-
10
10
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Konsep Penelitian Tindakan
1. Defini Penelitian Tindakan
Di Indonesia penelitian tindakan kelas masih termasuk baru meski
telah
berkembang lama di Amerika Serikat, Inggris dan Australia.
Penelitian
tindakan berkaitan erat dengan penelitian kualitatif, karena
memang dalam
pengumpulan datanya menggunakan pendekatan kualitatif. Mengutip
dalam
buku Nana Saodah “penelitian tindakan merupakan suatu
pencarian
sistematik yang dilaksanakan oleh para pelaksana program
dalam
kegiatannya sendiri (dalam pendidikan dilakukan oleh guru,
dosen, kepala
sekolah, konselor), dalam mengumpulkan data tentang
pelaksanaan
kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk
kemudian
menyusun rencana dan melakukan kegiatan- kegiatan
penyempurna”.1
Gagasan yang dimaksud penelitian tindakan adalah penelitian
yang
dilaksanakan oleh pelaksana pendidikan yang mengalami kendala
yang
kemudian dicari solusinya dengan kegiatan penyempurna untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian
Pendidikan,(Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya, 2010),h.140
-
11
Walaupun telah berkembang lama di Amerika Serikat, Inggris
dan
Australia, di Indonesia penelitian tindakan masih termasuk baru.
Penelitian
tindakan berkaitan erat dengan penelitian kualitatif, karena
memang dalam
pengumpulan datanya menggunakan pendekatan kualitatif.
Glenda Mac Naghton mengatakan action research is about
researching
with people to create and study change in and through the
research prosess.
In early childhood settings it can produce changed ways of doing
things and
changed ways of understanding why we do what we do.2
Dalam hal ini action research adalah penelitian yang ditujukan
untuk
meneliti orang dengan mempelajari perubahan yang dilakukan
melalui proses
penelitian, dengan cara mengetahui apa yang akan dirubah dan
mengapa
kita melakukan penelitian tersebut.
Dalam Nana Syaodih menyatakan bahwa “penelitian tindakan
merupakan suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh
para
pelaksana program dalam kegiatannya sendiri (dalam pendidikan
dilakukan
oleh guru, dosen, kepala sekolah, konselor), dalam pengumpulan
data
tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang
dihadapi,
untuk kemudian menyusun rencana dan lakukan kegiatan-
kegiatan
2 Glenda Mac Noughton, Doing Early Childhood Research
Internasional Perspectives On
Theory and Practice, (Australia: Nasional Library Of Australia,
2001), h.208
-
12
penyempurnaan”.3 Ada beberapa perbedaan utama dari penelitian
tindakan
dengan penelitian kelas biasa.
Tabel 1 .1 Perbedaan antara Penelitian Biasa dengan
Penelitian
Tindakan4
Apa Penelitian Biasa Penelitian Tindakan
Siapa
Dilakukan oleh para
professor, ahli,peneliti
khusus, mahasiswa terhadap
kelompok eksperimental dan
kontrol.
Dilakukan oleh para
pelaksana kegiatan dalam
kegiatan yang menjadi
tugasnya.
Dimana Dalam lingkungan di mana
variable dapat dikontrol
Di dalam lingkungan kerja
atau lingkungan tugasnya
sendiri.
Bagaimana
Menggunakan pendekatan
kuantitatif,menguji signifikansi
statistic, hubungan sebab-
akibat antar variable
Menggunakan pendekatan
kualitatif menggambarkan
apa yang sedang berjalan
dan ditujukan untuk
mengetahui dampak dari
3 Nana Syaodih Sukmadinata, loc. cit. 4 Nana Syaodih
Sukmadinata, loc. cit.
-
13
kegiatan yang dilakukan.
Mengapa Menemukan kesimpulan
yang dapat digeneralisasikan
Melakukan tindakan dan
mendapatkan hasil positif
dari perubahan yang
dilakukan dalam lingkungan
kerja atau tugasnya.
Gagasan penelitian tindakan diatas adalah penelitian yang
dilaksanakan
oleh pelaksana kegiatan, di tempat dia bertugas atau lingkungan
sendiri,
dengan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan hasil positif
yang
dilakukan dalam lingkungan kerjanya. Dalam Craig A.Mertler
tertulis bahwa:
“Action research models begin with a central problem or topic.
They
involve some observation or monitoring of current practice,
followed by the
collection and synthesis of information and data. Finally, some
sort of action is
taken, which then serves as the basis for the next stage of
action research
(Mills,2007).5
Dalam hal ini model penelitian adalah model penelitian yang
dimulai
dengan topik, yang kemudian dipantau, diamati saat praktek,
pengumpulan
5 Craig A.Mertler,Action Research teacher as researchers in the
classroom,(Los
angeles:Sage,2009),h.13
-
14
informasi dan data yang kemudian disintesis. Pada akhirnya
tindakan
dilakukan berdasarkan data untuk penelitian tindakan, H.M
Sukardi
dinyatakan bahwa:
“ Penelitian tindakan tidak lain adalah suatu metode penelitian,
dimana
suatu kelompok orang yang juga penelitian dalam
mengorganisasikan suatu
kondisi, mereka dapat mempelajari secara intensif pengalaman dan
membuat
pengalaman mereka dapat diakses orang lain”.6
Gagasan dalam pendapat ini bahwa penelitian tindakan adalah
metode
penelitian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang melakukan
penelitian
secara intensif dimana hasil penelitian ini dapat dijadikan
bahan untuk
dipelajari oleh orang lain.
Menurut Kemmis dan Mc Taggart (1982 ),” action research is, the
way
groups of people can organize the conditions under which they
can learn form
their own experience and make their experience accessible to the
others”.
Gagasan di atas menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah cara
suatu
kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi sebuah kondisi
dimana
mereka dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat
pengalaman
mereka dapat diakses oleh orang lain). Sedangkan kelas adalah
tempat
bekerja para guru melakukan penelitian, sedang dimungkinkan
mereka
bekerja sebagai guru di tempat kerjanya.
6 H.M. Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Kelas Implementasi
dan Pengembangannya,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 210
-
15
Dalam Emzir mengatakan bahwa “Penelitian tindakan adalah
bentuk
penelitian refleksi diri (self-reflective) yang dilakukan oleh
para partisipan
dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) dalam rangka
meningkatkan (a)`
keadilan dan rasionalitas praktik sosial dan pendidikan mereka
sendiri; b)
pemahaman mereka tentang praktik tersebut; (c) situasi tempat
praktik
tersebut dilakukan. Hal ini sangat rasional jika dilakukan oleh
partisipan”.7
Berdasarkan konsep atau teori dari beberapa ahli diatas
dapat
disimpulkan bahwa penelitian tindakan merupakan suatu proses
penelitian
yang dilakukan oleh seorang peneliti baik secara perorangan
maupun
kelompok. Melalui penelitian tersebut peneliti menghendaki
adanya sebuah
perubahan, peningkatan, ataupun pemecahan suatu masalah
terhadap
subyek penelitian yang diteliti. Penelitian tindakan dapat
dilakukan oleh guru
atau profesi lainnya. Tujuannya adalah untuk mengubah dan
memecahkan
masalah, sehingga menjadi perbaikan pada kegiatan
selanjutnya.
2. Landasan Teoritis Penelitian Tindakan
Teori yang mendasari penelitian sejalan dengan akar sejarah
perkembangan dari metode penelitian ini. Perkembangan penelitian
tindakan
diawali oleh karya Kurt Lewin. Setelah serangkaian kegiatan
pengalaman
praktiknya pada awal tahun 1940, ia menyimpulkan bahwa
penelitian
7 Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif &
Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2013),h.234
-
16
tindakan merupakan suatu proses yang memberikan kepercayaan
pada
pengembangan kekuatan berfikir rekreatif, diskusi, penentuan
keputusan dan
tindakan orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian
kolektif dalam
mengatasi kesulitan – kesulitan yang mereka hadapi dalam
kegiatannya
(Adelman 1993). 8
3. Prinsip – Prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Hopkins (1993) menyebutkan ada 6 (enam) prinsip dasar yang
melandasi penelitian tindakan kelas9.
Prinsip pertama, bahwa tugas guru yang utama adalah
menyenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas, untuk
itu, guru
memiliki komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan peningkatan
kualitas
pembelajaran secara terus menerus. Dalam menerapkan suatu
tindakan
untuk memperbaiki kualitas pembelajaran ada kemungkinan tindakan
yang
dipilih tidak/ kurang berhasil, maka ia harus tetap berusaha
mencari
alternative lain.
Prinsip kedua, bahwa meneliti merupakan bagian integral dari
pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan waktu maupun
metode
pengumpulan data. Tahapan-tahapan penelitian tindakan selaras
dengan
8 Ibid.,h.142 9 H. Ahmad Qurtubi, Metodologi Penelitian
Pendidikan, Pengantar Teori dan Panduan Logika
dan Prosedur Penelitian Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula,
(Tangerang: PT . Bintang Harapan sejahtera ,2008),h.124
-
17
pelaksanaan pembelajaran, yaitu persiapan (planning),
pelaksanaan
pembelajaran (action), observasi kegiatan pembelajaran
(observation),
evaluasi proses dan hasil pembelajaran (evaluation), dan
refleksi dari proses
dan hasil pembelajaran (reflection). Prinsip kedua ini
menginsyaratkan agar
proses dan hasil pembelajaran direkam dan dilaporkan secara
sistematik dan
terkendali menurut kaidah ilmiah.
Prinsip ketiga bahwa kegiatan meneliti, yang merupakan bagian
integral
dari pembelajaran, harus diselenggarakan dengan tetap bersandar
pada alur
dan kaidah ilmiah. Alur pikir yang digunakan dimulai dari
pendiagnosisan
masalah dan faktor penyebab timbulnya masalah, pemilihan
tindakan yang
sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan
hipotesis
tindakan tepat, penetapan skenario tindakan, penetapan
prosedur
pengumpulan data dan analisi data.
Prinsip keempat bahwa masalah yang ditangani adalah masalah-
masalah pembelajaran yang riil dan merisaukan tanggungjawab
professional
dan komitmen terhadap pemelorehan mutu pembelajaran.
Prinsip kelima bahwa konsistensi sikap dan kepedulian dalam
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sangat
diperlukan. Hal
ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran tidak
dapat
dilakukan sambil lalu, tetapi menuntut perencanaan dan
pelaksanaan yang
sungguh – sungguh.
-
18
Prinsip keenam adalah cakupan permasalahan penelitian tindakan
tidak
seharusnya dibatasi pada masalah pembelajaran di ruang kelas,
tetapi dapat
diperluas pada tataran di luar ruang kelas, misalnya tatanan
system lembaga.
4. Komponen Penting dalam Siklus Penelitian Kelas
Secara garis besar, para peneliti perlu mengenal adanya
empat
komponen penting yang selalu ada pada setiap siklus, dan menjadi
ciri khas
penelitian tindakan, yaitu plan, act, observe dan reflect atau
disingakat PAOR.
Semuanya ini dilakukan sehari- harinya 10. 1). Plan (rencana)
merupakan
serangkaian rancangan tindakan sistematis untuk meningkatkan apa
yang
hendak terjadi.
Dalam penelitian tindakan, rencana tindakan tersebut harus
berorientasi
ke depan. Di samping itu, perencanaan harus menyadari sejak awal
bahwa
tindakan sosial pada kondisi tertentu dapat diprediksi dan
mempunyai resiko.
Oleh karena itu perencanaan yang dikembangkan harus fleksibel,
untuk
mengadopsi pengaruh yang tidak dapat diprediksi dan mempunyai
resiko.
Dan Oleh karena itu, perencanaan yang dikembangkan harus
fleksibel, untuk
mengadopsi pengaruh yang tidak dapat dilihat dan rintangan
tersembunyi
yang mungkin timbul; 2) Act (Tindakan), yang perlu diperhatikan
oleh
seorang peneliti adalah act ( tindakan) yang terkontrol dan
termonitor secara
10 H. Ahmad Qurtubi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Pengantar
Teori dan Panduan
Logika dan Prosedur Penelitian Bagi Mahasiswa dan Peneliti
Pemula Op. cit
-
19
seksama. Tindakan dalam penelitian harus dilakukan dengan hati –
hati, dan
merupakan kegiatan praktis yang terencana; 3) Observe
(Observasi), pada
penelitian tindakan kelas mempunyai arti pengamatan terhadap
treatment
yang diberikan pada kegiatan tindakan. Observasi mempunyai
fungsi penting,
yaitu melihat dan mendokumentasi implikasi tindakan yang
diberikan kepada
subyek yang diteliti; 4) Reflect (Reflektif), merupakan langkah
dimana tim
peneliti menilai kembali situasi, setelah subyek/objek yang
diteliti treatment
secara sistematis. Komponen ini merupakan sarana untuk
melakukan
pengkajian kembali tindakan yang telah dilakukan terhadap subjek
penelitian,
dan telah dicatat dalam observasi.
5. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Mc Niff (1992) menegaskan bahwa dasar utama dilaksanakan
penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan, kata perbaikan
disini harus
dimaknai dalam konteks pembelajaran khususnya dan implementasi
program
pada umumnya.11
Dengan demikian akibat logis dari uraian di atas maka banyak
manfaat
yang dapat dipetik, diantaranya yaitu (1) Guru semakin
diberdayakan
(empowered) untuk mengambil berbagai prakarsa professional
secara
mandiri, dengan kata lain prakarsa untuk melakukan ‘revolusi
inivasi’ dalam
pendidikan hanya akan berhasil jika dimulai dari ‘ujung tombak’
pelaksana
11 Ibid., h.129
-
20
dilapangan. (2) Guru memiliki keberanian mencobakan hal- hal
baru yang
diduga dapat membawa perbaikan dalam kegiatan pembelajarannya di
dalam
kelas, keberanian ini berdampak pada munculnya rasa percaya diri
dan
kemandirian guru dalam memecahkan pembelajarannya di dalam
kelas. (3)
Guru tidak lagi puas dengan rutinitas monoton (complecent),
melainkan
terpacu untuk selalu berbuat lebih baik dari sekarang yang telah
diraihnya
sehingga terbuka peluang untuk peningkatan kinerja secara
berkesinambungan ( continue).
Secara ringkas, inovasi pembelajaran yang bersifat bottom up
(tumbuh
dari bawah) dengan sendirinya akan jauh lebih efektif jika
dibandingkan
dengan yang dilakukan dari atas (top down). Hal ini karena
pendekatan
inovasi pembelajaran yang bersifat top down tidak jarang
berangkat dari teori
yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan guru secara individual
bagi
pemecahan permasalan pembelajaran yang tengah dihadapinya di
dalam
kelas.
6. Langkah- langkah Penelitian Tindakan
Walaupun secara garis besar memiliki kesamaan, tetapi ada
beberapa
variasi langkah- langkah pelaksanaan penelitian tindakan dari
beberapa
ahli:12 (1) Kurt Lewin (1952), menggambarkan penelitian tindakan
sebagai
12 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan,
(Jakarta, Anggota Ikapi:
2011), h.145
-
21
suatu proses siklus spiral, yang meliputi : perencanaan,
pelaksanaan dan
pengamatan; (2) Stephen Kemmis (1990) ,mengembangkan bagan
spiral
penelitian tindakan yang juga memasukkan modelnya Lewin. Model
Kemmis
meliputi : pengamatan, perencanaan, tindakan pertama,
monitoring, refleksi,
berfikir ulang, evaluasi; (3) Richard Sagor (1992),
menggambarkannya dalam
lima langkah berurutan, yaitu perumusan masalah, pengumpulan
data,
analisis data, pelaporan hasil, dan perencanaan tindakan; (4)
Emily Calhoun
(1994), lingkaran penelitian tindakan dalam langkah : pemilihan
daerah atau
masalah yang menarik tim, pengumpulan data, penyusunan data,
analisis
dan interpretasi data, dan pelaksanaan tindakan; (5) Gordon
Wells (1994),
menyebutkan langkah- langkah penelitian tindakan tersebut
sebagai model
ideal dari penelitian tindakan, yang mencangkup langkah:
pengamatan,
interpretasi, perubahan rencana, tindakan, dan teori personal
praktisi yang
menjelaskan dan dijelaskan dari lingkaran penelitian
tindakan;(6) Ernest
Stinger (1996), menggambarkannya sebagai spiral interaktif
penelitian
tindakan, yang meliputi: mengamati, berfikir, dan bertindak
sebagai lingkaran
kegiatan yang berkelanjutan; (7) Deborah South (2000), menyebut
langkah-
langkah penelitiannya sebagai penelitian tindakan dialektik
(dialectic action
reaserch) yang terdiri dari empat langkah yaitu ; identifikasi
suatu daerah
fokus masalah, pengumpulan data, analisis dan interprestasi
data,
perencanaan tindakan.
