16 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN Secara umum, bagian ini terdiri atas empat bagian. Bagian pertama adalah kajian pustaka, yang di dalamnya mengulas beberapa hasil pemikiran ilmiah yang pernah ditulis dan penelitian yang sudah pernah dilakukan mengenai terjemahan dan penerjemahan serta kajian yang berkaitan dengan kalimat bermarkah serta struktur tematisasi. Bagian kedua menguraikan konsep dasar yang meliputi pengertian tentang penerjemahan, pergeseran penerjemahan, penyimpangan penerjemahan, kalimat bermarkah, maupun struktur tematisasi. Bagian ketiga membahas landasan teori yang digunakan yaitu, pergeseran penerjemahan, penyimpangan penerjemahan, dan teori sistemik fungsional linguistik. 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka ini memiliki beberapa kontribusi untuk penelitian yang akan dilakukan, seperti memperkaya kerangka pemikiran penelitian, peningkatan metodologi penelitian dan juga yang memiliki relevansi terhadap kemajuan penelitian-penelitian alih bahasa sebelumnya. Davidson (1984) dalam tulisannya yang berjudul “Syntactic Markedness and the Definition of Sentence Topic”menjelaskan dua hal yang relevan, yakni pemarkahan sintaksis dan topik kalimat. Berkenaan dengan pemarkahan sintaksis, dikemukakan gagasan bahwa kalimat pasif adalah kalimat yang bermarkah
39
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · menganalisis tipe dan struktur konstituen kalimat bermarkah dalam bahasa Inggris pada novel Descration. Di samping itu, tesis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN
MODEL PENELITIAN
Secara umum, bagian ini terdiri atas empat bagian. Bagian pertama adalah
kajian pustaka, yang di dalamnya mengulas beberapa hasil pemikiran ilmiah yang
pernah ditulis dan penelitian yang sudah pernah dilakukan mengenai terjemahan
dan penerjemahan serta kajian yang berkaitan dengan kalimat bermarkah serta
struktur tematisasi. Bagian kedua menguraikan konsep dasar yang meliputi
pengertian tentang penerjemahan, pergeseran penerjemahan, penyimpangan
penerjemahan, kalimat bermarkah, maupun struktur tematisasi. Bagian ketiga
membahas landasan teori yang digunakan yaitu, pergeseran penerjemahan,
penyimpangan penerjemahan, dan teori sistemik fungsional linguistik.
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini memiliki beberapa kontribusi untuk penelitian yang akan
dilakukan, seperti memperkaya kerangka pemikiran penelitian, peningkatan
metodologi penelitian dan juga yang memiliki relevansi terhadap kemajuan
penelitian-penelitian alih bahasa sebelumnya.
Davidson (1984) dalam tulisannya yang berjudul “Syntactic Markedness
and the Definition of Sentence Topic”menjelaskan dua hal yang relevan, yakni
pemarkahan sintaksis dan topik kalimat. Berkenaan dengan pemarkahan sintaksis,
dikemukakan gagasan bahwa kalimat pasif adalah kalimat yang bermarkah
17
dan mempunyai padanan makna pada struktur aktif yang tidak bermarkah, seperti pada kalimat
berikut.
A tiger chased a tourist (aktif).
‘Seekor harimau mengejar seorang wisatawan’
A tourist was chased by a tiger (pasif).
‘Seorang wisatawan dikejar oleh seekor harimau’
Davidson menganalisis kalimat bermarkah dan memfokuskan pada kalimat pasif sebagai
bentuk kebermarkahan struktur. Dalam tulisannya juga dijelaskan bahwa topik kalimat adalah
suatu konstituen linguistik pada property sintaksis dan semantik untuk menghubungkan fungsi
dalam proses menghubungkan suatu kalimat dengan konteks wacana. Sebaiknya, dalam kajian ini
kalimat pasif merupakan salah satu tipe dan struktur kalimat bermarkah yang dianalisis.
Jacobs (1993) dalam pemaparannya pada “English Syntax” menyampaikan satu topik yang
relevan dengan penelitian ini yakni struktur informasi. Dalam struktur informasi ini ada dua
subtopik yang sangat relevan dan bisa membantu penelitian kalimat bermarkah dalam bahasa
Inggris ini, yakni topic comment dan initial position and passive clause. Dari kedua kalimat ini,
sebenarnya kajiannya adalah tentang bagian dari kalimat bermarkah hanya Jacob menyebutkannya
dengan istilah yang lain.
1) Topic comment
Contoh:
Drunk drivers, we ought to rid the state of them.
