-
7
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Kemampuan Pemecahan Masalah
Masalah pada umumnya merupakan sesuatu yang harus
diselesaikan
(dipecahkan). Siswono (dalam Ilmiyah dan Masriyah: 2013)
mengemukakan
bahwa masalah merupakan suatu situasi atau pertanyaan yang
dihadapi seseorang
atau kelompok dimana aturan dan langkah tertentu dalam
memecahkan masalah
belum diketahui secara pasti untuk menentukan jawabannya.
Sehingga, tidak
semua persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat
dikatakan
sebuah masalah.
Hal ini senada dengan pendapat Cooney (Shadiq, 2004: 10),
menyatakan
bahwa “… for a question to be a problem, it must present a
challenge that cannot
be resolved by some routine procedure known to the student”.
(Suatu pertanyaan
akan menjadi sebuah masalah jika menunjukkan adanya sesuatu
tantangan yang
tidak dapat dipecahkan melalui prosedur rutin yang telah
diketahui oleh siswa).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu pertanyaan atau kondisi yang
dihadapi oleh
seseorang dikatakan suatu masalah jika orang tersebut tidak bisa
menemukan
secara langsung prosedur atau langkah untuk mendapatkan jawaban
atas
permasalahannya itu.
Setiap masalah tentu menuntut adanya suatu solusi. Untuk
mencapai solusi
permasalahan tersebut diperlukan adanya proses pemecahan
masalah. Pemecahan
masalah dijelaskan sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari
suatu kesulitan
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
8
untuk mencapai suatu tujuan yang tidak mudah dicapai (Polya,
1973). Tahapan
pemecahan masalah berdasarkan Polya dibagi menjadi empat tahap
penting, yaitu:
1. Memahami Masalah (understanding the problem)
Tahap memahami soal menurut Polya ialah bahwa siswa harus
dapat
memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal
tersebut.
2. Membuat Rencana (devising a plan)
Menurut Polya pada tahap perencanaan penyelesaian, siswa harus
dapat
memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan saling
menunjang
untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
3. Melaksanakan Rencana (carrying out the plan)
Yang dimaksud tahap melaksanakan rencana adalah siswa telah
siap
melakukan perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan
termasuk
konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai. Pada tahap ini
siswa harus
dapat membentuk sistematika soal yang lebih baku, dalam arti
rumus-rumus
yang akan digunakan sudah merupakan rumus yang siap untuk
digunakan
sesuai dengan apa yang digunakan dalam soal, kemudian siswa
mulai
memasukkan data-data hingga menjurus ke rencana pemecahannya,
setelah itu
baru siswa melaksanakan langkah-langkah rencana sehingga akan
diharapkan
dari soal dapat dibuktikan atau diselesaikan.
4. Memeriksa Kembali (looking back)
Pada tahapan ini siswa harus berusaha mengecek ulang jawaban
yang telah
diperoleh dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah
pemecahan yang
dilakukannya.
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
9
Berdasarkan tahapan pemecahan masalah Polya, pada penelitian
ini
indikator yang ingin diketahui oleh peneliti pada waktu siswa
mengerjakan
pemecahan masalah matematis dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Tahap Pemecahan Masalah Indikator
I Memahami Masalah Siswa dapat menyebutkan atau
menuliskan hal-hal yang diketahui dan
ditanyakan.
II Membuat Rencana
Penyelesaian
Siswa dapat membuat rencana
penyelesaian masalah dari hal-hal yang
diketahui untuk pemecahan masalah.
III Melaksanakan rencana Siswa dapat melaksanakan pemecahan
masalah melalui rencana yang telah
dibuat.
IV Memeriksa Kembali
Jawaban
Siswa dapat melakukan pemeriksaan
kembali terhadap jawaban yang sudah ada.
Dalam proses pemecahan masalah matematis tentu dibutuhkan
sebuah
kemampuan, yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis.
Kemampuan
diartikan sebagai kecakapan atau potensi menguasai suatu
keahlian yang
merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan maupun
praktek dan
digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui
tindakannya.
Sedangkan, pemecahan masalah matematis merupakan kegiatan
menyelesaikan
soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam
kehidupan sehari-hari
atau keadaan lain, dan memeriksa kembali jawaban. Dari uraian di
atas dapat
disimpulkan bahwa, kemampuan pemecahan masalah matematis
adalah
kecakapan atau potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam
menyelesaikan
soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,
mengaplikasikan matematika
dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan memeriksa
kembali jawaban.
