Page 1
8
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teoretis
Pada bagian ini secara berturut-turut akan dikajidalami teori-teori
yang berkaitan dengan (1) pengertian kemampuan menginterpretasikan (2)
pengetian teks anekdot, (3) pengertian sikap bahasa, dan (4) pengertian
kemampuan membaca pemahaman.
1. PengertianKemampuan Menginterpretasi
Kurikulum 2013 memiliki beberapa kompetensi dasar yang harus
dikuasai oleh para siswa. Salah satu kompetensi dasar dalam Kurikulum 2013
adalah menginterpretasi makna teks anekdot. Menurut tim Depdiknas (2013:89)
“Interpretasi adalah pandangan teoretis terhadap sesuatu; pemberian kesan,
pendapat, atau pandangan berdasarkan pada teori terhadap sesuatu; tafsiran”.
Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan
ataugerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-
simbol yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi
simultan)atau berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan).Interpretasi dapat
dilakukan pada cerita fiksi dan non fiksi. Interpretasi padacerita fiksi akan berbeda
dengan interpretasi pada cerita non fiksi. Padacerita nonfiksi, kemampuan siswa
dalam menginterpretasi harus didasari dengan dayaimajinasi yang kuat, sebab
cerita non fiksi merupakan cerita yang tidakmengandung faktaserta bertujuan
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 2
9
untuk memberikan hiburan. Interpretasi padacerita fiksi kemampuan siswa dalam
menginterpretasi harus didasari denganlogika, sebab dalam cerita fiksi cerita yang
dihadirkan cenderung menceritakan berbagai masalah dalam interaksinya dengan
lingkungan dan sesama.
Sebuah Interpretasi pada cerita fiksi atau teks cerita tidak lepas dari
pemaknaan hasil imajinasi, sesuai dengan makna leksikal atau merelevasikan
dengan teks yang sejenis. Menurut Djajasudarma (1993:5), “Makna adalah
pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-
kata)”.Palmer (dalam djajasudarma, 1993:5) menyatakan, “Makna hanya
menyangkut intra bahasa”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Lyons (dalam
Djajasudarma, 1993 :5)menyebutkan bahwa,“Mengkaji atau memberikan makna
suatu kata ialahmemahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-
hubunganmakna yang membuat kata tersebut berbeda dengan kata lain”. Arti
dalam hal inimenyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang
cenderung terdapatdidalam kamus seabagi leksem.
Menurut Pateda (2001:79),“Makna merupakan kata-kata dan istilah
yangmembingungkan”, contohnya saja pada kalimat“wanita itu cantik” dan“meja
itucantik” maksud dari kalimat tersebut berarti yang menunjukkan makna yaitu
padakalimat“wanita itu cantik” karena maknanya lebih jelas dan lebih
dimengerti.Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat,
contohnya sajapada kalimat“saya akan berangkat” maksud dari kalimat tersebut
berarti ia siapberjalan, siap melaksanakan kegiatan, atau aktivitas pindah,
maksudnya pindahdari satu tempat ke tempat yang lain dengan melaksanakan
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 3
10
kegiatan agar segeraberjalan. Sering juga seseorang berkata,“kita harus membantu
orang miskin”kemudian diikuti dengan gerakan, maksud dari gerakan tersebut
adalah wujudmemberikan sesuatu kepada orang miskin dengan cara memberi
sembako, bajubekas, uang dll. Selain itu, menurut Ullman (dalam Pateda,
2001:82)mengemukakan bahwa,“Makna adalah hubungan antara makna
denganpengertian”. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Ferdinand De
Saussure(dalam Chaer,1994:286),“Makna adalah sebagai pengertian atau konsep
yangdimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik”.
Menurut Grice, Bolinger (dalam Aminuddin, 2011:52-53), “Makna
adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama
oleh para pengguna bahasa sehingga dapat saling dimengerti”. Dari batasan
pengertian itu dapat diketahui adanya tiga unsur pokok diantaranya, yaitu: (1)
makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan
hubungan terjadi karena kesepakatan para pengguna, (3) perwujudan makna itu
dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti.
Dalam konsep makna terdapat dua makna yang berhubungan, yaitu
makna konotatif dan makna denotatif.
a. Makna Konotatif
Maknakonotatif yang dibedakan dari makna emotif, karena yang
disebutpertama bersifat negatif dan yang disebut kemudian bersifat positif.
Maknakonotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan terhadap apa yang
diucapkanatau apa yang didengar. Menurut Djajasudarma (2013:12),“Makna
konotatifadalah makna yang muncul dari makna kognitif ( lewat makna kognitif ),
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 4
11
kedalam makna kognitiftersebut ditambahkan makna lain”. Kridalaksana
(dalamPateda, 2001:98) menjelaskan,“Makna konotatif adalah aspek makna sebuah
atausekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul
atauditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca)”.
Secara singkat makna konotatif dapat diartikan sebagai makna
tidaksebenarnya pada kata atau kelompok kata. Oleh karena itu, makna konotatif
seringdisebut juga dengan istilah makna kias. Lebih lanjut, makna konotatif
dapatdijabarkan sebagai makna yang diberikan pada kata atau kelompok kata
sebagaiperbandingan agar apa yang dimaksudkan menjadi jelas dan menarik.
Maknakonotatif merupakan makna yang bukan sebenarnya dan merujuk pada hal
yanglain. Terkadang banyak linguistik di Indonesia mengatakan bahwa
maknakonotatif adalah makna kiasan, padahal makna kiasan itu adalah tipe
maknafiguratif, bukan makna konotatif.
Contoh:
"Anton menjadi kambing hitam dalam kasus tersebut." Kata“kambing hitam” pada kalimat diatas tidak diartikan
sebagaiseekor hewan (kambing) yang warnanya hitam. Karena,
jika diartikan demikian, makna keseluruhan kalimat tersebut tidak
logis atau tidak dapat dipahami. Makna kata “kambing hitam”
adalah tersangka dalam suatu perkara yang tidak dilakukan.
Makna “kambing hitam” pada kalimat inilah yang disebut dengan
makna konotatif.
b. Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya yang sama dengan
makna lugas untuk menyampaikan sesuatu yang bersifat faktual. Makna pada kalimat
yang denotatif tidak mengalami perubahan makna atau secara singkat makna
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 5
12
denotatif diartikan sebagai makna sebenarnya. Makna sebenarnya yang
dimaksudadalah makna dasar kata yang terdapat dalam kamus (KBBI).
Menurut Kridalaksana (dalam Pateda, 2001:98)
mengemukakan,“Makna denotatif adalah makna kata atau kelompok kata yang
didasarkanatas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa
yangditerapi satuan bahasa itu secara tepat”. Makna denotatif adalah
maknapolos, makna apa adanya, sifatnya objektif, misalnya pada kata
amplopbermakna sampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang
akandisampaikan kepada orang lain.
2. Pengertian Teks Anekdot
Teksadalah suatu ujaran atau tulisan yang bermakna yang
memuatgagasan yang utuh. Ada beberapa definisi mengenai teks.
Kridalaksana(2011:238) berpendapat dalam Kamus Linguistiknya,“Teks adalah
satuan bahasaterlengkap yang bersifat abstrak, deretan kalimat, kata, dan sebagainya
yangmembentuk ujaran, ujaranyang dihasilkan dalam interaksi manusia”. Dilihat
daripengertian teks yang dikemukakan dalam Kamus Linguistik tersebut
dapatdikatakan bahwa teks adalah satuan bahasa yang bisa berupa bahasa tulis dan
bisajuga berupa bahasa lisan yang dahasilkan dari interaksi atau komunikasi
manusia.Menurut Priyatni (2013:37), “Kemampuan memahami dan menciptakan
teks ini dilandasi oleh fakta bahwa hidup di dunia kata-kata”. Ketika menyimak atau
membaca sama halnya mengingterpretasi makna yang ada dalam teks, ketika kata-
kata itu menjadi satu kesatuan untuk mengkomunikasikan makna tertentu yang telah
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 6
13
menciptakan teks. Demikian juga ketika berbicara atau menulis untuk
mengkomunikaskan pesan tertentu, itu artinya juga telah menciptakan teks.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa teks adalah
suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang
disampaikan oleh seorangpengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan
tertentu. Teks tidak hanya berbentuk deratan kalimat-kalimat secara tulis, namun
juga dapat berupa ujaran-ujaran atau dalam bentuk lisan, bahkan ada jugateks itu
terdapat di balik teks. Untuk memperjelas mengenai pengertian teks
dapatdiperhatikan contoh dialog dibawah ini, yaitu:
Dokter : "Kenapa telinga Anda pak?" Pasien : "Begini dok, tadi saya sedang menyetrika pakaiansaya,
nah pada saat saya sedang menyetrika, tiba-tibatelepon berdering,
karena reflek, seketika itu setrika yangsaya pegang saya
tempelkan ke telinga kiri saya dok."
Dokter : "Oh begitu, saya paham keluhan Anda, terustelinga yang
kanan kenapa?"
Pasien : "Nah itu dok, si bego itu nelpon lagi."Pada Kutipan di
atas jika dilihat dari teks yaitubermaknabahwa kecerobohan
pasien telah membuattelinganya terluka, seharusnya dia tetap bisa
fokus dalammelakukan kesibukannya.
Sebagaisalah satu jenis teks yang termasuk dalam genre cerita,
teksanekdot memiliki tujuan sosial yang sama dengan teks cerita ulang.
MenurutYatini (2014:04),“Anekdotadalah sebuah cerita singkat dan lucu atau
menarik,yang mungkin menggambarkan kejadian orang atau orang sebenarnya”.
Anekdotbisa sesingkat pengaturan dan provokasi dari sebuah kelakar. Anekdot
selaludisajikan berdasarkan pada kejadian nyata melibatkan orang-orang
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 7
14
yangsebenarnya.
Priyatni, (2015:92-93) berpendapat bahwa,“Teks anekdot adalah
teksyangmemaparkan cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan
yang isinya berupa kritik atau sindiran terhadap kebijakan, layanan publik, perilaku
penguasa, atau suatu fenomena/kejadian ini disebut dengan teks anekdot”. Tujuan
teks anekdot adalah memberikan sindiran/kritik terhadap kebijakan, layanan publik,
perilaku penguasa, atau suatu fenomena/kejadian dengan cara yang lebih menghibur
dan menarik (lucu dan mengesankan).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa teks
anekdot adalah cerita singkat yang lucu dan kejadiannya merupakan sebuah fakta.