‘Pengemudi-pengemudi mabuk, kita seharusnya mengisarkan mereka’
Pada dua klausa di atas adanya topik sebagai pemarkah dalam dua klausa itu karena
keberadaannya mendahului klausa inti. Di sini topik merupakan informasi lama dari suatu tuturan.
18
2) Initial position and passive clause
Contoh:
The crown was stolen (by the twelve years old girl).
‘Mahkota itu dicuri (oleh gadis yang berumur dua belas tahun)
Kalimat pasif adalah suatu kalimat yang mempunyai struktur initial position, yakni pemindahan
objek dalam struktur aktif menjadi subjek dalam struktur pasif. Dalam struktur pasif juga
ditemukan suatu pemarkahan kalimat yaitu verbanya sebagai pemarkah seperti klausa di atas.
Jacob mengamati kalimat pasif sebagai bentuk yang bermarkah dan menjelaskan topic-comment.
Namun, dalam penelitian ini peneliti mengamati seluruh tipe dan struktur konstituen serta
informasi yang ditonjolkan oleh kalimat bermarkah dalam bahasa Inggris serta bagaimana kalimat
tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Noverti (2008) dalam tesisnya Skewing between Direct and Indirect Sentences in Pan
Angklung Gadang and Its Translation into English juga berfokus pada penelitian tentang
skewing/penyimpangan. Penyimpangan yang didiskusikan dalam tesis ini adalah penyimpangan
antara kalimat langsung dan kalimat tak langsung yang terdapat dalam cerita tradisional rakyat
Bali yang berjudul Pan Angklung Gadang dan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Tujuan tesis
ini adalah untuk mengetahui terjemahan kalimat langsung diterjemahkan sedemikian rupa. Selain
itu, tesis ini juga bertujuan untuk menganalisis sejauh mana perubahan bentuk tersebut
memengaruhi penghilangan dan penambahan informasi yang terdapat dalam terjemahan.
Setelah menganalisis data ditemukan bahwa terdapat tiga jenis penyimpangan antara
kalimat langsung dan kalimat tidak langsung yang ditemukan dalam cerita rakyat Bali Pan
Angklung Gadang dan terjemahannya dalam bahasa Inggris, yaitu kalimat langsung deklaratif
diterjemahkan ke dalam kalimat tidak langsung deklaratif, kalimat langsung imperatif
19
diterjemahkan ke dalam kalimat tidak langsung deklaratif, dan kalimat langsung interogatif
diterjemahkan ke dalam kalimat tidak langsung deklaratif. Pada kalimat langsung deklaratif
diterjemahkan ke dalam kalimat tidak langsung deklaratif, ditemukan bahwa terdapat makna kedua
dalam kalimat deklaratif, yaitu untuk menyatakan permintaan, perintah dan saran. Sementara itu,
pada kalimat langsung imperatif diterjemahkan ke dalam kalimat tidak langsung deklaratif,
ditemukan bahwa terdapat penyimpangan pada terjemahannya, yakni kalimat deklaratif digunakan
untuk meminta sesuatu. Pada kalimat langsung interogatif diterjemahkan ke dalam kalimat tidak
langsung deklaratif, ditemukan bahwa terdapat penyimpangan pada terjemahannya, yakni kalimat
deklaratif digunakan untuk menanyakan informasi.
Kalimat langsung yang terdapat pada teks bahasa sumber diterjemahkan menjadi kalimat
tidak langsung pada teks bahasa sasaran dengan tujuan untuk menghindari keharusan
menerjemahkan penggunaan bahasa yang bertingkat-tingkat, karena konteks dan makna yang
terkandung pada ujaran harus diterjemahkan jika ujaran yang terdapat pada teks bahasa sasaran.
Namun, jika ujaran pada teks bahasa sumber diterjemahkan ke dalam kalimat tidak langsung pada
teks bahasa sasaran, konteks yang terkandung pada ujaran tidak terlalu diperhatikan dan hanya
makna yang diterjemahkan ke bahasa sasaran, karena bentuk kalimat tidak langsung tidak
tergantung pada konteks. Oleh karena penggunaan bahasa yang bertingkat-tingkat tidak terlalu
diperhatikan pada terjemahan bahasa Inggris, terjadi penghilangan informasi konteks sosial ketika
menerjemahkan ujaran dalam bahasa sumber ke dalam kalimat tidak langsung dalam bahasa
sasaran, seperti penghilangan informasi status sosial dan hubungan keakraban pada teks bahasa
sasaran.