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
10
B. Gaya Belajar V-A-K
Otak merupakan organ utama yang dimiliki manusia untuk belajar,
karena
seluruh pembelajaran terjadi di dalamnya dan di simpan. Memahami
proses
belajar di dalam otak, memahami keberagaman manusia, dan
kebutuhan-
kebutuhan belajar mereka yang berbeda amatlah penting bagi
seorang pendidik
(Prashnig, 1998). Karena hal ini akan mengarah pada praktik
pengajaran yang
lebih baik. Dalam bukunya yang berjudul The Power of Learning
Styles, Prashnig
(1998) mengungkapkan bahwa peran guru yang “akrab dengan otak”
akan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
Memberi tahu para siswa cara memanfaatkan kekuatan gaya belajar
yang
dimiliki demi kepentingan mereka ketika belajar di rumah, di
sekolah, atau di
tempat kerja;
Memberi pilihan-pilihan kegiatan yang melibatkan karakter
visual, auditori,
kinestetik, maupun taktil secara rutin;
Melekatkan materi baru ke dalam seluruh indera, emosi, dan
pengalaman-
pengalaman nyata (konkret);
Membantu siswa dalam memahami gaya belajarnya sendiri dan
menjelaskan
bahwa semua gaya belajar adalah normal, sah, dan sama
berharganya;
Mengajarkan cara menghargai keunikan setiap manusia, potensi,
dan
kompleksitas.
1. Pengertian Gaya Belajar
Setiap siswa memiliki keunikannya masing-masing, terutama
dalam
proses pembelajaran. Salah satu keunikan tersebut ialah cara
belajar siswa atau
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
11
yang lebih dikenal dengan gaya belajar. Sebagian besar siswa
belajar dengan
berbagai macam gaya, namun tetap saja pada kenyataannya salah
satu gaya
lebih dominan daripada yang lainnya. De Porter dan Hernacki
(2003)
mengungkapkan bahwa gaya belajar adalah kombinasi dari cara
seseorang
dalam menyerap, mengatur, hingga mengolah suatu informasi.
Senada dengan
De Porter dan Hernacki, gaya belajar didefinisikan sebagai cara
terbaik
seseorang dalam mendapatkan informasi (Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan:
2007). Definisi lebih jelas dikemukakan oleh Ghufron dan
Risnawita (2014)
bahwa gaya belajar merupakan cara yang digunakan seseorang dalam
belajar,
berkonsentrasi pada proses dan penguasaannya terhadap sesuatu
hal.
Menurut Windura (2008) gaya belajar individu atau personal
learning
style merupakan pilihan modal belajar yang utama dan selaras
dengan buku
manual otak seseorang. Sedangkan Krishnawati dan Suryani
(2010)
mengungkapkan bahwa gaya belajar merupakan perpaduan dari
tiga
kecenderungan dalam mengolah informasi melalui indera
penglihatan,
pendengaran, atau melalui tangan/tubuh. Levefer (2004) memandang
gaya
belajar sebagai cara seseorang dalam melihat atau merasakan
hal-hal terbaik
dan kemudian diproses atau digunakan sesuai apa yang
dilihatnya,
sebagaimana dikemukakannya bahwa “A learning style is the way in
which the
person sees or perceives things best and then processes or uses
what has been
seen”.
Dari pendapat-pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
gaya
belajar merupakan cara yang dimiliki oleh setiap individu dalam
belajar untuk
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
12
memproses, mendalami, dan mengolah informasi dengan mudah.
Dalam
penelitian ini gaya belajar yang akan digunakan yaitu pendekatan
gaya belajar
dengan modalitas sensori yang dikembangkan oleh Bandler dan
Grinder pada
tahun 1970-an. Gaya belajar yang dikembangkan dibagi dalam tiga
jenis, yaitu
gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.
2. Gaya Belajar Visual
Menurut Windura (2008) gaya belajar visual adalah gaya belajar
yang
lebih banyak menggunakan indera penglihatan, baik berupa gambar
maupun
tulisan. Zahar (2009) mengungkapkan bahwa gaya belajar visual
merupakan
modalitas yang lebih mudah mengingat gambar, mengakses gambar,
warna,
bentuk, bangun ruang dua dimensi dan tiga dimensi. Senada dengan
itu, De
Porter dan Hernacki (2003) dalam bukunya yang berjudul Quantum
Learning
mengemukakan bahwa orang-orang visual belajar melalui apa yang
mereka
lihat. Sehingga, dari pendapat-pendapat sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa
gaya belajar visual merupakan cara belajar seseorang yang lebih
dominan
menggunakan indera penglihatan dalam menerima dan mengolah
informasi.
