Top Banner
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa skirpsi, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian yang relevan yang dapat digunakan sebagai acuan dan pembanding untuk penelitian ini. Adapun penelitian yang dimaksud antara lain sebagai berikut : Dewi (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Bentuk, Jenis, Fungsi Gramatikal dan Makna Onomatope dalam Novel Kitchin Karya Banana Yoshimoto” memiliki objek yang sama dengan penelitian kali ini yaitu onomatope, sehingga sangat relevan untuk dijadikan referensi. Dewi meneliti tentang bentuk, jenis, fungsi gramatikal dan makna onomatope yang terdapat dalam novel Kitchin karya Banana Yoshimoto. Teori yang digunakan antara lain bentuk onomatope menurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal serta makna kontekstual menurut Sutedi dan Chaer. Dalam penelitiannya, Dewi mendapat kesimpulan bahwa dari 254 data onomatope yang didapat memiliki bentuk, jenis, fungsi gramatikal, dan makna yang berbeda-beda. Dari penelitian yang dilakukan juga ditemukan bahwa, tidak semua proses gramatikal mengubah makna yang dimiliki onomatope. Penelitian Dewi mengangkat topik yang sama dengan penelitian ini yaitu Onomatope, namun tidak mengkhusus meneliti tentang gijougo serta dalam penelitian ini menganalisis penggunaan dan makna. Selain itu, sumber data yang digunakan juga berbeda, jika Dewi menggunakan novel, penelitian kali ini menggunakan manga.
17

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

Jul 20, 2019

Download

Documents

dangminh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa skirpsi, jurnal

maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian yang relevan yang

dapat digunakan sebagai acuan dan pembanding untuk penelitian ini. Adapun

penelitian yang dimaksud antara lain sebagai berikut :

Dewi (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Bentuk, Jenis,

Fungsi Gramatikal dan Makna Onomatope dalam Novel Kitchin Karya Banana

Yoshimoto” memiliki objek yang sama dengan penelitian kali ini yaitu onomatope,

sehingga sangat relevan untuk dijadikan referensi. Dewi meneliti tentang bentuk,

jenis, fungsi gramatikal dan makna onomatope yang terdapat dalam novel Kitchin

karya Banana Yoshimoto. Teori yang digunakan antara lain bentuk onomatope

menurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko

(1993), makna leksikal, makna gramatikal serta makna kontekstual menurut Sutedi

dan Chaer. Dalam penelitiannya, Dewi mendapat kesimpulan bahwa dari 254 data

onomatope yang didapat memiliki bentuk, jenis, fungsi gramatikal, dan makna yang

berbeda-beda. Dari penelitian yang dilakukan juga ditemukan bahwa, tidak semua

proses gramatikal mengubah makna yang dimiliki onomatope. Penelitian Dewi

mengangkat topik yang sama dengan penelitian ini yaitu Onomatope, namun tidak

mengkhusus meneliti tentang gijougo serta dalam penelitian ini menganalisis

penggunaan dan makna. Selain itu, sumber data yang digunakan juga berbeda, jika

Dewi menggunakan novel, penelitian kali ini menggunakan manga.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

10

Dzkirullah (2012) dalam skripsinya “Analisis Giongo dalam Anime

Kaichou wa Meido-Sama!” meneliti mengenai makna, karakteristik, dan

penggunaan giongo. Karakteristik dan penggunaan di sini maksudnya adalah jenis,

pengklasifikasian serta fungsi dari giongo yang ditemukan. Dzkirullah

menggunakan menggunakan teori fungsi gramatikal dari Hiroko (2003), teori

makna dari Aminnudin (2008) untuk memecahkan masalah yang diangkat. Dari

hasil penelitian yang dilakukan Dzkirullah mendapati dari 25 giongo (tiruan bunyi

benda) yang ditemukan, terdapat 17 giongo yang tujuh di antaranya termasuk juga

ke dalam kategori gitaigo (tiruan bunyi dan suara yang menyatakan keadaan) dan

delapan giseigo (tiruan suara makhluk hidup) yang 4 di antaranya termasuk juga ke

dalam kategori gitaigo. Giongo yang ditemukan juga mempunyai karakteristik dan

penggunaan yang berbeda.

