BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep Intensi Kewirausahaan Kata intensi berasal dari Bahasa Inggris “intention” yang memiliki arti niat, maksud, tujuan, atau motif. Azjen (1991: 181) menyatakan intensi sebagai faktor motivasi yang memepengaruhi perilaku dan menjadi indikasi seberapa keras individu untuk mencoba, berapa banyak upaya individu untuk mengerahkan dalam mewujudkan sebuah perilaku. Sedangkan, Almeida (2013: 120) dalam Luiz, et.al (2015: 760) mengungkapkan bahwa, "the intentions are the best predictors of planned behavior, especially when this behavior is rare, hard to observe and occurs in a space of time called continuous." Artinya, intensi merupakan prediktor terbaik dari perilaku yang direncanakan, terutama saat perilaku tersebut jarang dilakukan, sulit diamati dan terjadi dalam ruang waktu yang kontinyu. Berdasarkan pengertian intensi yang telah dikemukakan, dapat dikatakan bahwa intensi dapat mempengaruhi perilaku seseorang, artinya semakin kuat intensi yang dimiliki maka akan semakin besar terwujudnya perilaku yang diharapkan. Demikian halnya dengan kewirausahaan, seseorang dengan intensi yang kuat untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha (Indarti dan Rostiani, 2008:4). Intensi kewirausahaan mengacu pada keputusan individu untuk menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru (Bird, (1988) dalam Tong, Tong dan Loy (2011: 489). Sedangkan, Fini, et.al. (2009:4) mengungkapkan bahwa intensi kewirausahaan merupakan representasi kognitif dari tindakan yang akan dilaksanakan oleh individu baik yang akan membangun usaha mandiri baru atau menciptakan nilai baru dalam perusahaan yang ada. Intensi kewirausahaan selalu berkaitan dengan kuatnya motif seseorang dalam berwirausaha sehingga mempengaruhi perilakunya. Dalam intensi kewirausahaan, 14
30
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Konsep Intensi Kewirausahaan
Kata intensi berasal dari Bahasa Inggris “intention” yang memiliki arti niat,
maksud, tujuan, atau motif. Azjen (1991: 181) menyatakan intensi sebagai faktor
motivasi yang memepengaruhi perilaku dan menjadi indikasi seberapa keras
individu untuk mencoba, berapa banyak upaya individu untuk mengerahkan dalam
mewujudkan sebuah perilaku. Sedangkan, Almeida (2013: 120) dalam Luiz, et.al
(2015: 760) mengungkapkan bahwa, "the intentions are the best predictors of
planned behavior, especially when this behavior is rare, hard to observe and occurs
in a space of time called continuous." Artinya, intensi merupakan prediktor terbaik
dari perilaku yang direncanakan, terutama saat perilaku tersebut jarang dilakukan,
sulit diamati dan terjadi dalam ruang waktu yang kontinyu. Berdasarkan pengertian
intensi yang telah dikemukakan, dapat dikatakan bahwa intensi dapat
mempengaruhi perilaku seseorang, artinya semakin kuat intensi yang dimiliki maka
akan semakin besar terwujudnya perilaku yang diharapkan.
Demikian halnya dengan kewirausahaan, seseorang dengan intensi yang
kuat untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik
dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha (Indarti dan Rostiani,
2008:4). Intensi kewirausahaan mengacu pada keputusan individu untuk
menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru (Bird,
(1988) dalam Tong, Tong dan Loy (2011: 489). Sedangkan, Fini, et.al. (2009:4)
mengungkapkan bahwa intensi kewirausahaan merupakan representasi kognitif
dari tindakan yang akan dilaksanakan oleh individu baik yang akan membangun
usaha mandiri baru atau menciptakan nilai baru dalam perusahaan yang ada. Intensi
kewirausahaan selalu berkaitan dengan kuatnya motif seseorang dalam
berwirausaha sehingga mempengaruhi perilakunya. Dalam intensi kewirausahaan,
14
15
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
terdiri dari lima dimensi yang dikemukakan oleh Carvalho and Gonzales (2006)
dalam Luiz, et.al. (2015: 760), yaitu: kepribadian, pengetahuan bisnis, motivasi
berwirausaha, kepercayaan diri dalam berwirausaha, lingkungan pendidikan.
Sedangkan, menurut Luiz, et.al (2015: 760) lima dimensi dari intensi
kewirausahaan, antara lain:
1. Latar belakang pribadi: dimensi ini meliputi unsur-unsur akademis, yaitu faktor
demografi, keluarga dan lingkungan social.
2. Pengetahuan bisnis: sebagai dasar yang fundamental mengenai keterampilan
yang dibutuhkan untuk kinerja pelaksanaan kegiatan usaha, dengan
mempertimbangkan pengetahuan yang berbeda mengenai manajemen
perusahaan. Terutama untuk membedakan pengusaha yang memiliki
kemampuan dalam mengidentifikasi peluang dan mengambil keuntungan
penuh dari bisnis yang muncul dari waktu ke waktu.
