27 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG AHLI WARIS PENGGANTI A. Pengertian Ahli Waris Pengganti Hukum waris merupakan ketentuan yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang serta akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan. Dengan demikian, terdapat 3 (tiga) ketentuan yang diatur dalam hukum waris yaitu: 1. Ketentuan tentang hak dan kewajiban dari pewaris kepada ahli warisnya.2.Ketentuan tentang hubungan di antara sesama ahli waris.3. Ketentuan tentang hubungan ahli waris dengan pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan pewaris. 1. Pengertian Ahli Waris Ahli waris disebut juga warits dalam istilah fiqh ialah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.Yang berhak menerima harta warisan adalah orang yang mempunyai hubungan kekerabatan atau hubungan perkawinan dengan pewaris yang meninggal. Disamping adanya hubungan kekerabatan dan perkawinan itu, mereka yang berhak menerima warisan secara hukum dengan terpenuhinya persyaratan sebagai berikut: a. Ahli waris itu telah atau masih hidup pada waktu meninggalnya pewaris;
22
Embed
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG AHLI WARIS PENGGANTIrepository.uinbanten.ac.id/1594/4/BAB_2_SKRIPSI.pdfIstilah ahli waris pengganti dalam bahasa Belanda disebut dengan plaatsvervulling.Sehingga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
27
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG AHLI WARIS
PENGGANTI
A. Pengertian Ahli Waris Pengganti
Hukum waris merupakan ketentuan yang berhubungan
dengan meninggalnya seseorang serta akibat-akibatnya di dalam
bidang kebendaan. Dengan demikian, terdapat 3 (tiga) ketentuan
yang diatur dalam hukum waris yaitu: 1. Ketentuan tentang hak dan
kewajiban dari pewaris kepada ahli warisnya.2.Ketentuan tentang
hubungan di antara sesama ahli waris.3. Ketentuan tentang
hubungan ahli waris dengan pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan pewaris.
1. Pengertian Ahli Waris
Ahli waris disebut juga warits dalam istilah fiqh ialah
orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh
orang yang meninggal.Yang berhak menerima harta warisan
adalah orang yang mempunyai hubungan kekerabatan atau
hubungan perkawinan dengan pewaris yang meninggal.
Disamping adanya hubungan kekerabatan dan perkawinan itu,
mereka yang berhak menerima warisan secara hukum dengan
terpenuhinya persyaratan sebagai berikut:
a. Ahli waris itu telah atau masih hidup pada waktu
meninggalnya pewaris;
28
b. Tidak ada hal-hal yang menghalanginya secara hukum
untuk menerima warisan;
c. Tidak terhijab atau tertutup secara penuh oleh ahli waris
yang lebih dekat.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah
orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan
darah dan hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama
Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.1Dengan
demikian, yang dimaksud ahli waris adalah mereka yang jelas-
jelas mempunyai hak waris ketika pewarisnya meninggal dunia,
tidak ada halangan untuk mewarisi (tidak ada mawani’ al-irts).2
Jika diperhatikan ayat-ayat Al-Qur‟an yang menetapkan
hukum kewarisan, terlihat bahwa untuk harta warisan Allah
SWT menggunakan kata “apa-apa yang ditinggalkan” oleh si
meninggal ()ماترك .Kata-kata seperti ini didapati sebanyak 11 kali
disebutkan dalam hubungan kewarisan, yaitu dua kali dalam
surat an-Nisa‟ ayat 7, dua kali dalam ayat 11, empat kali dalam
ayat 12, satu kali pada ayat 33 dan dua kali pada ayat 176.