-
22
B. Konsep Model Tindakan yang diteliti
1. Model Stringer (2007)
Dalam penelitian tindakannya yang berwujud spiral
interaktif,
melukiskan penelitian tindakan sebagai ‘kerangka kerja sederhana
namun
ampuh” yang terdiri dari tiga langkah teratur:”melihat,
berfikir, dan bertindak”.
Sepanjang masing-masing tahap, partisipan mengamati, merefleksi
dan
kemudian mengambil tindakan tertentu. Tindakan ini mengantarnya
menuju
tahapan berikutnya.
Gambar 2.1 Penelitian Tindakan Striner yang berwujud spiral
Interaktif
Sumber : Diolah dari Action Research (hlm.9), oleh Ernes T.
Stringer,2007,Thousand Oaks,CA:Sage.Hak cipta 2007 oleh Sage.
Dicetak
ulang dengan izin penerbit. Hak cipta dilindungi
undang-undang
-
23
2. Model Kurt Lewin
Kurt Lewin dikenal sebagai bapak penelitian tindakan karena
dianggap
orang pertama kali menyebut istilah penelitian tindakan (action
research)
melalui suatu artikel yang berjudul Action research and Minority
Problems
pada tahun 1946. Beliau juga menggambarkan sebuah spiral
penelitian
tindakan, yang mencangkup penemuan fakta, perencanaan,
pengambilan
tindakan, evaluasi dan perbaikan rencana, sebelum bergerak
menuju aksi
kedua.
Gambar 2.2 Model Penelitian Kurt Lewin
3. Model Kemmis dan McTaggart
Hampir sama dengan Lewin, Kemmis and Taggart mencurahkan
perhatiannya pada perubahan yang bersifat sosial dan edukatif
yang
-
24
diarahkan pada tiga aspek utama, mengkaji (studying),
membingkai,
membentuk (reframing), dan melakukan rekonstruksi
(reconstructing) praktik-
praktik sosial. Oleh karena itu, jika hendak mengubah
praktik-praktik sosial,
seharusnya dilakukan secara kolaboratif, partisipatorik, dan
reflektif melalui
siklus-siklus reflektif berbentuk spiral, yang mencakup: (a)
merencanakan
perubahan; (b) mengubah dan mengobservasi, proses dan
konsekuensi dari
perubahan; (c) merefleksi proses dan konsekuensi; (d)
merencanakan
kembali; (e) memberi tindakan dan mengobservasi kembali; (f)
merefleksi
kembali, dan seterusnya. Adapun siklus-siklus di atas dapat
digambarkan
dalam bentuk spiral seperti di bawah ini:
Gambar 2.3 Model Kemmis dan Taggart
Model spiral penelitian tindakan yang diusulkan oleh Kemmis
dan
Taggart tersebut bersifat reflektif diri (self-reflective) dan
dapat digunakan
-
25
dalam penelitian tindakan partipatori, meskipun bagi orang lain
dapat
menggunakannya bukan dengan struktur yang kaku. Artinya
penggunaan
model tersebut dapat dimodifikasi dan diadaptasi sesuai dengan
kebutuhan
yang ada. Siklus tersebut mencakup perencanaan, tindakan dan
refleksi.
Model spiral seperti ini karena menawarkan kesempatan untuk
mengkaji
fenomena yang terdapat pada beberapa tingkat yang dilakukan
beberapa kali
tergantung dari kebutuhan yang diinginkan.
4. Model John Elliot
Dalam mengembangkan penelitian tindakan, Elliot melakukan
revisi
terhadap model Lewin dengan mempertimbangkan objek kajian
yang
berbeda. Fokus revisinya terletak pada tiga kategori yaitu: (a)
ide utama
seharusnya diubah menjadi mengidentifikasi ide awal; (b)
menyelidiki atau
tinjauan seharusnya melibatkan analisis dan temuan fakta secara
terus
menerus berulang dalam aktivitas berbentuk spiral daripada
terjadi pada
bagian awal saja; (c) implementasi dari langkah tindakan tidak
selalu mudah,
seharusnya tidak langsung berlanjut pada mengevaluasi dampak
dari suatu
tindakan sebelum dimonitori (diawasi) tingkat atau luasnya
dampak tindakan
yang diimplementasikan.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu tahapan mengawasi
implementasi
dan dampak. Pertama, mengidentifikasi dan mengklasifikasi ide
umum
merujuk pada pernyataan yang menghubungkan suatu ide dengan
tindakan.
-
26
Dengan kata lain, bahwa ide umum itu merupakan pernyataan
tentang suatu
kondisi atau situasi dari suatu objek yang hendak diubah atau
diperbaiki
melalui tahapan tindakan. Kedua, penyelidikan atau tinjuan
(reconnaissance)
dapat dibagi ke dalam dua langkah, yakni: (1) mendeskripsikan
fakta dari
suatu situasi termasuk berbagai persoalan yang sungguh-sungguh
dihadapi
baik guru maupun peserta didik; (2) menjelaskan fakta atau
kondisi objektif
dari situasi. Ketiga, mengawasi implementasi dan dampak
merupakan bagian
yang harus dilakukan lebih dahulu sebelum untuk menjelaskan
implementasi
dan dampak.
Gambar bagan 2.4 Model Spiral Lewin yang direvisi
-
27
Dapat kita lihat bahwa Elliott menambahkan satu langkah
seperti
mengawasi implementasi dan dampak dari suatu tindakan sebelum
sampai
pada tahap evaluasi. Tetapi dengan memasukkan penyelidikan atau
tinjauan
dengan maksud untuk menjelaskan kegagalan, dan dampaknya
kemudian
menghilangkan tahap evaluasi merupakan sesuatu yang perlu
direvisi
kembali. Hal ini dilakukan mengingat tahapan evaluasi bukan
hanya untuk
menjelaskan kegagalan dan dampaknya, melainkan juga menjelaskan
sejauh
mana tindakan itu memberi kontribusi pada perbaikan hasil yang
dicapai.
Model dari Bachman juga masih bersiklus spiral yang mengarah
ke
bawah para partisipan mengumpulkan informasi, merencanakan
aksi,
mengamati, dan mengevaluasi aksi-aksi yang telah dilakukan.
Setelah
proses evaluasi, peneliti kemudian merancang siklus spiral yang
baru
berdasarkan pandangan yang diperoleh dari siklus sebelumnya.
Gambar. 2.5 Model Penelitian Tindakan Bachman
.
-
28
5. Piggot-Irvine
Model dari Piggot-Irvine masih berupa siklus yang terdiri dari
tiga
tahapan, yaitu perencanaan, pengambilan tindakan, dan
refleksi.