Penelitian di atas berfokus pada bagaimana kalimat langsung diterjemahkan ke dalam teks
bahasa sasaran dan mengapa diterjemahkan seperti itu, dan seberapa jauh perubahan bentuk
20
memengaruhi penambahan dan pengurangan informasi. Penelitian di atas juga menjadi pijakan
dalam penelitian ini, tetapi yang membedakan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah
cakupannya yang lebih mendalam. Dalam hal ini penelitian melibatkan berbagai unsur linguistik,
tidak hanya semantik, tetapi juga sintaksis.
Swandana (2011) dalam tesisnya berjudul Kalimat Bermarkah dalam Bahasa Inggris pada
Novel Desecration membahas kalimat bermarkah dalam bahasa Inggris yang merupakan suatu
kajian yang berada di bawah struktur informasi suatu kalimat. Pada hakikatnya, struktur informasi
suatu kalimat menyangkut dua hal, yakni struktur informasi kalimat bermarkah dan struktur
informasi kalimat yang tidak bermarkah. Kalimat bermarkah dan tidak bermarkah biasanya
membawakan informasi yang sama. Namun, kedua kalimat ini mempunyai struktur sintaksis yang
berbeda. Kalimat tidak bermarkah merupakan bentuk asal atau kanonik yang mempunyai struktur
yang lebih sederhana. Sebaliknya, kalimat bermarkah merupakan bentuk turunan atau nonkanonik
yang mempunyai struktur sintaksis yang lebih rumit dan kompleks. Tesis ini mendeskripsikan dan
menganalisis tipe dan struktur konstituen kalimat bermarkah dalam bahasa Inggris pada novel
Descration. Di samping itu, tesis ini juga mendeskripsikan dan menganalisis informasi yang
ditonjolkan oleh kalimat bermarkah bahasa Inggris pada novel tersebut.
Penelitian ini mempunyai kemiripan dengan penelitian di atas dalam hal orientasi pada
topik penelitian di bidang struktur kalimat, khususnya kalimat bermarkah, namun, yang
membedakan adalah adanya pemadanan struktur kalimat bermarkah bahasa Inggris ke dalam
bahasa Indonesia.
Damayanti (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Theme Equivalence and Theme Shift
Found in Indonesian-English Translation of Thesis Abstracts dalam Jurnal Language Circle
Journal of Language and Literature, melakukan kajian tentang tema-rema dan terjemahan.
21
Penelitian ini mengkaji tipe-tipe tema-rema, kesepadanan tema, dan pergeseran tema dalam
penerjemahan abstrak tesis dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Sumber data dari
penelitian ini berupa sepuluh abstrak tesis program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
tahun 2010-2011 dan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif. Unit analisis penelitian ini berupa klausa, setiap klausa yang ditemukan
diamati dan dianalisis berdasarkan kesepadanan tema dan pergeseran tema. Aplikasi teori
Linguistik Fungsional Sistemik digunakan dalam kajian tematisasi. Berdasarkan hasil analisis,
tema topikal merupakan tema yang dominan ditemukan pada sepuluh teks abstrak, yaitu 198 tema
topikal (80,16%) pada teks sumber dan 222 (79,56%) dalam teks sasaran. Tema topikal didominasi
oleh partisipan. Tema yang ditemukan didominasi oleh tema yang tidak mengalami pergeseran
dan mencapai kesepadanan (70,2%). Namun, tetap ditemukan pergeseran tema, pergeseran tema
tersebut terjadi melalui tiga proses yang berbeda, yaitu (1) perubahan fungsi gramatikal melalui
tematisasi (11,7%), (2) penambahan tema (14,7%) dan (3) penghapusan tema (3,4%). Penelitian
ini menunjukkan pentingnya pemahaman mendalam mengenai struktur gramatikal bahasa sumber
dan bahasa sasaran serta pemahaman tentang pergeseran dan kesepadanan terjemahan.
Penelitian Damayanti (2012) memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu penelitian
tentang tema-rema dalam terjemahan, yang membedakannya, penelitian ini adalah sumber data
yang digunakan, dan penelitian ini berfokus pada kajian terjemahan kalimat bermarkah.