Penelitian Dzkirullah memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan

penelitian ini, antara lain sama-sama meneliti onomatope dalam sebuah manga dan

menganalisis penggunaan serta maknanya, perbedaannya terletak pada jenis

onomatope dan juga sudut pandang analisis penggunaan, karena penelitian ini

meneliti gijougo dan penggunaan dari sudut pandang pembentukan dan kategori.

Maula (2010) dalam skripsinya yang berjudul “ Analisis Makna Gitaigo

dalam cerita Boku no Ojisan” meneliti mengenai makna dan fungsi gitaigo. Dalam

penelitiannya Maula menganalisis makna yang pemaknaanya dipengaruhi oleh

situasi atau keadaan. Peneliti menggunakan teori semantik menurut Dedi Sutedi

(2003) untuk memecahakan rumusan masalah yang diangkat. Karena gijougo

merupakan turunan dari onomatope kelompok gitaigo, maka penelitian yang

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

11

dilakukan Maula memiliki relevansi untuk dijadikan sumber referensi untuk

melakukan analisis dalam penelitian ini.

2.2 Konsep

Konsep adalah seluruh istilah yang menjadi kata kunci yang digunakan

dalam suatu karya ilmiah. Konsep akan memberikan kesepahaman dan pengertian

mendalam yang sangat berguna bagi para pembaca. Adapun konsep yang akan

dijabarkan adalah sebagai berikut.

2.2.1 Onomatope

Onomatope bahasa Jepang dapat didefinisikan secara luas. Hal itu dapat

dilihat dari pendapat yang terdapat pada buku Onomatope : Keitai to Imi (Ikuhiro

dan Lawrence, 1998:10)

オノマトペは、もっとも一般的なていぎ、現実のおとを真似

ている語、あるいわ少なくともそのように見なされるごを指す(ぎ

しぎし、quack 等)。しかしながらこの述語は、声を含む音を表す

語に対してだけでなく、動作の様態(くねくね、zigzag)や、肉体

的(ぽっちゃり、plump)あるいは精神的(もさっ、sluggish)な状

態を描写する語に対しても、用いるが、声や音を表す語と、様態や

状態を表す語を解くに区別する必要がある場合には、前者を擬音オ

ノマトペ後者を擬態オノマトペと呼ぶことにする。

Onomatope wa, mottomo ippantekina teigi, genjitsu no oto wo

maneteiru go, aruiwa sukunakutomo sono youni minasareru wo o sasu

( gishigishi, quack nado). Shikashinagara kono jutsugo wa, koe wo fukumu

oto wo arawasu go ni taishite dakedenaku,dousa no youtai (kunekune,

zigzag) ya, nikuiteki (pocchari, plump) aruiwa seishinteki (mosat, sluggish)

na joutai wo byousha suru go ni taishitemo, mochiiru ga, koe ya oto wo

arawasu go to, youtai ya joutai wo arawasu go wo toku ni kubetsu suru

hitsuyou ga aru baai ni wa, zensha wo gion onomatope kousha wo gitai

onomatope to yobu koto ni suru.

‘Secara umum pengertian onomatope adalah kata-kata yag

menirukan dan mengekspresikan suara atau bunyi secara nyata, atau

minimal mengacu pada suara yang mirip dan mendekati suara aslinya,

( seperti gishigishi, ‘mendecit atau berderak,’ dan lain-lain). Tetapi istilah

ini tidak hanya mengacu pada kata atau bahasa yang menunjukkan bunyi

yang mengandung suara saja, tetapi juga kata-kata yang mendeskripsikan

keadaan atau kondisi perbuatan dan pergerakan (misalnya kunekune,

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

12

‘meliak-liuk’), kondisi fisik jasmani (misalnya, pocchari ‘montok’) dan

kondisi mental (misalnya, mosat ‘lesu, tidak segar’). Jika diklasifikasikan,

kata-kata yang mengungkapkan bunyi atau suara disebut dengan gion

onomatope sedangkan kata yang mengungkapkan keadaaan atau kondisi

disebut gitai onomatope’

