Top Banner
7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Masalah pada umumnya merupakan sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan). Siswono (dalam Ilmiyah dan Masriyah: 2013) mengemukakan bahwa masalah merupakan suatu situasi atau pertanyaan yang dihadapi seseorang atau kelompok dimana aturan dan langkah tertentu dalam memecahkan masalah belum diketahui secara pasti untuk menentukan jawabannya. Sehingga, tidak semua persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat dikatakan sebuah masalah. Hal ini senada dengan pendapat Cooney (Shadiq, 2004: 10), menyatakan bahwa “… for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student”. (Suatu pertanyaan akan menjadi sebuah masalah jika menunjukkan adanya sesuatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan melalui prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa). Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu pertanyaan atau kondisi yang dihadapi oleh seseorang dikatakan suatu masalah jika orang tersebut tidak bisa menemukan secara langsung prosedur atau langkah untuk mendapatkan jawaban atas permasalahannya itu. Setiap masalah tentu menuntut adanya suatu solusi. Untuk mencapai solusi permasalahan tersebut diperlukan adanya proses pemecahan masalah. Pemecahan masalah dijelaskan sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015
19

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalahrepository.ump.ac.id/789/3/Ira Rahmawati Ismi BAB II.pdfTahap memahami soal menurut Polya ialah bahwa siswa harus dapat memahami

Oct 20, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7

    BAB II

    KAJIAN TEORITIK

    A. Kemampuan Pemecahan Masalah

    Masalah pada umumnya merupakan sesuatu yang harus diselesaikan

    (dipecahkan). Siswono (dalam Ilmiyah dan Masriyah: 2013) mengemukakan

    bahwa masalah merupakan suatu situasi atau pertanyaan yang dihadapi seseorang

    atau kelompok dimana aturan dan langkah tertentu dalam memecahkan masalah

    belum diketahui secara pasti untuk menentukan jawabannya. Sehingga, tidak

    semua persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat dikatakan

    sebuah masalah.

    Hal ini senada dengan pendapat Cooney (Shadiq, 2004: 10), menyatakan

    bahwa “… for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot

    be resolved by some routine procedure known to the student”. (Suatu pertanyaan

    akan menjadi sebuah masalah jika menunjukkan adanya sesuatu tantangan yang

    tidak dapat dipecahkan melalui prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa).

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu pertanyaan atau kondisi yang dihadapi oleh

    seseorang dikatakan suatu masalah jika orang tersebut tidak bisa menemukan

    secara langsung prosedur atau langkah untuk mendapatkan jawaban atas

    permasalahannya itu.

    Setiap masalah tentu menuntut adanya suatu solusi. Untuk mencapai solusi

    permasalahan tersebut diperlukan adanya proses pemecahan masalah. Pemecahan

    masalah dijelaskan sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 8

    untuk mencapai suatu tujuan yang tidak mudah dicapai (Polya, 1973). Tahapan

    pemecahan masalah berdasarkan Polya dibagi menjadi empat tahap penting, yaitu:

    1. Memahami Masalah (understanding the problem)

    Tahap memahami soal menurut Polya ialah bahwa siswa harus dapat

    memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal tersebut.

    2. Membuat Rencana (devising a plan)

    Menurut Polya pada tahap perencanaan penyelesaian, siswa harus dapat

    memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan saling menunjang

    untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.

    3. Melaksanakan Rencana (carrying out the plan)

    Yang dimaksud tahap melaksanakan rencana adalah siswa telah siap

    melakukan perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk

    konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai. Pada tahap ini siswa harus

    dapat membentuk sistematika soal yang lebih baku, dalam arti rumus-rumus

    yang akan digunakan sudah merupakan rumus yang siap untuk digunakan

    sesuai dengan apa yang digunakan dalam soal, kemudian siswa mulai

    memasukkan data-data hingga menjurus ke rencana pemecahannya, setelah itu

    baru siswa melaksanakan langkah-langkah rencana sehingga akan diharapkan

    dari soal dapat dibuktikan atau diselesaikan.

