11 BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. PENDAHULUAN Keadilan merupakan suatu nilai moral di dalam kehidupan bermasyarakat, yang selalu diimpikan oleh setiap manusia ada di dunia ini, karena merupakan nilai yang dapat mengatur relasi yang baik antar individu, relasi dalam hal ini adalah menghargai dan menghormati hak masing-masing individu, melihat orang lain sebagai sesama ciptaan Tuhan yang patut untuk diperlakukan sama dan sederajat, tidak adanya intervensi terhadap sesama tetapi memberikan kebebasan untuk berkarya dan berkreasi, tidak adanya diskriminasi, dan sebagainya sehingga keadilan berguna dan bermanfaat bagi semua warga masyarakat. Untuk memahami lebih mendalam mengenai konsep keadilan sosial dalam kitab Amos 6:1-7 dalam perspektif teori keadilan. Terlebih dahulu saya akan memaparkan mengenai teori-teori keadilan. Teori-teori keadilan yang akan dikaji di sini adalah teori-teori keadilan modern. Membicarakan mengenai keadilan, tentu sudah bukan hal yang baru dan asing, Aristoteles, Ulpianus, dan tokoh-tokoh keadilan lainnya telah membahas akan hal tersebut, yang kemudian terus berkembang oleh para penerusnya hingga saat ini, demi menjawab persoalan sosial yang terjadi dalam konteksnya masing-masing. Misalnya saja, konsep keadilan yang dikembangkan oleh Notohamidjojo, yang mana bertolak dari pemikirannya Ulpianus yakni keadilan akan terwujud apabila setiap orang mendapatkan hak dan bagiannya masing-masing.
43
Embed
BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. PENDAHULUANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12406/2/T2_752014018_BAB II... · Keadilan Kesejahteraan perspektif teori kontrak sosial dari John Rawls.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
KAJIAN TEORITIK
2.1. PENDAHULUAN
Keadilan merupakan suatu nilai moral di dalam kehidupan bermasyarakat, yang selalu
diimpikan oleh setiap manusia ada di dunia ini, karena merupakan nilai yang dapat mengatur
relasi yang baik antar individu, relasi dalam hal ini adalah menghargai dan menghormati hak
masing-masing individu, melihat orang lain sebagai sesama ciptaan Tuhan yang patut untuk
diperlakukan sama dan sederajat, tidak adanya intervensi terhadap sesama tetapi memberikan
kebebasan untuk berkarya dan berkreasi, tidak adanya diskriminasi, dan sebagainya sehingga
keadilan berguna dan bermanfaat bagi semua warga masyarakat. Untuk memahami lebih
mendalam mengenai konsep keadilan sosial dalam kitab Amos 6:1-7 dalam perspektif teori
keadilan. Terlebih dahulu saya akan memaparkan mengenai teori-teori keadilan. Teori-teori
keadilan yang akan dikaji di sini adalah teori-teori keadilan modern.
Membicarakan mengenai keadilan, tentu sudah bukan hal yang baru dan asing,
Aristoteles, Ulpianus, dan tokoh-tokoh keadilan lainnya telah membahas akan hal tersebut, yang
kemudian terus berkembang oleh para penerusnya hingga saat ini, demi menjawab persoalan
sosial yang terjadi dalam konteksnya masing-masing. Misalnya saja, konsep keadilan yang
dikembangkan oleh Notohamidjojo, yang mana bertolak dari pemikirannya Ulpianus yakni
keadilan akan terwujud apabila setiap orang mendapatkan hak dan bagiannya masing-masing.