Gambar. 2.6 Model Penelitian Tindakan Piggot Irvine
Berdasarkan model-model penelitian tindakan di atas peneliti
melihat
bahwa banyak terdapat persamaan daripada perbedaanya, hal ini
terlihat
pada penelitian Lewin, dimana model penelitian ini,
menggambarkan bahwa,
tahapan-tahapan dalam penelitian membentuk spiral, yang
meliputi
perencanaan (planning), tindakan (action) dan temuan fakta
(fact-finding)
tentang hasil tindakan. Namun dalam penelitian ini berbeda
dengan Kemmis
Taggart, mengapa karena tidak di munculkan secara langsung
tentang
adanya refleksi dari tindakan yang diberikan. Kemudian pada
model Lewin,
-
29
tidak melibatkan partisapasi teman sejawat atau kolaborator, hal
ini tentu
sangat berbeda dengan model tindakan Kemmis and Taggart. Model
Kemmis
and Taggart yang menegaskan bahwa di awali dengan
perencanaan
(planning), pengamatan (observation) dan tindakan (action) jadi
satu,
kemudian adanya refleksi (reflection), setelah itu diadakan
kembali tindakan
yang baru.
Elliot hanya merevisi model Lewin, dengan cara memberikan
tiga
kategori, yaitu: ide awal, adanya pengulangan pada analisis dan
temuan
fakta, dan adanya monitor (pengawasan) implementasi dan dampak
sebelum
masuk ke evaluasi. Kemudian model Stringer terdiri dari 3 kata,
look (melihat
atau memandang) dalam kegiatan ini Stringer mengumpulkan
informasi yang
relevan dan menggambarkan situasi, think (berpikir) kegiatan
ini
mengeksplorasi dan menganalisis dan menginterpretasi dan
menjelaskan
teori berdasarkan yang ditemukan, dan act (bertindak) pada
kegiatan ini
Stringer merencanakan (melaporkan), mengimplementasikan, dan
mengevaluasi. Selanjutnya model Bachman, dimana hampir sama
masih
dalam bentuk siklus juga, dimana partisipan mengumpulkan
informasi,
merencanakan aksi, mengamati, dan mengevaluasi aksi-aksi yang
telah
dilakukan baru merancang siklus spiral.
Dari uraian di atas tentang jenis dan model penelitian tindakan,
peneliti
memilih menggunakan model penelitian Kemmis dan Taggart. Model
ini dipilih
-
30
karena tahap-tahapnya fokus pada kegiatan tertentu sehingga
memudahkan
peneliti untuk melaksanakan penelitian tindakan ini.
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian meningkatkan kemandirian perinial hygiene ini pernah
di teliti
sebelumnya dengan judul ‘’ Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap
Perilaku Orangtua dalam Toilet Training Toddler” penelitian ini
dilakukan oleh
Arie Kusumaningrum, Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Dimana dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa individu
harus mampu
melakukan perawatan diri (self care) untuk memenuhi
kebutuhannya.
Orangtua berperan penting dalam aktifitas self care, terutama
terhadap
pemberian pendidikan kesehatan dalam menerapkan kemandirian
toilet
training pada anak usia toddler.
Selain itu pula pernah diteliti oleh Made Widan yaitu salah
satu
stimulasi yang penting dilakukan orangtua adalah stimulasi
terhadap
kemandirian anak dalam melakukan BAB (buang air besar) dan BAK
(buang
air kecil). BAB dan BAK akan efektif apabila dilakukan sejak
dini. Salah satu
cara yang dapat dilakukan orangtua dalam mengajarkan BAB dan BAK
yaitu
dengan toilet training. Hal ini diungkapkan Made Widan dalam
penelitiannya
di RSUD Wangaya, Denpasar pada tahun 2011 mengenai pola asuh
orangtua
dengan kegiatan toilet training.
-
31
Penelitian Mary ” keterampilan toilet training merupakan bagian
penting
dari perkembangan anak dan keterampilan yang diperlukan
untuk
meningkatkan kemandirian dan hubungan social (yaitu
lingkungan
masyarakat seperti di sekolah)” . Biasanya anak- anak
belajar
mengembangkan kotrol buang air besar yang pertama, diikuti oleh
kontrol
kandung kemih, dan akhirnya mampu kontrol kandung kemih malam
hari.
Prosedur toilet training agar menjadi efektif jika diikuti
dengan penjadwalan
yang rutin. Demikian Mary dalam tesisnya mengenai toilet
training.
Penelitian dengan judul Toilet Training The Reluctant Child
mengatakan
bahwa ada beberapa tahapan dalam melakukan kegiatan toilet
training antara
lain : 1) first pull down our pants; 2) Then sit on the toilet
until pee or poop ; 3)
Then Wipe (girls wipe front to back); 4) Then pull up our pants;
5) Then flush;
6) Then wash and dry our hands .
Dan penelitian tindakan kelas yang diteliti oleh Titi Muhani
mengatakan
bahwa kegiatan toilet training bagi anak dapat meningkatkan
kemandirian
anak dalam melakukan kegiatan toilet training sendiri dan untuk
guru
manfaatnya adalah dapat menunjang pembelajaran agar dapat
berjalan
dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai karena anak
sudah
terbiasa dengan kegiatan toilet training sendiri.
-
32
D. Kerangka Teoritik
1. Kemandirian Perineal Hygiene
a. Defenisi kemandirian
Martinis mengemukakan bahwa mandiri adalah suatu cara
bagaimana anak belajar untuk mencuci tangan, makan, memakai
pakaian, mandi, atau buang air kecil/ besar sendiri.13 Menurut
pendapat
di atas kemandirian adalah suatu kemampuan anak pada
kecakapan
hidup (life skill), dimana untuk kebutuhan yang berkenaan dengan
diri
sendiri anak harus dapat melakukannya.
Menurut Parker “kemandirian adalah suatu kemampuan untuk
mengelola semua milik kita, tahu bagaimana mengelola waktu
anda,
berjalan dan berfikir secara mandiri, disertai kemampuan
untuk
mengambil resiko dan memecahkan masalah.14 Menurut pendapat
di
atas kemandirian adalah kemampuan kita dalam memanage waktu
dan
memutuskan sesuatu dalam memecahkan masalah. Hal ini
diperkuat
dengan pendapat Subroto yang mengartikan kemandirian sebagai
“kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau
kemampuan
13 Martinis Yamin, Panduan Pendidikan Anak Usia Dini,(Jakarta,
Gaung Persada,
2010),hal.81
14 Martinis Yamin,loc.cit.
-
33
anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau mampu mandiri
sendiri
dalam berbagai hal”.15
Menurut Lovinger “kemandirian adalah keadaan dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung orang lain, mampu bersosialisasi,
dapat
melakukan aktivitas sendiri, dapat membuat keputusan sendiri
dalam
tindakannya,dapat berempati, dengan orang lain”.16 Menurut
pendapat di
atas kemandirian adalah kemampuan anak untuk berdiri sendiri
dan
melakukan segala sesuatu sendiri.
Sejalan dengan pendapat di atas Astuti juga mengartikan
“kemandirian merupakan suatu kemampuan atau keterampilan
yang
dimiliki anak untuk melakukan segala sesuatunya sendiri, baik
yang
terkait dengan aktivitas bantu diri maupun aktivitas dalam
kesehariannya
tanpa tergantung pada orang lain”.17 Dalam hal ini kemandirian
berarti
suatu kemampuan untuk dapat terampil dalam melakukan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh diri sendiri. Hal ini juga
diperkuat oleh
pendapat Bachrudin Mustafa mengartikan “kemandirian dengan
suatu
kemampuan untuk mengambil pilihan dan menerima konsekuensi
yang
15 Novan Ardy Wiyani, Novan Ardy wiyani, Mengelola
&Mengembangkan Kecerdasan Sosial
& Emosi Anak Usia Dini ,(Jakarta:Ruzz Media,
2014),hal.117
16 Martinis Yamin, op.cit,hal.84
17 Novan Ardy Wiyani,loc.cit.
-
34
menyertainya”.18 Artinya gagasan utama kemandirian adalah
kemampuan memutuskan sesuatu dan menjalankannya.