Siswa dengan gaya belajar visual (visual learner) dapat
diartikan sebagai
individu yang lebih dominan menggunakan indera penglihatannya
ketika
belajar. Berikut ini ciri-ciri individu dengan gaya belajar
visual yang
dikemukakan oleh De Porter dan Hernacki (2003: 116-118),
diantaranya ialah:
a. Rapi dan teratur.
b. Berbicara dengan cepat.
c. Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik.
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
13
d. Teliti terhadap detail.
e. Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun
presentasi.
f. Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya
dalam
pikiran mereka.
g. Mengingat apa yang dilihat, daripada apa yang didengar.
h. Mengingat dengan asosiasi visual.
i. Biasanya tidak terganggu oleh keributan.
j. Mempunyai masalah mengingat instruksi verbal kecuali jika
ditulis, dan
sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya.
k. Pembaca cepat dan tekun.
l. Lebih suka membaca daripada dibacakan.
m. Membutuhkan pandangan dann tujuan yang menyeluruh dan
bersikap
waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah
atau
proyek.
n. Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan
dalam rapat.
o. Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.
p. Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau
tidak.
q. Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato.
r. Lebih suka seni daripada musik.
3. Gaya Belajar Auditori
Windura (2008) memandang bahwa indera pendengaran lebih
dominan
digunakan oleh seseorang yang memiliki gaya belajar auditori,
diantaranya
berupa suara, bunyi, music atau pembicaraan lisan. Senada dengan
Windura,
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
14
menurut Zahar (2009) gaya belajar auditori merupakan modalitas
yang
berhubungan dengan berbagai jenis bunyi, nada, irama, dan
mengingat kata-
kata. Selain itu, menurut De Porter dan Hernacki (2003) pelajar
auditori
melakukan kegiatan belajar melalui apa yang didengarnya.
Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa gaya belajar auditori adalah cara belajar
seseorang baik
dalam menerima maupun mengolah informasi lebih dominan
menggunakan
indera penglihatannya.
Auditory learner atau siswa dengan gaya belajar auditori
merupakan
individu yang dominan menggunakan indera pendengarannya ketika
belajar.
De Porter dan Hernacki (2003: 118) mengutarakan ciri-ciri
individu dengan
gaya belajar auditori adalah sebagai berikut:
a. Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja.
b. Mudah terganggu oleh keributan.
c. Menggerakan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku
ketika
membaca.
d. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.
e. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan
warna suara.
f. Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam
bercerita.
g. Berbicara dalam irama yang terpola.
h. Biasanya pembicara yang fasih.
i. Lebih suka musik daripada seni.
j. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
didiskusikan dari
pada yang dilihat.
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
15
k. Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu
panjang lebar.
l. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang
melibatkan
visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu
sama lain.
m. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya.
n. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.
4. Gaya Belajar Kinestetik
Menurut Windura (2008) gaya belajar kinestetik lebih dominan
menggunakan gerakan atau praktik langsung dan juga kekuatan
perasaan. Sama
halnya dengan Windura, gaya belajar kinestetik menurut Zahar
(2009)
dianggap sebagai suatu modalitas yang berhubungan dengan
koordinasi
gerakan, irama, kenyamanan fisik serta peran emosionil. De
Porter dan
Hernacki (2003) menegaskan bahwa melalui sentuhan dan gerakanlah
pelajar
kinestetik belajar. Dari pendapat-pendapat para ahli yang telah
dibahas
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar kinestetik
adalah cara
belajar seseorang yang lebih mudah menerima dan mengolah
informasi dengan
banyak praktik dan kenyamanan fisik.
Siswa dengan gaya belajar kinestetik atau kinestethic learner
merupakan
individu yang lebih dominan menggunakan gerakan dalam proses
belajarnya.
Ciri-ciri individu dengan gaya belajar kinestetik menurut De
Porter dan
Hernacki (2003: 118-120), diantaranya:
a. Berbicara dengan perlahan.
b. Menanggapi perhatian fisik.
c. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka.
