
masyarakat. Cornelis Van Vollenhoven menyebutkan bahwa Hukum Adat adalah “Keseluruhan
aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam
keadaan tidak dikodifikasi (adat)”.14 Dalam ruang lingkup Indonesia maka Hukum Adat adalah
norma dan aturan yang berlaku di suatu wilayah adat di Indonesia yang ditaati dan dilaksanakan
oleh masyarakatnya, bagi yang melanggar aturan dan norma ini akan mendapatkan sanksi yang
berupa hukuman fisik atau hukuman sosial.
Masyarakat Adat adalah suatu komunitas masyarakat yang secara territorial dan geneologis
memiliki kekhasan tersendiri. Mereka memiliki aturan-aturan tersendiri dalam berbagai bidang
kehidupan. Aturan-aturan tersebut diwariskan secara turun-temurun dan ditaati oleh seluruh
masyarakat adat, adanya sangsi bagi yang melanggar aturan-aturan tersebut menjadikannya
sebagai sebuah hukum dalam perspektif hukum eropa. Masyarakat adat adalah sekelompok
individu yang disatukan oleh kesamaan dalam beberapa hal:
Maka masyarakat adat yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah masyarakat adat
Kampung Naga dan Baduy yang memiliki dua corak sekaligus. Mereka disatukan dalam satu
keturunan yang sama dan tinggal dalam lingkungan yang sama pada awalnya. Saat ini
masyarakat tersebut walaupun beberapa terpisah namun ikatan keturunan masih menjadikan
mereka menjadi satu masyarakat hukum adat yang kokoh. 13 --------------, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2008), hlm. 8. 14 Moh. Koesnoe, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini. (Surabaya: Airlangga University
Press. tt) hlm. 15. 15 Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat. (Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 2000), hlm. 51.
Kampung Naga adalah sebuah perkampungan adat yang berada di desa Neglasari
Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Kampung Naga saat ini telah
menjadi satu obyek wisata sejarah favorit Kabupaten Tasikmalaya, walaupun menjadi obyek
wisata budaya namun masyarakatnya masih tidak terpengaruh dengan budaya yang masuk ke
kampung mereka. Hal ini terbukti dengan kesetiaan mereka untuk mematuhi seluruh aturan yang
mereka warisi dari nenek moyang mereka. Di antara karakteristik Kampung Naga yang masih
menonjol adalah pola-pola hukum kekeluargaan yang didasarkan pada prinsip keadilan dalam
persepsi adat mereka.
Baduy Kanekes adalah masyarakat Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Mereka terbagi menjadi dua kelompok besar
yaitu Badui Dalam dan Badui Luar. Badui Dalam terdiri dari Kampung Cibeo, Cikertawana dan
Cikeusik, sementara Baduy Luar tinggal di beberapa desa di Kaduketug, Cibalimbing,
Cimarengo, Gajebo, Leuwibuleud, Cipaler dll. Masing-masing dari dua kelompok suku Baduy
ini memiliki karakteristik dan system hukum yang berbeda. Pada masyarakat Baduy Dalam,
hukum yang berlaku lebih ketat dari yang dilaksanakan oleh Baduy Luar sementara dalam
beberapa hal kedua kelompok ini memiliki kewajiban yang sama yaitu harus taat kepada hukum
adat yang berlaku.
2. Landasan Teori
a. Grand Theori
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan lepas dari interaksi dengan manusia lainnya.
Demikian pula setiap masyarakat akan berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Adanya interaksi
ini menghasilkan terjadinya dialog, saling berbagi dan hubungan timbal balik. Hasil interaksi ini
bisa bersifat negative jika terdapat pertentangan antara dua komunitas masyarakat tersebut maka
yang terjadi adalah penolakan dan konflik antar budaya yang berinteraksi tersebut. Namun tidak
jarang interaksi ini berdampak positif jika terdapat banyak persamaan maka dua system budaya
tersebut bisa jadi saling menerima bagian-bagian dari budaya lainnya hingga terjadilah asimilasi,
akulturasi dan saling mengadopsi unsur-unsur kebudayaan di antara mereka.
Dalam ruang lingkup hukum juga terjadi demikian, hukum sebagai salah satu dari unsur
budaya memiliki sifat-sifat yang khas, sehingga ketika suatu system hukum berinteraksi dengan
system hukum lainnya akan menghasilkan satu karakter hukum yang khas dari dua system
hukum yang berinteraksi tersebut. Ketika interaksi tersebut sinkron maka kedua system hukum
tersebut saling memberi dan menerima sehingga terjadilah apa yang disebut dengan akulturasi
hukum.
Ranah hukum memahami akulturasi hukum dengan istilah relasi hukum, yaitu pola-pola
hubungan antara dua system hukum yang berbeda sehingga menghasilkan satu system hukum
baru yang tidak menghilangkan system hukum masing-masing.