Untuk memperjelassecara fakta teks anekdot dapat diperhatikan contoh di bawahini,
yaitu:
Suatu hari pada bulan puasa, ada seorang nenek sedang puasatiba-
tiba kepalanya sakit, dengan panik si nenek itu punlangsung
meminum obat bodrex yang ada dirumahnya,cucunya pun melihat
kejadian tersebut langsung bertanya. Cucu : "Nenek kan lagi puasa, kenapa minum obat?"
Nenek : "Itulah okenya bodrex, bisa diminum kapan saja !!!" Pada Kutipan di atas jika di lihat dari cerita teks anekdotyaitu
bermakna bahwasannya bodrex bisa di minum kapansaja, tetapi
tidak pada waktu hari puasa kecuali kalau sudahwaktu berbuka.
2.1 Karakter Tokoh
Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu
karyanaratif,atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral
dankecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa
yangdilakukan dalam tindakan.Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 8
15
dibedakan menjadidua, yaitu tokohsentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral
adalahtokoh yangbanyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan
menjadi dua,yaitu:
(1) Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh
yangmembawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif.
(2) Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang
membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau
menyampaikan nilai-nilai negatif.
Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu
tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
(1) Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercataan
tokoh sentral (protagonis atau antagonis).
(2) Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekalimemegang
peran dalam peristiwa cerita.
(3) Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atauberfungsi
sebagai latar cerita saja.
Berdasarkan cara menyampaikan perwatakannya, tokoh dalam cerita
dapatdibedakanmenjadi dua, yaitu:
(1) Tokoh datar/sederhana/pipih. Tokoh datar/sederhana/pipih adalah tokoh
yangdiungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini bersifat
statis,wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama
sekali(misalnya tokoh kartun, kancil, film animasi).
(2) Tokoh bulat/komplek/bundar. Tokoh bulat/komplek/bundar adalah tokoh
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 9
16
yangseluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis,
banyakmengalami perubahan watak.
Penokohanadalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.
Adabeberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu:
(1) Metode analitis/langsung/diskursif, yaitupenyajian watak tokoh dengan cara
memaparkan watak tokoh secara langsung.
(2) Metode dramatik/tak langsung/ragaan. Metode dramatik/tak langsung/ra-
gaanadalah penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan
lakuantokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan
fisiknyaserta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
(3) Metode kontekstual. Metode konstektual adalah penyajian watak tokoh melalui
gaya bahasa yang dipakai pengarang.
2.2 Nilai Moral
Pada subbab ini dipaparkan mengenai (1) pengertian nilai moral, (2)
penggolongan nilai moral, (3) pentingnya pendidikan moral. Berikut pemaparan
secara lengkap.
2.2.1 Pengertian NilaiMoral
Istilah moralberasal dari bahasa latin, yaitu mores yang berasal dari
kata“Mos” (tunggal) yang berarti tata cara atau adat dalam kehidupan. Magnis-
Suseno (dalam Aryono:24),“Moral adalah bidang kehidupan manusia dilihatdari segi
kebaikannya sebagaimanusia”. Bernad (dalam Aryono:45),“Moraladalah kekuatan-
kekuatan pribadi yang bersifat umum dan stabil dalam individuyang mencegah,
mengawasi atau mengubah keinginan-keinginan khusus yanglangsung, tetapi tidak
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 10
17
stabil dan untuk mendorong mereka yang memilikikecenderungan-
kecenderunganyang stabil”. Untuk mengukur sikap batin ataupunlahir seseorang
diperlukan alat, alat tersebut adalah moral. Dalam beberapapandangan moral sering
dikaitkan dengan akhlak, tindakan yang menyangkuttindakan baik dan buruk, serta
kesusilaan. Moral juga dapat diartikan sebagaisarana untuk mengukur benar-tidaknya
tindakan manusia.
MenurutFaizah, (1993:8),“Nilai moral adalah anggapan-anggapanmanusia
mengenai baik,buruk, benar, salah, suka atau tidak suka sebagaiabstraksi dan
pandangan”. Kaelan (2000:174) berpendapat bahwa,“Nilai padahakikatnya adalah
sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek”. Sesuatudapat dianggap bernilai
apabila sesuatu itu berharga. berguna, benar, indah, danbaik dalam kehidupan.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulakan
bahwa,pegertian nilai moral adalah sesuatu yangdiyakini oleh masing-masing
individutentang baik,buruk,benar, salah, dan juga kegunaan serta manfaat yang
digunakan sebagai pedoman dalam berbuat dan bertingkah laku dalam kehidupan.
Dalam masyarakat, nilai-nilai moral menjadi yang tidak tertulis dan telah disepakati
bersama sebagai norma yang berlaku. Selanjutnya, seseorang dapat dikatakan
bermoral atau tidak apabila orang tersebut dapat membedakan baik dan buruk yang
secara umum menyangkut perbuatan, sikap, kewajiban, dan lain sebagainya. Hal
tersebut dapat juga dikatakan sebagai alat, budi pekerti, dan susila manusia yang
dapat diterima oleh masyarakat penganut moral tersebut.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 11
18
2.2.2 Penggolongan Nilai Moral
Nurgiyantoro (1995:324)mengungkapkan,“Nilai moral
mencakuppermsalahan yang tidk terbatas yang secara garis besar mencakup
seluruhpersoalan hidup dan kehidupan manusia yang terjalin atas hubungan-
hubungantertentu yang mungkin ada dan terjadi. Nilai-nilai moral yang terjalin
dapatdikategorikan ke dalam beberapa macam hubungan. Hubungan tersebut
antaralain adalah a) hubungan manusia dengan diri sendiri, b) hubungan
manusiadengan sesame, c) hubungan manusia dengan lingkungan alam, d)
hubunganmanusia dengan Tuhan. Berikut penjelasan penggolongan moral yang
terjalin atasbeberapa hubungan tersebut.
2.2.3 Pentingnya pendidikan moral
Menurut Nurgiantoro (2005:270), “Pendidikan moral diberikan sebisa
mungkin kepada anak-anak mulai usia dini”. Gejala penurunan nilai moral yang saat
ini semakin tidak terkendali menjadi acuan yang logis dalam memberikanpendidikan
moral pada anak mulai usia dini. Penurunan moral yang sampai saatini terjadi dapat
dilihat dariperilaku anak muda dengan berbagai macam tren.
Kekawatiran terhadap tren anak muda tersebut dapat dilihat dari
beberapaperilaku, antara lain:
a) Kekerasan dan Tindakan Anarki
b) Pencurian
c) Tindakan Curang
d) Pengabaian terhadap Aturan yang Berlaku
e) Tawuran Antar siswa
f) Ketidaktoleran
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 12
19
g) Penggunaan Bahasa yang Tidak Baik
h) Kematangan Seksual yang Terlalu Dini dan Penyimpangannya
i) Sikap Perusakan Dini
2.3 Nilai Budaya
Menurut Setiadi dkk (2006:31),“Nilai adalah hal yang baik dan
diinginkan, dan dilakukan karena dianggap penting oleh suatu anggota
masyarakat,sesuatu yang dianggap penting danmempunyai nilai apabila dapat
berguna danberharga, indah, baik dan religius”. Perry (dalam Djajasudarma
dkk,1997:11),mengemukakan“Nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi
manusia sebagaisubjek”. Pendapat tersebut menyatakan bahwa, manusia yang
menentukan nilaisekaligus sebagai pelaku (penilai) dari kebudayaan di zamannya.
Dari pengertian nilai tersebut, maka nilai budaya adalah nilai-nilai yang disepakati
dan tertanam dalam suatu kebiasaan, kepercayaan, simbol-simbol dengan
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dengan lainnya sebagai acuan
perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Secara garis besar persoalan pada nilai budaya dapatdibedakan ke dalam
persoalan nilai kepribadian, nilai sosial.
2.3.1 Kepribdian Menurut Sukatman (2009:311),“Nilai kepribadian adalah nilai
yangdigunakan manusia untuk melangsungkan, mengembangkan dan memaknai
hidupuntuk masing-masing pribadi manusia”. Nilai kepribadian selalu melekat pada
diriindividu. Setiap individumemliki kepribadian yang berbeda dengan
individulainnya, karena pada dasarnya setiap individu itu unik. Nilai kepribadian
selalutercermin melalui pola tingkah laku dan perilakunya.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 13
20
Dalam foklor Indonesia banyak terdapat nilai-nilai kepribadoan
seperti,keberanian hidup, kesungguhan, cinta kasih dan penderitaan. Nilai
kepribadianyang terdapat dalam karya sastra sebagai cermin kenyataan yang ada
dalammasyarakatdapatdikatakan nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia, juga
dapatdisebut potret jiwadan batin manusia yang lahir dari tingkah lakunya
yangmembuat dia memliki martabat diantara sesama manusia. Nilai kepribadian
inilahdapat disamakan dengan sifat-sifat atau karalter mulia atau akhlak mulia
yangdijadikan seseorang memiliki martabat.
2.3.2. Nilai Sosial
Menurut Amir (dalam Purnani, 2014:25), “Nilai sosial adalah nilai yang
mendasari dan menuntun yang menjadi tujuan tindakan dan hidup sosial manusia
dalam melangsungkan, mempertahankan dan mengembangkan hidup sosial
manusia”. Sebagai salah satu bentuk sosial, gotong royong selalu hadir di tengah-
tengah kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Gotong royong merupakan suatu
tindakan melalukan pekerjaan secara bersama-sama. Nilai-nilai sosial ini sangat
penting bagi kehidupan manusia, mengingat bahwa manusia adalahmakhluk sosial
yang tak biaslepas dari manusia lainnya.
Wellek dan Wareen (dalam Purnani, 2014:25) mengatakan,“Karya
sastramenyampaikan kebenaran yang sekaligus juga merupakan kebenaran sejarah
dankebenaran sosial”. Nilaisosial yang mencakup cinta, kejahatan dan
kepahlawananmerupakan suatu kebenaran sosial yang terjadi pada masyarakat yang
dapatmewakili jaman kapania diciptakan dan mencerminkan keadaan masyarakat
itusendiri.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 14
21
3. Pengertian Sikap Bahasa
Istilah “sikap” merupakan terjemahan dari istilah Inggris/Belanda
“attitude” yang berasal dari kata latin ‘atto’ yang berarti ‘kesiagaan’,
‘kecenderungan’, dan kata Italia ‘atto’ (yang berasal dari Latin ‘actus’) yang berarti ‘
tindakan’, ‘perilaku’ (Basuki Suhardi, 1996: 64).