12
Dalam bukunya “Kreativitas yang Bertanggungjawab”, Notohamidjojo memahami
keadilan dalam enam1 bagian yang sebelumnya juga telah diuraikan oleh Aristoteles yakni; 1)
Justitia cummutativa; di mana masing-masing individu menerima bagiannya dengan mengingat
persamaan, misalnya prestasi dibalas dengan prestasi atau jasa dibalas dengan jasa. Artinya
bahwa dapat dikatakan adil apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang
kedudukan dan sebagainya. 2) Justitia distributiva; merupakan keadilan yang memberikan
kepada masing-masing bagiannya dalam memperhitungkan perbedaan mutu atau kualitas setiap
manusia. pada umumnya keadilan seperti ini diterapkan dalam lapangan hukum publik, dalam
arti pemerintah membagi/memberi kewajiban bagi warganya berdasarkan kualitasnya.3) Justitia
vindicativa; setiap individu berhak mendapat ganti rugi yang sebanding dengan kejahatan atau
pelanggaran yang dialaminya ataupun sebaliknya apabila ia yang melakukan kejahatan, ia berhak
untuk menggantinya. 4) Justitia creativa; setiap individu diberikan kebebasan untuk berkreasi
sesuai dengan daya kreativitasnya. 5) Justitia proctectiva; setiap manusia berhak mendapat
perlindungan secara pribadi dan yang terakhir adalah6) Justitia legalis; keadilan ini menuntut
ketaatan kepada undang-undang negara yang adil.
Pendekatan Notohamidjojo dengan bertujuan untuk memberikan kepada setiap individu
hak dan bagiannya, kebebasan untuk berkreasi tanpa ada intervensi dari pihak manapun, dan
setiap hak dan kebebasan dari setiap individu tentunya harus dilindungi oleh hukum atau
1Pemahaman akan keadilan menurut Notohamidjojo dikutip dari Ulpianus dan hukum Romawi (Justianus)
yakni justicia, bahwa keadilan merupakan “kehendak yang menetap untuk memberikan kepada masing-masing
haknya atau bidangnya” (Justicia est constants et purpetua volunts ius suum cuique Tribuens). O. Notohamidjojo,
Kreativitas yang Bertanggungjawab, (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2011), 637-638. Sebelumnya
Aristoteles mendekati masalah keadilan dari segi persamaan dan membaginya dalam lima (5) bagian tanpa justitia
proctiva yang baru ditambahkan oleh Notohamidjojo sehingga menjadi enam bagian. Bandingkan Elisabeth
Nurhaini Butarbutar, Konsep Keadilan dalam Sistem Peradilan Perdata, Mimbar Hukum Volume 21, Nomor 2, Juni
2009, 365.
13
undang-undang negara yang adil. Jika hal tersebut yang dilakukan maka, kehidupan yang adil
dan damai akan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat.
Notohamidjojo dalam pemahamannya mengenai keadilan, membaginya dalam enam
bagian, sedangkan Karen Lebacqz, memahami keadilan dalam enam pendekatan2 yakni; 1.
Utilitarian menurut John Stuart Mill, penekanannya pada bagaimana suatu tindakan dapat
memberikan manfaat yang maksimal atau sebesar-besarnya bagi semua; 2. Teori Kontrak
menurut John Rawls, baginya keadilan berarti memberikan kepada masing-masing individu
sesuai dengan struktur dasar yang dapat menguntungkan pihak-pihak yang kurang beruntung
(batasannya adalah kesetaraan hak-hak politik, kesetaraan kesempatan, dan pelestarian yang adil
bagi generasi masa depan); 3. Teori Hak menurut Robert Nozick, di mana keadilan berarti bahwa
setiap individu diberikan kebebasan untuk memilih sesuai dengan dengan hak dan keinginan
masing-masing; 4. Pendekatan Katolikisme, menurut aliran ini, keadilan berarti memberikan
kepada masing-masing individu sesuai dengan martabat mereka sebagai makhluk ciptaan Allah;
5. Pendekatan Protestan menurut Reinhold Niebuhr, keadilan berarti memberikan kepada
masing-masing individu sesuai prinsip kebebasan, khususnya kesetaraan, yang diimbangi kasih
dan keadilan, dan ke-6. Pendekatan Teologi Pembebasan menurut Jose Porforio Miranda,
keadilan berarti memberikan kepada masing-masing individu sesuai dengan campur tangan
Tuhan di dalam sejarah, dalam membebaskan orang miskin dan tertindas.