Untuk melihat fenomena ini maka grand theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah
theory serapan hukum atau teori receptie, yaitu bagaimana suatu hukum diterima oleh
masyarakat yang telah memiliki system hukum yang berbeda.
b. Middle Theori
Selanjutnya middle theory yang digunakan adalah Teori Sistem Hukum oleh Lawrence
Meir Friedman. Teori ini menyebutkan bahwa suatu system hukum (legal system) memiliki
empat elemen utama yaitu:
1. Struktur Hukum (Legal Structure)
2. Isi Hukum (Legal Substance)
3. Budaya Hukum (Legal Culture)
4. Dampak Hukum (Legal Impact)
Teori ini digunakan untuk menjelaskan system hukum yang berlaku pada masyarakat
Kampung Naga dan Baduy.
c. Application Theori
Application theory yang digunakan adalah al-adah muhkamah yaitu bahwa adat dalam
hukum Islam bisa dijadikan dalil hukum. Ini berarti bahwa adat kebiasaan yang berlaku di
masyarakat bisa menjadi sandaran hukum dalam permasalahan yang tidak terdapat peraturan
secara khusus di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam hal ini sistem hukum adat yang telah
dilaksanakan oleh suatu masyarakat bisa menjadi bagian dari hukum Islam jika hukum tersebut
tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam secara umum. Sebagai contoh ketika di suatu
masyarakat berlaku system hukum waris dengan pembagian sama antara laki-laki dan
perempuan maka hukum Islam bisa mempertimbangkan hal ini. Theory ini juga juga dikenal
dengan teori ‘urf , yaitu bahwa setiap yang dianggap baik oleh masyarakat maka bisa dijadikan
patokan hukum. Hal sebagaimana sebuah kaidah yang menyebutkan:
�ِّص� 4الَّن ب 4ين4 �ع!ي �الت ك !ع�ر!ِف4 4ال ب 4ين� �ع!ي الت
Menentukan dengan dasar 'urf, seperti menentukan dengan berdasarkan nash.
Artinnya bahwa menentukan Sesuatu dengan dasar adat kebiasaan maka seperti menentukan
dengan nash syar’i. Maka setiap ‘urf yang ada di masyarakat yang tidak bertentangan dengan
hukum Islam maka hal tersebut bisa digunakan.
3. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai relasi antara hukum Islam dan hukum Adat belum banyak dilakukan,
Beberapa penelitian terfokus pada interaksi antara hukum Islam dan Adat, misalnya disertasi
yang ditulis oleh Ratna Lukito (1998) di Universitas Gadjah Mada dengan judul Pergumulan
antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia. Penelitian ini difokuskan kepada permasalahan
ta’liq talaq yang didasarkan kepada adat Indonesia yang diwarnai oleh hukum Islam, Harta
Gono-gini atau Harta Bersama dalam perkawinan yang juga didasarkan pada adat kebiasaan di
masyarakat, dan Wasiat Wajibah di mana dalam hukum adat Indonesia dikenal istilah
mengadopsi anak yaitu mengangkat anak orang lain sebagai anaknya sendiri. Rekomendasi dari
penelitian ini adalah hubungan dialogis antara Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia harus
terus dipertahankan dan dikembangkan.
Selanjutnya Tesis dengan judul “Aplikasi Doktrin Al-‘Urf Dalam Insturumen Pasaran
Kewangan Islam di Malaysia” oleh Ahmad Sufyan Che Abdullah pada Universiti of Malaya.
Penelitian ini memfokuskan diri pada eksistensi ‘Urf dalam hukum Islam khususnya pada bidang
keuangan Islam di Malaysia. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Al-Urf bisa dijadikan salah
satu sumber hukum Islam bagi penetapan system keuangan yang ada di Malaysia, tentunya
dengan syarat tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
Penelitian mengenai Kampung Naga sudah banyak dilakukan, hanya saja sebatas skripsi
dan tesis. Tema yang diteliti lebih banyak mengenai budaya dan lingkungan hidup, misalnya
Tesis di Universitas Gadjah Mada oleh Oyon Sutarya (2005) dengan judul “Kearifan lokal dan
Pelestarian Lingkungan Hidup di Kampung Naga Tasikmalaya”. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kearifan lokal masih efektif dalam pelestarian lingkungan. Efektivitas
pelestarian ini berjalan karena kuatnya nilai yang dianut baik dalam bentuk religi, tabu dan
pikukuh (ajaran yang bermakna). Ketiga unsur ini menjadi pandangan hidup bagi mereka. Dalam
implementasi keseharian tidak terlepas dari unsur ini, termasuk mengelola lingkungan alam.