Dewi Yulianti (2016) dalam disertasi yang berjudul Aspek Stilistika dalam Teks Srimad
Bhagavatam: Kajian Terjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia juga memberikan
kontribusi pada penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian terjemahan deskriptif yang
berfokus pada tipe-tipe majas sebagai aspek stilistika pada Srimad Bhagavatam dan terjemahannya
dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini bertolak dari paradigma penerjemahan Srimad Bhagavatam
22
sebagai produk terjemahan dan menggunakan tema teks dalam menganalisis majas yang terdapat
dalam bahasa sumber dan terjemahannya dalam bahasa sasaran. Memahami tema yang terdapat di
dalam teks akan membantu pemahaman majas yang digunakan dalam teks karena penggunaan
majas dipengaruhi oleh tema teks tersebut. Penelitian ini juga berfokus pada kemasan gramatikal
dari kalimat-kalimat yang mengandung majas melalui analisis metafungsi bahasa, yaitu
metafungsi tekstual, ideasional dan metafungsi interpersonal. Dalam hal metafungsi tekstual,
kalimat bermajas dianalisis berdasarkan tema-rema, metafungsi ideasional menganalisis kalimat
bermajas berdasarkan proses, partisipan dan sirkumstansi, dan metafungsi interpersonal
menganalisis kalimat dari modus kalimat tersebut. Hasil analisis menunjukkan tiga belas jenis
majas, dan majas sinisme yang paling banyak digunakan dalam teks. Kemasan gramatikal kalimat
yang mengandung majas dianalisis berdasarkan teori metafungsi bahasa, khususnya transitivitas
yang digagas oleh Halliday menunjukkan bahwa proses relasional mendominasi teks yang dikaji.
Penelitian ini menunjukkan bahwa strategi penerjemahan majas yang paling banyak diterapkan
adalah mengganti majas BS dengan majas BT. Ideology yang dianut penerjemah adalah
domestikasi dengan menerapkan metode literal translation, adaption, free translation, dan
communicative translation. Dalam hal transitivitas terdapat 48 proses relasional, 41 proses
material, 11 proses mental, 2 proses eksistensial dan 1 proses verbal.
Disertasi Dewi Yulianti (2016) memberikan kontribusi pada penelitian ini khususnya pada
kajian terjemahan dan metafungsi tekstual mengenai keterkaitan antara kajian terjemahan dan
tematisasi. Hal yang membedakan adalah penelitian ini hanya berfokus pada metafungsi tekstual
dan yang menjadi fokus analisis adalah kemasan gramatikal kalimat bermarkah.
23
2.2 Konsep
Konsep pada penelitian ini mencakup terminologi teknis yang merupakan komponen-
komponen dari landasan teori pada penelitian penerjemahan kalimat bermarkah bahasa Inggris ini.
Terminologi-terminologi teknis yang dimaksud terdiri atas penerjemahan, skewing, dan
pergeseran dalam penerjemahan, kalimat bermarkah, dan struktur informasi akan diuraikan
sebagai berikut:
2.2.1 Penerjemahan
Nida (1994) menyatakan bahwa proses penerjemahan terdiri atas (1) perencanaan, (2)
pengujian, dan (3) pendistribusian ditambah dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
langsung oleh penerjemah, yaitu (1) tahap analisis makna teks Bahasa Sumber, (2) tahap
pengalihan makna/ pesan Bahasa Sumber – Bahasa Target, dan (3) tahap restrukturisasi dalam
Bahasa Target, sehingga tercapainya kesepadanan alamiah yang paling mendekati.
Ditinjau dari tahapannya proses penerjemahan tampak sederhana. Jika dikaji dengan
saksama, proses penerjemahan sangat rumit dan panjang. Penerjemah memahami teks Bahasa
Sumber, kemudian melakukan analisis sintaksis untuk menginvestigasi bagian-bagian klausa.
Setelah dilakukan analisis struktur sintaksis, kemudian dilanjutkan dengan analisis leksikal untuk
menentukan makna dan pesan yang terkandung pada klausa tersebut. Pesan tersebut tidak bisa
dipisahkan dari teks dan konteksnya sehingga dilakukan penyesuaian struktur gramatikal dan
stilistika Bahasa Target sebelum dituangkan dalam produk penerjemahannya.
Machali (2000:5) menyarikan apa yang disampaikan Catford (1965:20) tentang
penerjemahan, yaitu the replacement of textual material in one language dan pernyataan yang
disampaikan oleh Newmark (1988) rendering the meaning of a text menjadi penerjemahan adalah
upaya “mengganti” teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa target yang
24
diterjemahkan adalah makna yang terkandung dalam pesan sebagaimana yang dimaksudkan
penulis. Kenyataannya tidak mudah mengganti struktur Bahasa Sumber ke dalam Bahasa Target,
sehingga pergeseran ataupun skewing dalam penerjemahan tidak dapat dihindari untuk mencapai
kesepadanan.