Lanjutnya, dalam enam pendekatan tersebut dapat dipersempit hanya menjadi dua bagian
yakni Liberalisme (utilitarian, teori kontrak, dan teori hak), yakni memberikan kebebasan pada
setiap individu atau kelompok untuk mendapatkan bagian dan haknya tanpa terkecuali dan pada
2Karen Lebacqz, Teori-teori Keadilan: Analisis Kritis Pemikiran J.S. Mill, J. Rawls, R. Nozick, R. Niebuhr,
J.P. Miranda (Bandung: Nusa Media, 2014), 3.
14
akhirnya dapat memberikan manfaat bagi semua anggota masyarakat; dan teologi Kristen
(katolikisme, protestanisme, dan teologi pembebasan), dimana setiap individu-individu dalam
suatu masyarakat diperlakukan dengan penuh kasih, setara, dan adil sebagai makhluk ciptaan
Tuhan yang sama derajatnya. Intinya dari pendekatan yang digunakan oleh Lebacqz ialah
mengutamakan pada kebebasan individu maupun kelompok dalam menerima hak dan bagiannya
sebagai makhluk ciptaanTuhan yang sama kedudukannya.
Setelah melihat pada pemahaman dari Notohamidjojo, yang bertolak dari para tokoh-
tokoh pendahulu teori keadilan. Thobias Messakh dalam bukunya “Konsep keadilan dalam
Pancasila”, membangun konsep keadilannya dalam pendekatan keadilan modern yang dalam
delapan pendekatan3 yakni; 1. Keadilan Liberal dari Robert Nozick, mengutamakan pada hak
kebebasan individual dalam proses perolehan dan pemilikan perorangan. 2. Keadilan Sosialis
dari Kai Nielsen. Konsep keadilannya berdasarkan pada konsep mengenai ekualitas
(kesederajatan), yang merupakan nilai paling utama dalam konsep keadilan sosialisme. 3.
Keadilan Kesejahteraan perspektif Utilitarian dari John Stuart Mill. Penekanannya ialah
kebebasan untuk mendatangkan kebahagiaan dan sebesar-besarnya jumlah warga masyarakat
harus mampu memperoleh kebahagiaan. Kebebasan tidak dihargai pada dirinya sendiri, tetapi
berdasarkan manfaatnya. 4. Keadilan Kesejahteraan perspektif teori kontrak sosial dari John
Rawls. Konsep keadilan ini lebih melihat pada kesejahteraan dan perlindungan hak bagi
kelompok masyarakat yang paling kurang beruntung; 5. Keadilan Komunitarian dari Michael J.
Sandel. Titik berangkat dari konsep komunitarian adalah masyarakat, dengan prioritas paling
utama adalah kebaikan bersama (common good) artinya bahwa, segenap warga masyarakat
sebagai satu keutuhan merupakan tujuan paling utama; 6. Keadilan Gerakan Perempuan dari
3Thobias A. Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila (Salatiga: Satya Wacan University Press, 2007),
34.
15
Susan Moeller Okin. Tujuannya adalah untuk menghargai dan melindungi kemanusiaan terutama
perempuan dan anak-anak; 7. Keadilan dalam perspektif Kristen menurut Reinhold Niebuhr dan
8. Karen Lebacqz. Keduanya sama-sama menjadikan realitas kehidupan manusia, dosa, dan
ketidakadilan, sebagai titik berangkat konsep keadilan.
Melihat pada pendekatan yang ditawarkan oleh Messakh, dari ke-8 teori keadilan tersebut
jika dibandingkan dengan pendekatannya Lebacqz, ada beberapa pendekatan yang sama,
misalnya pendekatan Utilitarian dari Mill, Libertarian dari Nozick, dan Kontrak sosial dari
Rawls, maupun pendekatan dari perspektif Kristen. Namun ada beberapa pendekatan dari
Messakh, yang tidak ada pada pendekatan yang diusung oleh Lebacqz, yakni feminisme dari
Susan Okin, Sosialis dari Nielsen, dan Komunitarian dari Sandel. Jadi, dari kedelapan
pendekatan yang ditawarkan oleh Messakh bila digabungkan dengan pendekatan dari Lebacqz
maka, saya melihat sebenarnya hanya ada lima pendekatan yakni; 1. Kesejahteraan perspektif
Utilitarian; 2. Libertarian; 3. Kesejahteraan perspektif Kontrak Sosial; 4. Sosialisme, yang di
dalamnya terkandung Komunitarian, Feminisme, dan Sosial. Penggabungan ini dengan alasan
bahwa inti permasalahan yang digumuli dari ketiga pendekatan ialah bagaimana setiap manusia
diperlakukan setara dan sederajat (equality) di dalam kehidupan bermasyarakat; 5. Perspektif
Kristen. Maka, dalam penulisan saya akan memaparkan lima pendekatan mengenai keadilan,
bukan berarti bahwa kelima pendekatan inilah yang paling benar dari semua teori keadilan yang
ada, tetapi setidaknya menjadi pintu masuk bagi saya untuk dapat memahami konsep keadilan
dalam Amos 6:1-7.