Menurut Brewer kemandirian “adalah suatu cara pembiasaan
yang
terdiri dari kemampuan fisik, percaya diri, bertanggungjawab,
disiplin,
pandai bergaul, mau berbagi, mengendalikan emosi
(Brewer,2007).19
Menurut pendapat di atas bahwa kemandirian itu merupakan suatu
usaha
pembiasaan yang harus diberikan kepada anak setiap harinya dalam
hal
kemampuan social ataupun kemampuan kecakapan diri. Salah
satu
menanamkan kemandirian melalui pendidikan, menurut Mahdi Al
Istambudi menyatakan bahwa pendidikan kemandirian adalah
“pendidikan yang memberikan anak kebebasan penuh untuk
beraktivitas
dengan mengetahui insting dan kecendrungan”. Pendidikan adalah
salah
satu model terbaik, keunggulan dari pendidikan-pendidikan ini
dapat
mempersiapkan manusia-manusia yang merdeka dan mandiri,
mampu
membuat keputusan sendiri, mampu melaksanakannya dengan baik
dan
mampu bertanggung jawab atas segala konsekwensinya dengan
rela.20
Dalam hal ini gagasan kemandirian sangat diwarnai oleh
pemberian
pendidikan pada anak sehingga anak memiliki kemampuan,
18 Novan Ardy Wiyani,loc.cit
19 Martinis Yamin, op.cit, hal.81
20 Novan Ardy Wiyani, hal.117
-
35
pengetahuan, gagasan dan ide yang dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari dengan diri sendiri.
Menurut Kartini dan Dani “kemandirian adalah suatu hasrat
untuk
mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri”.21 Menurut
pendapat di
atas kemandirian itu adalah suatu keinginan dari dalam diri yang
kuat
untuk melakukan segala sesuatu sendiri bagi dirinya sendiri.
Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia dini dalam seri panduan
praktis bagi pendidik dan orangtua, terdapat beberapa prinsip
umum
dalam melatih kemandirian anak antara lain a) Kecepatan anak
dalam
berkembang berbeda- beda , oleh karena itu usahakan untuk
tidak
membandingkan anak dengan anak yang lainnya, b) Anak
melakukan
kesalahan dalam proses belajar adalah hal yang wajar sehingga
ada
baiknya untuk tidak membesar-besarkan kesalahan atau
kekurangan
anak, tekankan pada bentuk perilakunya, c) Selalu memberi contoh
yang
dapat dilihat anak dalam kehidupan sehari-hari, karena anak
selalu
belajar dengan meniru perilaku oranglain, d) Konsisten dalam
menentukan cara dan melakukan pengawasan, e) Mengenali
kemampuan anak sesuai tingkat usianya, f) Memberikan
kesempatan
kepada anak untuk melatih kemampuannya karena tidak bisa
dicapai
secara cepat, g) Buatlah kegiatan kemandirian anak dengan cara
yang
21 Martinis Yamin, op.cit, hal.90
-
36
menyenangkan, seperti bernyanyi atau membacakan buku cerita
yang
berhubungan dengan kegiatan buang air besar dan buang air kecil,
h)
Hargai setiap proses kemajuan yang telah dicapai anak, meskipun
kecil,
dengan memberikan pujian dan dukungan sehingga kelak anak
akan
dapat memotivasi dirinya sendiri dan melakukannya tanpa diminta,
i)
berusaha agar tetap tenang ketika menghadapi reaksi penolakan
anak
atau ketika anak terlihat frustasi karena merasa apa yang
dilakukannya
tidak berjalan dengan semestinya, j) Memperlihatkan kenyamanan
dan
keamanan anak dalam melatih kemandirian anak.22
Dari uraian para ahli diatas dapat disintesiskan bahwa
kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mengerjakan
berbagai aktifitas sendiri yang tercermin dalam prilaku,
seperti
memanange waktu, mengatasi masalah dan mengurus diri,
disiplin,
percaya diri,dan bertanggungjawab
22 Direktorat Jenderal Paud,Non Formal,dan Informal, Kementrian
dan Kebudayaan, Manfaat
Anak Bisa Buang Air Kecil dan Buang Air Besar Sendiri
(2012,Kementrian dan
Kebudayaan), hal.14
-
37
b. Perineal Hygiene
Perilaku hidup sehat merupakan pola hidup yang perlu
dikembangkan dan ditanamkan sejak dini. Soekidjo (1996)
dalam
bukunya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perilaku
kesehatan
pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit,system
pelayanan
kesehatan, makanan, serta lingkungan.23 Artinya prilaku
kesehatan lebih
ditekankan pada prilaku seseorang untuk melakukan pola hidup
sehat
dengan menjaga kesehatan, kebersihan, dan asupan makanan
sehat.
Menjaga kebersihan merupakan tanggungjawab individu yang
perlu diberikan melalui pembiasan kepada anak dalam Tarwoto
dan
Wartonah (2004) personal hygiene berasal dari bahasa yunani
yang
berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti
sehat.
Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan yang dilakukan
untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahtaraan
fisik dan psikis.24 Artinya menjaga kesehatan diri merupakan
tanggung
jawab perorangan agar membuatnya bahagia.
Dalam menjaga kebersihan diri diperlukan pengetahuan yang
berkenaan dengan cara bagaimana menjaga tubuh agar sehat, Aziz
23 Asmar Yetty Zein,op.cit.,h.32
24 Anna nurjanah,Personal hygiene Siswa Sekolah Dasar Negeri
Jatinangor,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=103529&val=1378,
(diakses Minggu 6
September 2015, pukul 01.320
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=103529&val=1378
-
38
Alimul H (2006) mengemukakan personal hygiene suatu cara
merawat
diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik
secara
fisik maupun psikologis.25 Dalam gagasan ini berarti
merupakan
kesehatan yang dilakukan oleh diri sendiri baik sehat secara
fisik (tubuh)
ataupun psikis (jiwa).
Menjaga kebersihan diri salah satunya adalah menjaga
kebersihan
organ genital (alat genital), dimulai dari daerah perineum yaitu
daerah di
mana terdapatnya anus, uretra dan vagina, skrotum dan penis pada
pria
(Khumar, 2008) Perineum ini adalah daerah yang paling
berbahaya,
terutama pada wanita, karena semua bagian perineumnya terletak
secara
berdekatan dan ada ancaman infeksi ke saluran kemih dari
organisme
bakteri coli dari feses yang menyerang saluran kemih melalui
uretra yang
terbuka. Oleh karena itu jika kebersihan dipertahankan setelah
buang air
besar maka infeksi dari anus ke saluran kencing dapat dicegah
karena
sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh organisme
hadir
dalam kotoran.26 Gagasan ini berisi bahwa daerah perineum itu
sangat
penting untuk dijaga kebersihannya agar tidak terjadi inveksi
terutama
untuk wanita dengan kondisi perineum yang berdekatan dan
terbuka
dibandingkan dengan pria. Membersihkan bagian anus dengan
benar
25 Jtptunimus-gdl-faradisayu-5538-3,loc.cit.
26
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-muhammadha-5770-2-babii.pdf
-
39
setelah buang air besar dapat mencegah penyebaran bakteri dari
anus
ke vagina pada wanita.
Kebersihan organ genital (perineal hygiene) menurut Kozier
adalah
suatu cara untuk membersihkan sekret dan menghilangkan bau
yang
tidak sedap dari perineum, untuk mencegah terjadinya infeksi
dan
meningkatkan kenyamanan”.27 Dalam hal ini gagasan menjaga
kebersihan organ genital dengan mencuci bersih organ genital
sehingga
hilang bekas kotoran dan baunya.
Seodoko,2008 mengemukakan bahwa perawatan perineal adalah
mencuci daerah genital dan anus. Perawatan perineal dapat
dilakukan
setidaknya satu kali selama sehari bisa melalui kegiatan pada
saat
mandi. Hal ini dilakukan lebih sering bila anak masih
mengompol.
Perawatan perineal ini dapat mencegah infeksi, bau dan
iritasi.
