Top Banner
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model 2.1.1 Sistem Sistem merupakan suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan (Manetsch dan Park, 1977). Sedangkan, Marimin (2004) mendefinisikan sistem sebagai suatu kesatuan usaha yang terdiri atas bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Selanjutnya, Chechland (1981) menyatakan bahwa sistem merupakan sekumpulan atau kombinasi elemen yang saling berkaitan membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Sistem terdiri atas: komponen, atribut dan hubungan yang dapat didefinisikan sebagai berikut: (1) komponen adalah merupakan bagian-bagian sistem yang terdiri atas input, proses dan output. Setiap komponen sistem mengasumsikan berbagai nilai untuk menggambarkan pernyataan sistem sebagai seperangkat aksi pengendalian atau lebih sebagai pembatasan. Sistem terbangun atas komponen-komponen, komponen tersebut dapat dipecah menjadi komponen yang lebih kecil. Bagian komponen yang lebih kecil tersebut disebut dengan subsistem, (2) atribut adalah sifat-sifat atau manifestasi yang dapat dilihat pada komponen sebuah sistem. Atribut tersebut mengkarakteristikkan parameter sebuah sistem, dan (3) hubungan merupakan keterkaitan di antara komponen dan atribut. Menurut Chechland (1981) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) diantaranya (1) Holistik, system thinkers harus berpikir holistik
25

BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

Apr 29, 2018

Download

Documents

nguyennhi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model

2.1.1 Sistem

Sistem merupakan suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan

terorganisir untuk mencapai suatu tujuan (Manetsch dan Park, 1977). Sedangkan,

Marimin (2004) mendefinisikan sistem sebagai suatu kesatuan usaha yang terdiri

atas bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai tujuan dalam

suatu lingkungan yang kompleks. Selanjutnya, Chechland (1981) menyatakan

bahwa sistem merupakan sekumpulan atau kombinasi elemen yang saling

berkaitan membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Sistem terdiri atas:

komponen, atribut dan hubungan yang dapat didefinisikan sebagai berikut:

(1) komponen adalah merupakan bagian-bagian sistem yang terdiri atas input,

proses dan output. Setiap komponen sistem mengasumsikan berbagai nilai untuk

menggambarkan pernyataan sistem sebagai seperangkat aksi pengendalian atau

lebih sebagai pembatasan. Sistem terbangun atas komponen-komponen,

komponen tersebut dapat dipecah menjadi komponen yang lebih kecil. Bagian

komponen yang lebih kecil tersebut disebut dengan subsistem, (2) atribut adalah

sifat-sifat atau manifestasi yang dapat dilihat pada komponen sebuah sistem.

Atribut tersebut mengkarakteristikkan parameter sebuah sistem, dan

(3) hubungan merupakan keterkaitan di antara komponen dan atribut.

Menurut Chechland (1981) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem

(system thinking) diantaranya (1) Holistik, system thinkers harus berpikir holistik

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

10

tidak reduksionis. Yang dimaksud holistik di sini adalah tidak mereduksionis

permasalahan kepada bagian yang lebih kecil (segmentasi) atau tidak hanya

berpikir secara parsial dari sudut pandang mono disiplin tapi harus interdisiplin;

(2) Sibernetik (goal oriented), system thinkers harus mulai dengan berorientasi

tujuan (goal oriented) tidak mulai dengan orientasi masalah (problem oriented).

Jadi mulai dengan tujuannya apa, kemudian identifikasi masalah yaitu gap antara

tujuan (kondisi informatif) dengan keadaan aktual baru problem solving; dan

(3) Efektif, dalam ilmu sistem erat kaitannya dengan prinsip dasar manajemen di

mana suatu aktivitas yang mentransformasikan input menjadi output yang

dikehendaki secara sistematis dan terorganisasi guna mencapai tingkat efektif dan

efisien.

Menurut Muhammadi et al (2001) untuk berfikir sistem (system thinkers)

syaratnya adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu

kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Kejadian apapun baik fisik

maupun non fisik dilihat secara keseluruhan sebagai interaksi antar unsur sistem

dalam batas lingkungan tertentu. Jadi dalam ilmu sistem, hasil harus efektif

dibanding efisien. Jadi ukurannya adalah cost effective bukan cost efficient. Akan

lebih baik lagi bila hasilnya efektif dan sekaligus juga efisien.

2.1.2 Pendekatan sistem

Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang

menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Pada dasarnya

pendekatan sistem adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen.

Dengan cara ini dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

11

keberhasilan suatu organisasi atau sistem. Pendekatan sistem dapat memberi

landasan untuk pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab

ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem (Marimin, 2004).

Saat ini dalam dunia nyata banyak permasalahan yang kompleks dan

beragam sehingga penyelesaiannya tidak mungkin dapat berhasil diselesaikan

oleh satu atau dua metode spesifik saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan

sistem (System Approach). Dalam teori sistem dinyatakan bahwa kesisteman

adalah suatu meta disiplin, dimana proses dari keseluruhan disiplin ilmu dan

pengetahuan sosial dapat dipadukan dengan berhasil (Gigh dan Carnavayal dalam

Eriyatno, 1999).