    4. Memeriksa Kembali (looking back)

    Pada tahapan ini siswa harus berusaha mengecek ulang jawaban yang telah

    diperoleh dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang

    dilakukannya.

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 9

    Berdasarkan tahapan pemecahan masalah Polya, pada penelitian ini

    indikator yang ingin diketahui oleh peneliti pada waktu siswa mengerjakan

    pemecahan masalah matematis dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

    Tahap Pemecahan Masalah Indikator

    I Memahami Masalah Siswa dapat menyebutkan atau

    menuliskan hal-hal yang diketahui dan

    ditanyakan.

    II Membuat Rencana

    Penyelesaian

    Siswa dapat membuat rencana

    penyelesaian masalah dari hal-hal yang

    diketahui untuk pemecahan masalah.

    III Melaksanakan rencana Siswa dapat melaksanakan pemecahan

    masalah melalui rencana yang telah

    dibuat.

    IV Memeriksa Kembali

    Jawaban

    Siswa dapat melakukan pemeriksaan

    kembali terhadap jawaban yang sudah ada.

    Dalam proses pemecahan masalah matematis tentu dibutuhkan sebuah

    kemampuan, yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis. Kemampuan

    diartikan sebagai kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang

    merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan maupun praktek dan

    digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya.

    Sedangkan, pemecahan masalah matematis merupakan kegiatan menyelesaikan

    soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari

    atau keadaan lain, dan memeriksa kembali jawaban. Dari uraian di atas dapat

    disimpulkan bahwa, kemampuan pemecahan masalah matematis adalah

    kecakapan atau potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan

    soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika

    dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan memeriksa kembali jawaban.

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 10

    B. Gaya Belajar V-A-K

    Otak merupakan organ utama yang dimiliki manusia untuk belajar, karena

    seluruh pembelajaran terjadi di dalamnya dan di simpan. Memahami proses

    belajar di dalam otak, memahami keberagaman manusia, dan kebutuhan-

    kebutuhan belajar mereka yang berbeda amatlah penting bagi seorang pendidik

    (Prashnig, 1998). Karena hal ini akan mengarah pada praktik pengajaran yang

    lebih baik. Dalam bukunya yang berjudul The Power of Learning Styles, Prashnig

    (1998) mengungkapkan bahwa peran guru yang “akrab dengan otak” akan

    melakukan hal-hal sebagai berikut:

    Memberi tahu para siswa cara memanfaatkan kekuatan gaya belajar yang

    dimiliki demi kepentingan mereka ketika belajar di rumah, di sekolah, atau di

    tempat kerja;

    Memberi pilihan-pilihan kegiatan yang melibatkan karakter visual, auditori,

    kinestetik, maupun taktil secara rutin;

    Melekatkan materi baru ke dalam seluruh indera, emosi, dan pengalaman-

    pengalaman nyata (konkret);

    Membantu siswa dalam memahami gaya belajarnya sendiri dan menjelaskan

    bahwa semua gaya belajar adalah normal, sah, dan sama berharganya;

    Mengajarkan cara menghargai keunikan setiap manusia, potensi, dan

    kompleksitas.

    1. Pengertian Gaya Belajar

    Setiap siswa memiliki keunikannya masing-masing, terutama dalam

    proses pembelajaran. Salah satu keunikan tersebut ialah cara belajar siswa atau

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 11

    yang lebih dikenal dengan gaya belajar. Sebagian besar siswa belajar dengan

    berbagai macam gaya, namun tetap saja pada kenyataannya salah satu gaya

    lebih dominan daripada yang lainnya. De Porter dan Hernacki (2003)

    mengungkapkan bahwa gaya belajar adalah kombinasi dari cara seseorang

    dalam menyerap, mengatur, hingga mengolah suatu informasi. Senada dengan

    De Porter dan Hernacki, gaya belajar didefinisikan sebagai cara terbaik

    seseorang dalam mendapatkan informasi (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan:

    2007). Definisi lebih jelas dikemukakan oleh Ghufron dan Risnawita (2014)

    bahwa gaya belajar merupakan cara yang digunakan seseorang dalam belajar,

    berkonsentrasi pada proses dan penguasaannya terhadap sesuatu hal.