Kebiasaan ini perlu ditanamkan sejak kecil, dimulai dari cara
cebok yang
benar yaitu dari arah depan ke belakang. Hal ini dilakukan
untuk
mencegah berpindahnya kuman-kuman dari anus ke vagina. Selain
itu
area vagina harus selalu dijaga dalam keadaan kering, karena
27 Cholosor Umairoh, Analis Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Perineal Hygiene Pada
Remaja Putri Berbasis Precede Proceed Model Di SMPN 45,Jurnal
Internasional,
Surabaya,2013, h.1,
journal.unair.ac.id/filerPDF/pmnj87b6d858dafull.docx ,(diakses
Minggu,
September 2015 pukul 01.17)
-
40
kelembaban dapat menyebabkan kuman, bakteri, dan jamur
tumbuh
subur sehingga sering kali berlanjut menyebabkan keluhan
keputihan .28
Maksud gagasan diatas adalah menjaga kebersihan organ
genital
harus diberikan sejak dini,terutama bagi anak yang masih
mengompol
harus dilakukan sesering mungkin, dengan mengajarkan cara
membersihkannya dimulai dari bagian depan ke bagian belakang
serta
mengingatkan agar daerah perineum dalam keadaan kering, agar
anak
terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh kuman, bakteri dan
jamur.
Begitu pun yang disarankan Dr Miriam Stoppard dalam child
health
saat mengajarkan menjaga kebersihan organ genital untuk anak
laki-laki
adalah “by the time your son is about three or four, the
foreskin will be
loose will retract easily. Before that age, you should never try
to pull it
back for cleaning; jush wash the penis carefully. Try to
encourage your
son to wash the genital area gently from front to back”,
sedangkan untuk
mengjarkan menjaga kebersihan organ genital untuk anak
perempuan
yaitu “careful hygiene can prevent many genital problems. Teach
your
little girl to wipe her bottom from front to back so that
bacteria from the
28 Nurfitriyana Hidayati, Hubungan Personal Hygiene Perineal
pada Pasangan Usia Subur
Terhadap Kejadian Keputihan di Wilayah Kerja Puskesmas Kebumen I
Kabupaten
Kebumen, (Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, volume 6, diakses
3 Oktober 2015.
-
41
rectum does not infect the vagina. Srented soap or buble bath
can cause
irritation of the genital area, so it is best to use mild,
unscented product”.29
Maksud gagasan Dr Miriam Stoppard untuk menjaga kebersihan
organ genital anak laki-laki tidak perlu menarik bagian kulup
yang
menutupi penis, cukup di bersihkan dengan mengusapnya
sedangkan
untuk anak perempuan ajarkan mengusap vagina dari depan ke
belakang
juga bagian pantatnya dari depan ke belakang sehingga bakteri
dari
dubur tidak menginfeksi ke vagina.
Dari uraian di atas dapat disintesiskan perineal hygiene
merupakan suatu cara berperilaku sehat secara fisik dalam
menjaga
kebersihan organ genital yaitu penis untuk pria , vagina untuk
wanita
dengan cara membasuh bagian permukaan organ genital dari depan
ke
belakang, sehabis buang air kecil kemudian menyeka (melap)
bagian
pantat dengan arah dari depan ke belakang dan menjaga agar
bagian
organ genital senantiasa dalam keadaan keringBerdasarkan
paparan
teori yang telah dikemukakan diatas maka penulis
mensintesiskan
kemandirian perineal hygiene adalah kemampuan seseorang
dalam
menjaga kebersihan organ genital yang tercermin dalam prilaku
seperti 1)
mengelola waktu, 2) Disiplin, 3) percaya diri, 4) mengurus diri
sendiri,
29 Dr Miriam Stoppard,Child health,(London,2001),h.120
-
42
5) bertanggung jawab ,dan 6) mengatasi masalah menjaga
kebersihan
pada organ genital.
2. Hakekat Toilet training
a. Defenisi Toilet Training
Menurut Wantah (2007: 47) defenisi toilet training adalah
suatu
latihan yang diajarkan pada anak agar mereka merasa bersih
30.
Menurut pendapat di atas bahwa toilet training adalah suatu
kegiatan
pembelajaran pada anak untuk melatih menjaga kebersihan
organ
tubuhnya. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Alison dalam
Potty
Training mengatakan anak-anak perlu belajar keterampilan ke
kamar
mandi sampai pada tahap tertentu, mulai dari mandi hingga
gosok
gigi,kebiasaan toilet yang baik dan higienis seperti cebok,
menyiram
toilet, dan mencuci tangan seharusnya diajarkan pada anak
sebagai
bagian dari latihannya31.
30 Renny AA, Panjaitan,Meningkatkan Kemampuan Toilet Training
Melalui Analisis Tugas
Pada Anak Tuna Grahita sedang,jurnal internasional,h
ttp://download.portalgaruda.org/
article.php? article=100974&val=1496 (diakses diakses pada
tanggal 5 Agustus 2015
pukul 23.00)
31 Alison Mackonochie,Latihan Toilet,(Tangerang:Karisma
Publishing grup,2009),h.68
-
43
Menurut Dr. Darcie Kiddoo definisi Toilet training is felt to
be
natural process that occurs with development, yet very little
scientific
information is available for physician who care for children.32
Menurut
pendapat di atas bahwa toilet training itu adalah suatu kegiatan
ke wc
yang merupakan proses alami sesuai dengan tahap
perkembangannya , dan diperlukan ilmu dan pengetahuan
mengenai
kegiatan ke toilet sesuai dengan kebutuhan anak . Toilet
training
secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah
mulai
memasuki fase kemandirian pada anak (Keen,2007; Wald, 2009).
Fase ini biasanya pada anak usia 18 – 24 bulan. Dalam
melakukan
toilet training, anak membutuhkan persiapan fisik, psikologis
maupun
intelektualnya. Dari persiapan tersebut anak dapat mengontrol
buang
air besar dan buang air kecil secara mandiri.33
Dalam jurnal internasional yang ditulis Mc Cormick
mengatakan
bahwa Toilet training is the process of training a child to
control their
bladder and bowel and to utilise the toilet. It is an essential
milestone in
a child's development.34 Menurut pendapat diatas Toilet
training
adalah suatu proses pelatihan anak untuk mengontrol kandung
kemih
32 Toilet training (potty training)
Children,http://www.myvmc.com/lifestyles/toilet-training-potty-
training/ di akses selasa ,9 September 2015, pukul 23.40
33 http://journal.unnes.ac.id,loc.cit
34 McCormick, The Art of Toilet Training,
http://www.nature.com/pr/journal/v70/n5s/abs/
pr2011805a.html ,diakses 8 September 2015 pukul 24.00
-
44
dan usus mereka dan memanfaatkan toilet dalam aktifitas buang
air
kecil dan besar.
Terry P Klassen dalam Jurnal yang berjudul The effectiveness
Of Different Methods Of Toilet Training For Bowel and baldder
Control
mengatakan Toilet training is the mastery of skills necessary
for
urinating and defecating in a socially acceptable time and
manner.35
Menurut pendapat diatas toilet training adalah suatu cara
penguasaan
keterampilan yang diperlukan untuk buang air kecil dan buang
air
besar dalam waktu yang tepat. Hal ini juga diperkuat oleh
pendapat
Suzie yang mengungkapkan bahwa anak dapat terbiasa untuk
belajar
buang air kecil sendiri dengan cara bertahap, yakni melepas
popok
atau diapers-nya dan meminta anak tersebut mengatakan setiap
kali
ia merasa hendak buang air kecil.36 Dalam hal ini berarti
kebiasaan
anak untuk dapat melatihnya buang air kecil yakni dengan
cara
membimbingnya agar dapat melepas popoknya kemudian anak
dibiasakan untuk mengungkapkan perasaannya setiap hendak
akan
buang air kecil. Selain itu pula Anne dalam parenting guide
mengatakan bahwa when we use toilet training we are not
referring to
35 Terry P.Klassen, The Effectiveness Of Different Methods Of
Toilet Training For Bowel and
Baldder Control,(University Of Alberta Evidence-based Practice
Center, Canada), hal.9,
(diakses 8 September 2015)
36 Suzia The Trainer, Panduan Praktis Pendidikan Anak Usia
Dini,(Jakarta:PT Elex Media
Komputindo, 2012),h.65
-
45
some sort of boot camp but to a gentle process by which parent
and
child work together to achive potty training (ketika kita
mengajarkan
latihan ke toilet, kita tidak mengacu pada peraturan tetapi
lebih
kepada proses lembut dimana orang tua dan anak bekerja
bersama-
sama untuk mencapai latihan toilet).37
Menurut pendapat di atas dalam latihan ke toilet diperlukan
kerja sama antara orangtua dan anak secara bertahap dan
diajarkan
dengan penuh kasih sayang.
