37 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Hakikat Pengadilan Tata Usaha Negara Asal mula lembaga Peradilan Tata Usaha Negara sendiri berawal dari negara Perancis, suatu negara yang menurut fakta sejarahnya merupakan pelopor kelahiran lembaga sejenis ini untuk pertama kali. Peranan negara ini terasa sampai sekarang. Antara lain negara ini berperan sebagai pemuka dalam “Association Internationale des Houstes Jurisdictions Adminitrstives/International Assosiation of Supreme Administrative Jurisdictions”. Sejarah kelahiran Peradilan Administrasi di Perancis dimulai sekitar tahun 1790, dengan Undang-Undang tanggal 16 dan 24 Agustus 1790, yang memberi fungsi kepada Conseil d’Etat untuk bertindak sebagai lembaga pengawas (Judiciil Controle) terhadap administrasi atau pemerintah dan lembaga peradilan umum dilepaskan wewenangnya untuk memeriksa dan mengadili sengketa administrasi, dan saat
39
Embed
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Hakikat Pengadilan Tata Usaha Negara€¦ · A. Hakikat Pengadilan Tata Usaha Negara Asal mula lembaga Peradilan Tata Usaha Negara sendiri berawal dari negara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
37
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Hakikat Pengadilan Tata Usaha Negara
Asal mula lembaga Peradilan Tata Usaha Negara
sendiri berawal dari negara Perancis, suatu negara yang
menurut fakta sejarahnya merupakan pelopor kelahiran
lembaga sejenis ini untuk pertama kali. Peranan negara ini
terasa sampai sekarang. Antara lain negara ini berperan
sebagai pemuka dalam “Association Internationale des
1) Penyelesaian perkara seadil-adilnya dan secepat-
cepatnya
2) Bantuan hukum untuk mereka yang kurang
mampu
3) Segera akan dibentuknya Peradilan Tata usaha
Negara
Lebih lanjut Presiden Soeharto mengirim surat
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia di Jakarta dengan Nomor: R.07/PU/V/1982,
tanggal 13 Mei 1982 Perihal Ranangan Undang-Undang
tentang Peradilan dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara. Dimana isi surat tersebut pada pokoknya “untuk
mohon dibiarakan dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat
guna mendapatkan persetujuan pada sidang 1981-1982.
Selanjutnya untuk keperluan pembicaraan dalam persidangan
mengenai rancangan Undang-Undang tersebut kami
persilahkan saudara menghubungi saudara Menteri
43
Kehakiman.6 Selanjutnya pada tahun 1986 pemerintah
mengajukan Rancangan Undang-Undang tersebut kepada
DPR dan pada waktu itu DPR menyetujui.
Pada tanggal 29 Desember 1986 disahkan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986
Nomor 7 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29
Desember 1986 oleh Menteri Sekretaris Negara Republik
Indonesia Sudharmono, SH.
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka ada
angin segar tentang pembentukan Peradilan Tata Usaha
Negara di Indonesia. Sejak mulai efektif dioperasikan
Undang-Undang tersebut pada tanggal 14 Januari 1991
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991
Tentang Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang sebelumnya
ditandai dengan diresmikannya tiga Pengadilan Tinggi Tata 6 Ibid, Hal.138
44
Usaha Negara di Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang, serta
lima Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta, Medan,
Palembang, Surabaya, dan Ujung Pandang.7 Maka sejak itu
terbentuklah Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia.
Kemudian seiring dengan berkembangnya maka
semakin banyak pula dibentuk pengadilan di kota-kota
lainnya. Sedangkan mengenai susunan Pengadilan Tata
Usaha Negara terdiri atas Pimpinan, Hakim Anggota,
Panitera, dan Sekretaris. Pimpinan Pengadilan terdiri atas
seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua. Sedangkan Hakim
anggota pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah
Hakim Tinggi.8
7 Keppres Nomor 52 Tahun 1991 Tentang Pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negaradi Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan Ujung Pandang. 8 Pasal 11 Undang-Undang No.5 Tahun 1986
45
B. Objek Sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara sendiri adalah
Pengadilan dalam lingkup hukum publik yang mempunyai
tugas dan wewenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa Tata usaha Negara, yaitu suatu
sengketa yang timbul dalam bidang hukum Tata Usaha
Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat maupun daerah
sebagai akibat dikeluarkanya Keputusan Tata Usaha Negara
(beschikking), termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Subjek dan objek dari Peradilan Tata Usaha Negara
sendiri adalah seseorang atau badan hukum perdata sebagai
penggugat dan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
sebagai tergugat. Sementara itu yang menjadi objek di
Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha
Negara.