    Menurut Windura (2008) gaya belajar individu atau personal learning

    style merupakan pilihan modal belajar yang utama dan selaras dengan buku

    manual otak seseorang. Sedangkan Krishnawati dan Suryani (2010)

    mengungkapkan bahwa gaya belajar merupakan perpaduan dari tiga

    kecenderungan dalam mengolah informasi melalui indera penglihatan,

    pendengaran, atau melalui tangan/tubuh. Levefer (2004) memandang gaya

    belajar sebagai cara seseorang dalam melihat atau merasakan hal-hal terbaik

    dan kemudian diproses atau digunakan sesuai apa yang dilihatnya,

    sebagaimana dikemukakannya bahwa “A learning style is the way in which the

    person sees or perceives things best and then processes or uses what has been

    seen”.

    Dari pendapat-pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya

    belajar merupakan cara yang dimiliki oleh setiap individu dalam belajar untuk

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 12

    memproses, mendalami, dan mengolah informasi dengan mudah. Dalam

    penelitian ini gaya belajar yang akan digunakan yaitu pendekatan gaya belajar

    dengan modalitas sensori yang dikembangkan oleh Bandler dan Grinder pada

    tahun 1970-an. Gaya belajar yang dikembangkan dibagi dalam tiga jenis, yaitu

    gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.

    2. Gaya Belajar Visual

    Menurut Windura (2008) gaya belajar visual adalah gaya belajar yang

    lebih banyak menggunakan indera penglihatan, baik berupa gambar maupun

    tulisan. Zahar (2009) mengungkapkan bahwa gaya belajar visual merupakan

    modalitas yang lebih mudah mengingat gambar, mengakses gambar, warna,

    bentuk, bangun ruang dua dimensi dan tiga dimensi. Senada dengan itu, De

    Porter dan Hernacki (2003) dalam bukunya yang berjudul Quantum Learning

    mengemukakan bahwa orang-orang visual belajar melalui apa yang mereka

    lihat. Sehingga, dari pendapat-pendapat sebelumnya dapat disimpulkan bahwa

    gaya belajar visual merupakan cara belajar seseorang yang lebih dominan

    menggunakan indera penglihatan dalam menerima dan mengolah informasi.

    Siswa dengan gaya belajar visual (visual learner) dapat diartikan sebagai

    individu yang lebih dominan menggunakan indera penglihatannya ketika

    belajar. Berikut ini ciri-ciri individu dengan gaya belajar visual yang

    dikemukakan oleh De Porter dan Hernacki (2003: 116-118), diantaranya ialah:

    a. Rapi dan teratur.

    b. Berbicara dengan cepat.

    c. Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik.

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 13

    d. Teliti terhadap detail.

    e. Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi.

    f. Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam

    pikiran mereka.

    g. Mengingat apa yang dilihat, daripada apa yang didengar.

    h. Mengingat dengan asosiasi visual.

    i. Biasanya tidak terganggu oleh keributan.

    j. Mempunyai masalah mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan

    sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

    k. Pembaca cepat dan tekun.

    l. Lebih suka membaca daripada dibacakan.

    m. Membutuhkan pandangan dann tujuan yang menyeluruh dan bersikap

    waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau

    proyek.

    n. Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat.

    o. Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.

    p. Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak.

    q. Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato.

    r. Lebih suka seni daripada musik.