Novan dalam Mengelola dan mengembangkan Kecerdasan
Sosial dan Emosional Anak Usia Dini, mengatakan bahwa toilet
training adalah suatu program pelatihan bantu diri bagi anak
usia dini
dalam melakukan buang air kecil (bak) atau buang air besar
(bab).38
Menurut pendapat diatas toilet training adalah suatu program
kegiatan
yang dirancang agar anak dapat terampil dan mandiri dalam
menjaga
kebersihan saat kegiatan buang air kecil dan buang air
besar.
Berdasarkan paparan teori dari para ahli di atas penulis
mensintesiskan defenisi toilet training Adalah suatu program
yang
dirancang dalam bentuk kegiatan yang bertujuan agar anak
terampil
dalam mengontrol kandung kemih dan usus besar sehingga anak
37 Anne Krueger,Parenting Guide To Toilet
Trainig,(Canada:Parenting Magazine,2001),h.4
38 Novan Ardy wiyani, Mengelola &Mengembangkan Kecerdasan
Sosial & Emosi Anak Usia
Dini , ar-Jakarta:Ruzz Media, 2014), hal.140
-
46
dapat melakukan kegiatan buang air besar dan buang air kecil
di
dalam toilet serta menjaga kebersihan organ tubuh dalam hal ini
organ
genital ketika anak buang air kecil ataupun buang air besar
b. Karakteristik Toilet Training Anak Usia 0-3 Tahun
Sebagai acuan untuk melatih kegiatan toilet training berikut
kutipan dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia
Dini,”
Manfaat Anak Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil
(BAK)”,
mengenai karakteristik umum yang sudah dimiliki oleh anak
yang
berada dalam kelompok umur 18 s/d 36 bulan, untuk
mengembangkan
kemandirian dalam melatih anak membiasakan BAB dan BAK sendiri
.
Tabel. 2 .1
Karakteristik Anak Usia 0-3 tahun dalam
Kemandirian Toilet Training 39
Karakteristik
18 s/d
24 bulan
Anak peka dengan keadaan celananya yang basah
sehingga bisa memberitahu kepada orangtua apabila
sudah terlanjur BAB dan BAK.
Anak sudah bisa bicara sehingga bisa mengatakan
kepada orangtua apabila ingin BAB dan BAK.
39 Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal,
dan Informal, Manfaat Anak
Bisa Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK),
(Jakarta:Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan,2012), h.12
-
47
Anak mulai dapat mengontrol dubur dan kandung
kemihnya sehingga bisa menahan sebentar untuk
memberitahu orangtua, membuka celana, dan ke
toilet/jamban pada saat ingin BAB dan BAK. Pada usia
ini anak masih sering BAB dan BAK di celana,
30 s/d
36 bulan
Anak sudah dapat dengan sengaja mengkontrol dubur
dan kandung kemihnya dengan baik sehingga BAB
dan BAK di celana sudah jarang
Dengan kemampuan bahasa yang lebih baik, anak
dapat memberi tahu orangtua pada saat ingin BAB
dan BAK
Mulai melatih anak untuk BAK sendiri di malam hari,
yang berarti anak harus bangun dari tidurnya. Apabila
anak masih takut, anak dapat membangunkan
orangtuanya.
Melatih anak untuk membersihkan dirinya setelah
BAB dan BAK. Hal itu dapat di mulai dengan mengajak
anak untuk membersihkan bersama- sama orangtua.
Menurut Permendikbud no 146, indicator pencapaian
perkembangan anak usia 3-4 tahun dalam hal mempu menolong
diri
-
48
sendiri untuk hidup sehat adalah mampu menggunakan toilet
dengan
bantuan; sementara untuk anak usia 4-5 tahun adalah anak
dapat
menggunakan toilet tanpa bantuan.40
c. Langkah yang dilakukan dalam Program Toilet Training
Pelatihan toilet membantu anak-anak belajar untuk
benar-benar
mengosongkan kandung kemih mereka agar resiko ISK ( Infeksi
Saluran Kemih) tidak meningkat.41 Tindakan ini bertujuan untuk
melatih
anak buang air besar dan buang air kecil yang baik, bersih dan
benar
seperti cara membersihkan kemaluan yakni secara luas dari depan
ke
belakang sehingga untuk mencegah terjadinya resiko ISK
berulang
harus memulai latihan awal dari toilet training.
1. Langkah yang dilakukan oleh pendidik dan orangtua
Novan di dalam, Mengelola & Mengembangkan Kecerdasan
Sosial & Emosi Anak Usia Dini, menjelaskan langkah-langkah
yang
dilakukan dalam program toilet training antara lain :a)
menjelaskan
mengapa manusia melakukan bab dan bak dengan bantuan media
pembelajaran; b) menjelaskan apa dampaknya jika sering
menunda-
nunda ataupun menahan bak dan bab dengan bantuan media
pembelajaran; c) mengajak anak secara berkelompok dan
bergiliran
40 Lampiran I Permendikbud No.146
41 Arie Kusumaningrum,Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Orang Tua Dalam Toilet
Training Todder,PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
(Jurnal Internasional)
-
49
(berdasarkan jenis kelaminnya) mengunjungi toilet; d)
menjelaskan
fungsi toilet pada anak; e) mengenalkan kepada anak berbagai
peralatan yang ada di toilet beserta masing-masing fungsinya;
f)
mendemonstrasikan penggunaan bermacam-macam peralatan
yang ada di kamar mandi; g) mengajarkan doa sebelum dan
sesudah masuk kamar mandi; h) menjelaskan konsep kunci
(thoharoh) kepada anak dengan bantuan media pembelajaran; i)
menjelaskan cara-cara bersuci kepada anak secara berkelompok
(berdasarkan jenis kelaminnya); j) meminta kepada anak
secara
berkelompok (berdasarkan jenis kelaminnya) untuk memainkan
drama (roleplay) dengan tema “bersuci”; k) memberikan
refleksi
terhadap drama yang telah dimainkan anak, l) meminta kepada
anak untuk menyebutkan langkah-langkah apa yang harus
dilakukan ketika hendak, sedang, dan sesudah bak dan bab; m)
memotivasi anak untuk bak dan bab sesuai dengan ajaran
islam.42
Dengan demikian berdasarkan paparan diatas maka
pembelajaran melalui pembiasaan toilet training dapat
dilakukan
dengan proses berkelanjutan dan berkesinambungan sesuai
dengan tahapan dan kebutuhan anak.