16
2.2. TEORI-TEORI KEADILAN
2.2.1. Teori Keadilan Menurut Robert Nozick
Konsep keadilan Nozick adalah sebuah konsep yang berangkat dari keadilan Individual,
didukung oleh teori kontrak sosial John Locke yang berpandangan bahwa setiap orang
merupakan insan yang bebas mengatur dan mengurus kehidupannya sesuai dengan kehendaknya
sendiri, tanpa bergantung pada orang lain atau kehendak dari institusi sosial manapun, artinya
bahwa kebebasan setiap individu haruslah dihormati dan dihargai dalam kehidupan
bermasyarakat, namun pada sisi yang berbeda kebebasan individu tidak boleh membahayakan
kehidupan, kebebasan, dan harta milik sesamanya.4
Bagi Nozick tujuan dari kehidupan bermasyarakat adalah perlindungan terhadap hak
individual setiap warga masyarakat. Setiap individu memiliki kebebasan untuk mengatur dan
mengurus kehidupannya. Dalam konteks tersebut, negara tidak begitu diperlukan sebab baginya
negara diperlukan hanya untuk membantu setiap orang melindungi hak-hak individualnya.5
Artinya bahwa kepentingan individual merupakan perhatian utama dari Nozick, kebebasan dari
setip individu-individu untuk memperoleh hak-hak dan bagiannya harus didukung dan dilindungi
oleh negara sehingga kebebasannya tidak diganggu maupun mengganggu kebebasan orang lain.
Konsep keadilan seperti ini, jika dikaitkan dengan pendekatan Notohamidjojo disebut sebagai
justicia protectiva bahwa dalam suatu masyarakat setiap manusia secara pribadi diberikan
kebebasan dan kebebasan tersebut harus dihargai dan dihormati bahkan kebebasan tersebut
diberi perlindungan sehingga tidak disewenang-wenangkan dalam batas-batas tertentu oleh
siapapun. Selain justitia protectiva, pendekatan yang hampir sama dengan konsep keadilan
4Robert Nozick, Anarchy, State and Utopia (Chicago: Basic Books, 1974), 10.
5Thobias Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila., 34.
17
Nozick adalah justitia creativa, dimana kebebasan individu masih menjadi prioritas yang utama
dimana setiap kebebasan individu tersebut diberikan kebebasan untuk berkereasi sesuai dengan
daya kreativitasnya masing-masing tanpa ada intervensi dari pihak lain.
Inti konsep keadilan Nozick adalah setiap orang tidak boleh dikorbankan oleh siapapun,
termasuk negara dalam mencapai sesuatu tanpa persetujuan dari pribadi itu sendiri. Walaupun
dapat dikatakan demi kepentingan bersama/kepentingan umum. Karena itu Nozick tidak
mengenal kepentingan umum atau kepentingan atas nama masyarakat. Dengan demikian berarti
bahwa, apabila semua tindakan yang dilakukan selagi tidak mengorbankan dan memanfaatkan
orang lain dalam masyarakat tersebut, maka tidak akan ada saling menyakiti, saling
mnengganggu maupun saling membunuh, dikarenakan masing-masing individu hidup menurut
kehendaknya masing-masing.6
Dalam realitas hidup bermasyarakat ada masyarakat yang mampu memanfaatkan hak
kebebasannya untuk mensejahterahkan dirinya, tetapi ada pula yang tidak mampu memanfaatkan
hak kebebasannya dalam persaingan “pasar cari untung” sehingga ia jatuh miskin dan menderita.