    3. Gaya Belajar Auditori

    Windura (2008) memandang bahwa indera pendengaran lebih dominan

    digunakan oleh seseorang yang memiliki gaya belajar auditori, diantaranya

    berupa suara, bunyi, music atau pembicaraan lisan. Senada dengan Windura,

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 14

    menurut Zahar (2009) gaya belajar auditori merupakan modalitas yang

    berhubungan dengan berbagai jenis bunyi, nada, irama, dan mengingat kata-

    kata. Selain itu, menurut De Porter dan Hernacki (2003) pelajar auditori

    melakukan kegiatan belajar melalui apa yang didengarnya. Sehingga, dapat

    disimpulkan bahwa gaya belajar auditori adalah cara belajar seseorang baik

    dalam menerima maupun mengolah informasi lebih dominan menggunakan

    indera penglihatannya.

    Auditory learner atau siswa dengan gaya belajar auditori merupakan

    individu yang dominan menggunakan indera pendengarannya ketika belajar.

    De Porter dan Hernacki (2003: 118) mengutarakan ciri-ciri individu dengan

    gaya belajar auditori adalah sebagai berikut:

    a. Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja.

    b. Mudah terganggu oleh keributan.

    c. Menggerakan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika

    membaca.

    d. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.

    e. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara.

    f. Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita.

    g. Berbicara dalam irama yang terpola.

    h. Biasanya pembicara yang fasih.

    i. Lebih suka musik daripada seni.

    j. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari

    pada yang dilihat.

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 15

    k. Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.

    l. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan

    visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain.

    m. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya.

    n. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.

    4. Gaya Belajar Kinestetik

    Menurut Windura (2008) gaya belajar kinestetik lebih dominan

    menggunakan gerakan atau praktik langsung dan juga kekuatan perasaan. Sama

    halnya dengan Windura, gaya belajar kinestetik menurut Zahar (2009)

    dianggap sebagai suatu modalitas yang berhubungan dengan koordinasi

    gerakan, irama, kenyamanan fisik serta peran emosionil. De Porter dan

    Hernacki (2003) menegaskan bahwa melalui sentuhan dan gerakanlah pelajar

    kinestetik belajar. Dari pendapat-pendapat para ahli yang telah dibahas

    sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar kinestetik adalah cara

    belajar seseorang yang lebih mudah menerima dan mengolah informasi dengan

    banyak praktik dan kenyamanan fisik.

    Siswa dengan gaya belajar kinestetik atau kinestethic learner merupakan

    individu yang lebih dominan menggunakan gerakan dalam proses belajarnya.

    Ciri-ciri individu dengan gaya belajar kinestetik menurut De Porter dan

    Hernacki (2003: 118-120), diantaranya:

    a. Berbicara dengan perlahan.

    b. Menanggapi perhatian fisik.

    c. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka.

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 16

    d. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.

    e. Selalu beroroentasi pada fisik dan banyak bergerak.

    f. Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar.

    g. Belajar melalui memanipulasi dan praktik.

    h. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.

    i. Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca.

    j. Banyak menggunakan isyarat tubuh.

    k. Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.

    l. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah

    berada di tempat itu.

    m. Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi.

    n. Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan

    aksi dengan gerakan tubuh saat membaca.

    o. Kemungkinan tulisannya jelek.

    p. Ingin melakukan segala sesuatu.

    q. Menyukai permainan yang menyibukkan.

    C. Gender

    Menurut Desmita (2009) istilah gender diartikan sebagai sikap dan tingkah

    laku yang berhubungan dengan perempuan atau laki-laki. Pengarusutamaan

    Gender (2010: 11-12) memberikan penjabaran mengenai definisi gender,

    diantaranya ialah sebagai berikut:

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 17

    1. Gender adalah karakteristik sosial sebagai laki-laki dan perempuan seperti

    yang diharapkan oleh masyarakat budaya melalui sosialisasi yang diciptakan

    oleh keluarga dan/atau masyarakat yang dipengaruhi oleh budaya, interpretasi

    agama, struktur sosial, dan politik.

    2. Gender merupakan perbedaan karakteristik sosial yang membedakan laki-laki

    dan perempuan.

    Hyde menjelaskan bahwa perbedaan kognitif antara laki-laki dan perempuan

    cenderung kecil. Sebagai contoh, Hyde menyatakan skor kemampuan matematis

    dan visuospasial antara laki-laki dan perempuan memiliki selisih yang tipis

    (Santrock, 2007).

    Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gender merupakan perbedaan

    jenis kelamin seseorang yaitu laki-laki dan perempuan. Penelitian ini

    menggunakan istilah gender untuk membedakan jenis kelamin laki-laki dan

    perempuan dalam dimensi biologis saja.

    D. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

    1. Kompetensi Inti

    KI 1 : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.

    KI 2 : Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,

    peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam

    berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam

    jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 18

    KI 3 : Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan

    prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

    teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

    KI 4 : Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan,

    mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak

    (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai

    dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam

    sudut pandang/teori.

    2. Kompetensi Dasar

    3.2 Menentukan nilai variabel persamaan linear dua variabel dalam konteks

    nyata.

    4.1 Membuat dan menyelesaikan model matematika dari masalah nyata yang

    berkaitan dengan persamaan linear dua variabel.

    3. Indikator

    3.2.1 Menghitung nilai variabel dari masalah SPLDV dengan metode substitusi

    3.2.2 Menghitung nilai variabel dari masalah SPLDV dengan metode eliminasi

    3.2.3 Menghitung nilai variabel dari masalah SPLDV dengan metode grafik

    4.1.1 Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV

    dengan metode campuran

    4. Materi

    Persamaan linear dua variabel adalah persamaan yang memiliki dua

    variabel dan pangkat masing-masing variabelnya satu. Sedangkan, sistem

    persamaan linear dua variabel adalah suatu sistem persamaan yang terdiri atas

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 19

    dua buah persamaan linear dengan dua variabel yang hanya mempunyai satu

    penyelesaian. Bentuk umum sistem persamaan linear dua variabel:

    }

    Ada empat metode penyelesaian dalam SPLDV, diantaranya:

    a. Metode Substitusi

    Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan metode

    substitusi dilakukan dengan cara mengganti (mensubstitusikan) salah satu

    variabel dengan variabel lainnya.

    b. Metode Eliminasi

    Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan metode

    eliminasi dilakukan dengan cara menghilangkan (mengeliminasi) salah satu

    variabel.

    c. Metode Grafik

    Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan

    metode grafik dilakukan dengan cara membuat grafik dari kedua persamaan

    yang diketahui dalam satu diagram. Koordinat titik potong kedua garis yang

    telah dibuat merupakan penyelesaian dari sistem persamaan.

    d. Metode Campuran

    Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan metode

    campuran merupakan perpaduan antara metode eliminasi dan metode

    substitusi.

    Dalam menyelesaikan soal cerita pada materi sistem persamaan linear

    dua variabel terdapat beberapa penyebab kesalahan yang sering dihadapi siswa

    berdasarkan hasil penelitian Ayunanda (2012), diantaranya:

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 20

    1. Siswa tergesa-gesa/kurang konsentrasi membaca soal.

    2. Ketidakcermatan siswa dalam mengidentifikasi fakta dan masalah pada

    soal.

    3. Kebingungan yang dialami siswa dalam mengubah kalimat menjadi model

    matematika.

    4. Siswa tidak terbiasa menuliskan keterangan dari variabel pada model

    matematika yang dibuat.

    5. Siswa tergesa-gesa dalam menyelesaikan model matematika.

    6. Kesalahpahaman yang terjadi ketika menyimpulkan jawaban.

    7. Siswa tidak mengecek kembali pekerjaanya.

    8. Mencari solusi permasalahan berdasarkan perkiraan saja.

    9. Tidak mampu menuangkan proses perhitungan yang ada di pikiran

    kedalam bentuk tulisan.

    10. Kurang gigih dalam menyelesaikan kesulitan yang dihadapi.

    11. Kurang teliti saat menyelesaikan model matematika.

    Hal ini bisa jadi disebabkan juga karena siswa kurang diberi

    permasalahan yang menuntut mereka untuk berpikir kritis dalam pemecahan

    masalah atau menjadi problem solver. Oleh karena itu, peneliti dalam

    penelitian ini menggunakan soal tes pemecahan masalah dengan materi sistem

    persamaan linear dua variabel yang diharapkan dapat menggali kemampuan

    pemecahan masalah siwa secara maksimal sesuai gaya belajar dan gendernya.