Berdasarkan uraian di atas penerjemahan dilihat dari segi linguistik dapat disimpulkan
secara sederhana sebagai pengalihbahasaan pesan, naskah, buah pikiran, ide, baik yang berbentuk
lisan maupun tulisan, dengan ekuivalensi yang semirip mungkin dan seoptimal mungkin. Jika tidak
ada penyimpangan antara struktur semantik dan bentuk gramatikal, daya ilokusi akan sama seperti
modus gramatikal kalimat itu. Pertanyaan diungkapkan dengan kalimat tanya, pernyataan dengan
kalimat pernyataan, dan perintah dengan kalimat perintah.
2.2.2 Kalimat
Alwi, (2003:311) menyatakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud
lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud tulisan kalimat dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca, seperti tanda titik, tanda baca, tanda seru,
sesuai dengan jenis kalimatnya. Kalimat merupakan satuan dasar wacana. Artinya, wacana baru
akan terbentuk jika ada dua kalimat atau lebih, letaknya berurutan sesuai dengan kaidah
kewacanaan. Sejalan dengan yang disampaikan oleh Alwi, Downing dan Locke (2006)
menyatakan bahwa kalimat secara gramatikal merupakan unit tertinggi yang terdiri atas satu klausa
independen atau dua klausa atau lebih, klausa yang saling terkait. Unit ini dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya atau tanda seru. Definisi kalimat selanjutnya
disampaikan oleh Kroeger (2004:5), menurut Kroeger, kalimat tidak sesederhana seperti rangkaian
kata yang satu dengan kata-kata lainnya. Dalam sebuah kalimat dibutuhkan pemikiran lebih lanjut
tentang makna-makna yang terkandung di dalam kalimat tersebut.
25
2.2.3 Kalimat Tidak Bermarkah
Kalimat tidak bermarkah dikenal dengan istilah kalimat kanonik. Kalimat tidak bermarkah
ini adalah suatu kalimat deklaratif yang positif. Kalimat deklaratif secara sintaksis adalah suatu
kalimat yang subjeknya selalu hadir dan biasanya posisinya mendahului verba (Quirk, 1985:803).
Perlu ditegaskan bahwa tidak semua kalimat deklaratif positif dapat dianggap sebagai
kalimat kanonik atau tidak bermarkah. Hal ini terjadi karena di dalam kalimat deklaratif positif itu
masih dimungkinkan adanya pola urutan fungsi atau konstituen yang bermarkah. Kalimat tidak
bermarkah adalah suatu kalimat deklaratif positif dengan pola unsur inti (1) S-V, (2) S-V-C, (3)
S-V-A, (4) S-V-O, (5) S-V-O-C, (6) S-V-O-A, dan (7) S-V-Od-Oi.
2.2.4 Kalimat Bermarkah
Pengemasan informasi dapat dilihat dari tipe atau pola kalimat yang digunakan. Pola urutan
konstituen dalam kalimat dapat dibedakan menjadi dua tipe struktur, yaitu struktur tidak
bermarkah dan struktur bermarkah. Kebermarkahan merupakan konsep yang bermanfaat dalam
mempelajari bahasa secara utuh (Bloor dan Bloor (1995). Kebermarkahan sintaksis berfokus pada
pola urutan kata yang merupakan hal yang sangat penting dalam penerjemahan karena memiliki
peranan penting dalam mempertahankan koherensi dan orientasi pesan pada level wacana (Baker,
1992). Pengguna bahasa secara intuitif mengetahui pola urutan kata yang umumnya digunakan
dalam membentuk klausa. Pola urutan kata ini dikenal sebagai pola urutan kata yang tidak
bermarkah. Sedangkan pola urutan kata yang bermarkah dihasilkan dengan menempatkan elemen
klausa pada posisi yang berbeda dari pola urutan yang lazim atau umum digunakan (tidak
bermarkah) dengan tujuan mencapai kohesi, menekankan informasi, dan lain-lain. Fitur-fitur
gramatikal dengan pola urutan tertentu dapat menghasilkan kebermarkahan. Struktur ini dapat
26
dibandingkan secara lintas bahasa melalui analisis hasil terjemahan kalimat bermarkah ke dalam
bahasa Indonesia.
Kalimat bermarkah adalah kalimat yang mengandung pemarkah yang berupa penyisipan,
pelesapan, atau perubahan pola urutan frasa atau klausa. Kalimat bermarkah dikenal dengan istilah
kalimat nonkanonik. Pertama, yang termasuk di dalam kalimat bermarkah itu adalah kalimat
deklaratif dengan pola di luar pola kalimat tidak bermarkah. Menurut Huddleston dan Pullum
(2005), kalimat bermarkah bahasa Inggris pada kalimat deklaratif positif terdiri atas kalimat pasif,