Lingkungan alam bagi mereka merupakan tempat kehidupan dan sekaligus tempat menuju
kematian, sehingga lingkungan alam tidak bisa terpisahkan dari kehidupan mereka. Kehidupan
yang selamanya menyatu dengan alam, mereka menjadi paham benar tentang sifat alam baik
fenomenanya, lingkungan fisik dan biotic, pemanfaatannya maupun upaya pelestariannya.
Pengaruh aksesbilitas masyarakat luar terhadap Masyarakat Kampung Naga khususnya dalam
pelestarian lingkungan yang dianggap mengganggu adalah panca usaha tani, dalam
menghasilkan padi dianggap bagus namun ada pengaruh lain yaitu menurunnya kesuburan tanah
dan boros penggunaan air. Aktivitas yang mereka lakukan dalam usaha pelestarian lingkungan
alam, lebih ditujukan kepada pelestarian pemanfaatan untuk tempat tinggal, untuk mata
pencaharian dan untuk kestabilan ekosistem kawasan Kampung Naga. Semua bentuk
pengelolaan lingkungan alam yang mereka lakukan bukan atas pengetahuan yang mereka miliki,
namun merupakan nilai yang sudah diwariskan oleh leluhur mereka bahwa alam itu harus
dikelola berdasarkan kaidah-kaidah alam. Itulah yang dilakukan oleh masyarakat Kampung
Naga, bahwa mengelola lingkungan alam merupakan kegiatan moral yang kadang sulit
dirasionalkan.
Selanjutnya Tesis di Universitas Padjadjaran oleh T. Abdulah (2002) dengan judul “Tabu
Dalam Kehidupan Masyarakat Kampung Naga” tesis ini merupakan penelitian yang cukup
komprehensif mengenai tabu (pantangan/larangan) yang ada di Kampung Naga. Hasil dari
penelitian ini adalah bahwa seluruh tabu yang ada di Kampung Naga adalah aturan yang
diwariskan oleh leluhur mereka secara turun temurun, tidak ada satu orangpun yang berani
melanggarnya. Pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sangsi berupa hukuman dalam
bentuk diusir dari kampung dan kesengsaraan hidup.
Dalam masalah hukum kewarisan di Kampung Naga, Harpat Ade Yandi (2008) telah
melakukan penelitian mengenai hal ini. Penelitian ini terfokus pada pola-pola kewarisan yang
dianut oleh masyarakat adat Kampung Naga. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif analisis dengan perspektif hukum Islam. Hasil dari penelitiannya adalah bahwa
pelaksanaan hukum waris di Kampung Naga tidak sesuai dengan system hukum waris Islam,
mereka melaksanakan hibah dan hibah wasiat yaitu harta dari orang tua akan diberikan kepada
anak-anaknya sebelum mereka meninggal, penyerahan dari harta tersebut biasanya dilaksanakan
setelah orang tua meninggal dunia. Walaupun tidak sesuai dengan system hukum Islam secara
tekstual namun bisa diterima oleh hukum Islam dengan dasar kemashlahatan.
Penelitian mengenai Masyarakat Baduy Kanekes sudah banyak dilakukan, misalnya
Penelitian yang memfokuskan diri dalam masalah kebudayaan adalah disertasi Judistira K. Garna
(1988). Dengan judul “Tangtu Telu Jaro Tujuh: Kajian Struktural Masyarakat Baduy di Banten
Selatan Jawa Barat Indonesia” Tesis Ph.D. Universiti Kebangsaan Malaysia. Penelitian ini
berbasis anthropologi sehingga hasilnya adalah deskripsi budaya Baduy di Kanekes yang
meliputi pola kepercayaan, kebudayaan dan system sosialnya.
Penelitian berikutnya adalah Tesis oleh Ferry Fathurokhman (2010) di Universitas
Diponegoro dengan judul “Hukum Pidana Adat Baduy dan Relevansinya dengan Pembaharuan
Hukum Pidana”. Hasil dari penelitian ini adalah hukum pidana adat Baduy merupakan hukum
yang tidak tertulis yang mengorientasikan penyelesaian perkara pidana secara integral yang
meliputi pemulihan kepentingan korban, kepentingan pelaku dan kepentingan masyarakat.
Hukum pidana adat Baduy mengenal berbagai jenis tindak pidana berikut konsep
pertanggungjawaban dan sanksi hukumnya. Hukum pidana adat Baduy juga mengenal tindak
pidana santet dan pidana ganti rugi dengan berbagai karakteristiknya yang perlu
dipertimbangkan untuk diakomodir dalam konteks pembaharuan hukum pidana nasional.