3. Motivasi berwirausaha: keterampilan ini berhubungan dengan motivasi untuk
membuat bisnis pribadi, dengan mempertimbangkan empat faktor motivasi:
kebutuhan untuk kebebasan, pengembangan pribadi, memperoleh
kemakmuran dan kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan.
4. Auto efektivitas kewirausahaan: menjelaskan sejauh mana seseorang percaya
pada kemampuan mereka untuk melakukan tugas yang diberikan.
5. Lingkungan pendidikan: persepsi individu mengenai pengaruh lingkungan,
berkaitan dengan lembaga pendidikan tinggi dan bagaimana dapat
mempengaruhi aspirasi berwirausaha mereka.
Pembahasan mengenai intensi kewirausahaan tidak terlepas dari faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Dalam melaksanakan pembelajaran kewirausahaan,
guru maupun sekolah perlu mengetahui sejauh mana siswa memiliki intensi
kewirausahaan dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intensi mereka.
Azjen (1991) menganggap bahwa intensi adalah sebuah perilaku yang terencana
(planned behaviour) sehingga dalam teorinya yaitu Theory of Planned Behavior,
faktor-faktor yang mempengaruhi intensi terdiri dari tiga domain, yaitu:
16
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1. Sikap terhadap perilaku: mengacu pada sejauh mana seseorang mengevaluasi hal
yang menguntungkan atau merugikan atau penilaian terhadap perilaku yang
bersangkutan.
2. Norma subyektif: mengacu pada tekanan social yang dirasakan dalam
melakukan atau tidak melakukan perilaku.
3. Persepsi kontrol perilaku: mengacu pada persepsi tentang mudah atau sulitnya
melakukan perilaku dan diasumsikan sebagai refleksi pengalaman masa lalu
serta hambatan dan rintangan yang harus diantisipasi.
Sedangkan, Soutaris, et.al (2007) dalam Sarah S. Ahmad, et.al (2014: 167)
menemukan bahwa, “entrepreneurship programs significantly raised students’
subjective norms and intentions toward entrepreneurship by inspiring them to
choose entrepreneurial careers.” Artinya, program kewirausahaan secara
signifikan meningkatkan norma subjektif siswa dan intensi berwirausaha dengan
menginspirasi mereka untuk memilih karir berwirausaha. Selanjutnya, mengacu
pada penelitian berbagai ahli, Ferreira, et.al (2012: 429) menggambarkan faktor-
faktor yang mempengaruhi intensi kewirausahaan dilihat dari dua aspek yaitu:
perilaku dan psikologi, seperti Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Model Intensi Kewirausahaan oleh Ferreira, et.al
(2012: 429)
SN
PA
PBC
EI
SC
NA
17
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Keterangan:
1. Aspek Perilaku: SN (Subjective Norm), PA (Personal Attitude), dan PBC
(Perceived Behavioral Control).
2. Aspek Psikologi: SC (Self Confidence), dan NA (Need for Achievement).
3. EI (Entrepreneurial Intention)
Elfving, Brannback, dan Carsrud (2009: 24) mengadaptasi dari Shapero
(1982), Krueger (1993), Krueger dan Brazeal (1994), dan Krueger et.al (2000),
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi intensi individu, dalam gambar 2.2.
Penjelasan dari gambar 2.2 yaitu faktor-faktor luar seperti pribadi dan situasi dari
individu mempengaruhi persepsi tentang norma social (keluarga, teman, rekan
kerja, budaya organisasi dan masyarakat) dan persepsi tentang keyakinan diri ,
kemudian persepsi tentang norma social mempengaruhi persepsi tentang keinginan
(perceived desirability) individu dan persepsi tentang kelayakan/kemungkinan
(perceived feasibility) dalam usaha individu, yang pada akhirnya mempengaruhi
secara signifikan terhadap intensi individu untuk berwirausaha. Untuk mengukur
intensi kewirausahan, Linan dan Chen (2009: 613) menggunakan indikator-
indikator, sebagai berikut:
1. Siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan.
2. Tujuan profesi saya adalah menjadi wirausahawan.
3. Saya akan menghadapi setiap rintangan untuk memulai dan menjalankan usaha
saya sendiri.
4. Saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan.
5. Saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha.
6. Saya memiliki niat yang kuat untuk memulai sebuah usaha suatu hari nanti.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa intensi kewirausahaan
merupakan predictor terbaik dalam mengukur kemungkinan besar siswa memilih
karir sebagai wirausaha. Dengan menggunakan indikator-indikator yang
dikemukakan Linan dan Chen, maka dapat dilihat sejauh mana siswa memiliki
intensi untuk berwirausaha. Oleh karena itu, sebagai guru hendaknya dapat
menangkap potensi tersebut dalam diri siswa dan kemudian mengembangkannya
18
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
sehingga di masa mendatang akan muncul wirausaha-wirausaha baru yang akan
meningkatkan perekonomian negara.