Keutamaan pendekatan sistem adalah dapat menyelesaikan permasalahan

yang kompleks yang sulit diselesaikan dengan pendekatan lainnya. Seperti

dinyatakan oleh Chechland (1981) bahwa system thinking muncul akibat dari

reaksi terhadap ketidakmampuan natural science dalam memecahkan

permasalahan dunia nyata yang kompleks. Selanjutnya, Manetsch dan Park (1977)

berpendapat bahwa untuk permasalahan multidisiplin yang komplek pendekatan

sistem memberikan penyelesaian masalah dengan baik. Persoalan yang

diselesaikan dengan pendekatan sistem umumnya persoalan yang memenuhi

karakteristik: (1) Kompleks, di mana interaksi antar elemen cukup rumit,

persoalan menyangkut multidisiplin dan multifaktor; (2) Dinamis, dalam arti,

faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan;

dan (3) Stokastik, yaitu diperlukannya fungsi peluang (probabilistik) dalam

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

12

inferensi kesimpulan maupun rekomendasi.

Menurut Eriyatno (1999) dalam metodologi sistem ada enam tahap analisis

sebelum tahap sintesa atau rekayasa, yaitu: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi

sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi

dari realisasi fisik, social, dan politik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan

keuangan. Tahap ke satu sampai dengan ke enam umumnya dilakukan dalam satu

kesatuan kerja yang dikenal sebagai analisis sistem.

2.1.3 Model

Model adalah suatu penggambaran abstrak dari sistem dunia riil atau nyata

yang akan bertindak seperti sistem dunia nyata untuk aspek-aspek tertentu

(Manetsch dan Park, 1977). Menurut Eriyatno (1999) model merupakan suatu

abstraksi dari realitas, yang akan memperlihatkan hubungan langsung maupun

tidak langsung serta timbal balik atau hubungan sebab akibat. Suatu model dapat

dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang dikaji.

Pada umumnya model dibangun untuk tujuan peramalan (forecasting) dan

evaluasi kebijakan yaitu menyusun strategi perencanaan kebijakan dan

memformulasikan kebijakan (Tasrif, 2004). Model dikelompokkan menjadi tiga

tipe yaitu model kuantitatif, kualitatif, dan ikonik (Muhammadi et al, 2001).

Model kuantitatif adalah model yang berbentuk rumus matematik, statistik atau

komputer. Model kualitatif adalah model yang berbentuk gambar, diagram atau

matriks yang menyatakan hubungan antar unsur. Dalam model kualitatif tidak

digunakan rumus matematik, statistik atau komputer. Model ikonik adalah model

yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan meskipun

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

13

skalanya dapat diperbesar atau diperkecil. Menurut Manetsch dan Park (1977)

model diklasifikasikan menjadi dua yaitu model makro dan model mikro, yang

ada kaitannya dengan derajad agregasinya.

Membangun model umum (generic model) dimulai dengan menyusun

elemen-elemen dasar yang menyusun sebuah sistem yang bersifat dinamis.

Kemudian mengidentifikasi gejala sampai menghasilkan sruktur permasalahan

untuk analisis kebijakan. Muhammadi et al. (2001) menyatakan bahwa untuk

menghasilkan model yang bersifat sistemik ada beberapa langkah yang harus

ditempuh yaitu: (1) identifikasi proses yang menghasilkan kejadian nyata,

(2) identifikasi kejadian yang diinginkan, (3) identifikasi kesenjangan antara

kenyataan dengan keinginan, (4) identifikasi dinamika menutup kesenjangan, dan

(5) analisis kebijakan. Dalam simulasi model setiap gejala dalam proses dapat

distrukturkan ke dalam kategori atau kombinasi kategori tertentu seperti level,

rate, auxilliary, constanta, flow, serta fungsi fungsi tertentu seperti delay, step,

pulse, graph, if , table, dan timecycle.

Perilaku dinamis dalam model ini dapat dikenali dari hasil simulasi model.

Simulasi model itu sendiri terdiri dari beberapa tahap yaitu: penyusunan konsep,

pembuatan model, simulasi dan validasi hasil simulasi (Eriyatno, 1999).

Selanjutnya, dikatakan bahwa validasi hasil simulasi bertujuan untuk mengetahui

kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model

dapat dinyatakan baik bila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap

gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang

sudah divalidasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

14

serta kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi

pengambil keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang.

Validasi juga memberikan keyakinan sejauh mana model dapat dipertanggung

jawabkan dalam analisis kebijakan untuk pemecahan masalah.

2.1.4 Pemodelan dinamik

Pemodelan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. Model

didefinisikan sebagai suatu penggambaran dari suatu sistem yang telah dibatasi.

Sistem yang dibatasi ini merupakan sistem yang meliputi semua konsep dan

variabel yang saling berhubungan dengan permasalahan dinamik (dynamic

problem) yang ditentukan (Richardson dan Pugh, 1986).

Forrester (1961) menyatakan bahwa model yang dikembangkan dengan

sistem dinamik mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Menggambarkan hubungan sebab akibat dari sistem

b. Sederhana dalam mathematichal nature

c. Sinonim dengan terminology dunia industry, ekonomi, dan sosial dalam

tatanama, dan

d. Dapat melibatkan perubahan yang tidak kontinyu jika dalam keputusan

memang dibutuhkan.