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
16
d. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.
e. Selalu beroroentasi pada fisik dan banyak bergerak.
f. Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar.
g. Belajar melalui memanipulasi dan praktik.
h. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.
i. Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca.
j. Banyak menggunakan isyarat tubuh.
k. Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.
l. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang
telah pernah
berada di tempat itu.
m. Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi.
n. Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka
mencerminkan
aksi dengan gerakan tubuh saat membaca.
o. Kemungkinan tulisannya jelek.
p. Ingin melakukan segala sesuatu.
q. Menyukai permainan yang menyibukkan.
C. Gender
Menurut Desmita (2009) istilah gender diartikan sebagai sikap
dan tingkah
laku yang berhubungan dengan perempuan atau laki-laki.
Pengarusutamaan
Gender (2010: 11-12) memberikan penjabaran mengenai definisi
gender,
diantaranya ialah sebagai berikut:
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
17
1. Gender adalah karakteristik sosial sebagai laki-laki dan
perempuan seperti
yang diharapkan oleh masyarakat budaya melalui sosialisasi yang
diciptakan
oleh keluarga dan/atau masyarakat yang dipengaruhi oleh budaya,
interpretasi
agama, struktur sosial, dan politik.
2. Gender merupakan perbedaan karakteristik sosial yang
membedakan laki-laki
dan perempuan.
Hyde menjelaskan bahwa perbedaan kognitif antara laki-laki dan
perempuan
cenderung kecil. Sebagai contoh, Hyde menyatakan skor kemampuan
matematis
dan visuospasial antara laki-laki dan perempuan memiliki selisih
yang tipis
(Santrock, 2007).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gender merupakan
perbedaan
jenis kelamin seseorang yaitu laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini
menggunakan istilah gender untuk membedakan jenis kelamin
laki-laki dan
perempuan dalam dimensi biologis saja.
D. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
1. Kompetensi Inti
KI 1 : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang
dianutnya.
KI 2 : Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri,
dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam
dalam
jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
18
KI 3 : Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual,
dan
prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak
mata.
KI 4 : Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret
(menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah
abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang)
sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama
dalam
sudut pandang/teori.
2. Kompetensi Dasar
3.2 Menentukan nilai variabel persamaan linear dua variabel
dalam konteks
nyata.
4.1 Membuat dan menyelesaikan model matematika dari masalah
nyata yang
berkaitan dengan persamaan linear dua variabel.
3. Indikator
3.2.1 Menghitung nilai variabel dari masalah SPLDV dengan metode
substitusi
3.2.2 Menghitung nilai variabel dari masalah SPLDV dengan metode
eliminasi
3.2.3 Menghitung nilai variabel dari masalah SPLDV dengan metode
grafik
4.1.1 Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan
SPLDV
dengan metode campuran
4. Materi
Persamaan linear dua variabel adalah persamaan yang memiliki
dua
variabel dan pangkat masing-masing variabelnya satu. Sedangkan,
sistem
persamaan linear dua variabel adalah suatu sistem persamaan yang
terdiri atas
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
19
dua buah persamaan linear dengan dua variabel yang hanya
mempunyai satu
penyelesaian. Bentuk umum sistem persamaan linear dua
variabel:
}
Ada empat metode penyelesaian dalam SPLDV, diantaranya:
a. Metode Substitusi
Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan
metode
substitusi dilakukan dengan cara mengganti (mensubstitusikan)
salah satu
variabel dengan variabel lainnya.
b. Metode Eliminasi
Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan
metode
eliminasi dilakukan dengan cara menghilangkan (mengeliminasi)
salah satu
variabel.
c. Metode Grafik
Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan
menggunakan
metode grafik dilakukan dengan cara membuat grafik dari kedua
persamaan
yang diketahui dalam satu diagram. Koordinat titik potong kedua
garis yang
telah dibuat merupakan penyelesaian dari sistem persamaan.
d. Metode Campuran
Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan
metode
campuran merupakan perpaduan antara metode eliminasi dan
metode
substitusi.
Dalam menyelesaikan soal cerita pada materi sistem persamaan
linear
dua variabel terdapat beberapa penyebab kesalahan yang sering
dihadapi siswa
berdasarkan hasil penelitian Ayunanda (2012), diantaranya:
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
20
1. Siswa tergesa-gesa/kurang konsentrasi membaca soal.
2. Ketidakcermatan siswa dalam mengidentifikasi fakta dan
masalah pada
soal.
3. Kebingungan yang dialami siswa dalam mengubah kalimat menjadi
model
matematika.
4. Siswa tidak terbiasa menuliskan keterangan dari variabel pada
model
matematika yang dibuat.