Masalah sikap telah lama menjadi pokok bahasan dalam bidang
psikologi, terutama psikologi sosial. Meski telah banyak dibicarakan, namun
pemahaman terhadap sikap sampai saat ini belum dapat dikatakan seragam benar.
Ketidakseragaman ini disebabkan oleh perbedaan pandangan yang mendasari tentang
sikap tersebut. Setidaknya ada dua pandangan yang mendasari pembicaraan
mengenai sikap ini, yaitu pandangan Behaviorisme dan pandangan Mentalitas.
Pandangan kaum behaviorisme ini tidak banyak mendapat perhatian ahli
psikologi dewasa ini. Sebagian besar ahli psikologi dewasa ini lebih percaya bahwa
banyak sikap yang tidak kita laksanakan secara taat asas. Banyak alasan untuk tidak
melaksanakan atau mewujudkan sikap dalam perilaku tertentu. Keadaan di sekeliling
sering tidak memungkinkan melaksanakan sikap sebagaimana adanya, mungkin hal
ini tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, atau barangkali justru
mengundang ancaman bahaya, atau mungkin kondisi dan situasi sosial yang tidak
memungkinkan sikap dalam perbuatan sama sekali.Orang yang tidak sependapat
dengan keadaaan sosial tertentu, tetapi karena keadaan tidak memungkinkan, maka
dia tidak menyatakan sikapnya terhadap keadaan tersebut.
Berbeda dengan pandangan behaviorisme adalah pandangan kaum
mentalis yang menyatakan bahwa sikap sebagai suatu sistem yang melibatkan
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 15
22
penilaian positif atau negatif, perasaan, emosi, dan kecenderungan tindakan setuju
atau tidak setuju dalam kaitannya dengan objek sosial (Krech, dkk,1962: 177).
Sejalan dengan perkembangan individu, kesadaran terhadap berbagai objek,
perasaan-perasaan dan kecenderungannya tindakannya terorganisasi menjadi satu
sistem yang disebut sikap. Greenwald dan Banaji menyatakan bahwa sikap adalah
kecenderungan untuk mengalami, didorong oleh, dan bertindak terhadap sejumlah
objek dalam cara yang diprediksi (http://www.edu.au/user/ rogersci/attitude/img
003.htm).
Sikap adalah suatu gagasan yang mengandung emosi yang
mempengaruhi sekelompok tindakan terhadap sekelompok situasi sosial tertentu.
Triandis mengisyaratkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen kognitif, afektif,
dan perilaku (Triandis, 1971 dalam Basuki Suhardi, 1996: 22). Sebelum seseorang
secara taat asas memberikan tanggapan terhadap suatu objek sikap, pertama dia harus
terlebih dahulu mengetahui sesuatu tentang objek tersebut.Selanjutnya dia
memberikan penilaian suka atau tidak suka terhadap objek tersebut. Akhirnya,
pengetahuan dan rasa ini diikuti oleh kehendak untuk bertindak.
Dari tiga definisi yang dikutip mengisyaratkan bahwa sikap, menurut
kaum mentalis, terdiri dari tiga komponen yaitu komponen kognitif, komponen
afektif, dan komponen perilaku. Dengan demikian, menurut kaum mentalis, sikap
sebenarnya terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan. Pandangan inilah
yang banyak diikuti oleh para pakar psikologi. Adanya variasi batasan tentang sikap
disebabkan oleh persoalan epistemologi tentang kekhususan dan keumuman dalam
menentukan tingkah laku.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 16
23
Dalam konteks ini, persoalannya adalah sejauh mana sikap dianggap
mempunyai rujukan yang spesifik. Beberapa ahli cenderung membatasi sikap sebagai
suatu kecenderungan secara umum dari seseorang, sedangkan yang lain beranggapan
bahwa sikap mempunyai acuan yang spesifik. Kedua, sumber dari berbagai variasi
pengertian sikap adalah akibat adanya kecenderungan untuk menggeneralisasikan
sikap dengan melibatkan semua kecenderungan yang direspon. Ketiga, sebab
beragamnya batasan tentang sikap terletak pada konsepsi teoretis daripada komposisi
sikap. Dalam penelitian ini, batasan yang digunakan adalah batasan kaum mentalis
yang menganggap bahwa sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif,
afektif, dan perilaku (Triandis dalam Basuki Suhardi, 1996:22).
Komponen kognitif diartikan sebagai gagasan yang pada umumnya
berupa kategori tertentu yang dipergunakan oleh manusia untuk berpikir. Kategori
tersebut sebagai rangsangan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, bahasa sangat
berperan dalam proses kategorisasi. Sikap siswa terhadap bahasa Indonesia,
pengetahuan terhadap fungsi bahasa dan kedudukan bahasa Indonesia, keyakinan
bahwa bahasa Indonesia akan meningkatkan status sosial, dan sebagainya, akan
menimbulkan keyakinan evaluatif secara kritis dalam kecenderungan penggunaan
bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam berbagai situasi dan konteks
kehidupan.
Komponen afektif adalah emosi yang mengisi gagasan. Apabila
seseorang merasa senang atau tidak senang kepada seseorang, sesuatu, atau keadaan,
ini berarti dia memiliki sikap positif atau negatif terhadap objek sikap. Sikap positif
atau negatif ini biasanya ditentukan oleh hubungan objek sikap dengan keadaan yang
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 17
24
menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Komponen perilaku adalah kecenderungan untuk bertindak. Seseorang
menanggapi rangsangan-rangsangan di sekitarnya mula-mula dengan membuat
kategori dan kemudian menghubungkan kategori yang satu dengan yang lainnya. Di
antara kategori itu ada yang bersifat afektif yang berkaitan dengan emosi yang
menyatakan rasa senang atau tidak senang, dan ada yang bersifat normatif yang
berkaitan dengan gagasan yang memberikan informasi tentang benar tidaknya suatu
perilaku.
Ada dua dimensi utama yang mendasari perilaku terhadap objek sikap,
yaitu perasaan positif sebagai lawan rasa negatif. Rasa positif cenderung memihak,
mendorong, membantu, memfasilitasi terhadap objek sikap, sedangkan rasa negatif
akan cenderung menghindar, menghukum, merusak objek tersebut. Seseorang yang
bersikap positif terhadap bahasa Indionesia, dia akan cenderung mempelajari,
mendalami, serta menggunakannya sesuai dengan kaidah, norma, situasi dan
konteks, serta tujuannya. Sebaliknya, seseorang yang bersikap negatif terhadap
bahasa Indonesia, dia cenderung menghindar tidak mendalami, enggan bertanya, dan
mendiskusikan dengan teman, serta menggunakannya dengan seenaknya. Sikap
positif terhadap bahasa Indonesia akan mendatangkan keuntungan, sedangkan sikap
negatif akan menurunkan motivasi belajar bahkan menjadikan kegagalan dalam
belajar.
Sikap negatif dapat diubah dengan cara menunjukkan realitas mengenai
bahasa tersebut. Seseorang yang belajar bahasa belum atau tidak mengembangkan
kognisinya secara cukup untuk memiliki sikap terhadap suku bangsa, budaya,
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 18
25
kelompok masyarakat, orang, dan bahasa, tidak akan terpengaruh kesuksesan
belajarnya karena faktor sikap. Semakin lama akan membentuk sikap terhadap suatu
bahasa dalam dirinya bila didorong, dimotivasi, digerakkan, dan diarahkan. Sikap
tersebut ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh orang- orang
atau lingkungannya.
Berkaitan dengan fungsi sikap, Triandis (dalam Basuki Suhardi,1996: 32)
menyebutkan empat fungsi sikap, yaitu (1) membantu memahami dunia sekitar, (2)
melindungi rasa harga diri, (3) menyesuaikan diri, dan (4) menyatakan nilai-nilai
asasi. Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa sikap diperlukan untuk mendapatkan
pengetahuan tentang dunia sekeliling, untuk dimanfaatkan sebagai alat yang
mendatangkan manfaat dan sekaligus untuk mempertahankan diri dari hal yang tidak
diinginkan. Sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi didapatkan dari lingkungan atau
orang-orang di sekitarnya. Dengan kata lain, sikap diperoleh karena proses belajar.
Suwito (1983: 87) berpendapat bahwa sikap bahasa adalah peristiwa
kejiwaan dan merupakan bagian dari sikap pada umumnya. Sikap bahasa, menurut
Anderson (1985: 35), adalah tata kepercayaan yang hubungan dengan bahasa yang
secara relatif berlangsung lama mengenai suatu objek bahasa yang memberikan
kecenderungan kepada seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu yang
disukainya. Lebih lanjut Anderson membedakan pengertian sikap dalam arti sempit
dan luas. Dalam arti sempit, sikap bahasa dipandang sebagai suatu konsep yang
bersifat satu demensi, yaitu dimensi rasa yang ada pada diri seseorang. Dalam arti
luas, sikap bahasa berkaitan dengan isi makna sikap, rentangan tanggapan sikap, dan
evaluasi sikap.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 19
26
Fasold (dalam Basuki Suhardi, 1996: 78) memberikan batasan sikap
bahasa sebagai sikap penutur terhadap sebuah bahasa atau dialek khusus, sementara
Hidalgo mengartikan sikap sebagai penilaian yang bernilai yang dimiliki orang
tentang bahasa atau dialek A ketika dihadapkan ke bahasa atau dialek B, atau
mengenai ciri-ciri khusus di antara keduanya. Pap (dalam Basuki Suhardi, 1996: 35)
beranggapan bahwa di dalam arti sempit sikap bahasa mengacu kepada (1) penilaian
orang terhadap suatu bahasa; (2) penilaian penutur suatu bahasa tertentu sebagai
suatu kelompok etnis dengan watak kepribadian khusus. Dalam arti luas sikap bahasa
oleh Pap meliputi pemilihan yang sebenarnya atau suatu bahasa dan pembelajaran
atau perencanaan bahasa yang sebenarnya.
Cooper dan Fishman (dalam Basuki Suhardi ,1996: 34) menyatakan
pengertian sikap bahasa berdasarkan referennya. Referen sikap bahasa menurutnya
meliputi bahasa, perilaku bahasa, dan hal yang berkaitan dengan bahasa atau perilaku
bahasa yang menjadi penanda atau lambang. Knops berpendapat (dalam Basuki
Suhardi, 1996: 37), bahwa ia mendefinisikan sikap bahasa sebagai sikap yang
objeknya dibentuk oleh bahasa. Pengertian sikap bahasa oleh Knops tersebut
meliputi juga sikap penutur bahasa terhadap pemakaian bahasa atau terhadap bahasa
sebagai lambang kelompok.