Dari penjelasan di atas, dapat ditangkap bahwa onomatope dalam bahasa

Jepang tidak hanya digunakan untuk menggambarkan tiruan suara namun juga

menjelaskan kondisi perbuatan, gerakan, bahkan perasaan manusia. Menurut para

ahli bahasa Jepang, Onomatope dibagi menjadi dua bagian besar yang pertama

adalah giongo (擬音語) atau yang sering disebut onomatope yang merupakan tiruan

bunyi. Onomatope yang kedua adalah gitaigo (擬態語) yang biasa disebut mimesis

yang lebih mengarah pada tampilan luar atau psikologis dibanding suara (Hiroko,

1993:20). Dari dua bagian besar tersebut, onomatope bahasa Jepang dapat dibagi

lagi menjadi lima jenis yang lebih kecil, namun tidak menutup kemungkinan satu

onomatope masuk ke dalam lebih dari satu jenis onomatope. Adapun lima

klasifikasi jenis onomatope tersebut yaitu :

1. Giseigo (kata-kata yang menunjukkan suara makhluk hidup)

Contoh : kusukusu (suara samar-samar tidak jelas saat orang mengobrol, tertawa

dengan kurang jelas), wanwan (suara anjing), moomoo (suara sapi),

2. Giongo (kata-kata yang menunjukkan bunyi dari benda)

Contoh : dondon (suara mengetuk pintu), doon (suara ledakan), suusuu (suara udara

yang melewati celah kecil secara berkelanjutan), saa (suara mesin)

3. Gitaigo (menunjukkan keadaan benda mati)

Contoh : barabara (keadaan yang terpisah pisah), pittari (keadaan benda yang pas,

misalnya baju), mechakucha (keadaan benda yang berantakan), kicchin (keadaan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

13

benda yang rapi, bisa juga menggambarkan keadaan yang pas, presisi dan akurat)

4. Giyougo (keadaan makhluk hidup juga pergerakan)

Contoh : pinpin (keadaan sehat dan bugar), pocchari (montok), gussuri ( tidur

dengan begitu lelapnya), sutakora (keadaaan kacau balau, puntang panting)

5. Gijougo (kata-kata yang digunakan untuk menggambarkan perasaan manusia)

Contoh : wakuwaku (perasaan menanti sesuatu yang menyenngkan), mojimoji

(tidak bisa membuat keputusan karena malu), moyamoya (mengkhawatirkan

tentang apa yang akan dilakukan).

Selain jenisnya, onomatope juga dapat diklasifikasikan menurut bentuknya.

Menurut Toshiko dan Hoshino (1995:vi), bentuk onomatope ada yang berupa

pengulangan 反復形 (hanpukukei), penambahan konsonan ganda ~っ yang

disebut 促音(sokuon), bentuk akhiran ~ん yang disebut 発音 (hatsuon) ,bentuk

dengan vokal panjang ~ー yang disebut 長音(cho’on), bentuk dengan tipe Aっ

Bん, bentuk dengan akhiran ~り, dan bentuk dengan tipe AっBり.

2.2.2 Makna

Ferdinand de Saussure dalam Chaer (2012:287) mengungkapkan bahwa

makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda

linguistik. Dalam kajian linguistik, ilmu yang mempelajari tentang makna dikenal

dengan istilah semantik, atau yang dalam bahasa Jepang disebut 意味論 (imiron)

yaitu ilmu yang mempelajari tentang makna kata, frase, dan klausa dalam kalimat.

Makna sangatlah penting sebagai jembatan penghubung suatu bahasa dengan dunia

luar atau bahasa lain agar bisa saling mengerti satu sama lain. Mempelajari makna

berarti juga membahas tentang bagaimana setiap pemakai bahasa bisa saling

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

14

mengerti. Makna suatu kata yang sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi panca

indra dan biasanya terdapat dalam suatu kamus bahasa disebut sebagai makna

leksikal. Namun dalam ilmu linguistik, makna tidak dapat didefinisikan secara

leksikal saja, faktor eksternal juga mempunyai pengaruh besar terhadap makna dari

suatu kata ketika ditulis maupun diucapkan, dalam bidang linguistik istilah makna

kata yang berada dalam satu konteks tersebut dinamai makna kontekstual. (Chaer,

2012:289)

2.3 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini untuk menganalisis penggunaan dan makna digunakan

tiga buah teori yang secara garis besar adalah teori morfologi, sintaksis dan

semantik. Secara lebih khusus, untuk menjawab rumusan masalah pertama

mengenai penggunaan onomatope menggunakan teori morfologi dari Natsuko

Tsujimura (1996), lalu untuk menganalisis kategori menggunakan teori kategori

sintaksis Abdul Chaer (2012) dan untuk mengkaji lebih dalam mengenai rumusan

masalah kedua yaitu makna, penelitian ini menggunakan teori semantik menurut

Mansoer Pateda (2001). Penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga teori tersebut akan

dijabarkan sebagai berikut :