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 21

    E. Penelitian Relevan

    Penelitian yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah

    matematis siswa berdasarkan gaya belajar maupun gender sudah cukup banyak

    dilakukan. Salah satunya ialah penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan

    Pratitis (2012) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara

    gaya belajar dari tipe kepribadian dan jenis kelamin. Penelitian ini juga

    menyebutkan faktor dominan yang menentukan keberhasilan proses belajar adalah

    dengan mengenal dan memahami bahwa setiap individu baik perempuan maupun

    laki-laki adalah unik dengan gaya belajar yang berbeda satu dengan yang lain.

    Persamaannya dengan penelitian ini adalah memandang siswa laki-laki maupun

    perempuan memiliki sebuah keunikan gaya belajar dalam dirinya. Sedangkan

    perbedaannya adalah penelitian ini tidak mengkaji tipe kepribadian akan tetapi

    kemampuan pemecahan masalah siswanya.

    Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhu (2007) yang

    menegaskan bahwa siswa perempuan dan laki-laki memiliki kecenderungan yang

    berbeda dalam penggunaan strategi pemecahan masalah. Persamaannya dengan

    penelitian ini adalah pebedaan gender siswa berpengaruh pada proses berpikirnya,

    sehingga akan menimbulkan perbedaan pula pada pemilihan strategi pemecahan

    masalahnya. Perbedaannya adalah penelitian ini tidak hanya menganalisa

    perbedaan gender dalam pemecahan masalah saja, namun juga ditinjau dari

    perbedaan gaya belajar V-A-K siswa.

    Sejalan dengan Zhu, Ilmiyah dan Masriyah (2013) menyimpulkan bahwa

    terdapat perbedaan dalam proses pemecahan masalah berdasarkan tahapan

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 22

    pemecahan masalah Polya dari subjek yang memiliki gaya belajar visual, auditori,

    dan kinestetik. Kesamaan dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan

    masalah siswa yang menggunakan tahapan Polya dan ditinjau dari gaya belajar

    visual, auditori, dan kinestetik.

    Penelitian Soenarjadi (2013) menyimpulkan secara umum profil pemecahan

    masalah geometri antara subjek visual laki-laki (VL) dan visual perempuan (VP)

    tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Akan tetapi, antara subjek

    kinestetik laki-laki (KL) dan subjek kinestetik perempuan (KP) menunjukkan

    perbedaan yaitu subjek kinestetik laki-laki (KL) lebih unggul dalam melakukan

    visual spasial dan subjek kinestetik perempuan lebih teliti, cermat, dan seksama.

    Pada penelitian ini, materi yang digunakan ialah sistem persamaan linear dua

    variabel bukan geometri sedangkan persamaannya ialah kemampuan pemecahan

    masalah matematis yang diteliti ditinjau dari gaya belajar dan gender siswa.

    Dari beberapa penelitian yang relevan, peneliti sangat tertarik untuk

    melakukan analisis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

    ditinjau dari gaya belajar dan gender pada materi sistem persamaan linear dua

    variabel.

    F. Kerangka Pikir

    Masalah dalam matematika dapat diartikan sebagai soal non rutin yang

    memberikan tantangan tersendiri untuk dapat diselesaikan. Sehingga kegiatan

    pemecahan masalah perlu dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan dengan

    suatu permasalahan. Pemecahan masalah merupakan langkah untuk

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 23

    menyelesaikan situasi yang dihadapi oleh seseorang dan belum diketahui

    cara/strategi yang digunakan untuk menyelesaikannya. Untuk menyelesaikan

    suatu masalah menurut Polya (1973) ada empat tahapan penting yang perlu

    dilakukan yaitu memahami masalah (understanding the problem), merencanakan

    penyelesaian (devising a plan), melaksanakan rencana (carrying out the plan), dan

    memeriksa kembali (looking back).