Pada umumnya model dibangun untuk tujuan peramalan (forecasting) atau

perancangan kebijaksanaan. Berbeda dengan model statis, pendekatan model

dinamik bersifat deduktif dan mampu menghilangkan kelemahan-kelemahan

dalam asumsi-asumsi yang dibuat sehingga kesepakatan atas asumsi-asumsi dapat

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

15

diperoleh. Model dinamik menekankan pada proses perubahan dari satu kondisi

ke kondisi lainnya. Karena perubahan memakan waktu, delay memjadi hal

penting dalam pemodelan dinamik. Apabila dalam model statis tingkat variabel

keadaan dan kelakuan sistem yang lalu menentukan tingkat stok dan kelakuan

sistem sekarang, maka dalam model sistem dinamik hubungan temporal hanya

berlaku untuk tingkat stok saja dan tidak untuk kelakuan sistem. Kelakuan sistem

pada saat sekarang tidak dapat diterangkan oleh kelakuannya pada waktu yang

lalu, melainkan oleh mekanisme interaksi struktur mikro dalam system

(Tasrif, 1993).

Muhammadi et al. (2001) menyatakan bahwa penyusunan model dinamik

mengalami tiga tingkatan alternatif yaitu:

a. Verbal

Model verbal adalah model sistem yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata.

b. Visual (analog model kualitatif)

Deskripsi visual dinyatakan secara diagram dan menunjukkan hubungan sebab

akibat banyak variabel dalam keadaan sederhana dan jelas. Analisis deskripsi

visual dilakukan secara kualitatif.

c. Matematis

Model visual dapat direpresentasikan ke dalam bentuk matematis yang merupakan

perhitungan-perhitungan terhadap suatu sistem. Semua bentuk perhitungannya

bersifat ekuivalen, yang mana setiap bentuk berperan sebagai alat bantu untuk

dimengerti bagi yang awam.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

16

Permasalahan dalam sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh

dari luar namum dianggap disebabkan oleh struktur internal sistem. Tujuan

metodologi sistem dinamik berdasarkan filosofi kausal (sebab akibat) adalah

mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang tata cara kerja suatu system

(Asyiawati, 2002). Tahapan dalam pendekatan system dinamik adalah:

a. Identifikasi dan definisi masalah

b. Konseptualisasi sistem

c. Formulasi model

d. Simulasi model

e. Analisis kebijakan

f. Implementasi kebijakan.

Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik ini diawali dan diakhiri dengan

pemahaman sistem dan permasalahannya sehingga membentuk suatu lingkar

tertutup. Proses dari pendekatan sistem dinamik dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Pendefinisian masalah merupakan tahap yang sangat penting dilakukan

untuk mengetahui dimana sebenarnya pemodelan sistem perlu dilakukan. Tahap

selanjutnya adalah merupakan tujuan dan batas permasalahan dari sistem yang

akan dimodelkan. Batas sistem menyatakan komponen-komponen yang termasuk

dan tidak termasuk dalam pemodelan sistem. Batas sistem ini meliputi kegiatan-

kegiatan di dalam sistem sehingga perilaku yang dipelajari timbul karena interaksi

dari komponen-komponen di dalam sistem (Purnomo, 2003).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

17

Implementasimodel

Pemahamansistem

Analisis IdentifikasiKebijakan masalah

Simulasi Konseptualisasimodel sistem

Formulasi model

Sumber: Widayani (1999)Gambar 2.1

Tahapan Pendekatan Sistem Dinamik

Selanjutnya, konseptualisasi model dilakukan atas dasar permasalahan yang

didefinisikan. Ini dimulai dengan identifikasi komponen atau variabel yang

terlibat dalam pemodelan. Variabel-variabel tersebut kemudian dicari

interrelasinya satu sama lain dengan menggunakan ragam metode seperti diagram

sebab akibat (causal), diagram kotak panah (stock and flow), dan diagram sekuens

(aliran). Konseptualisasi model ini memberikan kemudahan bagi pembaca agar

dapat mengikuti pola pikir yang tertuang dalam model sehingga menimbulkan

pemahaman yang lebih mendalam atas sistem (Purnomo, 2003).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

18

Pada tahap formulasi (spesifikasi) model dilakukan perumusan makna yang

sebenarnya dari setiap relasi yang ada dalam model konseptual, ini dilakukan

dengan memasukkan data kuantitatif ke dalam diagram model. Spesifikasi model

dilakukan terhadap model variabel-variabel yang saling berhubungan dalam

diagram. Pemodel dapat menentukan nilai parameter dan melakukan percobaan-

percobaan terhadap pengembangan model dengan mengkomunikasikan kepada

aktor-aktor yang terlibat. Dalam hal ini, model diformulasikan dengan

persamaan matematik (Purnomo, 2003).

Pada prinsipnya, model sistem dinamik dapat dinyatakan dan dipecahkan

secara numerik dalam sebuah bahasa pemrograman. Perangkat lunak khusus

untuk sistem dinamik telah banyak tersedia seperti Dynamo, Stella, Powersim,

Vensim, Ithink, dan lain-lain. Pemilihan Powersim sebagai perangkat lunak untuk

simulasi model adalah karena kemudahan dan kecanggihannya yang terus

berkembang. Dalam Powersim, model kualitatif disajikan dalam bentuk grafik

dari satu atau lebih variabel terhadap waktu. Pada model yang telah dibuat, data

kuantitatif berupa data, informasi dimasukkan dengan mengklik variabel-variabel

yang tersedia seperti level, rate, auxiliary, dan konstanta dan kemudian

nilai/formula dimasukkan ke dalam variabel-veriabel tersebut. Selanjutnya,

metode numerik dan time step dapat dipilih untuk mengkalkulasi model

(Muhammadi et al. 2001).