42 Novan Ardy wiyani, op.cit.,h. 141
-
50
Menurut Alison melatih anak ke toilet ada sedikit perbedaan,
anak laki-laki lebih lambat dari anak perempuan, anak
laki-laki
sering kali lebih berantakan sehingga kita harus lebih
banyak
membersihkan lebih banyak urine mereka di lantai toilet,
berikut
adalah pendekatan yang dilakukan dalam mengajarkan ke toilet
untuk anak laki-laki yaitu : 1) Latihan untuk berdiri atau
duduk,
tawarkan anak untuk melakukan buang air kecil dengan cara
berdiri
atau dengan carqa duduk atau jongkok.biarkan anak memilih
sesuai
dengan kenyamanannya, 2) Belajar untuk berdiri, ajarkan anak
untuk berdiri dan mengarahkan penisnya pada cekungan toilet
sebelum buang air kecil, 3) Menyempurnakan tembakannya,
ajarkan anak untuk untuk mengarahkan penisnya ke lubang
toilet/pispot sebelum dia mulai buang air kecil, 4) Target
toilet ,
berikan mainan target toilet yang mengapung di air agar anak
dapat
dengan mudah menemak urine dan masuk ke dalam cekungan
toilet. Sedangkan latihan toilet untuk anak perempuan adalah
sebagai berikut : 1) Taktik Toilet, biarkan anak memilih buang
air
kecil di toilet atau di pispot, 2) Mengambil posisi yang benar,
2)
Mengambil posisi yang benar, ajarkan posisi duduk anak agar
tidak
terlalu maju sehingga dapat membasahi celananya, dengan
menunjukkan posisi duduk yang tepat , 3) mempelajari
keterbatasannya, terkadang anak mencontoh ayahnya sehingga
-
51
pipis sambil berdiri, untuk itu pendidik membenarkana anak
agar
menyadarinya, 4) Cebok yang benar ,yaitu dari depan kea rah
anus.43
Sementara itu ada beberapa saran dari pelatih kepada
orangtua atau pengasuh ketika akan mengajarkan toilet
training
pada anak menurut Edward R. Christophersen, PhD adalah
sebagai berikut : 1) During preventive care visits, provider
should
attempt to educate parents about normal stooling habits, the
role of
exercise and diet, and avoiding constipation in an attempt to
avoid
toileting problems including but not limited to, constipation,
2)
Providers should include enough discussion about an infant
or
toddler’s toileting habits to identify clear patterns that may
well serve
the parent who is considering initiating toilet training. For
example a
parent who recognizes that her child reliably has a bowel
movement
around 15 minutes after eating breakfast may be able to use
such
information for training, 3) Providers should be aware that the
only
evidence-based approach to toilet training the child with
special
needs is the behavioral approach.44
43 Alison Mackonochie, Latihan Toilet,(Ciputat,Karisma
Publishing Grup,2009)h.47
44 Edward R Christophersen, Toilet training and Toileting
Problem: How Do We Advise
Parents?, (Jurnal Internasional Toilet Training diakses 5
Okteber 2015, pukul 11.26)
-
52
Maksud pendapat diatas adalah Orangtua perlu memiliki
pengetahuan mengajarkan toilet training yang benar,
diantaranya
adalah pengetahuan tentang system pencernaan anak yang
normalnya atau kebiasaan anak, pengetahuan tentang melatih
anak
untuk mengatur kebiasaan anak untuk buang air kecil dan
besar
dengan pendekatan sesuai dengan kebutuhan anak.
Adapun langkah-langkah melatih kemandirian dalam buang
air besar dan buang air kecil menurut buku seri panduan
praktis
bagi pendidik dan orangtua adalah : a) Pada saat anak bab
dan
bak, cepat ganti popok/kainnya dengan yang bersih setelahnya,
b)
Perhatikan perilaku anak saat ingin BAB dan BAK, c) Pada
saat
anak mulai menampilkan perilaku ingin BAB dan BAK, lepaskan
popok/kainnya dan letakkan plastic/perlak di bawah pantat,
d)
Kemudian setelah dibersihkan dengan kapas yang dibahasi,
pakaikan kembali popok/kainnya, e) Perkenalkan tempat yang
tepat
untuk BAB dan BAK seperti dudukan WC kecil, jamban, f)
Sampaikan pada anak apabila orangtua atau pendidik ingin BAB
dan BAK, g) Perhatikan perubahan mimic wajah atau gerak
tubuh
saat ingin BAB atau BAK seperti muka memerah atau tiba-tiba
diam,
h) Apabila anak sudah memperhatikan mimic wajah atau gerak
tubuh tersebut, tanyakan pada anak apakah ingin BAB atau BAK,
i)
Kemudian ajak anak ke wc, j) apabila anak belum bisa membuka
-
53
celananya sendiri orangtua bisa membantunya, k) Bantu anak
saat
mengalami kesulitan seperti mendudukkan anak di atas wc, l)
Pada
saat anak BAB atau BAK sebaiknya anak ditemani, m) Setelah
selesai, orantua membersihkan pantat atau alat kelamin anak,
n)
Perlihatkan kepada anak bahwa setelah membersihkan pantat
atau
alat kelamin, orangtua dan anak harus mencuci tangan, o)
Berikan
pujianatau pelukan kepada anak saat ia mau BAB atau BAK di
wc/jamban. Menurut pendapat diatas dalam mengajarkan
kegiatan
toilet trainng ada beberapa tahapan yang dilalui dimulai dari
yang
termudah terlebih dahulu kemudian baru yang tersulit agar
anak
tidak merasa terbebani, peranan orangtua dan pendamping
sangat
mempengaruhi keberhasilan proses kegiatan toilet training.
2. Langkah yang diberikan oleh pelatih kepada pendidik dan
orangtua
Sementara itu ada beberapa saran dari pelatih kepada
orangtua atau pengasuh ketika akan mengajarkan toilet
training
pada anak menurut Edward R. Christophersen, PhD adalah
sebagai berikut : 1) During preventive care visits, provider
should
attempt to educate parents about normal stooling habits, the
role of
exercise and diet, and avoiding constipation in an attempt to
avoid
toileting problems including but not limited to, constipation,
2)
-
54
Providers should include enough discussion about an infant
or
toddler’s toileting habits to identify clear patterns that may
well serve
the parent who is considering initiating toilet training. For
example a
parent who recognizes that her child reliably has a bowel
movement
around 15 minutes after eating breakfast may be able to use
such
information for training, 3) Providers should be aware that the
only
evidence-based approach to toilet training the child with
special
needs is the behavioral approach.45
Maksud pendapat diatas adalah Orangtua perlu memiliki
pengetahuan mengajarkan toilet training yang benar,
diantaranya
adalah pengetahuan tentang system pencernaan anak yang
normalnya atau kebiasaan anak, pengetahuan tentang melatih
anak
untuk mengatur kebiasaan anak untuk buang air kecil dan
besar
dengan pendekatan sesuai dengan kebutuhan anak.
Menurut Edward dalam Jurnal Internasional mengatakan
recommendation are based upon the published research on
toilet
training and are offered for consideration when talking to
parens
about toilet training : 1) During preventive care visits,
providers
should attempt to educate parents about normal stooling habits,
the
45 Edward R Christophersen, Toilet training and Toileting
Problem: How Do We Advise
Parents?, (Jurnal Internasional Toilet Training diakses 5
Okteber 2015, pukul 11.26)
-
55
role of exercise and diet, and avoiding constipation in an
attempt to
avoid toileting problems including, but not limited to,
constipations,
2) Providers should include enough discussion about an infant
or
toddler’s toileting habits to identify clear patterns that may
well
serve the parent who is considering initiating toilet training
for
example, a parents who recognizes that her child readably has
a
bowel movement around 15 minutes after eating breakfast may
be
able to use such information for training, 3) providers should
be
aware that the only evidence- based approachto toilet training
the
child with special needs is the behavioral approach, 4) The
interested reader is referred to the agency for Healthcare
Research
and Quality’s 2006 Report on The Effectiveness of Different
Methods of Toilet Training For Bowel and Bladder Control. It
includes discussions about infant and child temperament, and
the
need to match a toilet training procedure to the needs of the
child
and the family.46 Maksud tulisan diatas adalah pembelajaran
kegiatan ke toilet adalah suatu yang sangat penting yang
menentukan di masa depan anak agar anak dapat
mandiri,orangtua
46 Edward R C hristophersen, and Susan VanScoyoc, Toilet
Training and Toileting Problem
s: How Do We Advise Parents? (Jurnal Internasional, diakses 5
September 2015, pukul
03.05)
-
56
dan pendamping harus sabar dalam proses bimbingan anak
ketika
belajar mengontrol buang air kecil dan buang air besar.