Nozick tidak peduli terhadap realitas sosial. Namun pada sisi yang sama, dalam penegakan pasar
cari untung ini, kemungkinan besar hilangnya penghargaan akan orang lain sebagai sesama
ciptaan Tuhan yang mulia. Jadi, orang tidak lagi melihat sesamanya sebagai subjek-subjek
melainkan subjek-objek, karena meskipun ada sesama yang menderita kelaparan karena merugi
dalam pasar tersebut, hal tersebut dipandang tetap adil, selagi masih dalam proses yang adil.7
Konsep keadilan Nozick selain tidak peduli terhadap mereka yang paling kurang
beruntung dalam masyarakat dan pembatasan terhadap daya eksploitasi kelompok kuat dalam
6Ibid., 36.
7Karen Lebacqz, Teori-teori Keadilan., 97.
18
masyarakat, walaupun sebenarnya konsepnya merupakan perlindungan bagi kebebasan
individual setiap manusia, justru akan mengakibatkan ketidak-bebasan bagi mereka yang lemah
dalam masyarakat.8 Melihat akan hal tersebut, tentunya menjadi suatu pertanyaan besar,
dimanakah peran negara? Menjawab pertanyaan tersebut, Nozick menekankan hak keotonomian
individu yang sedemikian kuat sehingga keterlibatan negara dalam hal ini kehidupan
bermasyarakat harus sekecil mungkin. Maka dapat dikatakan bahwa tugas negara hanyalah
menjadi penjaga bukan menentukan sesuatu.9 Negara tidak dapat melarang setiap individu
tersebut dalam mencapai kebebasannya. Negara hanya bertugas dalam menjaga dan melindungi
individu-individu agar tidak terjadi tindakan yang mengorbankan individu-individu tersebut.
Jadi masyarakat yang dimaksud bukanlah sebuah masyarakat yang bekerja sama, atau
masyarakat yang mengutamakan kepentingan bersama, namun menurut Nozick masyarakat yang
dimaksud adalah masyarakat yang berjuang sendiri-sendiri, tanpa mengganggu kepentingan
orang lain dalam memilhara kepentingan kehidupannya.
Dengan demikian, yang ada hanyalah kepentingan individu-individu dengan kepentingan
individualnya. Hal ini disebabkan oleh karena setiap kepentingan individual memiliki nilai yang
tinggi yang tidak bisa ditawar-menawar. Hal ini menurut Galston, sebagai hyperindividualisme
yaitu pandangan yang secara berlebihan menekankan keterpisahan antar individu dalam
masyarakat. Dalam pandangan ini setiap individu hanya mengejar kepentingannya sendiri-sendiri
tanpa peduli pada kepentingan bersama dalam masyarakat.10
8Thobias Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila., 42.
9Robert Nozick, Anarchy, State, and Utopia.,51.
10William A. Galston, Justice and Human Good (Chicago and London: The University of Chicago Press,
1980), 3.
19
Menurut Nozick, dalam masyarakat dimana beberapa orang hidup melimpah ruah
sedangkan orang lain hidup menderita tentulah suatu keadaan yang tidak setara, tidak merata,
dan tidak ideal, karena itu diperlukannya kejelian untuk melihat keadaan sosial secara jernih.
Baginya, suatu bentuk ketidakadilan apabila orang kaya tadi dipergunakan hanya sebagai sarana
atau alat untuk memenuhi kebutuhan orang miskin demi mengatasi kemiskinan.11
Nozick
menyetujui bahwa dalam membantu orang miskin merupakan panggilan moral dan kewajiban
solidaritas hidup bermasyarakat, tetapi di lain pihak perlu juga kajian mendalam untuk
memahami mengapa anggota masyarakat tersebut menjadi miskin. Apakah kemiskinan yang
mereka alami adalah karena kemalasan atau kegagalannya dalam membenahi diri dan
sebagainya. Dengan demikian Nozick tetap mengedepankan pandangan Kant mengenai filsafat