2.3.1 Sintaksis

Sintaksis adalah salah satu cabang dari ilmu linguistik. Sintaksis

mempelajari kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain

sebagai satuan ujaran. Hal ini sesuai dengan asal-usul kata sintaksis itu sendiri yang

berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattein yang

berarti ‘menempatkan’. Jadi, secara etimologi istilah itu berarti : ‘menempatkan

bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat’ (Chaer, 2012:206).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

15

Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut tougoron (統語論) atau

sintakusu (シンタクス)yaitu cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur

dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang

mencakup jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta struktur dan

maknanya. Dengan demikian garapan sintaksis mencakup struktur frase, struktur

klausa, dan struktur kalimat, ditambah dengan berbagai unsur lainnya (Nitta dalam

Sutedi, 2010:63). Unsur kalimat dalam bahasa Jepang secara garis besarnya terdiri

dari subjek (shugo/主語), predikat (jutsugo/述語), objek (taishougo/対象語),

keterangan (joukyougo/状況語), modifikator (shuushokugo/修飾語) dan konjungsi

(setsuzokugo/接続語 ). Unsur subjek dan objek biasanya diisi dengan nomina

termasuk nomina jadian, sedangkan unsur predikat diisi dengan verba, adjektiva,

nomina ditambah dengan kopula. Unsur keterangan mencakup keterangan tempat,

waktu, alat, penyerta, dan lainnya. Unsur modifikator digunakan untuk memperluas

atau menerangkan subjek, objek, penyerta atau yang lainnya dengan menggunakan

verba, adjektiva, nomina, atau yang lainnya (Sutedi, 2010:73).

Dalam sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis,

mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis serta alat-alat yang

digunakan dalam membangun struktur itu (2) satuan-satuan sintaksis yang berupa

kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. (3) hal-lain yang berkenaan dengan

sintaksis seperti masalah modus, aspek, dan sebagainya.

Kategori sintaksis adalah jenis atau tipe kata atau frase yang menjadi pengisi

fungsi-fungsi sintaksis. Kategori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina (N),

verba (V), adjektiva (A), adverbia (Adv), numeralia (Num), preposisi (Prep),

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

16

Konjungsi (Konj), dan pronominal (Pron). Dalam hal ini nomina, verba, dan

adjektifa merupakan kategori utama, sedangkan yang lain merupakan kategori

tambahan (Chaer, 2009:27).

Dilihat dari pendapat Hiroko (1993:29), onomatope sebagai adverbial dapat

dilekatkan dengan beberapa satuan sintaksis dalam suatu kalimat, adapun satuan

sintaksis tersebut antara lain :

1. Onomatope dapat dilekatkan dengan kata kerja bentuk pertama sebagai

adverbial, diletakkan sebelum kata kerja tersebut. misalnya ; せかせかと働く

(sekaseka to hataraku : bekerja dengan tidak tenang, gangan nomu : minum

dengan cepat sampai habis).

2. Onomatope bahasa Jepang dapat pula dilekatkan dengan する (suru) atau やる

(yaru) sehingga onomatope kategori menjadi verba. contohnya, うとうとする

(utouto suru : merasakan kantuk) いらいらする(ira ira suru : merasakan sakit)

3. Dikombinasikan dengan kopula ~だ (~ da) sehingga onomatope dapat berubah

kategori menjadi adjektiva. Contoh : くさくさだ。(kusakusa da : kedaaan

perasaan yang merasakan depresi) , お腹がペコペコだ。(onaka ga pekopeko

da : perut lapar).

4. Dilekatkan dengan partikel ~の (~no) dalam frase adjektif sehingga

onomatope dapat berubah kategori menjadi kata benda. Frase adalah gabungan

dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan , dan menjadi salah satu

unsur atau fungsi kalimat. (Chaer, 2011 : 301). Contoh : きらきらの星

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

17

(kirakira no hoshi : bintang yang berkelip), ぴかぴかのカメラ(pikapika no

kamera : kamera yang masih berkilauan karena baru)

5. Dilekatkan dengan partikel ~に (~ni) onomatope dapat berfungsi sebagai

frase adverbial dalam sebuah frase ataupun kalimat. Contoh : ぺらぺになる

(pera pera ni naru : menjadi lancar), カリカリにあげる (karikari ni ageru :

goreng dengan renyah).