5. Siswa tergesa-gesa dalam menyelesaikan model matematika.
6. Kesalahpahaman yang terjadi ketika menyimpulkan jawaban.
7. Siswa tidak mengecek kembali pekerjaanya.
8. Mencari solusi permasalahan berdasarkan perkiraan saja.
9. Tidak mampu menuangkan proses perhitungan yang ada di
pikiran
kedalam bentuk tulisan.
10. Kurang gigih dalam menyelesaikan kesulitan yang
dihadapi.
11. Kurang teliti saat menyelesaikan model matematika.
Hal ini bisa jadi disebabkan juga karena siswa kurang diberi
permasalahan yang menuntut mereka untuk berpikir kritis dalam
pemecahan
masalah atau menjadi problem solver. Oleh karena itu, peneliti
dalam
penelitian ini menggunakan soal tes pemecahan masalah dengan
materi sistem
persamaan linear dua variabel yang diharapkan dapat menggali
kemampuan
pemecahan masalah siwa secara maksimal sesuai gaya belajar dan
gendernya.
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
21
E. Penelitian Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa berdasarkan gaya belajar maupun gender sudah
cukup banyak
dilakukan. Salah satunya ialah penelitian yang dilakukan oleh
Damayanti dan
Pratitis (2012) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara
gaya belajar dari tipe kepribadian dan jenis kelamin. Penelitian
ini juga
menyebutkan faktor dominan yang menentukan keberhasilan proses
belajar adalah
dengan mengenal dan memahami bahwa setiap individu baik
perempuan maupun
laki-laki adalah unik dengan gaya belajar yang berbeda satu
dengan yang lain.
Persamaannya dengan penelitian ini adalah memandang siswa
laki-laki maupun
perempuan memiliki sebuah keunikan gaya belajar dalam dirinya.
Sedangkan
perbedaannya adalah penelitian ini tidak mengkaji tipe
kepribadian akan tetapi
kemampuan pemecahan masalah siswanya.
Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhu (2007)
yang
menegaskan bahwa siswa perempuan dan laki-laki memiliki
kecenderungan yang
berbeda dalam penggunaan strategi pemecahan masalah.
Persamaannya dengan
penelitian ini adalah pebedaan gender siswa berpengaruh pada
proses berpikirnya,
sehingga akan menimbulkan perbedaan pula pada pemilihan strategi
pemecahan
masalahnya. Perbedaannya adalah penelitian ini tidak hanya
menganalisa
perbedaan gender dalam pemecahan masalah saja, namun juga
ditinjau dari
perbedaan gaya belajar V-A-K siswa.
Sejalan dengan Zhu, Ilmiyah dan Masriyah (2013) menyimpulkan
bahwa
terdapat perbedaan dalam proses pemecahan masalah berdasarkan
tahapan
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
22
pemecahan masalah Polya dari subjek yang memiliki gaya belajar
visual, auditori,
dan kinestetik. Kesamaan dalam penelitian ini adalah kemampuan
pemecahan
masalah siswa yang menggunakan tahapan Polya dan ditinjau dari
gaya belajar
visual, auditori, dan kinestetik.
Penelitian Soenarjadi (2013) menyimpulkan secara umum profil
pemecahan
masalah geometri antara subjek visual laki-laki (VL) dan visual
perempuan (VP)
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Akan tetapi, antara
subjek
kinestetik laki-laki (KL) dan subjek kinestetik perempuan (KP)
menunjukkan
perbedaan yaitu subjek kinestetik laki-laki (KL) lebih unggul
dalam melakukan
visual spasial dan subjek kinestetik perempuan lebih teliti,
cermat, dan seksama.
Pada penelitian ini, materi yang digunakan ialah sistem
persamaan linear dua
variabel bukan geometri sedangkan persamaannya ialah kemampuan
pemecahan
masalah matematis yang diteliti ditinjau dari gaya belajar dan
gender siswa.
Dari beberapa penelitian yang relevan, peneliti sangat tertarik
untuk
melakukan analisis terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa
ditinjau dari gaya belajar dan gender pada materi sistem
persamaan linear dua
variabel.
F. Kerangka Pikir
Masalah dalam matematika dapat diartikan sebagai soal non rutin
yang
memberikan tantangan tersendiri untuk dapat diselesaikan.