Penelitian yang memfokuskan pada bidang hukum Islam di Baduy Kanekes masih sebatas
skripsi dan tesis, misalnya skripsi tentang pengaruh pernikahan Islam terhadap pernikahan Adat
Baduy Kanekes. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pernikahan yang dilakukan oleh
masyarakat adat Baduy Kanekes sebagiannya dipangaruhi oleh hukum pernikahan Islam.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian ini akan
menggabungakan dua lokasi penelitian yang berbeda dan memfokuskan pada pola-pola
penerimaan hukum Islam oleh masyarakat adat di Kampung Naga dan Baduy.
B. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan empirical legal study yaitu suatu penelitian yang
mengkaji mengenai system hukum yang berlaku di masyarakat sebagai living law (hukum yang
hidup). Beberapa literature menyebutnya sebagai penelitian yuridis empiris yaitu hukum empirik.
Pendekatan ini dianggap paling sesuai untuk digunakan dalam mendeskripsikan secara faktual
system hukum yang ada di suatu masyarakat. Dalam hal ini yaitu system hukum masyarakat adat
di Kampung Naga dan Baduy Kanekes. Selain itu pendekatan yuridis normative juga digunakan
untuk menilai aspek hukum Islam yang dilaksanakan oleh kedua masyarakat adat tersebut.
2. Metode dan Tekhnik Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, metode ini digunakan
dengan dasar bahwa data yang dikumpulkan secara keseluruhan adalah data kualitatif. Tekhnik
penelitian yang digunakan adalah observasi, pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan
kajian literature terkait obyek penelitian.
3. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), karena data yang diperoleh
merupakan hasil dari observasi dan wawancara. Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif,
yaitu hasil observasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung, hasil wawancara dengan
beberapa informan, dan kajian beberapa sumber informasi-informasi yang berbentuk uraian
konsep dalam praktik hukum di masyarakat adat.
4. Sumber Data
Data dalam penelitian ini bersumber dari hasil observasi, wawancara dan studi pustaka.
Observasi dilakukan pada lokasi penelitian yang telah ditentukan yaitu masyarakat adat
Kampung Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa
Barat dan masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten. Wawancara dilakukan peneliti dengan nara sumber yaitu di Kampung Naga:
Kuncen Kampung Naga sebagai orang nomor satu di sana, punduh adat Kampung Naga Bapak
Ma’un, Lebe Kampung Naga yaitu Bapak Ateng, Punduh Pamarintah sekaligus Kepala Dusun
yaitu Bapak Suharyo, dan Bapak Tatang Sutisna sebagai tokoh Kampung Naga. Selain itu
dilakukan juga wawancara dengan warga masyarakat Kampung Naga. Di Baduy Kanekes
wawancara dilakukan peneliti dengan Jaro Dainah selaku kepala desa Kanekes, Jaro Sami
sebagai jaro Kampung Cibeo, Jaro kampung Cikertawana dan Cikeusik.
Pemilihan lokasi didasarkan pada beberapa alasan:
Pertama, Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang hingga kini masih
memegang teguh tradisi leluhur termasuk system hukumnya. Baduy adalah komunitas yang
menutup diri dari dunia luar dan selalu berpegang teguh kepada adat yang mereka dapatkan dari
para leluhur.
Kedua, masyarakat Kampung Naga saat ini seluruhnya adalah muslim, namun dalam
kehidupan sehari-hari mereka juga melaksanakan adat-istiadat secara ketat. Masyarakat Baduy
hingga saat ini masih memegang teguh agama mereka yaitu Sunda Wiwitan. Pada perkembangan
terakhir ada beberapa keluarga Baduy yang telah masuk Islam. Walaupun mereka menolak Islam
namun dalam beberapa adat mereka didapati adanya pengaruh hukum Islam.
Ketiga, kondisi masyarakat adat Kampung Naga dan Baduy hingga saat ini kurang
mendapatkan perhatian dari para dai dan mubaligh Islam, sehingga dakwah untuk mengajak
mereka kepada pemahaman Islam kurang mendapatkan perhatian.
5. Tekhnik Penggumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui direct observation
(pengamatan langsung), dept interview (wawancara mendalam), dan kajian dokumen yang
relevan dengan obyek penelitian.16
a. Observasi langsung
Metode direct observation (pengamatan langsung) dilakukan peneliti terhadap obyek
penelitian yaitu praktek hukum masyarakat adat Kampung Naga dan Baduy Kanekes.
Pengamatan dimulai sejak kunjungan pertama hingga terkumpulnya seluruh data. Observasi
langsung ini dilakukan agar gambaran realistik perilaku dan aturan-aturan adat dapat terekam
secara faktual. Dari jenisnya observasi yang lakukan menggunakan kombinasi pengamatan yang
berupa observasi partisipasi dan observasi tidak terstruktur. Observasi partisipasi (participant
observation) yang dilakukan adalah dengan melibatkan diri pada lingkungan masyarakat adat.