2.3.2 Morfologi

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon ( 形態論 ).

Keitairon merupakan cabang dari ilmu linguistik yang mengkaji tentang kata dan

pembentukannya. Objek yang dikajinya yaitu tentang kata (語/go atau 単語/ tango)

dan morfem (形態素/ keitaiso) (Sutedi, 2010:42).

Menurut Tsujimura (1999:148), ada lima pembentukan kata dalam bahasa

Jepang yaitu :

1. Afiksasi (Affixation)

Pembentukan kata paling lazim dalam bahasa Jepang adalah afiksasi, yaitu

penambahan imbuhan pada suatu kata. Proses pembentukan ini merupakan proses

penambahan prefiks dan sufiks ke dalam bentuk dasar. Contoh pembentukan kata

melalui afiksasi misalnya :

Omizu {o} + {mizu}

Odorite {odor} + {i} + {te}

Kakite {kak} + {i} + {te}

Pada contoh di atas, morfem dasar {mizu} mendapat prefix {o} sehingga

menjadi kata omizu, pada contoh kedua dan ketiga morfem dasar {odor} dan {kak}

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

18

mendapat sufiks {te} serta tambahan {i} karena morfem dasarnya berakhir dengan

konsonan.

2. Komposisi (Compounding)

Tipe kedua pembentukan kata dalam bahasa Jepang adalah komposisi.

Pembentukan komposisi merupakan pembentukan kata-kata dengan

mengkombinasikan dua atau lebih kata. Pembentukan tipe ini memiliki beberapa

variasi. Yang pertama adalah komposisi yang terdiri dari gabungan kata asli bahasa

Jepang (native compound), komposisi kedua yaitu kata yang berasal dari gabungan

kata yang berasal dari Cina (sino-japanese), yang ketiga pembentukan dari

kombinasi bahasa asal yang berbeda, dan juga gabungan dari kata hasil komposisi

(hybrid compound). Ketiga pembentukan kata tersebut dapat dilihat dari contoh di

bawah ini :

a. Native Compound

aki-zora 秋空 : langit musim gugur

chika-michi 近道 : jalan pintas

tachi-yomi 立ち読み : membaca sambil berdiri

b. Sino Japanese Compound

ki-soku 規則 : aturan

To-zan 登山 : mendaki gunung

Satsu-jin 殺人 : pembunuh

c. Hybrid Compound

Sino Japanese + Native : dai-dokoro 台所 : dapur

Sino Japanese + Foreign : sekiyuu- sutoobu 石油ストーブ : Minyak Kompor

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

19

Native + Foreign : ita-choko 板チョコ : Coklat batangan

Foreign + foreign : teburu-manaa テブルマナー : table manner

Selain ketiga jenis komposisi di atas, ada satu lagi komposisi yang disebut

dvandva compound. Dvandva compound sedikit berbeda dengan ketiga

pembentukan komposisi di atas, dvandva compound tidak memandang satu

individu atau objek sebagai satu kesatuan namun lebih kepada dua individu atau

objek yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu kata yang memiliki

makna, misalnya :

Oya-ko 親子 : orang tua dan anak

Eda-ha 枝葉 : cabang dan daun

Iki-kaeri 行き帰り : pulang pergi

3. Reduplikasi (Reduplication)

Pembentukan kata yang ketiga adalah reduplikasi. Pembentukan reduplikasi

adalah proses pembentukan kata dengan mengulang sebagian atau seluruh kata

untuk membentuk suatu kata baru. Pembentukan reduplikasi umumnya digunakan

untuk pembentukan kata tiruan bunyi/keadaan/ mimesis, dan reduplikasi renyoukei,

contohnya :

Zawa-zawa : berisik

Pika-pika : bercahaya kelap kelip

Pota-pota : menetes

Naki-naki : menangis

Dari contoh di atas, dapat diketahui, bahwa contoh dari mimesis (zawa-

zawa, pika-pika, pota-pota) merupakan pembentukan dari satu mora dasar yang

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

20

diulang, sedangkan reduplikasi renyookei merupakan hasil dari pengulangan dari

suatu verba dasar.