Sehingga kegiatan
pemecahan masalah perlu dilakukan oleh seseorang ketika
dihadapkan dengan
suatu permasalahan. Pemecahan masalah merupakan langkah
untuk
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
23
menyelesaikan situasi yang dihadapi oleh seseorang dan belum
diketahui
cara/strategi yang digunakan untuk menyelesaikannya. Untuk
menyelesaikan
suatu masalah menurut Polya (1973) ada empat tahapan penting
yang perlu
dilakukan yaitu memahami masalah (understanding the problem),
merencanakan
penyelesaian (devising a plan), melaksanakan rencana (carrying
out the plan), dan
memeriksa kembali (looking back).
Pada jenjang SMP, pembelajaran matematika dirasa lebih kompleks
oleh
kebanyakan siswa, karena siswa mulai mengenal adanya variabel
pada soal.
Variabel erat kaitannya dengan pokok bahasan aljabar yang memang
harus
dikuasai oleh siswa pada jenjang ini. Selain itu aljabar juga
berkaitan dengan
materi sistem persamaan linear satu variabel yang merupakan mata
pelajaran
wajib di kelas VII semester 2. Oleh karena itu, akan dilihat
kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa pada materi sistem persamaan
linear dua
variabel yang merupakan mata pelajaran wajib yang diberikan
kepada siswa pada
kelas VIII semester 2.
Siswa berpikir, memahami, memproses, dan memecahkan masalah
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya ialah gaya
belajar siswa. Hasil
riset menunjukkann bahwa siswa yang belajar sesuai gaya belajar
mereka yang
dominan, saat mengerjakan tes akan memberikan hasil yang jauh
lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang belajar tidak sejalan dengan gaya
belajarnya
(Gunawan: 2003). Hingga saat ini telah banyak cara yang
dilakukan untuk
mengkategorikan cara manusia belajar dan memperoleh informasi.
Beragam gaya
belajar yang ada memiliki kelebihannya masing-masing. Walaupun
begitu hal
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
24
yang paling penting dipahami ialah bagaimana cara kita
mengamalkan
pengetahuan mengenai gaya belajar ini untuk mengoptimalkan
proses
pembelajaran.
Secara garis besar ada tujuh pedekatan gaya belajar yang dikenal
termasuk
gaya belajar V-A-K (visual, auditori, dan kinestetik) yang akan
digunakan dalam
penelitian ini. Gaya belajar V-A-K dikembangkan oleh Bandler dan
Grinder
dengan pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori yakni
menentukan tingkat
ketergantungan terhadap indera tertentu. Siswa merupakan
individu yang unik
dengan segala macam perbedaannya termasuk cara mereka belajar,
memperoleh,
dan mengolah informasi. Oleh karena itu, subjek dalam penelitian
ini diambil
untuk siswa yang memiliki gaya belajar visual, siswa yang
memiliki gaya belajar
auditori, dan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik.
Selain gaya belajar, pembelajaran matematika biasanya
dipengaruhi juga
oleh faktor gender. Sebagaimana yang telah diketahui, banyak
riset yang
membuktikan bahwa prestasi siswa laki-laki cenderung lebih
unggul
dibandingkan siswa perempuan pada mata pelajaran matematika.
Sehingga, ada
kemungkinan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
juga
dipengaruhi oleh gender siswa. Oleh karena itu, penelitian ini
akan meninjau
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang ditinjau dari
dua faktor,
yakni gaya belajar dan gender siswa.
Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah kemampuan
pemecahan
masalah matematis siswa yang berupa aktivitas-aktivitas pada
tahap memahami
masalah (understanding the problem), membuat rencana
penyelesaian (devising a
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015
-
25
plan), melaksanakan rencana (carrying out the plan), dan
memeriksa kembali
jawaban (looking back) untuk siswa laki-laki maupun perempuan
yang memiliki
gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Diharapkan dengan
mengetahui
kemampuan pemecahan masalah matematis siwa untuk masing-masing
kelompok
gaya belajar dan gender dapat membantu siswa untuk lebih
mengembangkan
kemampuan dalam menyelesaikan masalah matematika. Siswa
diharapkan juga
dapat mengoptimalkan cara belajar yang lebih dominan agar dapat
memperoleh
prestasi belajar yang tinggi. Bagi guru diharapkan dengan
mengetahui
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang ditinjau dari
gaya belajar
dan gender dapat lebih mengoptimalkan proses pembelajaran serta
memahami
perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa.
Analisis Kemampuan Pemecahan..., Ira Rahmawati Ismi, FKIP UMP,
2015