Menurut Tasai, ( 1978:5) Sikap bahasa adalah salah satu sikap dari
berbagai sikap yang mungkin ada. Sikap adalah kesiapan beraksi. Sikap adalah
kesiapan mental dan syaraf yang terbentuk melalui pengalaman yang memberikan
arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua objek dan
keadaan yang menyangkut sikap itu. Sikap itu sendiri mempunyai tiga komponen,
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 20
27
yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen perilaku. Komponen
kognitif adalah pengetahuan kita tentang bahasa secara keseluruhan sampai dengan
penggolongan serta hubungan-hubungan bahasa tersebut sebagai bahasa Indonesia,
bahasa asing, dan bahasa daerah.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap terhadap bahasa
adalah kecenderungan seseorang untuk memberikan penilaian, perasaan, dan respon
positif atau negatif, terhadap bahasa sesuai dengan tingkat kognisi, afektif, dan
konasinya. Tingkat kognisi mencakup tingkat pemahaman berbagai konsep bahasa
yang menjadi objek sikap, penilaian yang melibatkan pemberian kualitas baik atau
tidak baik, keyakinan terhadap bahasa yang menjadi objek sebagai sesuatu yang
diperlukan atau tidak diperlukan, bermanfaat atau tidak bermanfaat.
Tingkat afektif menyangkut perasaan tertentu terhadap bahasa yang
menjadi objek sikap, seperti yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai
atau tidak disukai, termasuk rasa tergerak, rasa mantap, rasa kagum, rasa bangga,
rasa motivasi, dan sebagainya. Tingkat konasi meliputi kesiapan atau kecenderungan
perilaku untuk memberikan tanggapan positif atau negatif terhadap bahasa yang
menjadi objek sikap, seperti tinggi rendahnya kecenderungan untuk membantu,
mendukung, mengembangkan, memuji, menghargai, menghindari dari hal-hal yang
mengganggu, memfasilitasi, dan sebagainya. Sikap bahasa dalam penelitian ini
mengacu pada sikap bahasa siswa Sekolah Menengah Kejuruan terhadap bahasa
Indonesia.
Merujuk pada model tiga komponen, sikap terdiri atas komponen afeksi
(perasaan), Kognisi (pengertian ), dan behavior (perilaku). Secara ringkas ketiga
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 21
28
komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Tabel 1: Komponen-komponen Sikap
Komponen Krakteristik Contoh
Afektif Reaksi emosional Saya suka, saya marah, dsb.
Kognisi Kepercayaan, pemikiran,
representasi mental secara
internal
Saya pikir,
menurut
pendapatsay, dsb.
Konasi Tendensi untuk merespon
atau perilaku dengan cara
khusus
Saya akan
melakukan
Sependapat dengan pendapat di atas, Mar’at (1981: 13) menyatakan ada
tiga komponen sikap yaitu komponen kognisi, afeksi, dan konasi (Senada dengan
Mar’at, Gardner (dalam Sandra, 1996: 5) menyatakan bahwa sikap mempunyai
komponen kognitif, afektif, dan konatif (mencakup kepercayaan, reaksi, emosi,dan
kecenderungan psikologi untuk bertindak atau menilai tingkah laku dengan cara
tertentu).
M. Gagne (1989: 287) menyatakan bahwa sikap umumnya disepakati
mengandung tiga segi yang dapat diselidiki secara terpisah atau bersama-sama. Ciri-
ciri itu adalah (1) segi kognitif mengenai gagasan atau proporsi yang menyatakan
hubungan antara situasi atau objek sikap; (2) segi afektif, mengenai emosi atau
perasaan yang membarengi gagasan; dan (3) segi perilaku, mengenai pradisposisi
atau kesiapan untuk bertindak. Senada dengan Gagne, Triandis (1971:2)
mensyaratkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yaitu komponen kognitif,
komponen afektif, dan komponen perilaku. Oleh Triandis (1971: 3) komponen
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 22
29
kognitif diartikan sebagai gagasan yang pada umumnya berupa kategori tertentu
yang dipakai oleh manusia untuk berpikir. Komponen afektif dimaksudkan sebagai
emosi yang mengisi gagasan. Emosi di sini berkatitan dengan rasa senang dan tidak
senang. Komponen perilaku diartikan sebagai kecenderungan untuk bertindak. Lebih
lanjut ia menyatakan bahwa ada dua dimensi utama yang mendasari perilaku
terhadap objek sikap yakni rasa positif sebagai lawan dari rasa negatif.
Deprez dan Persoon (dalam Basuki Suhardi, 1996: 26) mengikuti definisi
yang diberikan oleh Fishbein dan Ajsen (1975: 6) menyatakan bahwa sikap terdiri
dari tiga komponen yaitu komponen kognitif, komponan evaluatif, dan komponen
konatif. Pendapat senada dinyatakan oleh Rokeach (dalam Basuki Suhardi, 1996:
28), ia menyatakan bahwa sikap sebagai tata kepercayaan yang secara relatif
berlangsung lama mengenai suatu objek/situasi yang mendorong seseorang untuk
menanggapi dengan cara tertentu yang disukainya, mengisyaratkan bahwa sikap
terdiri dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen kognitif
menurut Rokeach merujuk kepada pengetahuan seseorang mengenai apa yang benar
atau yang salah, baik atau buruk, diinginkan atau tidak diinginkan.
Komponen afektif berhubungan dengan penilaian seseorang mengenai
suatu objek, apakah ia suka atau tidak suka akan objek itu. Komponen perilaku
berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak (Basuki Suhardi,
1996: 30).
Dari uraian di atas, di dalam penelitian ini mengikuti pendapat Rokeach
dan Cooper serta Fishman yang mengatakan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen
yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Sikap menurut Katz (dalam
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 23
30
Syaifuddin, 1998: 53) memiliki empat fungsi, yaitu (1) fungsi instrumental, (2)
fungsi pertahanan ego, (3) fungsi pernyataan nilai, dan (4) fungsi pengetahuan.
Fungsi instrumental sikap menunjukkan bahwa dengan sikapnya seseorang berusaha
memaksimalkan hal yang diinginkan.Fungsi pertahanan ego memiliki pengertian
bahwa sikap berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindungi
seseorang dari ancaman tertentu. Fungsi pernyataan nilai mengandung makna bahwa
sikap berfungsi untuk memperoleh sesuai dengan penilaian pribadi dan sikap bahasa
seseorang. Fungsi pengetahuan sikap berarti sikap memberikan dorongan kepada
individu untuk ingin tahu, mencari penalaran, dan mengorganisasikan pengalaman.
Pendapat yang agak berbeda dengan Katz adalah pendapat Knops (dalam
Basuki Suhardi, 1996: 33), ia berpendapat bahwa sikap mempunyai dua fungsi yaitu
fungsi kognitif dan fungsi pelindung identitas. Fungsi kognitif memberikan
kemungkinan bagi sesorang untuk mencari dan mempelajari kenyataan bahwa alam
penuh dengan ketidakteraturan. Atas dasar ini, sikap dipandang sebagai sesuatu yang
dapat diramalkan. Di samping itu, sikap terdiri dari dua bagian yaitu individu dapat
meramalkan hasil dari tinndakannya dan yang kedua, orang lain dapat meramalkan
tanggapan-tanggapan yang akan diperlihatkan individu tersebut mengenai objek
sikap tertentu.
Fungsi perlindungan identitas meliputi aspek ekspresif, pertahanan, dan
penyesuaian Fungsi ekspresif memberikan tekanan kepada nilai sentral seseorang
dan jenis pribadi yang dipikirkan atau yang ia inginkan. Fungsi ekspresif perlahan-
lahan akan berubah menjadi fungsi pertahanan apabila seseorang berada di dalam
situasi yang terancam dan fungsi pertahanan akan berubah menjadi fungsi
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 24
31
penyesuaian yang mempunyai nilai untuk menghilangkan atau memperkecil
ancaman terhadap seseorang. Sikap dengan berbagai fungsi tersebut di atas pada
hakikatnya tidak dibawa oleh seseorang sejak lahir, namun terbentuk melalui
pengalaman dan perkembangan individu yang bersangkutan. Dengan demikian sikap
seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam maupun dari luar
individu yang bersangkutan.
Garvin dan Mathiot (dalam Abdul Chaer, 1995: 201) menyatakan bahwa
ada tiga ciri sikap bahasa yaitu (1) kesetiaan bahasa yang mendorong masyarakat
suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan bila perlu mencegah adanya pengaruh
bahasa lain; (2) kebanggaan bahasa yang mendorong orang mengembangkan
bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas; (3) kesadaran adanya
norma bahasa yang mendorong orang menggunakan bahasa dengan cermat dan
santun, dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan
yaitu kegiatan menggunakan bahasa.
Senada dengan Garvin, Suwito (1983: 141) menyatakan bahwa sikap
bahasa pada hakikatnya terdiri dari dua yaitu sikap positif dan sikap negatif. Sikap
positif terhadap bahasa terlihat dari penggunaan bahasa yang cermat, santun, dan
bertaat asas pada kaidah. Sikap positif terhadap bahasa akan menghasilkan perasaan
memiliki bahasa dan menganggap mempelajari bahasa secara benar merupakan
kebutuhan esensial yang harus selalu dijaga dan dipelihara.
Mansoer Pateda (1987: 26) menyatakan bahwa sikap positif terhadap
bahasa akan menimbulkan rasa bertanggung jawab pada individu untuk membina
dan mengembangkan bahasanya. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa ciri-ciri orang
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 25
32
yang bersikap positif terhadap bahasa adalah : (1) selalu berhati-hati dalam
menggunakan bahasa; (2) tidak merasa senang melihat orang yang menggunakan
bahasa secara serampangan; (3) memperingatkan pemakai bahasa yang membuat
kesalahan; (4) memperhatikan kalau ada yang menjelaskan hal-hal yang
berhubungan dengan bahasa; (5) berusaha menambah pengetahuan tentang bahasa
tersebut; dan (6) dapat mengoreksi pemakaian bahasa orang lain. Dari tiga pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa pada hakikatnya memiliki unsur
kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran adanya norma yang harus
ditaati. Ketiga indikator sikap positif tersebut dalam penelitian ini masing-masing
akan dipadukan dengan tiga komponen sikap yaitu komponen kognitif, komponen
afektif, dan komponen konatif.