4. Kliping (Clipping)

Pembentukan kata selanjutnya adalah kliping, yaitu pembentukan kata

dengan proses penyingkatan kata. Contoh dari pembentukan ini dapat dilihat

dibawah ini :

Keisatsu Satsu : Polisi

Suupaamakeeto Suupaa : Supermarket

Gakusei waribiki Gakusei wari : Diskon untuk siswa

Pada contoh di atas, kata tersebut mengalami penyingkatan dengan

meninggalkan beberapa bagian kata. Selain penyingkatan seperti contoh di atas, ada

pula penyingkatan kata dengan mengambil suku kata awal dari setiap kata yang

digabungkan, misalnya :

Waado purosessaa wa puro : world processor

Rimooto kontorooru rimo kon : remote control

5. Pinjaman (Borrowing)

Pembentukan kata yang terakhir adalah borrowing. Borrowing merupakan

pembentukan kata bahasa Jepang hasil peminjaman dari bahasa lain, termasuk juga

sino-japanese, contohnya :

Hotel hoteru

Panic panikku

Voice boisu

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

21

2.3.3 Semantik

Semantik adalah istilah yang disepakati sebagai bidang linguistik yang

mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang

ditandainya atau dengan kata lain , bidang studi dalam linguistik yang mempelajari

makna atau arti dalam bahasa. Yang dimaksud tanda atau lambang di sini adalah

tanda linguistik yang dikemukakan Ferdinand de Saussure (1996) yaitu yang terdiri

dari (1) Komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk – bentuk bunyi

bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna atau makna dari komponen

yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang sedangkan

yang ditandai atau yang dilambanginya adalah sesuatu yang diluar bahasa yang

lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk (Chaer, 1990 : 2). Dari sekian banyak

jenis makna, pada penelitian ini onomatope akan ditinjau dari 3 sudut pandang

makna yaitu makna leksikal, gramatikal, dan kontekstual.

2.3.3.1 Makna Leksikal

Makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, baik itu

dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap,

seperti yang dibaca dalam kamus bahasa tertentu. Makna leksikal ini memiliki

unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaan atau konteksnya. Makna leksikal suatu

kata terdapat pada kata yang berdiri sendiri, artinya makna sebuah kata dapat

berubah apabila kata tersebut telah berada di dalam kalimat ( Pateda 2001:119)

Makna leksikal suatu kata dapat dengan mudah diketahui dari sumber

kamus kata yang bersangkutan, misalnya dalam bahasa Jepang terdapat kamus

dasar bahasa Jepang, kamus gairaigo, kamus onomatope bahasa Jepang, dan lain

sebagainya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

22

Contoh makna leksikal dari sebuah onomatope dapat dilihat dibawah ini :

1. ブツブツ (butsubutsu) menunjukkan keadaan suara bisikan yang ada di dalam

mulut, juga untuk menyatakan keadaan ketika seseorang menyuarakan

ketidaksukaan, ketidakpuasan dengan suara yang tidak jelas. (Atoda dan

Hoshino, 2009:454)

2. フラフラ (furafura) menggambarkan keadaan yang tidak stabil, bergerak

dengan berayun-ayun, bergoncang, tanpa tenaga. Keadaan badan (bagian

tubuh) tidak bergerak sebagaimana mestinya karena lelah. (Atoda dan Hoshino,

2009:456)

Jika disimak dari contoh 1 dan 2, dapat disimpulkan seperti yang

diungkapkan Chaer (1990:63) bahwa makna leksikal dari suatu kata adalah

gambaran yang nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata itu.

2.3.3.2 Makna Gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang muncul akibat fungsi dan keberadaan

kata dalam kalimat (Pateda, 2001:103). Makna gramatikal dalam bahasa Jepang

disebut 文法的意味 (bunpouteki imi) yaitu makna yang muncul akibat proses

gramatikalnya. Menurut Chaer (2012:290) proses gramatikal suatu kata terjadi

karena adanya afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Makna

gramatikal penting untuk dianalisis karena proses gramatikal yang terjadi dalam

sebuah onomatope dapat mengubah makna yang ditimbulkan, seperti contoh di

bawah ini.

3. うどんをつるつるすすり込む。(Atoda dan Hoshino, 2009:300)

udon wo tsurutsuru susurikomu

‘makan udon dengan suara slurp’

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

23

4. 親父の頭は40歳ごろからつるつるだったらしい (Atoda dan

Hoshino, 2009:300)

oyaji no atama wa 40 sai goro kara tsurutsuru datta rashii.

‘kepala ayah sudah botak kira kira sejak umur 40 tahun’

Pada contoh kalimat 3 dan 4, kata つ る つ る (tsurutsuru)yang

dikombinasikan dengan すすり込む (susurikomu) memiliki makna bunyi slurp

dan menjadi salah satu contoh giongo yaitu suara orang yang sedang menghisap

sesuatu, dalam kalimat ini yaitu udon. Sedangkan jika tsurutsuru menjadi sebuah

adjektiva seperti pada kalimat 5, tsurutsuru memiliki makna keadaan permukaan

yang halus .(dalam kalimat ini adalah permukaan kepala si Oyaji) dan merupakan

penggunaan tsurutsuru sebagai gitaigo.

2.3.3.3 Makna Kontekstual

Makna kontekstual adalah makna yang muncul karena adanya hubungan

antara ujaran dan konteks. Konteks itu berwujud dalam banyak hal, konteks yang

dimaksud di sini, yakni : (1) konteks orangan, termasuk di sini hal yang berkaitan

dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pembicara atau pendengar, latar

belakang sosial ekonomi pembicara atau pendengar, (2) konteks situasi, misalnya

situasi aman, situasi rebut, (3) konteks tujuan, misalnya meminta, mengharapkan

sesuatu, (4) konteks formal atau tidaknya pembicaraan, (5) konteks suasana hati

pembicara atau pendengar, misalnya takut, gembira, jengkel, (6) konteks waktu,

misalnya malam, setelah magrib, (7) konteks tempat, (8) konteks objek, maksudnya

apa yang menjadi fokus pembicaraan, (9) konteks alat kelengkapan bicara atau

dengar pada pembicara atau pendengar, (10) konteks kebahasaan, maksudnya

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

24

apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak, dan (11)

konteks bahasa, yakni bahasa yang digunakan.

Untuk mendapat padanan ilmiah terdekat sehingga mudah untuk dipahami,

makna yang muncul dari sebuah kata dalam hal ini onomatope, seringkali

mengalami perubahan sesuai konteks/ lingkungan bahasa itu sendiri.

5. さあー、800万まであと75体!

今日も気合い入れてバラバラ死体ひろうかー

Saaa, 800 man made ato 75 tai!

Kyoumo kiai irete barabara shitai hirouka

‘Nah, tinggal 75 orang sampai pas 8 juta!

Hari ini aku harus lebih bersemangat memunguti tubuh yang tercerai

berai.’

6. あ~、かわいそーにバラバラんなっちゃまったよバイク...

死んだな ありやー

Aa, kawaiso ni barabara nacchamatta yo baiku…

Shindana ariyaa

‘Aah… kasihan, sepedanya hancur berantakan, pasti dia mati’

Pada contoh kalimat 5 dan 6 mempunyai makna yang sedikit berbeda sesuai

konteksnya. Makna bara-bara pada contoh pertama melukiskan keadaan tubuh

yang tercerai berai, berada disana-sini. Kemudian bara-bara pada kalimat 6

menggambarkan sepeda motor yang hancur berantakan. Bara-bara memiliki makna

leksikal keadaan benda yang berhamburan, berjatuhan, begitu saja. Juga

menunjukkan keadaan yang menjadi berhamburan atau terpisah-pisah, baik waktu,

tempat, perasaan, dan lainnya (Nakami, 2003:396).

Apabila kedua makna tersebut dipertukargantikan akan menimbulkan

benturan makna karena tidak sesuai konteksnya, (misalnya motor yang tercerai

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI 2.1 Kajian Pustaka II.pdfmenurut Toshiko (2009), klasifikasi onomatope, fungsi gramatikal menurut Hiroko (1993), makna leksikal, makna gramatikal

25

berai). Dari kedua contoh tersebut dapat diketahui bahwa konteks sebuah kalimat

sangat penting untuk menentukan makna kontekstual onomatope.