moral.12
2.2.1.1. Konsep Keadilan Berdasarkan Hak Perolehan dan Pemilikan Individu yang Bebas.
Konsep keadilan Nozick berdasarkan pada hak kepemilikan individu yang bebas untuk
memperoleh dan memiliki secara personal apa yang menjadi kebutuhan hidupnya. Dalam konsep
keadilannya, Nozick membentuk sebuah prinsip dasar yakni apapun yang dilakukan/apapun yang
dimunculkan dari sesuatu yang adil melalui cara-cara yang adil adalah adil, oleh karena itu
apabila dalam sebuah masyarakat ada yang kaya dan ada yang miskin, tidak akan menjadi
masalah selagi kekayaan tersebut diperoleh dengan adil.13
Misalnya dalam contoh pemain basket
oleh Nozick,14
setiap orang ingin menonton permainan basket, namun masing-masing orang
harus memberikan $ 1. Tidak perlu melihat apakah setelah orang tersebut memberi dia miskin
11
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 106. 12
Bagi Kant, penilaian dan tindakan moral harus dapat dibenarkan oleh dengan argumentasi yang rasional.
Hal inilah yang kemudian dipakai oleh Nozick dalam menganalis teori keadilannya. Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh
Etika Sejak Zaman Yunani sampai Abad ke-19 (Yogyakarta: Kanisius, 2013), 141. 13
Robert Nozick, Anarchy, State and Utopia.,150. 14
Karen Lebacqz, Teori-teori Keadilan., 97.
20
atau kaya, baginnya hal tersebut adalah adil, karena pada satu sisi si pemain basket telah
memberikan pertontonan basket bagi mereka, dan pada sisi yang berbeda penonton harus
membayar karena mereka telah menonton permainan tersebut. Walaupun setelah itu si pemain
semakin kaya dari mereka, Nozick melihat bahwa kesenjangan seperti ini tetap adil karena mucul
dari hal-hal yang adil.
Konsep dengan contoh seperti ini, jika dilihat dalam pendekatannya Notohamidjojo,
merupakan keadilan distributif (justitia distributive) dan keadilan komutatif (justitia
kommutativa). Di dalam proses distribusi akan tampak ada dua pihak, yaitu pembagi dan
penerima. Di sini posisi pembagi kelihatan lebih tinggi dibandingkan dengan penerima. Ditinjau
dari sudut pertukaran, pekerja menukarkan tenaganya dengan uang. Analogi pertukaran jasa
dengan uang ini mirip dengan proses jual beli barang. Pihak pertama memiliki barang atau jasa
dan pihak lain memiliki uang. Persamaan prinsip keadilan distributif dengan keadilan komutatif
akan menjadi sangat jelas bila kaidah distribusi yang digunakan adalah ekuitas pada hubungan
dua pihak. Tentunya pandangan ini sangat berbeda jauh dari apa yang ditekankan oleh Rawls
yang mana ia lebih mengutamakan pada mereka yang paling kurang beruntung dalam
masyarakat. Mereka yang memiliki kelebihan harusnya membagi dengan mereka yang kurang
beruntung tersebut. Jelasnya, Nozick menolak semua prinsip keadilan yang mengatur akan
kesetaraan kepemilikan, karena menurutnya prinsip seperti ini hanya melihat pada hasilnya saja
dan mengabaikan proses dalam mencapai hasil tersebut.
Konsep keadilan Nozick juga bertolak dari pemikiran John Locke, mengenai keadilan
yang didasarkan pada hak kebebasan Individu dalam memperoleh dan memiliki secara personal
apa yang menjadi kebutuhan hidupnya. “Saya bebas untuk memperoleh apapun dengan cara
apapun selain tidak mengganggu orang lain dalam prosesnya. Karena tidak adil bagi saya untuk
21
mencapai sesuatu yang begitu terbatas, karena pencapaian tersebut akan memperburuk kondisi
orang lain. Tidak adil apabila saya mengambil sesuatu yang terbatas dan meniadakan pada orang
lain dan tentu hal tersebut akan sangat menyakiti atau memperburuk keadaan orang lain”.15
Dalam bukunya, Anarchy, State, and Utopia, yang menjadi sorotan Nozick adalah
mengenai pajak. Pajak baginya ekuivalen dengan kerja paksa. Membayar pajak sama seperti
dipaksa bekerja demi orang lain.16
Karena itu ia sangat mengkritik prinsip keadilan distributif
yang menuntut pajak walaupun dengan alasan untuk memberikan pada pihak-pihak yang kurang
beruntung, tetap saja bagi Nozick, merupakan sebuah pemaksaan atau perampasan hak orang lain
dan akan merusak secara moral. Karena itu, baginya keadilan bukanlah „distributif‟ melainkan
sepenuhnya bergantung pada pencapaian dan pengalihan kepemilikan yang adil.
Mengenai kekayaan alam, bagi Nozick setiap individu dalam menjalani kehidupannya,
memiliki kemampuan dan tenaga dalam menggali/menggarap kekayaan alam bagi kehidupannya
masing-masing.17
“Siapa yang rajin tentu dia mendapatkan hasil yang banyak sedangkan siapa
yang malas tentunya dia akan jauh dari kehidupan yang sejahtera”. Titik tolaknya bagi Nozick
yakni ia tidak menerima bahwa ada orang yang lain yang dikorbankan bagi kepentingan
bersama, “bukan manna yang diturunkan langsung dari surga, yang tinggal dibagi-bagi kepada
orang lain, sehingga tidak perlu bekerja dan mengeluarkan tenaga”. Jika melihat ini dalam
keseharian kita, tentu tidak jauh berbeda karena, bagaimana bisa mendapatkan sesuatu jika tidak
berusaha.
Dari penjelasan singkat di atas, jelas bahwa yang paling utama dalam konsep keadilan
Nozick adalah proses yaitu dengan cara bagaimana seseorang memperoleh atau memiliki
15
Ibid., 99. 16
Robert Nozick, Anarchy, State, and Utopia., 169. 17
Ibid., 213.
22
sesuatu, dan ia sangat menolak keadilan sosialis yang menekankan akan kesejahteraan bersama,
sebab menurutnya konsep-konsep seperti demikian hanyalah bersifat pemaksaan, di mana orang
dipaksa untuk mengorbankan apa yang menjadi miliknya bagi kepentingan orang lain. Dengan
demikan setiap orang mempunyai hak untuk bebas mengusahakan dan memiliki apa yang
diperlukan bagi kehidupannya. Bagi Nozick negara tidak perlu mengatur “siapa dapat apa”,
tetapi negara memberikan kebebasan bagi warganya untuk berusaha dengan bebas tanpa ada
intervensi dari pihak lain, sehingga setiap individu mempunyai hak untuk dengan bebas
mengusahakan dan memiliki apa yang yang diperlukan bagi kehidupannya. Tidak boleh ada
warga masyarakat yang tanpa sepengetahuannya dan persetujuannya, hak perolehan dan
pemilikannya dikurangi untuk membantu orang lain.
Bagi saya inilah yang menarik dari pemikirannya Nozick, setiap individu diberikan hak
kebebasan untuk memiliki, bertindak dan memilih apa yang dibutuhkannya dan hak tersebut
dilindungi dan dijamin oleh negara sehingga jika ada yang melanggar akan mendapat hukuman
sehingga pengeksplotasian terhadap individu-individu dapat terhindarkan. Hal ini juga
ditekankan oleh Notohamidjojo, yang disebut justitia vindicativa, setiap individu yang
melakukan pelanggaran dan kejahatan harus dihukum sesuai dengan kejahatan yang telah
diperbuat. Karena jika tidak ada perlindungan dan jaminan dari negara maka, tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam suatu masyarakat atau negara tidak akan terciptanya suatu persekutuan
yang adil, damai dan sejahtera, justru yang terjadi adalah eksploitasi terhadap sesama manusia,
diperalat untuk memenuhi hasrat dan kepentingan tertentu saja. Karena itu konsep keadilan
sosialis perlu hadir untuk menjawab akan persoalan tersebut yakni konsep keadilan yang
menjadikan kesederajatan dan kesetaraan sebagai nilai dasarnya.
23
2.2.2. Teori Keadilan Menurut Kai Nielsen
Kesedarajatan dan kesetaraan atau perlakuan yang sama pada setiap insan manusia
merupakan nilai yang paling utama dalam konsep keadilan sosialisme. Konsep keadilan
berdasarkan pada ekualitas, menekankan pada perlakuan yang sama bagi semua manusia,
sehingga tidak terkesan bahwa ada kelompok yang kaya dan kelompok miskin, oleh karena itu,
dalam kehidupan bermasyarakat perlu untuk adanya ekualitas dalam kemampuan dan
kesempatan antar warga masyarakat untuk dapat mengelola sumber-sumber kehidupan yang
tersedia.
Dalam pengelolaannya harus ada ekual di situ; jika tidak maka akan timbulnya sistem
memonopoli dan penindasan akan sesama, bahkan akan munculnya berbagai kelas dalam
masyarakat. Oleh karena itu menurut Nielsen, tidak sekedar dalam arti hak perlindungan yang
sama bagi setiap warga masyarakat akan tetapi, terutama dalam arti adanya suatu kondisi yang
ekual bagi segenap warga masyarakat, sehingga segenap warga mampu memenuhi kebutuhannya
se-optimal mungkin sama seperti sesamanya.18
2.2.2.1. Ekualitas atau Kesetaraan
Konsep ekualitas mengandung dua arti yaitu; ekualitas sebagai tujuan dan ekualitas
sebagai hak. Ekualitas sebagai tujuan adalah kondisi yang harus dicapai. Dalam kondisi yang
harus dicapai tersebut ekualitas sebagai hak dapat ditegakkan. Prinsip ini juga yang ditekankan
oleh Niebuhr, yang melihat bahwa kebebasan dan ekualitas menjadi standar nilai dalam konsep
keadilan yang menjadikan kasih kepada sesama sebagai sumber acuan. Karena jika tidak
demikian baginya, ketidakadilan dan ketidakbebasan akan sulit bahkan tidak dimiliki oleh
18
Kai Nielsen, Equality and Liberty:A Defence of Radical Egalitarianism (New Jersey: Rowman and
Allandheld, Publisher, 1985), 283.
24
mereka yang lemah dalam masyarakat, atau dalam bahasanya Ralws, mereka yang paling kurang
beruntung.19
Dalam konsep keadilan Nielsen, ada beberapa prinsip penting yang ditekankan yakni;
pertama, setiap individu mempunyai hak kebebasan dan kesempatan (kesempatan bekerja,
menentukan nasib sendiri, partisipasi politik dan ekonomi) yang sama dengan sesamanya.
Kedua, setiap ketentuan yang dibuat harus berdasarkan pada ketentuan nilai-nilai bersama, agar
bisa dinikmati secara bersama-sama menurut kemampuan dan kondisi personal setiap anggota
masyarakat. Artinya bahwa beban kehidupan bermasyarakat harus ditanggung secara bersama-
sama. Tujuan dari prinsip kedua Nielsen adalah untuk mengurangi kesenjangan kebutuhan
pokok, mengurangi kesenjangan barang yang menjadi sumber atau dasar perbedaan yang pada
akhirnya menimbulkan kesenjangan, juga perbedaan antara warga masyarakat.20
Sehingga dapat
dikatakan bahwa tujuan dari kedua prinsip ini adalah untuk mencapai keadaan dimana tidak ada
lagi perbedaan yang besar tetapi menciptakan kesetaraan antar warga masyarakat.
Dalam kedua prinsip tersebut, setiap orang memiliki hak untuk bagian yang sama,
kelimpahan yang cukup, hak mendapat sumber daya yang sama untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Namun bukan berarti bahwa segenap warga masyarakat akan menggunakan haknya
tersebut. Secara rasional setiap orang akan menggunakan haknya untuk mencari kekayaan,
kekuasaan, dan sebagainya, karena mereka merasa perlu untuk mencapai apa yang mereka
inginkan, namun tidak semua yang dituntut akan sama hasilnya karena kebutuhan setiap orang
sangat berbeda. Dengan demikian kebebasan harus diberikan kepada masing-masing individu
untuk berkreasi sesuai dengan daya kreativitasnya dalam kehidupan bermasyarakat karena jika
19
D. B. Robertson, ed., Love and Justice: Selection from the Shorter Writings of Reinhold Niebuhr