Edward dalam Mar’at (1981: 185) menyatakan bahwa ada tiga metode
untuk menentukan atau mengukur sikap, yaitu metode skala sikap, wawancara, dan
observasi. Metode skala sikap merupakan metode yang dapat memberikan hasil yang
terpercaya dan dapat dilakukan dengan cepat dan baik untuk individu dalam jumlah
kecil maupun besar. Skala sikap dapat membuktikan pencapaian suatu ketepatan
derajat efek yang diasosiasikan dengan objek psikologi. Hal ini disebabkan skala
sikap dikombinasi dan dikonstruksikan sehingga menghasilkan item yang terpilih.
Metode wawancara langsung dapat dilakukan baik secara terpimpin maupun bebas.
Kelemahan metode ini terletak pada penggunaan waktu yang relatif lama.
Metode yang ketiga adalah metode observasi langsung tentang perilaku
berahasa seseorang. Metode ini mensyaratkan peneliti mengamati langsung. tentang
sikap bahasa subjek dalam berbahasa langsung. Fasold (1984: 150) berpendapat
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 26
33
bahwa metode untuk menentukan sikap bahasa dapat dilakukan secara langsung dan
tidak langsung. Metode langsung mensyaratkan subjek harus menjawab pertanyaan
tentang pendapat subjek mengenai suatu ragam bahasa. Metode tak langsung
dirancang agar subjek tidak tahu bahwa sikap bahasanya sedang diselidiki oleh
peneliti.
Di dalam penerapan kedua metode ini, paling tidak terdapat empat teknik
yang berbeda yang dapat digunakan untuk memperoleh data sikap bahasa. Keempat
teknik tersebut adalah: (1) samaran terbanding (matched guise), (2) kuesioner, (3)
wawancara, dan (4) pengamatan. Di antara keempat teknik tersebut, teknik samaran
terbanding dikembangkan oleh Lambert. Dalam teknik ini logat atau cara berbicara
(guise) seseorang “disembunyikan” dan dicocok-cocokkan. Teknik ini memerlukan
adanya sekelompok penilai yang menilai ciri seorang pembicara.
Teknik kedua yakni kuesioner. Kuesioner menurut Fasold (1984: 152)
dapat mempunyai satu dari dua tipe pertanyaan: pertanyaan terbuka atau pertanyaan
tertutup. Pertanyaan terbuka memberikan kebebasan maksimum pada responden
untuk menunjukkan pandangannya, tetapi juga mengijinkannya penyimpangan dari
subjek dan sangat sulit dinilai. Bentuk pertanyaan tertutup meliputi pertanyaan ya-
tidak, pilihan ganda, atau susunan jawaban. Pertanyaan tertutup lebih mudah dinilai
dan dipahami oleh responden.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini digunakan metode
kuesioner untuk mendapatkan data sikap bahasa. Pilihan ini sependapat dengan
Herman J. Waluyo (1994: 279) yang menyatakan bahwa mengingat sikap
berhubungan dengan ranah afektif maka metode kuesioner tepat digunakan untuk
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 27
34
mengetahui sikap bahasa seseorang. Pengukuran skala sikap pada hakikatnya
diperlukan untuk memudahkan langkah analisis data kuantitatif. Teknik pengukuran
skala sikap menurut
Saifuddin Azwar (1998: 126) pada hakikatnya mengikuti salah satu
pendekatan yang ada yaitu pendekatan stimulus, pendekatan respon, dan pendekatan
campuran. Pendekatan stimulus menghasilkan metode penskalaan interval tampak-
setara atau lebih dikenal dengan sebutan metode penskalaan Thurstone. Saifuddin
Azwar (1998: 126) menyatakan bahwa metode Thurstone meletakkan stimulus atau
pernyataan sikap pada suatu kontinum psikologis yang akan menunjukkan derajat
favorabel atau tak favorabelnya pernyataan yang bersangkutan. Dalam metode ini
peneliti perlu menetapkan sekelompok orang yang akan bertindak sebagai panel
penilai (judging group). Tugas anggota panel penilai adalah membaca dengan
seksama setiap pernyataan satu-persatu kemudian menilai atau memperkirakan
derajat fovarabel atau tak fovarabelnya menurut kontinum yang bergerak dari 1
sampai 11 titik. Dalam menilai sifat isi pernyataan, anggota panel tidak boleh
dipengaruhi oleh rasa setuju atau tidak setujunya pada isi pernyataan melainkan
semata-mata berdasarkan penilaiannya pada sifat fovarabelnya.
Metode penskalaan yang menerapkan pendekatan respon adalah metode
rating yang dijumlahkan atau lebih populer dengan nama penskalaan model Likert.
Dalam pendekatan ini tidak diperlukan adanya kelompok panel penilai karena nilai
skala setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajat fovarabelnya akan tetapi
ditentukan oleh destribusi respon yang setuju atau tidak setuju dari sekelompok
responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba. Saifuddin Azwar (1998: 140)
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 28
35
dalam hal ini menyatakan:
Untuk melakukan penskalaan dengan model ini,
sejumlah pernyataan sikap telah ditulis berdasarkan kaidah
penulisan pernyataan dan didasarkan pada rancangan skala
yang telah ditetapkan. Responden akan diminta untuk
menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap isi
pernyataan dalam lima macam kategori jawaban yaitu sangat
tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), entahlah (E), setuju (S),
dan sangat setuju (SS). (Saifuddin Azwar, 1998:140).
Dari pendapat Saifuddin Azwar di atas tampak bahwa skala sikap dengan
metode ini mengikuti kontinum yang bergerak dari nilai 1 sampai dengan 5 atau 0
sampai dengan 4 dengan catatan jarak antara masing-masing kategori respon belum
tentu sama. Teknik penskalaan yang menerapkan pendekatan kombinasi adalah
teknik deskriminasi skala yang dikembangkan oleh Edward dan Kilpatrick. Saifuddin
Azawar mengutip pendapat kedua pakar tersebut mengatakan bahwa dalam teknik ini
ditempuh langkah-langkah yang sama dengan prosedur teknik interval tampak setara.
Kemudian dilanjutkan dengan teknik rating yang dijumlahkan.
Dengan demikian sama dengan teknik Thurstone. Dalam teknik
deskriminasi-skala dibutuhkan juga hadirnya kelompok panel penilai. Dari uraian di
atas, teknik pengukuran skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
Likert. Pemilihan teknik skala Likert didasarkan pada alasan pelaksanaannya lebih
sederhana daripada teknik pengukuran lainnya.
Berdasarkan kajian teoretik dan beberapa konsep yang dideskripsikan di
atas, dapat disintesiskan suatu kesimpulan bahwa hakikat sikap bahasa
adalahkecendrungan seseorang dalam hal ini siswa untuk memberi respon
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 29
36
(tanggapan) dan bertindak (berperilaku) secara positif atau negatif terhadap bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara dan nasional sesuai dengan tingkat kognisi, afeksi,
dan konasinya.
Sesuai dengan sintesis teoretik tersebut, maka dalam penelitian ini
komponen-komponen atau indikator-indikator yang menunjuk pada dimensi sikap
bahasa meliputi tiga komponen, yaitu: (1) kognisi, komponen ini mencakupi tingkat
pemahaman, keyakinan terhadap berbagai konsep bahasa Indonesia yang menjadi
objek, dan penilaian yang melibatkan pemberian kualitas disukai atau tidak disukai,
diperlukan atau tidak diperlukan, baik atau buruk terhadap bahasa Indonesia yang
menjadi objek sikap; (2) afeksi, komponen ini mencakupi tingkat perasaan tertentu
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan objek bahasa Indonesia, seperti hal yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai, termasuk dalam
cakupan ini adalah rasa mantap, rasa tergerak, rasa kagum, rasa bangga, rasa
termotivasi, dan sejenisnya; dan (3) konasi, komponen ini mencakupi semua
kesiapan atau kecenderungan perilaku untuk memberikan tanggapan terhadap bahasa
Indonesia yang menjadi objek sikap, seperti mencukupi tinggi rendahnya
kecendrungan untuk membantu, memuji, mendukung, menghindari hal yang
mengganggu, memfasilitasi, dan sejenisnya. Sementara itu, respons (tanggapan) dan
perilaku positif terhadap bahasa Indonesia dapat ditandai dengan adanya rasa hormat
dan bangga terhadap bahasa Indonesia, dan kesadaran terhadap norma bahasa yang
berlaku dalam bahasa Indonesia.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 30
37
4. Pengertian Kemampuan Membaca Pemahaman
Membaca merupakan suatu kegiatan menggali informasi, hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa membaca adalah suatu kegiatan menggali informasi.
Tarigan (2008:7) bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan
oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Selanjutnya, dipandang dari
segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan
sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis
yang justru melibatkan penyandian (encoding), sebuah aspek pembacaan sandi
(decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna
bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan
menjadi bunyi yang bermakna. Membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metode
yang kita pergunakan untuk mampu berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan
orang lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada
lambang-lambang tertulis.
Kata ”kemampuan”yang melekat pada nama variabel ini memilik
pengertian yang tidak jauh berbeda dengan kata kemampuan yang melekat pada
variabel terdahulu, yaitu kemampuan menginterpretasi teks anekdot. Kemampuan di
sini pun diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam memahami teks bacaan.
Sebelum berbicara panjang lebar tentang hakikat kemampuan membaca pemahaman,
berikut dipaparkan beberapa pandangan pakar tentang konsep membaca.
Jazir Burhan (1971: 90) menyatakan bahwa membaca sesungguhnya
ialah perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama beberapa keterampilan yaitu
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 31
38
mengamati, memahami, dan memikirkan. Membaca dengan demikian adalah
interaksi aktif antara pembaca dan teks, oleh karenanya diperlukan pengetahuan
tentang bahasa dan topik bacaan yang cukup. Henry Guntur Tarigan (1986: 7)
berpendapat lebih khusus yakni membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh
penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Pendapat lain mengatakan bahwa
membaca adalah ktivitas yang komplek yang melibatkan berbagai faktor yang
datangnya dari dalam diri pembaca maupun dari luar (Ahmad Harja Sujana,1985:
123). Hal ini didukung oleh pendapat Henry Guntur Tarigan (1986: 65) bahwa
membaca adalah suatu aktivitas di mana si pembaca mencoba mengkomunikasikan
isi pesannya melalui suatu teks.