46
Dilihat dari kedudukan para pihak dalam sengketa
Tata Usaha negara, selalu menempatkan seseorang atau
badan hukum perdata sebagai pihak penggugat dan badan
atau pejabat Tata Usaha negara sebagai pihak tergugat.
Mengenai Objek sengketa di Pengadian Tata Usaha Negara
adalah keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 dan
keputusan fiktif negatif berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 yaitu :
1. Keputusan Tata Usaha Negara.
Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 menyatakan Keputusan Tata Usaha Negara
adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara Yang
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final
47
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.
2. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Negatif.
Objek sengketa Peradilan Tata Usaha Negara
termaksud Keputusan Tata Usaha Negara yang
fiktif negatif sebagaimana dimaksud Pasal 3
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2004, yaitu :
1. Apabila badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu
menjadi kewajiban maka hal tersebut disamakan
dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
2. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon,
sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan dimaksud
telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha
48
Negara tersebut dianggap telah menolak
mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
3. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak menetukan jangka waktu maka
setelah lewat jangka waktu 4 (empat) bulan sejak
diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah
mengeluarkan keputusan.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak bisa dengan
sendirinya, mau dikerjakan atau tidak dikerjakan karena
sudah terang dan jelas kalau Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara dalam menjalan tugas, pokok, dan fungsinya dibatasi
tentang penyelesaian suatu pekerjaan, sebagaimana yang
sudah dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan, jika
jangka waktu telah lewat sebagaimana ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan atau setelah lewat empat
bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat
49
Tata Usaha Negara itu tidak mengeluarkan keputusan yang
dimohonkan, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
tersebut dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Oleh karena itu dalam hal sikap pasif Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak mengeluarkan
keputusan itu dapat disamakan dengan keputusan tertulis
yang berisi penolakan meskipun tidak tertulis dan memang
tidak ada wujudnya atau dengan kata lain tidak ada
barangnya. Keputusan demikian disebut keputusan fiktif
negatif. Fiktif artinya tidak mengeluarkan keputusan tertulis
dan memang tidak ada wujudnya, dan menurut penulis sikap
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dapat
dianggap telah mengeluarkan keputusan tertulis. Sedangkan
negatif berarti karena isi keputusan itu berupa penolakan
terhadap suatu permohonan yang diajukan oleh orang atau
badan hukum perdata.
50
Jadi singkatnya mengenai keputusan fiktif negatif ini
merupakan perluasan dari keputusan Tata Usaha Negara
tertulis yang menjadi objek dalam sengketa Tata Usaha
Negara. Oleh karena itu keputusan fiktif negatif juga
merupakan objek sengketa Tata Usaha Negara.
C. Subjek Sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara
a. Penggugat
Penggugat adalah seorang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara mengajukan gugatan
tertulis kepada pengadilan yang berisi tuntutan menurut
peraturan perundang-undangan. Isi dari tuntutan dari
keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan yaitu
menyatakan batal atau tidak sah dan Pejabat Tata Usaha
Negara yang notabene sebagai tergugat untuk membayar
ongkos atau biaya perkara di dalam sidang pengadilan.
51
Didalam persidangan Pengadilan Tata Usaha
Negara, penggugat mengajukan terhadap penundaan
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang dijadikan
objek gugatan selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha
Negara sedang berjalan sampai ada putusan Pengadilan
yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Tergugat
Dalam hal orang atau badan hukum perdata
mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara
sudah pasti dalam gugatan menyebutkan siapa yang
digugat. Tergugat sendiri adalah Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum
perdata.9
9 Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
52
D. Asas-Asas Didalam Peradilan Tata Usaha Negara
Konsep negara yang demokratis, Indonesia memiliki
sistem ketatanegaraan dengan memiliki lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Dari ketiga lembaga tersebut
pemerintah atau eksekutif memeliki peran dan wewenang
yang paling besar apabila dibandingkan dengan lembaga
lainnya, oleh karenanya perlu ada kontrol terhadap perbuatan
pemerintah untuk adanya check and balances. Salah satu
bentuk kontrol atas tindakan pemerintah adalah melalui
lembaga peradilan. Konsep atau ide dasar untuk membentuk
peradilan administrasi sudah ada lama bahkan sebelum
kemerdekaan. Namun realisasi terhadap ide-ide
pembentukannya baru terwujud setelah diundangkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara pada tanggal 29 Desember 1986, dan atas
dasar Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991
pemerintah menetapkan berlakunya Peradilan Tata Usaha
Negara tersebut secara efektif pada tanggal 14 Januari 1991,
kini Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 telah diubah
53
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Diubah kembali
dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
a. Dalam melakukan proses berjalannya Peradilan Tata
Usaha Negara terdapat beberapa asas-asas dalam
Peradilan Tata Usaha Negara itu sendiri, yaitu10 :
1. Asas Praduga rechtmatig,yang mengandung
makna bahwa setiap tindakan pengusa selalu
harus dianggap benar sampai ada pembatalannya.