Setiap kata-kata “ditinggalkan” )ترك( dalam ayat-ayat
tersebut di atas didahului oleh kata “apa-apa” )ما(. Dalam bahasa
Arab kata “maa´)ما( itu disebut al-mawshul yang hubungannya
dengan maknanya mengandung pengertian „umum‟. Dalam
1Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam
2Ahmad Rofik, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), Cet. Ke-1, h.303
29
pengertian ini kata “apa-apa yang ditinggalkan” itu adalah
umum. Keumuman itu lebih jelas disebutkan pada akhir ayat 7
surat an-Nisa‟ yang terjemahannya ialah: “…baik apa yang
ditinggalkan itu sedikit atau banyak…”
2. Pengertian Ahli Waris Pengganti
Istilah ahli waris pengganti dalam bahasa Belanda
disebut dengan plaatsvervulling.Sehingga apabila ia meninggal
lebih dahulu ia dapat digantikan oleh anak-anaknya
sendiri.3Penggantian tempat dalam hukum waris disebut dengan
penggantian ahli waris, yaitu meninggal dunianya seseorang
dengan meninggalkan cucu yang orang tuanya telah meninggal
terlebih dahulu.Cucu ini menggantikan posisi orang tuanya
yang telah meninggal untuk mendapatkan warisan dari kakek
atau neneknya.
Besarnya bagian yang seharusnya diterima oleh cucu
adalah sejumlah bagian yang seharusnya diterima orang
tuanya jika mereka masih hidup.Istilah penggantian tempat
ini hanya dikenal dalam hukum barat (BW) dan hukum adat
namun tidak dikenal dalam hukum Islam.
Menurut Raihan A. Rasyid ahli waris pengganti
dibedakan antara orang yang disebut “ahli waris pengganti”
dan “pengganti ahli waris”. Menurutnya, ahli waris pengganti
adalah orang yang semula bukan ahli waris tetapi karena
keadaan tertentu ia menjadi ahli waris dan menerima warisan
3 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), h. 100.
30
dalam status sebagai ahli waris.Misalnya, pewaris tidak
meninggalkan anak tetapi meninggalkan cucu laki-laki atau
perempuan dari anak laki-laki.
Sedangkan pengganti ahli waris adalah orang yang
sejak semula bukan ahli waris tetapi karena keadaan tertentu
dan pertimbangan tertentu mungkin menerima warisan
namun tetap dalam status bukan ahli waris.Misalnya, pewaris
meninggalkan anak bersama cucu baik laki-laki maupun
perempuan yang orang tuanya meninggal lebih dahulu
daripada pewaris.Keberadaan cucu disini sebagai pengganti
ahli waris.4
Apa yang disebut dengan plaatsvervulling dalam
KUHPerdata, wasiat wajibah dalam undang-undang Mesir
dan Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam oleh Raihan A.
Rasyid dinamakan pengganti ahli waris, bukan ahli waris
pengganti. Namun demikian, apapun sebutannya, yang pasti
dalam Kompilasi Hukum Islam digunakan sebutan ahli waris
pengganti.
Dalam kitab Faraid klasik yang termuat dalam kitab
fiqh, telah mengenal ahli waris yang meninggal lebih dahulu
dari pewaris yang digantikan kedudukannya oleh anak
keturunannya. Namun istilah yang digunakan bukan ahli
waris pengganti, apapun istilahnya pada hakekatnya sama,
namun tidak mutlak. Menurutnya, yang mempunyai
4Roihan A. Rasyid. Hukum Acara Peradilan Agama.(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2015), h. 122
31
kedudukan ahli waris pengganti hanya keturunan dari anak
laki-laki yang meninggal lebih dahulu dari pewaris, yakni
hanya cucu laki-laki dan cucu perempuan dari keturunan
anak laki-laki yang dapat menerima warisan dari kakeknya,
itu pun bagiannya telah ditentukan secara pasti baik sebagai
„ashobah maupun dzawil-furudl. Contoh, bintu ibnin jika
menerima bersama seorang anak perempuan mendapat
1/6.Sedangkan cucu laki-laki maupun cucu perempuan dari
keturunan anak perempuan (Ibnul-Binti dan Bintul-Binti)
tidak dapat menerima bagian warisan dari kakek atau
neneknya karena termasuk dzawil arham.
B. Kelompok Ahli Waris Pengganti
Orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok ahli waris
pengganti, adalah mereka yang bukan (tidak termasuk) ashhabul-
furud dan bukan (tidak termasuk) golongan ashobah.Sehingga
terdapat dua kelomplok yang tidak menerima harta peninggalan
pewaris yaitu kelompok dzawil arham dan kelompok ahli waris
yang terkena mahjub.
1. Kelompok dzawil arham
a. Cucu perempuan pancar dan seterusnya ke bawah
بن. إبن بنت بنت بنت البنت. إبن بنت البنت. بنت بنت الإ الإبن..
b. Cucu laki-laki pancar perempuan dan seterusnya ke
bawah
32
إبن البنت. إبن إبن البنت. بنت إبن البنت. إبن بنت إبن البنت....
c. Anak perempuan saudara laki-laki sekandung dan
seterusnya ke bawah
الأخالشقيق....بنت الأخ الشقيق. إبن بنت الأخ الشقيق. بنت بنت
d. Anak perempuan saudara laki-laki sebapak dan
seterusnya ke bawah
بنت الأخ اللأب. إبن بنت الأخ اللأب. بنت بنت الأخ الللأب....
e. Anak laki-laki saudara perempuan sekandung dan
seterusnya ke bawah
إبن الأخت الشفيفة. ابن ابن الأخت الشقيقة....
f. Anak perempuan saudara perempuan sekandung dan
seterusnya ke bawah
بنت الأخت الشقيقة. ابن بنت الأخت الشقيقة....
g. Anak laki-laki saudara perempuan sebapak dan
seterusnya ke bawah
ابن الأحت اللأب. ابن ابن اللأخت اللأب. بنت ابن الأخت اللأب....
h. Kakek dari pihak ibu dan seterusnya ke atas
5أب الأم. أب أب الأم. أم أب الأم. أب أم أب الأم....
5Yusuf Somawinata, Ilmu Faraidh, ……h. 54
33
2. Kelompok yang terkena hijab, pada dasarnya hijab terbagi
atas dua macam yang pertama hijab hirman adalah
terhalangnya seseorang dalam menerima harta peninggalan
secara keseluruhan karena adanya orang yang lebih dekat
dari padanya. Dan yang kedua hijab nuqsan adalah
terhalangnya seseorang dalam menerima bagian yang lebih
besar kepada bagian yang lebih kecil karena adanya orang
lain yang menjadikan pengurangan tersebut.6
a. Para ahli waris yang terkena hijab nuqsan adalah:
1) Suami, yakni manakala ada far’ul waris
2) Isteri, yakni manakala ada far’ul waris
3) Ibu, yakni manakala ada far’ul waris atau ada
beberapa saudara (minimal 2 orang) baik laki-laki
semua, perempuan semua, maupun campuran; baik
sekandung semua, sebapak semua, maupun
campuran; baik saudara-saudara tersebut dalam
keadaan mewaris maupun terhijab.
4) Cucu perempuan pancar laki-laki, yakni manakala
ada anak perempuan yang mendapat bagian, dan
tidak bersama cucu laki-laki pancar laki-laki.
5) Saudara perempuan sebapak, yakni manakala ada
saudara perempuan sekandung yang mendapat
bagian ½, dan tidak ada saudara laki-laki sebapak.7
6Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah.(Semarang: Toha Putera, 1972), h. 440.
7 Yusuf Somawinata, Ilmu Faraidh.,…..h. 79.
34
b. Para ahli waris yang terkena hijab hirman adalah:
1) Kakek, manakala ada bapak atau kakek yang lebih
dekat dari padanya kepada si pewaris
2) Nenek dari pihak bapak, yakni manakala ada bapak,
ibu, atau nenek dari pihak bapak atau ibu yang lebih
dekat dari padanya kepada pewaris
3) Nenek dari pihak ibu, yakni manakala ada ibu atau
nenek dari pihak ibu yang lebih dekat daripadanya
kepada si pewaris
4) Cucu laki-laki pancar laki-laki, yakni manakala ada
anak laki-laki
5) Cucu perempuan pancar laki-laki, yakni manakala
ada anak laki-laki atau 2 orang anak perempuan atau
lebih yang mendapatkan bagian 2/3.
6) Saudara laki-laki sekandung, yakni manakala ada
anak laki-laki, cucu laki-laki pancar laki-laki, atau
bapak
7) Saudara perempuan sekandung, yakni manakala ada
anak laki-laki, cucu laki-laki pancar laki-laki, atau
bapak
8) Saudara laki-laki sebapak, yakni manakala ada anak