Menurut Anderson (dalam Henry Guntur Tarigan, 1986: 8) membaca
adalah suatu metode yang digunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan
kadang-kadang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis. Pendapat
yang hampir sama dengan pendapat di atas adalah pendapat Smith (dalam Henry
Guntur Tarigan, 2008: 42) yang menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses
pengenalan, penafsiran, dan penilaian terhadap gagasan-gagasan yang berkenaan
dengan bobot mental ataupun kesadaran total diri pembaca. Dengan demikian
membaca dapat diartikan sebagai suatu proses yang bersifat kompleks yang
bergantung pada perkembangan bahasa seseorang, latar belakang pengalaman,
kemampuan kognitif, dan sikap pembaca terhadap bacaan.
Kemampuan membaca dengan demikian dapat diartikan sebagai
penerapan faktor-faktor tersebut di atas oleh pembaca dalam rangka mengenali,
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 32
39
menginterpretasi, dan mengevaluasi gagasan atau ide yang terdapat dalam bacaan.
Dari sudut pandang psikolinguistik, Goodman dalam Dubin (1988: 26) berpendapat
bahwa membaca merupakan diskusi jarak jauh antara pembaca dan pengarang yang
di dalamnya terdapat interaksi antara bahasa dan pikiran. Dengan kata lain, penulis
menyandikan pikirannya ke dalam bahasa, sedangkan pembaca menguraikan sandi
bahasa tersebut ke dalam pikirannya. Pendapat yang lain disampaikan oleh Sri Utari
Nababan (1993: 164) yang menyatakan bahwa membaca adalah aktivitas yang rumit
atau kompleks karena bergantung pada keterampilan berbahasa pelajar dan pada
tingkat penalarannya. Ini berarti membaca merupakan suatu proses yang memerlukan
partisipatif aktif pembaca. Sebagai suatu proses, membaca terdiri atas tahap-tahap
yang saling berkaitan. Tahapan-tahapan membaca pada hakikatnya terdiri atas lima
tahapan yaitu: (1) mengidentifikasikan pernyataan tesis dalam kalimat topik,
(2)mengidentifikasikan kata-kata dan frasa-frasa kunci, (3) mencari kosakata
baru,(4)mengenali organisasi tulisan dan, (5) mengidentifikasi teknik pengembangan
paragraf (http://karn~ohiolink.edu/~sg-ysu/critread.htm)
Berkaitan dengan tahapan membaca Goodman dalam Dubin (1988:126)
menyatakan bahwa kegiatan membaca adalah suatu permainan tebak-tebakan
psikolinguistik (“a psycholinguistic guessing game”) yang terdiri atas tahap-tahap
tertentu. Artinya, dalam proses penguraian sandi atau pemberian makna suatu teks
tertulis, pembaca harus melalui tahap-tahap tertentu secara berurutan. Tahap pertama
yang harus dilakukan pembaca dalam proses pemberian makna suatu bacaan adalah
mengenali keseragaman penanda linguistik yang dimilikinya tersebut. Tahap
berikutnya, pembaca memilih di antara semua informasi yang ada, data-data yang
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 33
40
sekiranya cocok, koheren, dan bermakna.
Dari gambaran di atas, Brown (1994: 284) menyatakan bahwa membaca
dapat dikatakan sebagai permainan tebak-tebakan karena dalam memahami suatu
tulisan melalui proses pemecahan masalah, pembaca dapat membuat inferensi atau
kesimpulan atas makna-makna tertentu, menentukan apa yang harus diterima atau
ditolak dan seterusnya yang semuanya mengandung resiko. Bertolak dari pendapat
tersebut. Untuk menghasilkan suatu tebakan yang tepat, pembaca perlu
memanfaatkan informasi, pengetahuan, perasaan, pengalaman, dan budaya yang
dimilikinya sehingga dapat memaknai pesan-pesan yang terdapat dalam suatu bacaan
dengan tepat. Di samping itu, pembaca juga perlu memiliki strategi yang tepat untuk
dapat menemukan pesan yang terkandung dalam bacaan. Strategi yang dimaksud
dapat berbentuk membuat out line dan ringkasan dengan kata-kata sendiri, mencari
kata kunci, mengidentifikasikan ide pokok, membuat catatan-catatan khusus,
menggarisbawahi hal-hal yang dianggap penting atau pun membuat penyataan-
pernyatan yang berkaitan dengan bacaan
(http://www.history.uiuc.edu/mlove/eps312h315/critical/htm
Dari uraian di atas karena membaca merupakan aktivitas komunikatif yang
memiliki hubungan timbal balik antara pembaca dan isi teks, maka faktor-faktor
seperti pendidikan, intelegensi, sikap, dan kemampuan berbahasa akan menentukan
proses penyerapan bahan bacaan (Sartinah Hardjono, 1988: 49).
Berdasarkan pendapat Goodman di atas dapat disimpulkan bahwa
membaca adalah suatu proses psikolinguistik pembaca yang menggunakan segala
kemampuannya untuk menyimpulkan makna sesuai dengan maksud penulis.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 34
41
Membaca dengan demikian merupakan kegiatan yang bersifat aktif reseptif.
Membaca memiliki beberapa macam. Ditinjau dari tatacaranya, jenis membaca dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni membaca permulaan dan membaca lanjut.
Ngalim Purwanto (1997: 29) menyatakan bahwa membaca permulaan lebih
mengutamakan kecakapan siswa mengubah rangkaian bunyi bermakna. Oleh
karenanya, penekanan membaca permulaan adalah keterampilan mekanis. Berbeda
halnya dengan membaca lanjut. Membaca lanjut lebih menekankan pada
keterampilan pemahaman, menangkap pikiran dan perasaan orang lain yang
dilahirkan dengan bahasa tulis dengan tepat dan teratur.
Ditinjau dari tujuan membaca yang ingin dicapai seseorang, Jazir Burhan
(1971: 95-100) mengelompokkan menjadi tujuh jenis, yakni: (1) membaca intensif,
(2) membaca kritis, (3) membaca cepat, (4) membaca untuk keperluan praktis, (5)
membaca untuk keperluan studi, (6) membaca bersuara, dan (7) membaca dalam
hati. Berkaitan dengan hal di atas, Henry Guntur Tarigan (1991: 42)
mengklasifikasikan membaca sebagai berikut. 1) Membaca nyaring 2) Membaca
dalam hati, yang terbagi atas: a) Membaca ekstensif, yang terdiri atas (1) membaca
survei, (2) membaca sekilas, dan (3) membaca dangkal. b) Membaca intensif, yang
terdiri atas (1) membaca telaah isi, yang terdiri dari membaca teliti, membaca
pemahaman, membaca kritis, dan membaca gagasan; (2) membaca telaah bahasa,
terdiri atas membaca bahasa dan membaca sastra.
Mackey (1969: 127) mengartikan ‘pemahaman sebagai masalah
penafsiran dan harapan, yaitu penafsiran terhadap apa yang diperoleh pembaca dari
tulisan yang dibaca dan harapan pembaca untuk menemukan serta menggunakan hal-
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 35
42
hal yang ditemukan dalam bacaan yang dibacanya. Clark dan Clark (1977: 43)
Sepaham dengan Mackey memberikan batasan pemahaman sebagai suatu proses
pembentukan interpretasi atau pembentukan pengertian. Hampir sama dengan dua
pendapat tersebut, Smith (dalam Henry Guntur Tarigan, 1987: 43) mengartikan
pemahaman atau comprehension sebagai suatu penafsiran atau penginterpretasian
pengalaman, menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui,
dan menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kognitif yang terdapat
dalam bacaan. Dalam bagian yang lain dari bukunya, Clark dan Clark (1977:45)
memandang pemahaman dari dua proses yang berbeda. kedua proses tersebut oleh
Clark disebut “contruction process”. Contruction process diartikan sebagai proses
pembentukan pengertian berdasarkan kalimat-kalimat yang diperoleh pembaca dari
bahan bacaan, sedangkan utillization process diartikan sebagai proses sebagaimana
pengertian yang telah dibentuk dipakai oleh pembaca sebagai aplikasi dari pengertian
yang diperoleh.
Berbicara tentang membaca pemahaman, Lado (1977: 223) menyatakan
bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan memahami arti
dalam suatu bacaan melalui tulisan atau bacaan.Dari pengertian ini dapat dikatakan
bahwa Lado menekankan adanya dua hal pokok dalam membaca pemahaman, yaitu
bahasa dan simbul grafis. Lado lebih lanjut menyatakan bahwa hanya orang yang
telah menguasai bahasa dan simbol grafis yang dapat melakukan kegiatan membaca
pemahaman. Pendapat Lado tersebut sesuai dengan pernyataan Goodman (1980: 15)
yang menyatakan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses
merekonstruksikan pesan yang terdapat dalam teks bacaan. Goodman lebih lanjut
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 36
43
menerangkan bahwa proses rekonstruksi pesan itu berlapis, interaktif, dan di
dalamnya terjadi proses pembentukan dan pengujian hipotesis. Hasil pengujian
hipotesis menurut Goodman akan dipakai oleh pembaca sebagai dasar kesimpulan
mengenai pesan atau informasi yang disampaikan oleh penulis. Grellet (1986: 13)
mendukung pendapat Goodman menyatakan bahwa kemampuan membaca
pemahaman merupakan kemampuan menyimpulkan informasi yang diperlukan dari
bacaan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca
pemahaman terjadi apabila terdapat satu ikatan yang aktif antara daya pikir dan
kemampuan yang diperoleh pembaca melalui pengalaman membaca mereka.
Membaca pemahaman dengan demikian merupakan proses pengolahan informasi
secara kritis-kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang
bersifat menyeluruh. Dengan demikian yang dimaksud kemampuan membaca
pemahaman adalah kesanggupan memahami ide atau isi pesan yang tersurat maupun
tersirat yang hendak disampaikan penulis melalui teks bacaan atau bahasa tulis.
Imam Syafi’ie (1993: 48-49) membedakan pemahaman atas empat
tingkatan yaitu (1) tingkat pemahaman literal, yaitu pemahaman arti kata, kalimat,
serta paragraf dalam bacaan; (2) tingkat pemahaman interpretatif, yaitu pemahaman
isi bacaan yang tidak secara langsung dinyatakan dalam teks bacaan; (3) tingkat
pemahaman kritis, yaitu pemahaman isi bacaan yang dilakukan pembaca dengan
berpikir secara kritis terhadap isis bacaan; (4) tingkat pemahaman kreatif, yaitu
pemahaman terhadap bacaan yang dilakukan dengan kegiatan membaca melalui
berpikir secara interpretatif dan kritis untuk memperoleh pandanga-pandangan baru,
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 37
44
gagasan-gagasan baru, gagasan yang segar, dan pemikiran-pemikiran orisinal.
Analisis terhadap proses membaca pemahaman pada hakikatnya tidak
lepas dari kemungkinan penerapan pendekatan yang digunakan. Secara umum
dikenal adanya dua konsep pendekatan dalam membaca pemahaman, yaitu
pendekatan bottom-up dan pendekatan top-down. Dalam pendekatan bottom-up,
membaca dipandang sebagai suatu proses menafsirkan simbol-simbol tertulis yang
dimulai dari satuan-satuan yang lebih kecil (huruf) dan kemudian mengarah ke
satuan-satuan yang lebih besar (kata,klausa, dan kalimat). Dengan kata lain, pembaca
menggunakan strategi menafsirkan bentuk-bentuk tertulis guna memperoleh
pemahaman makna suatu bacaan. Pendekatan top-down sebaliknya lebih
menekankan pada rekonstruksi makna daripada sekedar penafsiran bentuk-bentuk
sandi bahasa. Dalam pendekatan top-down, interaksi antara pembaca dan teks
merupakan inti kegiatan membaca. Di dalam interaksi tersebut, pembaca akan
membawa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya tentang subjek yang dibacanya.
Pembaca akan memanfaatkan pengetahuan kebahasaan, motivasi, minat, serta
sikapnya terhadap isi teks untuk merekonstruksi makna suatu bacaan.
David Nunan (1989: 65-66) menyatakan bahwa dalam pendekatan top-
down pembaca tidak lagi menerjemahkan setiap simbol atau bahkan setiap kata tetapi
akan membentuk hipotesis-hipotesis tentang unsur yang terdapat dalam teks dan
kemudian menggunakan teks tersebut sebagai semacam sampel untuk menentukan
betul tidaknya hipotesis yang telah diajukannya. Nunan lebih lanjut menyatakan
bahwa pendekatan top-down amat diperlukan dan merupakan koreksi atas
pendekatan bottom-up, karena dalam kenyataan sehari-hari, proses membaca
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 38
45
mengikuti urutan terbalik dari pendekatan bottom-up, yaitu menafsirkan makna
terlebih dahulu baru mengidentifikasikan kata dan huruf (1989: 33). Dengan kata
lain, Nunan menyatakan bahwa dalam membaca seseorang perlu memahami makna
agar dapat mengidentifikasi kata kata dan perlu mengenal kata-kata untuk
mengidentifikasi huruf.
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa baik pendekatan bottom-up
maupun top-down masing-masing memiliki kelemahan. Kelemahan utama
pendekatan bottom-up terletak pada asumsinya bahwa inisiatif proses pemahaman
makna dalam tataran yang lebih tinggi harus menunggu proses penafsiran simbol-
simbol sandi bahasa seperti huruf dan kata yang berada pada proses tataran yang
rendah. Di sisi lain, kelemahan pendekatan top-down adalah kurang
memberikanbpeluang pada proses tataran yang lebih rendah untuk mengarahkan
proses tataran yang lebih tinggi seperti pemahaman makna global lewat pemanfaatan
pengetahuan latar.
Beranjak dari kelemahan dua pendekatan di atas, Stanovich dalam Nunan
(1989: 67) mengajukan alternatif pendekatan yang berupa integrasi dua pendekatan
sebelumnya. Pendekatan Stanovich ini kemudian dikenal sebagai model pendekatan
interactive-compensatory.Dalam pendekatan ini pembaca memproses teks dengan
memanfaatkan semua informasi yang tersedia secara simultan dari berbagai sumber,
yang meliputi pengetahuan fonologis, leksikal, sintaksis, maupun pengetahuan
tentang wacana.
Dari uraian di atas, meskipun beberapa pendekatan memberikan
gambaran yang berbeda-beda tentang proses membaca pemahaman, apabila
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 39
46
dicermati terdapat empat ciri umum yang berkaitan dengan membaca pemahaman.
Pertama, membaca adalah berinteraksi dengan bahasa yang sudah disandikan dalam
bentuk tulisan. Kedua, hasil interaksi dengan bahasa tertulis harus berupa
pemahaman. Ketiga, kemampuan membaca erat kaitannya dengan kemampuan
berbahasa lisan. Keempat, membaca merupakan proses yang aktif dan berkelanjutan
yang secara langsung dipengaruhi oleh interaksi-interaksi dengan lingkungannya.
Kemampuan membaca pemahaman bukanlah sekedar kemampuan
mengartikan sintaksis dan leksikal sebuah teks tetapi juga kemampuan menyadari
kebermaknaan dan tujuan informasi. Berbicara tentang tujuan informasi, Morrow
(dalam Sri Utari Subyakto, 1993: 164-165) menyatakan bahwa tujuan membaca
adalah mencari informasi yang : (1) kognitif dan intelektual, yaitu yang digunakan
seseorang untuk menambah keilmuannya sendiri; (2) referensi dan faktual, yaitu
yang digunakan seseorang untuk mengetahui fakta-fakta yang nyata di dunia ini; (3)
afektif dan emosional, yaitu yang digunakan seseorang untuk mencari kenikmatan
dalam membaca.
Kemampuan membaca pemahaman dapat diukur melalui tes. Berbagai
teknik tes baik yang bersifat obyektif maupun subyektif dapat dilakukan untuk
mengukur kemampuan membaca pemahaman. Soenardi Djiwandono (1996: 64-65)
menyatakan bahwa tujuan pokok penyelenggaraan tes membaca adalah mengetahui
dan mengukur tingkat kemampuan memahami makna tersurat, tersirat, maupun
implikasi dari isi suatu bacaan. Oleh karena itu, dapat dipilih tes bentuk subyektif
maupun obyektif. Tes bentuk subyektif dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan yang
dijawab melalui jawaban panjang dan lengkap atau sekedar jawaban pendek.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 40
47
Berbeda dengan tes subyektif, tes obyektif dapat disusun dalam bentuk tes
melengkapi, menjodohkan, pilihan ganda, atau bentuk-bentuk gabungan.
Burhan Nurgiyantoro (1988: 248) berpendapat bahwa pengukuran
kegiatan membaca dapat mencakup dua segi yaitu kemampuan dan kemauan.
Kemampuan membaca lebih berkaitan dengan aspek kognitif yang mencakup enam
tingkatan, sedang faktor kemauan berkaitan dengan aspek afektif. Lebih lanjut
Burhan Nurgiyantoro (1988:248) menyatakan bahwa wacana untuk tes membaca
sebaiknya tidak terlalu panjang. Dalam satu tes, lebih baik terdiri dari beberapa
wacana pendek daripada sebuah wacana panjang. Berbicara tentang bentuk tes,
Burhan Nurgiyantoro (1988:249) berpendapat bahwa tes esai maupun objektif dapat
dipilih, hanya saja mengukur kemampuan tingkat sintesis dan evaluasi bentuk tes
esai lebih mudah disusun.
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kemampuan membaca pemahaman dapat dilakukan melalui tes bentuk esai maupun
obyektif dengan memperhatikan indikator. Berbicara tentang indikator kemampuan
membaca pemahaman David Russel (dalam Ahmad Harja Suyana,1985: 65-66)
menyatakan bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan memberi respon yang
tepat dan akurat terhadap tuturan tertulis yang dibaca. Termasuk di dalamnya adalah
(1) kemampuan memberi respon komunikatif terhadap kata-kata dan urutan kalimat
yang diamati pada permukaan bacaan; (2) kemampuan memberikan interpretatif
terhadap hal-hal yang tersimpan di sela-sela atau di balik permukaan bacaan; dan (3)
kemampuan memberikan respon evaluatif-imajinatif terhadap keseluruhan bacaan.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 41
48
Kemampuan yang pertama, umumnya dikenal sebagai kemampuan
membaca yang tersurat. Kemampuan yang kedua, adalah kemampuan membaca yang
tersirat, dan kemampuan yang ketiga adalah kemampuan membaca tersorot. Khusus
kemampuan ketiga, pertandanya antara lain adalah kemampuan menilai kesahihan,
kebenaran, dan kebergunaan bacaan dengan menerapkan suatu kriteria tertentu di
satu pihak dan kemampuan melihat hubungan serta dampak bacaan terhadap sesuatu
yang lebih luas di pihak lain.
Sementara itu, Imam Syafi’ie (1993: 48-49) membedakan pemahaman
atas empat tingkatan yaitu (1) tingkat pemahaman literal, yaitu pemahaman arti kata,
kalimat, serta paragraf dalam bacaan; (2) tingkat pemahaman interpretatif, yaitu
pemahaman isi bacaan yang tidak secara langsung dinyatakan dalam teks bacaan; (3)
tingkat pemahaman kritis, yaitu pemahaman isi bacaan yang dilakukan pembaca
dengan berpikir secara kritis terhadap isi bacaan; dan (4) tingkat pemahaman kreatif,
yaitu pemahaman terhadap bacaan yang dilakukan dengan kegiatan membaca
melalui berpikir secara interpretatif dan kritis untuk memperoleh pandangan-
pandangan baru, gagasan-gagasan baru, gagasan yang segar, dan pemikiran-
pemikiran orisinal.
Berbeda dengan Iman Syafi’ie, Anderson (1985: 106) membedakan
tingkat pemahaman atas tiga tingkatan yaitu (1) membaca barisan, (2) membaca
antar barisan, dan (3) membaca di luar barisan. Membaca barisan diartikan sebagai
memaknai arti harfiyah, membaca antar barisan diartikan menginterpretasikan
maksud penulis, dan membaca di luar barisan diartikan menarik kesimpulan dan
degeneralisasi. Dalam tiga tahapan tersebut, Anderson menyatakan ada tujuh
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 42
49
keterampilan yang terkandung di dalamnya yaitu (1) pengetahuan makna kata, (2)
pengetahuan tentang fakta, (3) pengetahuan menentukan tema pokok, (4)
kemampuan mengikuti hal yang mengatur sebuah wacana, (5) kemampuan
memahami hubungan timbal balik, (6) kemampuan menyimpulkan, dan (7)
kemampuan melihat tujuan pengarang.
Sehubungan dengan kompetensi yang dituntut dalam membaca
pemahaman, Munby (dalam Grellet,1986 :4-5) menyatakan ada sembilan belas
kompetensi yang dituntut agar seseorang dapat membaca dengan baik. Kesembilan
belas kompetensi tersebut meliputi (1) kemampuan mengenal ortografi dalam suatu
teks bacaan; (2) kemampuan menarik kesimpulan makna kata-kata dan menggunakan
kosakata yang belum dikenal; (3) mampu memahami informasi bacaan secara
eksplisit; (4) mampu memahami informasi bacaan secara implisit; (5) mampu
memahami makna konseptual dalam bacaan; (6) mampu memahami fungsi-fungsi
komunikatif kalimat-kalimat dalam bacaan; (7) mampu memahami kaitan unsur-
unsur dalam kalimat (intrakalimat); (8) mampu memahami kaitan antarbagian suatu
teks melaui strategi kohesi leksis; (9) dapat menginterpretasikan teks dengan
memandang isi dari luar teks; (10) mengenal butir-butir indikator dalam teks bacaan;
(11) mengidentifikasi butir-butir terpenting atau informasi yang paling menonjol
dalam teks; (12) membedakan ide-ide pokok dari ide-ide penunjang; (13) mencari
ide-ide penting untuk dirangkum; (14) memilih butir-butir yang relevan dari teks
bacaan, (15) meningkatkan keterampilan untuk mengacu pada konsep lain yang
mendasar; (16) mencari pokok landasan dari suatu teks (skimming); (17) mencari
informasi khusus dari suatu teks (scanning); (18) mengubah informasi dari suatu teks
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 43
50
menjadi diagram, sketsa, dan lain-lain (transcoding); dan (19) mengenal isi teks
melalui bentuk lain dengan mengisis tempat-tempat kosong setiap kata (close
prosedure).
Munby (dalam Henry Guntur Tarigan, 1987: 37), ia mengatakan bahwa
sesuai dengan tujuan pengajaran membaca pemahaman, maka indikator kemampuan
membaca pemahaman siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam (1)
menetapkan ide pokok; (2) memilih butir-butir penting; (3) mengikuti petunjuk-
petunjuk; (4) menentukan organisasi bahan bacaan; (5) menentukan citra visual dan
citra lainnya dalam bacaan; (6) menarik kesimpulan-kesimpulan; (7) menduga dan
meramalkan dampak dari kesimpulan; (8) merangkum bacaan; (9) membedakan
fakta dari pendapat; (10) memperoleh informasi dari aneka sarana khusus, seperti
ensiklopedi.
Pendapat yang agak berbeda diutarakan oleh Alan Davies dan
Widdowson (1974: 167-175) yang menyataan bahwa indikator-indikator untuk
mengukur kemampuan membaca pemahaman terdiri atas: (1) acuan langsung, yang
dirinci dalam kemampuan memahami makna kata, istilah, ungkapan, kemampuan
menangkap informasi dalam kalimat dan kemampuan menjelaskan istilah; (2)
penyimpulan, yang dirinci dalam kemampuan menemukan sifat hubungan suatu ide
dan kemampuan menangkap isi bacaan baik tersurat maupun tersirat; (3) dugaan,
yang dirinci dalam kemampuan menduga pesan yang terkandung dalam bacaan dan
kemampuan menghubungkan teks dengan situasi komunikasi; (4) penilaian, yang
dirinci dalam kemampuan menilai isi teks, kemampuan menilai ketepatan organisasi
bacaan, dan kemampuan menilai ketepatan pengungkapan informal.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 44
51
Berpijak pada beberapa pengertian dan pemaparan konsep teoretik di
atas, hakikat kemampuan membaca pemahaman dapat disimpulkan sebagai suatu
kecekatan pembaca (dalam hal ini siswa) dalam mendayagunakan seluruh fungsi
kognitif/mentalnya untuk memahami lambang/simbol bahasa tertulis seperti kata,
frasa, kalimat yang terdapat dalam bacaan, baik secara tersurat (pemahaman literal)
maupun tersirat (pemahaman interpretatif, kritis, kreatif) dengan tepat. Aktivitas
membaca pemahaman melibatkan proses mental (berpikir) seperti penilaian,
penalaran, pertimbangan, pengkhayalan, dan pemecahan masalah. Dalam kegiatan
membaca pemahaman, pembaca akan melibatkan dirinya secara aktif dalam bacaan,
mengolah informasi visual dan nonvisual, serta merekonstruksikan isi tersurat dan
tersirat apa-apa yang terkandung dalam bacaan.
Membaca pemahaman melibatkan beberapa kemampuan, seperti
kemampuan linguistik, psikologis, dan perseptual. Dalam kaitannya dengan kajian
penelitian ini, pemahaman yang dinilai mencakupi: (1) pemahaman literal; (2)
pemahaman interpretatif; (3) pemahaman kritis; dan (4) pemahaman kreatif.
Sementara itu, aspek yang diukur dari masing-masing pemahaman di atas
dikembangkan peneliti dengan bersumber pada teori atau konsep-konsep yang telah
dipaparkan.
Dari hasil pengembangan tersebut, dapat dikatakan bahwa keterampilan membaca
pemahaman siswa dikatakan baik atau tidak dapat ditentukan melalui kecekatan
mereka dalam: (a) mengingat dan mengenali kembali apa yang tertulis dalam teks
bacaan, mebedakan (b) memahami informasi yang dinyatakan secara tersurat
(eksplisit) dalam bacaan, (c) memahami informasi yang dinyatakan secara tersirat
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 45
52
(implisit), (d) membuat kesimpulan berdasarkan bahan bacaan, (e) menganalisis
beberapa informasi yang diperoleh dari bahan bacaan, (f) mengorganisasi
informasi yang diperoleh dari bahan bacaan, (g) menilai bahan bacaan yang telah
dibaca, (h) mengapresiasi bahan bacaan yang telah dibaca.
B. Penelitian yang Relevan
Hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain
adalah penelitian yang dilakukan oleh Sumadiyono (2002) dan Muhammad fahrudin
(2009). Secara ringkas kedua hasil penelitian tersebut dapat dipaparkan sebagai
berikut ini.
Sumadiyono (2002) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
kebiasaan membaca dan pemahaman bacaan sastra baik sendiri-sendiri maupun
bersama- sama mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan kemampuan
apresiasi cerpen.
Muhammad Fahrudin (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
(1) kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa terhadap sastra berkorelasi
positif dengan kemampuan apresiasi cerpen, dan (2) kemampuan membaca
pemahaman memiliki sumbangan yang paling besar terhadap kemampuan apresiasi
cerpen dibanding variabel yang lain.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 46
53
C. Kerangka Berpikir
1. Hubungan Antara Sikap Bahasa dan Kemampuan Menginterpretasi
Teks Anekdot
Berdasarkan kajian teori pada Bab ini bagian A dapat dirumuskan
pengertian interpretasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengenali,
memahami, menghayati, dan menghargai sebuah teks sastra. Oleh karena itu untuk
mendapatkan kemampuan tersebut lewat kegiatan langsung yang menyentuh teks
sastra. Teks sastra medianya adalah bahasa. Maka dari itu, untuk memiliki
kemampuan mengiterpretasi sebuah teks sastra seseorang harus memiliki sikap yang
positif terhadap bahasa, dalam hal ini karena teks sastra (teks anekdot) Indonesia,
maka seseorang tersebut harus mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Proses kegiatan tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang yang
mempunyai sikap yang baik terhadap bahasa, karena bahasa adalah media dari teks
sastra. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa siswa yang memiliki sikap bahasa
yang positif dengan sendirinya akan banyak melakukan aktivitas yang berhubungan
dengan bahasa, karena media sastra adalah bahasa, maka siswa tersebut dengan
semestinya akan sering berhubungan dengan sastra. Oleh karena itu, diduga ada
hubungan positif antara sikap terhadap bahasa dan kemampuan menginterpretasi teks
anekdot.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 47
54
2. Hubungan antara Kemampuan Membaca Pemahaman dan Kemampuan
Menginterpretasi Teks Anekdot
Hakikat kemampuan interpretasi teks anekdot adalah kesanggupan
seseorang untuk mengenali, memahami, menghayati, dan menghargai teks anekdot.
Kemampuan tersebut dapat diukur dengan keterampilan menangkap unsur-unsur
dalam teks anekdot yang dibacanya. Dengan demikian, untuk mendapatkan
kemampuan interpretasi pada sebuah teks sastra harus dengan membaca salah
satunya adalah membaca teks anekdot. Dengan kata lain, kemampuan interpretasi
teks anekdot dapat dicapai dengan kegiatan membaca. Kemampuan interpretasi teks
anekdot dapat dimiliki seseorang apabila seseorang tersebut mempunyai kemampuan
membaca yang baik. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa siswa yang
memiliki kemampuan membaca pemahaman dengan sendirinya akan memiliki
kemampuan menginterpretasi teks sastra.
Berdasarkan konsep-konsep teori yang telah dijabarkan dan penjelasan
tersebut maka diduga ada hubungan positif antara kemampuan membaca pemahaman
dengan kemampuan interpretasi teks anekdot.
3. Hubungan antara Sikap Bahasa dan Kemampuan Membaca
Pemahaman Bahasa Secara Bersama-sama dengan Kemampuan
Menginterpretasi Teks Anekdot
Berdasarkan uraian di atas diketahui dengan jelas bahwa sikap terhadap
bahasa dan kemampuan membaca pemahaman merupakan faktor penting terhadap
tingkat kemampuan interpretasi teks anekdot siswa. Siswa yang mempunyai
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018
Page 48
55
kemampuan membaca pemahaman yang tinggi dan memiliki sikap yang positif
terhadap bahasa diduga memiliki kemampuan interpretasi teks anekdot yang tinggi
pula. Dengan demikian dapat diduga ada hubungan yang positif antara kemampuan
sikap terhadap bahasa dan membaca pemahaman secara bersama-sama dengan
kemampuan interpretasi teks anekdot.
Untuk memperjelas kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas,
berikut ini disajikan skema alur berpikir yang mengambarkan hubungan
antarvariabel bebas dan varaibel terikat untuk penelitian jenis korelasi.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka berpikir di atas, diajukan tiga
hipotesis penelitian sebagai berikut.
1. Ada hubungan positif antara sikap bahasa dan kemampuan menginterpretasi
teks anekdot.
2. Ada hubungan positif antara kemampuan membaca pemahaman dan
kemampuan menginterpretasi teks anekdot.
3. Ada hubungan positif kemampuan membaca pemahaman dan sikap bahasa
secara bersama-sama dengan kemampuan menginterpretasi teks anekdot.
Hubungan antara sikap...Ali Suhendro, Program Pascasarjana Ump, 2018