Tahap selanjutnya adalah melakukan simulasi terhadap model dan

melakukan validasi model yang juga akan menimbulkan umpan balik terhadap

permasalahan sistem. Menurut Muhammadi et al. (2001) simulasi model

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

19

dilakukan untuk memahami gejala atau proses sistem, membuat analisis dan

peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Sedangkan validasi

model dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala

atau proses yang ditirukan. Hasil validasi ini kemudian akan menimbulkan proses

perbaikan dan reformulasi model. Akhirnya dilakukan analisis kebijakan pada

model yang telah valid dan ini akan menambah pemahaman sistem.

2.2 Ketahanan Pangan

Konsep ketahanan pangan yang dikemukakan para ilmuwan atau lembaga

internasional bervariasi. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO)

mendefinisikan ketahanan pangan sebagai “situasi dimana setiap orang pada

setiap saat secara fisik dan ekonomis memiliki akses terhadap pangan yang cukup,

aman dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan seleranya

bagi kehidupan yang aktif dan sehat“. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan

oleh Riely et al. (1999, dalam Dharmawan dan Kinseng, 2006) di mana

ketahanan pangan dirumuskan sebagai “access for all people at all times to

enough food for an active and healty life”. Hal penting dari kedua konsep di atas

adalah ketersediaan pangan sepanjang waktu, sehingga dalam pembahasan

ketahanan pangan diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai pola produksi

dan distribusi di suatu daerah serta sistem komunitas yang memanfaatkan sumber

pangan tersebut.

Ketahanan pangan berdasarkan UU No 7 Tahun 1996 tentang pangan

diartikan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang

tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

20

aman, merata dan terjangkau”. Pengertian mengenai ketahanan pangan di atas

secara lebih rinci dapat diartikan sebagai berikut (Badan Bimas Ketahanan

Pangan, 2001), yaitu : (1) terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang

cukup, diartikan sebagai ketersediaan pangan dalam arti luas yang bermanfaat

bagi pertumbuhan kesehatan manusia, (2) terpenuhinya pangan dengan kondisi

yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang

dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman

dari kaidah agama, (3) terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata,

diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air,

dan (4) terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah

diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Agak berbeda dengan pandangan sebelumnya, Maxwell dan Timothy (1992)

memberikan batasan ketahanan pangan dengan menggunakan tolok ukur dimensi

spasial dan temporal sebagai faktor pembeda, yang dideskripsikan melalui dua

situasi kerawanan pangan yaitu: (1) kerawanan pangan kronis (Chronic food in

security: the inability of the people to meet food needs on going basis) dan (2)

kerawanan pangan sementara atau transien (Transitory food insecurity: When the

inability to meet food needs is temporary). Kerawanan pangan terjadi apabila

rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidak cukupan

pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan

kesehatan para individu anggotanya.

Kerawanan pangan kronis (terus menerus) biasanya sering terjadi pada

kawasan yang kurang menguntungkan secara ekologis, kawasan terpencil atau

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

21

terisolasi, kawasan yang ekologisnya rusak dan terancam, sehingga bencana

kelaparan berlangsung secara berulang, biasanya kerawanan pangan seperti ini

terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan ekonomi, keterisolasian, ketidak

berdayaan dalam mengontrol sumberdaya dan mengakses sumber pangan.

Kerawanan pangan yang terjadi terus menerus seperti ini akan berdampak pada

penurunan status gizi dan kesehatan. Sedangkan, kerawanan pangan sementara

(transien) terbagi pada dua tipe yaitu (1) kerawanan pangan yang bersifat

sementara, yang akan segera menghilang setelah faktor-faktor pengaruhnya dapat

diatasi dan (2) kerawanan pangan yang bersifat siklikal, yang bergerak menguat

dan melemah sesuai dengan perubahan waktu dan perubahan faktor- faktor

eksternal yang ada.

Konsep ketahanan pangan (food security) berkaitan dengan beberapa konsep

turunannya yaitu kemandirian pangan (food resilience) dan kedaulatan pangan

(food sovereignty). Di mana pengertian ketiganya sering dipertukarkan dalam

penggunaannya (Dharmawan dan Kinseng, 2006). Kemandirian pangan

menunjukkan kapasitas suatu kawasan (nasional) untuk memenuhi kebutuhan

pangannya secara swasembada (self sufficiency). Semakin besar proporsi pangan

dan bahan pangan yang dipenuhi dari luar sistem masyarakat kawasan tersebut,

maka semakin berkurang kemandiriannya dalam penyediaan pangan dan

sebaliknya. Kemandirian pangan yang rendah juga ditunjukan oleh lemahnya

kapasitas kawasan (nasional) untuk menyediakan pangan melalui usaha-usaha

mandiri tanpa bantuan pihak lain. Sedangkan, kedaulatan pangan seperti pada

kemandirian pangan tetapi dengan mengaitkan pada penguasaan atas sumber

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

22

pangan dan pangan yang tersedia di kawasan tersebut. Semakin tinggi proporsi

penguasaan sumber pangan, jumlah produksi, distribusi, kontrol mutu dan

keamanan pangan oleh anggota masyarakat lokal, semakin tinggi derajat

kedaulatan pangannya. Sebuah sistem pangan dari suatu kawasan yang berdaulat

berarti sistem tersebut telah melalui tahapan kemandirian pangan.

Saad (1999) menyatakan indikator ketahanan pangan dipengaruhi oleh tiga

komponen yaitu: (1) ketersediaan pangan (food availability), (2) akses pangan

(food access) dan pemanfaatan pangan (food utilization) yang saling berkaitan

membentuk suatu sistem. Ketersediaan pangan tergantung pada sumberdaya

(alam, manusia, fisik) dan produksi (usahatani dan non usahatani). Aksessibilitas

pangan tergantung pada pendapatan (usahatani dan non usahatani), produksi dan

konsumsi. Sedangkan, pemanfaatan pangan sangat tergantung pada nutrisi yang

dapat dimanfaatkan oleh anak maupun dewasa. Ketahanan pangan di suatu

daerah atau wilayah dapat dilihat dari berbagai indikator, indikator ketahanan

pangan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Peningkatan ketahanan pangan seperti yang tertulis di dalam GBHN 1999-

2004 sebaiknya dilaksanakan dengan berbasis sumber daya pangan, kelembagaan

dan budaya lokal, dengan memperhatikan pendapatan para pelaku usaha skala

kecil, dengan pengaturan yang didasari Undang-Undang. Hal ini mengisyaratkan

bahwa kebutuhan pangan sejauh mungkin harus dapat dipenuhi dari produksi

dalam negeri, dengan mengandalkan keunggulan sumberdaya, kelembagaan,

budaya, termasuk kebiasaan makan, yang beragam di masing- masing daerah.

Selanjutnya, disebutkan juga pentingnya aspek pengembangan usaha bisnis

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

23

pangan dan pengembangan kelembagaan pangan yang dapat menjamin

keanekaragaman produksi, penyediaan dan konsumsi pangan serta menjamin

penyediaan gizi bagi masyarakat.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan mengandung

makna makro maupun mikro. Makna makro terkait dengan penyediaan pangan di

seluruh wilayah setiap saat, sedangkan makna mikro terkait dengan kemampuan

rumah tangga dan individu dalam mengakses pangan dan gizi sesuai kebutuhan

dan pilihannya untuk tumbuh, hidup sehat dan produktif. Sehingga ketahanan

pangan sangat terkait pada individu, keluarga, masyarakat, wilayah hingga tingkat

nasional.

Komitmen nasional maupun dunia untuk mewujudkan ketahanan pangan

didasarkan atas peran strategis perwujudan ketahanan pangan dalam:

(1) memenuhi salah satu hak azasi manusia; (2) membangun kualitas sumber

daya manusia; dan (3) membangun salah satu pilar bagi ketahanan nasional

(Nurmalina, 2007).

Ketahanan pangan juga merupakan salah satu pilar bagi pembangunan

sektor-sektor lainnya karena tidak satupun negara dapat membangun

perekonomiannya tanpa terlebih dahulu menyelesaikan masalah pangannya.

Ketidaktahanan atau kerawanan pangan sangat berpotensi memicu

kerawanan sosial, politik maupun keamanan. Kondisi demikian tidak menunjang

pelaksanaan program pembangunan secara keseluruhan, yang berarti ketahanan

nasional tidak mungkin terwujud.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

24

Sumber : Saad (1999)Gambar 2.2

Indikator Ketahanan Pangan

2.3 Konsumsi dan Ketersediaan Beras

Stabilitas pasokan pangan terutama beras sangat penting peranannya dalam

pemenuhan konsumsi masyarakat. Cadangan beras merupakan komponen yang

KetersediaanPangan

AksessibilitasPangan

PengembanganPangan

IndikatorKategori

Sumberdaya

Alam :1.Curah hujan2.Kualitas tanah3.Ketersediaan air4.Sumber daya

hutan5.Aksessibilitas

ikan

Fisik :1. Infrastruktur2.Kepemilikan

hewan3.Kepemilikan alat

pertanian4.Kepemilikan

lahan5.Aset fisik lainnya

Manusia :1.Pendidikan2.Tingkat buta

huruf3.Rasio

ketergantungan4.Anggota RT5.Umur anggota RT6.Gender of

household

IndikatorKategori

Produksi

1.Total arealtanam

2.Areal irigsi3.Areal yang

belum ditanami4.Aksessibilitas

padapenggunaaninput

5.Produktifitastanamansemusim

6.Crop diversity7.Produksi8.Jumlah

pendapatan diluar usahatani

9.Cottageindustryproduction

10. Genderdivision oflabour

IndikatorKategori

Pendapatan

1.Totalpendapatan

2.Pendapatan dariusahatani(tanaman danternak)

3.Upah tenagakerja

4.Pendapatanmigrasi

5.Pasar

IndikatorKategori

Konsumsi

1.Pengeluarantotal

2.Harga pangan3.Harga non

pangan4.Frekuensi

makan5.Dietary intake

IndikatorKategori

Nutrisi

1.Tingaktmortalitas

2.Tingkatmorbedetas

3.Tingkatkesuburan

4.Akses fasilitaskesehatan

5.Akses padasanitasi

6.Akses padasanitasi yangmemadai

Sumberdaya :AlamFisikManusia

Produksi :UsahataniNon usahatani

Pendapatan :UsahataniNon usahatani

Konsumsi :PanganNon pangan

Nutrisi :Anak-anakDewasa

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

25

sangat penting dalam penyediaan pangan. Informasi mengenai stok beras ini

sangat penting untuk mengetahui situasi ketahanan pangan, baik di tingkat rumah

tangga, kabupaten, wilayah maupun nasional. Informasi stok beras pemerintah

relatif lebih mudah diperoleh karena penyelenggaranya adalah instansi

pemerintah (Dolog). Namun demikian, informasi mengenai stok beras di

masyarakat lebih sulit diperoleh dan data stok ini tidak tersedia secara rutin

(Pudjadi dan Harisno, 2007).

Di sisi lain, data stok ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan

sector pertanian karena menyangkut ketersediaan beras dalam suatu wilayah.

Konsumsi merupakan faktor yang sangat penting dalam menghitung kebutuhan

beras di suatu wilayah baik tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional. Data

konsumsi beras per kapita sampai saat ini sangat variatif, tergantung kepada

masing-masing instansi pemerintah yang berkepentingan kepada data tersebut.

Data produksi selama ini telah dikumpulkan oleh BPS dan

Departemen/Kementerian Pertanian. Untuk menghitung ketersediaan beras di

suatu wilayah diperlukan data produksi dan perdagangan (impor dan ekspor serta

data antar pulau). Untuk menghitung kebutuhan beras diperlukan data konsumsi.

Selisih antara ketersediaan dan kebutuhan merupakan stok. Besarnya stok perlu

diuji sehingga perlu survei stok yang selanjutnya diolah menjadi model stok

(Sugianto et al. 2002).

Informasi ketersediaan dan kebutuhan beras yang dihitung dari konsumsi

dan stok beras sangat diperlukan oleh pengambil kebijakan apakah harus

melakukan impor atau tidak, apakah harus mendatangkan beras dari wilayah lain

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

26

atau tidak, apakah cadangan beras mencukupi dan haarga terjangkau. Untuk dapat

menjawab permasalahan tersebut maka diperlukan survei stok dan konsumsi

gabah/beras di suatu wilayah. Konsumsi beras per kapita berdasarkan Susenas

2012 adalah sebesar 1.716 kg/kapita/minggu atau 89,48 kg/kapita/tahun. Nilai

tersebut hanya konsumsi rumah tangga, belum termasuk konsumsi di luar rumah

tangga, seperti makanan yang dibeli dari luar dan tidak diolah di rumah.

Perhitungan kebutuhan beras memerlukan data konsumsi langsung yaitu data

konsumsi yang berasal dari rumah tangga dan dari luar rumah tangga (Pudjadi dan

Harisno, 2007).

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian tentang penyediaan dan konsumsi beras nasional telah

dilakukan, namun sebagian besar dilakukan dengan pendekatan ekonometrika,

dan tidak terintegrasi dengan lingkungan. Beberapa penelitian yang berhubungan

dengan penyediaan dan konsumsi beras diantaranya sebagai berikut :

Mulyana (1998) melakukan penelitian mengenai “Keragaan Penawaran dan

Permintaan Beras Indonesia dan Prospek Swasembada Menuju Era Perdagangan

Bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan meramalkan masa depan

swasembada beras dan mengkaji dampak alternatif kebijakan unilateral,

multilateral dan alternatif non kebijakan terhadap penawaran dan permintaan

beras dan kesejahteraan pelaku ekonomi beras domestik. Peneliti menggunakan

Analisis Model Ekonometrika penawaran dan permintaan beras di pasar domestik

dan dunia. Produksi domestik didisagregasi menjadi lima wilayah yaitu Jawa dan

Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sisa wilayah Indonesia, sedangkan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

27

permintaannya secara agregat nasional.

Hasil pendugaan model Mulyana (1998) menunjukkan bahwa secara

regional areal sawah di Jawa dan Bali telah mencapai kondisi closing cultivation

frontier, yaitu mencapai batas maksimal lahan subur yang layak untuk areal sawah

akibat meningkatnya kompetisi penggunaan lahan. Karena itu respon areal padi

terhadap harga gabah di Jawa dan Bali lebih inelastis dibandingkan wilayah

lainnya. Faktor lain yang berpengaruh pada areal padi di seluruh wilayah adalah

curah hujan, areal irigasi, kinerja penyuluhan, target program produksi dan

konversi lahan sawah di Jawa dan Bali.

Secara umum hasil simulasi model Mulyana (1998) menunjukkan bahwa

penerapan alternatif kebijakan yang seragam secara nasional tidak selalu direspon

dengan arah yang sama oleh komponen penawaran beras di setiap wilayah dan

dapat berbeda dampaknya tehadap kesejahteraan petani. Implikasi penting dari

hal itu adalah diperlukan penerapan kebijakan dan perbaikan kesejahteraan petani

sama-sama dapat dicapai. Secara ekonomi swasembada beras periode 1984 sd

1996 dapat dipertahankan dengan kebijakan menaikkan harga dasar 15,38 persen,

menambah areal irigasi 3,61 persen, menambah areal intensifikasi 5,25 persen

atau mendevaluasi rupiah 100 persen namun dampaknya berlawanan bagi

perubahan kesejahteraan petani dan konsumen. Karena itu diperlukan kombinasi

kebijakan yang dapat mendorong kenaikan produksi beras sekaligus

meningkatkan kesejahteraan petani dan konsumen.

Hasil peramalan Mulyana (1998) tanpa alternatif kebijakan menunjukkan

bahwa kontribusi wilayah Sumatera, Sulawesi dan sisa wilayah Indonesia akan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

28

meningkat dalam produksi beras pada masa mendatang sedangkan peranan

wilayah Jawa dan Bali berangsur-angsur turun sebagai konsekuensi dari

pelaksanaan liberalisasi perdagangan. Indonesia diperkirakan akan

berswasembada beras secara absolut melainkan akan mencapai net ekspor beras

mulai tahun 2013. Tampak bahwa potensi produksi beras Indonesia masih cukup

prospektif.

Untuk mencapai swasembada beras dan perbaikan kesejahteraan, Mulyana

(1998) merekomendasikan untuk meningkatkan areal sawah irigasi dan

intensifikasi di Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya, dan

memperbaiki efisiensi biaya dan teknologi usahatani padi sesuai dengan

spesifikasi wilayah, perlu diefektifkan kebijakan harga dasar yang didukung

dengan peningkatkan pengadaan, memperbaiki jaringan distribusi pemasaran

beras dalam dan antar wilayah, meningkatkan teknologi penyimpanan

beras/gabah. Sistem operasi pasar beras masih tetap diperlukan dalam jangka

pendek. Karena itu peran pemerintah yang saat ini dilakukan Bulog masih perlu

dipertahankan dalam jangka pendek.

Rachman (2001) melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Pola

Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia (KTI)”. Data

yang digunakan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun1996

yang dikumpulkan oleh Bappenas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi

beras terlihat mendominasi pola konsumsi pangan sumber karbohidrat secara

keseluruhan, menurut daerah maupun menurut kelompok pendapatan, walaupun

konsumsi beras rata-rata rumah tangga di KTI masih rendah dibandingkan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

29

Nasional.

Hasil analisis Rachman (2001) menunjukan bahwa proyeksi produksi beras

pada tahun 2005 berdasarkan data time series dari tahun 1997-2001 adalah sebesar

28,47 juta ton, kemudian tahun 2010 sebesar 28,53 juta ton dan pada tahun 2015

adalah sebesar 28,59 juta ton. Proyeksi konsumsi beras tahun 2005 dan 2010

berdasarkan standar kecukupan gizi adalah masing-masing sebesar

116,80 kg/kapita/tahun dan 113,15 kg/kapita/tahun. Sedangkan konsumsi beras

tahun 2015 berdasarkan standar kecukupan gizi adalah 109,5 kg/kapita/tahun,

sehingga proyeksi kebutuhan konsumsi beras nasional pada tahun 2005, 2010 dan

2015 menurut standar kecukupan gizi diperkirakan adalah sebesar 26,06 juta ton,

26,97 juta ton dan 27,77 juta ton. Pada tahun 2015, jika konsumsi penduduk

Indonesia sesuai dengan kecukupan gizi yang diperlukan, maka dari hasil analisis

diketahui bahwa produksi dalam negeri mampu untuk memenuhi permintaannya.

Namun demikian perlu diwaspadai adanya peningkatan konsumsi beras per kapita

sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi yang akan terjadi pada tahun 2015

mendatang. Sehingga kita harus selalu waspada dan selalu tetap berusaha untuk

meningkatkan pertumbuhan produksi beras dalam negeri.

Pergeseran pola pangan pokok yang mengarah ke beras juga ditunjukkan

oleh bergesernya pola pangan pokok di provinsi-provinsi wilayah Kawasan Timur

Indonesia. Pada tahun 1979 hanya provinsi Kalimantan Selatan yang berpola

pangan pokok beras, namun demikian pada tahun 1996 provinsi lainnya seperti

Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan

Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

30

Selatan menjadi provinsi-provinsi dengan pola pangan pokok beras. Beras sudah

mengarah pada komoditas bergengsi yang ditunjukkan oleh meningkatnya

konsumsi beras dengan makin tingginya pendapatan.

Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian bekerja sama

dengan Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB (2002), melakukan

penelitian mengenai “Analisis Skenario Pemenuhan Kebutuhan Pangan Nasional

Hingga 2015 Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi Pertanian.” Penelitian

dilaksanakan pada tahun 2002 dengan menggunakan analisis ekonometrika. Hasil

analisis menunjukkan bahwa mulai tahun 2010 ada peluang Indonesia mengalami

kondisi dimana tingkat produksi akan lebih besar dari pada tingkat konsumsi.

Kondisi surplus terutama tercipta oleh peningkatan produksi yang lebih cepat dari

pada peningkatan konsumsi. Surplus beras akan lebih cepat tercapai apabila

diterapkan kebijakan yang bersifat mendukung. Dari berbagai kebijakan yang

disimulasikan, ternyata kebijakan tersebut adalah peningkatan dana irigasi dan

anggaran pembangunan sektor pertanian memberikan pengaruh positif yang lebih

besar dalam peningkatan produksi dibandingkan dengan skenario kebijakan

lainnya, seperti kebijakan subsidi pupuk, tarif impor maupun kebijakan harga

dasar.

Lembaga Penelitian UI bekerja sama dengan Badan Bimas Ketahanan

Pangan, Departemen Pertanian (2002) melakukan penelitian “Analisis Proyeksi

Produksi dan Konsumsi Beras Nasional.” Analisis ini dilakukan dengan

menggunakan analisis regresi linear (Trend Analysis). Untuk memperkirakan

kecukupan zat gizi (energi) dari tahun 2002 sampai dengan 2015 dilakukan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

31

analisis berdasarkan angka kecukupan Zat gizi dari Widya Karya Pangan dan Gizi

tahun 1979, 1988, 1993 dan 1998. Kecukupan ini diterjemahkan dalam bentuk

kebutuhan pangan berdasarkan Pedoman Umum Gizi Seimbang.

Saat ini masih terjadi ketidakseimbangan pola konsumsi pangan yang

disebabkan oleh terlalu tingginya peran padi-padian (khususnya beras) di satu sisi,

dan masih rendahnya peran beberapa pangan, terutama pangan hewani, sayuran

dan buah serta belum tercukupinya minyak dan lemak. Berdasarkan hal itu, maka

konsumsi per kapita padi-padian, khususnya beras sepanjang 2000- 2015

diproyeksikan menurun, sedangkan komoditas lain, khususnya sayuran dan buah,

pangan hewani, minyak dan lemak serta kacang-kacangan diproyeksikan

meningkat.

Berdasarkan hasil analisis AHP, di antara berbagai fungsi yang diperkirakan

mendukung ketahanan pangan, ternyata fungsi ketersediaan ditemukan sebagai

yang terpenting. Sedangkan fungsi lainnya seperti distribusi, konsumsi dan

kewaspadaan pangan memperoleh bobot yang jauh lebih kecil dari pada fungsi

ketersediaan. Pendapat bahwa fungsi ketersediaan pangan merupakan yang

terpenting didukung oleh pendapat responden di semua provinsi contoh. Dengan

demikian, pendekatan produksi dan availability masih menjadi tema yang

dianggap mampu menjamin ketahanan pangan.

Otonomi daerah yang telah diberlakukan diperkirakan akan memberikan

pengaruh yang besar terhadap tercapainya ketahanan pangan. Implikasinya,

pemerintah daerah tingkat II memainkan peranan penting sejak dari tahapan

perencanaan hingga tahapan evaluasi. Komponen-komponen yang diperlukan bagi

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

32

pelaksanaan proses manajemen ketahanan pangan tersebut juga diharapkan

menjadi penanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Namun ada satu

komponen penting dimana peranan pemerintah pusat diharapkan tetap menonjol.

Komponen tersebut adalah pendanaan. Dengan kata lain, diharapkan sumber

pendanaan utama bagi kebijakan ketahanan pangan adalah dari pemerintah pusat.

Irawan (2005) melakukan penelitian “Analisis Ketersediaan Beras

Nasional Suatu Kajian Simulasi Pendekatan Sistem Dinamis”. Analisis ini

menggunakan data sekunder yang sumber data utamanya adalah statistik

Indonesia dan Profil Pertanian Dalam Angka. Dalam penelitian ini dilakukan

penyederhanaan yaitu tidak mencakup sub sistem distribusi dan tata niaga,

mengabaikan pengaruh faktor lingkungan dan pengaruh faktor harga gabah beras

terhadap tingkat penawaran. Hasil analisis menunjukkan bahwa swasembada

beras secara mandiri tidak akan tercapai apabila laju konversi lahan sawah terus

berlanjut sebagaimana keadaan tahun 1992-2002 (-0.77 % per tahun) dan

penerapan teknologi budi daya padi sawah tidak beranjak dari keadaan tahun

1990-2000. Swasembada beras akan tercapai apabila laju konversi lahan di Jawa

dan luar Jawa dapat ditekan masing masing sampai nol persen dan 0.72 persen per

tahun mulai tahun 2010. Pada saat yang sama upaya peningkatan produktivitas

padi sebesar 2.0 - 2.5 persen per tahun sebagaimana prestasi yang pernah dicapai

pada saat swasembada beras (1983 sd 1985) diperlukan. Kebijakan perluasan areal

lahan sawah di luar Jawa sebanyak satu juta hektar selama lima tahun tidak akan

cukup untuk mencapai kondisi swasembada beras dalam 15 tahun ke depan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ... (198 1) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (system thinking) ... Menurut Eriyatno (1999

33

selama laju konversi lahan sawah dan tingkat produktivitas padi tetap tidak

berubah.

Shintasari (1988) melakukan penelitian terhadap dinamika persediaan

daging sapi dengan pendekatan model dinamik untuk wilayah DKI Jakarta.

Simulasi model dibuat berdasarkan fluktuasi tingkat persediaan daging sapi

dengan software Dynamo untuk menghasilkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang

mampu mengatasi ketidakstabilan dalam produksi dan persediaan sehingga dapat

menghemat sejumlah besar biaya.

Waskito (2005) membuat pemodelan ekonometrik dan dinamik sistem

terhadap daya saing ekspor komoditas agroindustri karet alam Indonesia. Daya

saing ekspor melalui pemodelan dinamik terbagi menjadi tiga subsistem

(submodel) yaitu submodel agroindustri, submodel perdagangan, dan submodel

makroekonomi. Pada setiap submodel terdapat faktor-faktor yang saling

mempengaruhi dalam hubungan sebab akibat.

Kajian disertasi ini menggunakan model sistem dinamik dengan

pertimbangan bahwa model tersebut akan memberikan pandangan yang lebih

holistik serta pemahaman terhadap perilaku sistem yang lebih dalam , khususnya

untuk kajian wilayah Provinsi Bali. Model sistem dinamik juga lebih mampu

memprediksi perubahan perilaku system yang dinamis dibandingkan alat

manajemen ilmiah lainnya.