    Pada jenjang SMP, pembelajaran matematika dirasa lebih kompleks oleh

    kebanyakan siswa, karena siswa mulai mengenal adanya variabel pada soal.

    Variabel erat kaitannya dengan pokok bahasan aljabar yang memang harus

    dikuasai oleh siswa pada jenjang ini. Selain itu aljabar juga berkaitan dengan

    materi sistem persamaan linear satu variabel yang merupakan mata pelajaran

    wajib di kelas VII semester 2. Oleh karena itu, akan dilihat kemampuan

    pemecahan masalah matematis siswa pada materi sistem persamaan linear dua

    variabel yang merupakan mata pelajaran wajib yang diberikan kepada siswa pada

    kelas VIII semester 2.

    Siswa berpikir, memahami, memproses, dan memecahkan masalah

    dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya ialah gaya belajar siswa. Hasil

    riset menunjukkann bahwa siswa yang belajar sesuai gaya belajar mereka yang

    dominan, saat mengerjakan tes akan memberikan hasil yang jauh lebih tinggi

    dibandingkan dengan siswa yang belajar tidak sejalan dengan gaya belajarnya

    (Gunawan: 2003). Hingga saat ini telah banyak cara yang dilakukan untuk

    mengkategorikan cara manusia belajar dan memperoleh informasi. Beragam gaya

    belajar yang ada memiliki kelebihannya masing-masing. Walaupun begitu hal

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 24

    yang paling penting dipahami ialah bagaimana cara kita mengamalkan

    pengetahuan mengenai gaya belajar ini untuk mengoptimalkan proses

    pembelajaran.

    Secara garis besar ada tujuh pedekatan gaya belajar yang dikenal termasuk

    gaya belajar V-A-K (visual, auditori, dan kinestetik) yang akan digunakan dalam

    penelitian ini. Gaya belajar V-A-K dikembangkan oleh Bandler dan Grinder

    dengan pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori yakni menentukan tingkat

    ketergantungan terhadap indera tertentu. Siswa merupakan individu yang unik

    dengan segala macam perbedaannya termasuk cara mereka belajar, memperoleh,

    dan mengolah informasi. Oleh karena itu, subjek dalam penelitian ini diambil

    untuk siswa yang memiliki gaya belajar visual, siswa yang memiliki gaya belajar

    auditori, dan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik.

    Selain gaya belajar, pembelajaran matematika biasanya dipengaruhi juga

    oleh faktor gender. Sebagaimana yang telah diketahui, banyak riset yang

    membuktikan bahwa prestasi siswa laki-laki cenderung lebih unggul

    dibandingkan siswa perempuan pada mata pelajaran matematika. Sehingga, ada

    kemungkinan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa juga

    dipengaruhi oleh gender siswa. Oleh karena itu, penelitian ini akan meninjau

    kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang ditinjau dari dua faktor,

    yakni gaya belajar dan gender siswa.

    Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah kemampuan pemecahan

    masalah matematis siswa yang berupa aktivitas-aktivitas pada tahap memahami

    masalah (understanding the problem), membuat rencana penyelesaian (devising a

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015

  • 25

    plan), melaksanakan rencana (carrying out the plan), dan memeriksa kembali

    jawaban (looking back) untuk siswa laki-laki maupun perempuan yang memiliki

    gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Diharapkan dengan mengetahui

    kemampuan pemecahan masalah matematis siwa untuk masing-masing kelompok

    gaya belajar dan gender dapat membantu siswa untuk lebih mengembangkan

    kemampuan dalam menyelesaikan masalah matematika. Siswa diharapkan juga

    dapat mengoptimalkan cara belajar yang lebih dominan agar dapat memperoleh

    prestasi belajar yang tinggi. Bagi guru diharapkan dengan mengetahui

    kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang ditinjau dari gaya belajar

    dan gender dapat lebih mengoptimalkan proses pembelajaran serta memahami

    perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa.

    Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP, 2015