Dengan asas ini, gugatan tidak menunda
pelaksanaan Keputusan Tata usaha Negara yang
dibuat.
2. Asas Pembuktian Bebas Hakim, yang menetapkan
beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan
10 Rozali Abdullah. “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara” CV
Rajawali. Jakarta. 2002. Hal 23
54
ketentuan Pasal 1865 BW dengan ketentuan pada
Pasal 100 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986.
3. Asas Keaktifan Hakim (dominus litis), keaktifan
hakim dimaksud untuk mengimbangi kedudukan
para pihak yang tidak seimbang. Pihak tergugat
adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang menguasai peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan kewenangan dan atau
dasar dikeluarkan keputusan yang digugat.
Sedangkan pihak penggugat adalah orang-
perorangan atau badan hukum perdata yang dalam
posisi lemah, karena belum tentu mereka
mengetahui betul peraturan perundang-undangan
yang dijadikan sumber untuk dikeluarkannya
keputusan yang digugat.
4. Asas putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat (ergo omnes).
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa di
55
ranah hukum publik. Dimana akibat hukum yang
timbul dari putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap akan mengikat
tidak hanya para pihak yang bersengketa namun
berdasarkan asas putusan tersebut akan mengikat
siapa saja.11
5. Asas Peradilan Berjenjang. Jenjang peradilan
dimulai dari tingkat yang paling bawah yaitu
Pengadilan Tata usaha Negara, kemudian
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dan
puncaknya adalah Mahkamah Agung.
6. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk
mendapatkan keadilan. Asas ini menempatkan
Pengadilan sebagai ultimatum remedium. Dalam
sengketa administrasi sedapat mungkin
diupayakan dulu penyelesaiannya melalui
musyawarah mufakat (upaya administratif),
11 Darda Syahrizal, SH “Hukum Administrasi Negara & Pengadilan Tata
Usaha Negara” Pustaka Yustisia. Yokyakarta. Cetakan Pertama 2012. hal.81-
82.
56
apabila musyawarah tidak mencapai mufakat,
maka barulah penyelesaian melalui Peradilan Tata
Usaha Negara dilakukan.
7. Asas Objektifitas. Untuk tercapai putusan yang
adil, maka hakim atau panitera wajib
mengundurkan diri apabila terikat hubungan
keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
ketiga atau hubungan suami istri meskipun telah
bercerai dengan tergugat, penggugat, atau
penasihat hukum atau antara hakim dengan salah
seorang hakim atau panitera juga terdapat
hubungan sebagaimana yang disebut diatas, atau
hakim atau penitera tersebut mempunyai
kepentingan langsung dan tidak langsung dengan
sengketanya. (Pasal 78 dan Pasal 79 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara).
57
Dengan melihat apa yang ada di dalam asas-asas
dalam Peradilan Tata Usaha Negara maka dapat dikatakan
bahwa sebenarnya Undang-Undang telah memberikan
berbagai kemudahan didalam mencari keadilan, namun
demikian untuk mewujudkan asas-asas dan kemudahan-
kemudahan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada
pencari keadilan tersebut diatas agar terwujud dalam tataran
praktek di Peradilan Tata Usaha Negara dan pemerintahan
yang baik perlu adanya suatu komitmen bersama yg
sungguh-sungguh bagi semua di lingkungan Peradilan.
E. Proses Pemeriksaan Persidangan
Setelah penggugat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara yang ditunjuk kepada Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara, maka langkah selanjutnya
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara menunjuk kepada
hakim yang ada di Pengadilan Tata Usaha Negara yang
terdiri dari satu Ketua Majelis Hakim dan dua anggota
58
Majelis Hakim, selanjutnya ditentukan pula Panitera.
Selanjutnya ditentukan kapan dilakukan sidang, setelah
ditentukan kapan tanggal dan hari sidang maka Panitera
memanggil kepada para pihak.
Proses berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara
pada pokoknya melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :