11 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Bahasan Teori 2.1.1 Motivasi Motivasi berperan sangat penting dalam kehidupan peserta didik dan mempunyai dampak yang besar terhadap sikap dan perilaku peserta didik. Peserta didik yang termotivasi terhadap kegiatan belajar mengajar, akan berusaha lebih keras untuk memperhatikan dan memahami materi pelajaran yang disampaikan guru dibandingkan dengan peserta didik yang kurang motivasi. Menurut Mc. Donald mendeinisikan motivasi adalah perubahan energy dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.” 1 Motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi dapat mendorong peserta didik belajar dalam mencapai tujuan. Peserta didik akan bersungguh-sungguh belajar karena termotivasi untuk mencapai hasil yang maksimal. Proses pembelajaran diperlukan sebagai suatu proses pemusatan perhatian agar yang dipelajari oleh peserta didik akan mudah dipahami. Peserta didik dapat melakukan sesuatu yang dapat meningkatkan motivasi peserta didik. Terjadilah suatu perubahan tingkah laku yang meliputi keseluruhan pribadi peserta didik baik dari 1 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Gaung Persada Press; Jakarta, 2007), hal. 154.
17
Embed
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Bahasan Teori 2.1.1 Motivasirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2558/3/T1_162010801_BAB II.pdf”Indikator Aspek Kognitif. Indikator aspek kognitif mencakup:
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Bahasan Teori
2.1.1 Motivasi
Motivasi berperan sangat penting dalam kehidupan peserta didik dan
mempunyai dampak yang besar terhadap sikap dan perilaku peserta didik. Peserta
didik yang termotivasi terhadap kegiatan belajar mengajar, akan berusaha lebih keras
untuk memperhatikan dan memahami materi pelajaran yang disampaikan guru
dibandingkan dengan peserta didik yang kurang motivasi. Menurut Mc. Donald
mendeinisikan motivasi adalah perubahan energy dalam diri (pribadi) seseorang
yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.”1
Motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang
untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman.
Motivasi dapat mendorong peserta didik belajar dalam mencapai tujuan. Peserta didik
akan bersungguh-sungguh belajar karena termotivasi untuk mencapai hasil yang
maksimal.
Proses pembelajaran diperlukan sebagai suatu proses pemusatan perhatian
agar yang dipelajari oleh peserta didik akan mudah dipahami. Peserta didik dapat
melakukan sesuatu yang dapat meningkatkan motivasi peserta didik. Terjadilah suatu
perubahan tingkah laku yang meliputi keseluruhan pribadi peserta didik baik dari
1 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Gaung Persada Press;
Jakarta, 2007), hal. 154.
12
aspek kognitif, psikomotor, maupun afektif. Peserta didik dengan kegiatan tersebut
akan memperoleh pengalaman pembelajaran yang dirasa sangat optimal.
Kegiatan pembelajaran peserta didik dilakukan dalam rangka pencapaian
sebuah proses dan hasil belajar yang optimal, serta dapat ditunjukkan dalam
peningkatan motivasi, keterampilan sosial dan hasil belajar peserta didik.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tingkat kemampuan peserta didik yang diterima
setelah proses belajar dan pembelajaran berlangsung. Proses tersebut dapat
memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap, motivasi,
dan ketrampilan dari peserta didik sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya
Perubahan dan penilaian dalam perilaku belajar peserta didik mencakup
seluruh aspek yang ada pada diri peserta didik. Seperti yang dikemukakan oleh
Bloom, yaitu perilaku dalam belajar mencakup seluruh aspek pribadi peserta didik,
yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1. ”Indikator Aspek Kognitif
Indikator aspek kognitif mencakup:
a. Ingatan atau pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan
mengingat bahan yang telah dipelajari.
b. Pemahaman (comprehension), yaitu kemampuan menangkap
pengertian, menterjemahkan, dan menafsirkan.
c. Penerapan (application), yaitu kemampuan menggunakan
bahan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata.
d. Analisis (analisys), yaitu kemampuan menguraikan,
mengidentifikasi dan mempersatukan bagian yang terpisah,
menghubungkan antar bagian guna membangun sesuatu
keseluruhan.
13
e. Sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menyimpulkan,
mempersatukan bagian yang terpisah guna membangun suatu
keseluruhan, dan sebagainya.
f. Penilaian (evaluation), yaitu kemampuan mengkaji nilai atau
harga sesuatu, seperti pernyataan atau laporan penelitian
yang didasarkan suatu kriteria.
2. Indikator Aspek Afektif
Indikator aspek afektif mencakup:
a. Penerimaan (receiving), yaitu kesediaan untuk menghadirkan
dirinya untuk menerima atau memperhatikan pada suatu
perangsang.
b. Penanggapan (responding), yaitu keturutsertaan, memberi
reaksi, menunjukkan kesenangan memberi tanggapan secara
sukarela.
c. Penghargaan (valuing), yaitu kepeka tanggapan terhadap
nilai atas suatu rangsangan, tanggung jawab, konsisten, dan
komitmen.
d. Pengorganisasian (organization), yaitu mengintegrasikan
berbagai nilai yang berbeda, memecahkan konflik antar nilai,
dan membangun sistem nilai, serta mengkonseptualisasikan
suatu nilai.
e. Pengkarakterisasian (characterization), yaitu proses afeksi
dimana individu memiliki suatu sistem nilai sendiri yang
mengendalikan perilakunya dalam waktu yang lama yang
membentuk gaya hidupnya, hasil belajar ini berkaitan dengan
pola umum penyesuaian diri secara personal, sosial, dan
emosional.
3. Indikator Aspek Psikomotor
Indikator aspek psikomotor mencakup:
a. Persepsi (perception), yaitu pemakaian alat-alat perasa untuk
membimbing efektivitas gerak.
b. Kesiapan (set), yaitu kesediaan untuk mengambil tindakan.
c. Respos terbimbing (guide respons), yaitu tahap awal belajar
keterampilan lebih kompleks, meliputi peniruan gerak yang
dipertunjukkan kemudian mencoba-coba dengan
menggunakan tanggapan jamak dalam menangkap suatu
gerak.
d. Mekanisme (mechanism), yaitu gerakan penampilan yang
melukiskan proses dimana gerak yang telah dipelajari,
kemudian diterima atau diadopsi menjadi kebiasaan sehingga
dapat ditampilkan dengan penuh percaya diri dan mahir.
14
e. Respons nyata kompleks (complex over respons), yaitu
penampilan gerakan secara mahir dan cermat dalam bentuk
gerakan yang rumit, aktivitas motorik berkadar tinggi.
f. Penyesuaian (adaptation), yaitu ketrampilan yang telah
dikembangkan secara lebih baik sehingga tampak dapat
mengolah gerakan dan menyesuaikannya dengan tuntutan
dan kondisi yang khusus dalam suasana yang telah
problematis. Penciptaan (origination), yaitu penciptaan pola
gerakan baru yang sesuai dengan situasi dan masalah
tertentu sebagai kreativitas.”2
2.2. Teori Belajar
2.2.1 Kontruktivisme
Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya
interaksi antar sesama peserta didik atau dengan lingkungan. “Belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya”.3 Berdasarkan definisi-definisi belajar tersebut,
yang dimaksud belajar dalam penelitian ini adalah terjadinya perubahan tingkah laku
individu, hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme.
Model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar
yang mengaktifkan peserta didik secara mental, membangun pengetahuan, yang
dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai
2 Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, Refika Aditama, Bandung,
2010, hal. 21. 3 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
hal. 2.
15
fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan
mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya peserta didik mengorganisasikan
pengalaman mereka. ”Menurut kaum konstruktivisme, belajar merupakan proses
aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain.
Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman
atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang
sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan
sebagai berikut:
a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh
siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan
alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian
yang telah ia punyai.
b. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus.
Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan
yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat
maupun lemah.
c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan
lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat
pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil
perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu
sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan
pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema
seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran
lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium)
adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan
dunia fisik dan lingkungannya.
f. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah
diketahui si pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi
yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang
dipelajari.4
4 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Jogjakarta, 1997, hal.
19.
16
Model konstruktivisme dalam pendidikan menurut Von Glasersfeld adalah
pengetahuan dari peserta didik yang terbentuk oleh pengalaman-pengalaman yang
didapat dari lingkungan sekitar peserta didik. Von Glasersfeld juga membedakan
adanya tiga taraf konstruktivisme, yaitu:
1. ”Konstruktivisme Radikal
Konstruktivisme radikal berpegang bahwa kita hanya dapat
mengetahui apa yang dibentuk/dikonstruksikan oleh pikiran
kita. Bentukan itu harus ”jalan” dan tidak harus selalu
merupakan representasi dunia nyata. Adalah suatu ilusi apabila
percaya bahwa apa yang kita ketahui itu memberikan
gambaran akan dunia nyata.
2. Realisme Hipotesis
Menurut realisme hipotesis, pengetahuan (ilmiah) kita
dipandang sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur
kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang
sejati, yang dekat dengan realitas.
3. Konstruktivisme yang Biasa
Aliran ini tidak mengambil semua konsekuensi konstruktivisme.
Menurut aliran ini, pengetahuan kita merupakan gambaran
dari realitas itu. Pengetahuan kita dipandang sebagai suatu
gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek dalam
dirinya sendiri.”5
Penulis dapat menyimpulkan bahwa proses pembelajaran konstruktivisme
adalah salah satu pendekatan yang memfokuskan pada kegiatan peserta didik dalam
berlangsungnya proses belajar mengajar di kelas. Pembelajaran konstruktivisme ini
juga akan merangsang peserta didik untuk berpikir inovatif dan mengembangkan
potensi peserta didik secara optimal.
5 Ibid. hal. 26.
17
2.3. Pembelajaran Kooperatif
2.3.1. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam
orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
“Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi”6. Dalam
system pembelajaran yang kooperatif, peserta didik belajar bekerjasama dengan
anggota lainnya.
“Karekteristik pembelajaran kooperatif adalah:
1. Pembelajaran secara tim
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif
3. Kemauan untuk bekerja sama
4. Ketrampilan bekerjasama”7
Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan
kooperatif. Peserta didik yang bekerja dalam pembelajaran kooperatif didorong dan
dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan yaitu:
“1. Meningkatkan motivasi
Pembelajaran kooperatif memberi motivasi kepada siswa sehingga
memberikan semangat kepada siswa dalam proses belajar.