Gambar 2.2 Model Intensi Kewirausahaan oleh Shapero (1982), Krueger
(1993), Krueger dan Brazeal (1994), dan Krueger et.al (2000).
2.1.2 Teori Planned Behavior (Teori Perilaku yang Terencana)
Teori Planned Behavior merupakan teori yang ditemukan oleh Icek Ajzen
pada tahun 1991. Ajzen mengembangkan teori ini dari teori pemulanya yaitu
Theory of Reasoned Action (Teori Alasan Bertindak) oleh Icek Ajzen dan Martin
Fishbein pada tahun 1975 dan 1980. Faktor utama dalam teori ini yaitu intensi
individu dalam melakukan perilaku tertentu. Intensi diasumsikan dapat
memprediksi faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku, indikasinya yaitu
seberapa keras orang bersedia untuk mencoba, berapa banyak dari upaya mereka
untuk mengerahkan, dalam rangka mewujudkan perilaku tertentu. Artinya, semakin
kuat intensi yang terlibat dalam perilaku, semakin besar kinerja yang dilakukan
individu (Ajzen, 1991). Selanjutnya, Ajzen (1991) mengungkapkan bahwa perilaku
intensi dapat diekspresikan jika perilaku yang dimaksud berada di bahwa kontrol
kehendak, yaitu jika seseorang mampu memutuskan untuk melakukan atau tidak
melakukan perilaku tersebut meskipun perilaku tersebut mudah dilakukan tetapi
Exog
eno
us fa
ctors (p
erson
al, situ
asio
na
l)
Perceived social norm
Perceived self-efficacy
Perceived
desirability
Perceived
feasibility
Intentions
19
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
tetap bergantung pada faktor-faktor nonmotivasi seperti ketersediaan peluang, dan
sumber daya (waktu, uang, keterampilan, kerja sama dengan orang lain).
Dalam teori Planned Behavior terdapat tiga konsep atau faktor independen
yang menjadi penentu intensi, yang digambarkan dalam Gambar 2.3. Berdasarkan
Gambar 2.3, Ajzen (2006) menjelaskan bahwa tindakan atau perilaku manusia
dipandu oleh tiga macam pertimbangan, yaitu: keyakinan tentang kemungkinan
hasil dari perilaku dan evaluasi dari hasil ini (behavioral beliefs), keyakinan tentang
harapan normative orang lain dan motivasi kepatuhan (normative beliefs), dan
keyakinan tentang adanya faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja
perilaku dan kekuatan yang dirasakan dari faktor-faktor tersebut (control beliefs).
Secara agregat, behavioral beliefs menghasilkan sikap yang mendukung atau tidak
mendukung terhadap perilaku (attitude toward the behavior), normative beliefs
menyebabkan adanya tekanan social yang dirasakan (subjevtive norms), dan control
beliefs menimbulkan persepsi kontrol perilaku (perceived behavior controls).
Gambar 2.3 Theory of Planned Behavior oleh Icek Ajzen (1991)
2.1.2.1 Sikap Personal (Attitude Toward the Behavior)
Sikap personal atau Attitude Toward the Behavior mengacu pada sejauh
mana seseorang memiliki penilaian akan hal yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan dari perilaku tertentu (Ajzen, 1991). Pembahasan mengenai sikap
Behavior
Actual Behavioral
Control
Intention Normative
Beliefs Subjective
Norms
Control
Beliefs
Perceived Behavior Controls
Behavioral Beliefs
Attitude Toward the
Behavior
20
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
merupakan ranah dari bidang psikologi sehingga sikap bersifat internal dan
terbentuk dalam diri seseorang akibat dari pengalaman individu maupun pengaruh
dari luar individu. Menurut beberapa peneliti, sikap diartikan sebagai predisposisi
dari respon belajar secara konsisten akan hal yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan terhadap objek tertentu (Ajzen, 1975). Sedangkan, Allport (1935)
dalam Pickens (2005: 44) mendefinisikan sikap sebagai keadaan mental atau
kesiapan saraf, yang diperoleh melalui pengalaman, dengan mengerahkan pengaruh
secara langsung atau pengaruh dinamis pada respon individu untuk semua objek
dan situasi yang berkaitan. Secara sederhana, sikap adalah pola pikir atau
kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu karena pengalaman dan
temperamen individu. Pickens (2005: 44), menambahkan definisi sikap, “are a
complex combination of things we tend to call personality, beliefs, values,
behaviors, and motivations.” Artinya bahwa sikap merupakan kombinasi kompleks
dari hal-hal yang sering kita sebut dengan personal, yaitu kepercayaan, nilai, sikap,
dan motivasi.
Sikap membantu individu dalam menentukan bagaimana melihat situasi,
serta bagaimana bersikap terhadap situasi atau objek. Sikap meliputi perasaan,
keyakinan dan tindakan, seperti dalam Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Tiga Komponen Model dari Sikap (Pickens, 2005: 45)
Berdasarkan Gambar 2.5, Pickens (2005) memberikan ilustrasi berikut:
sikap dapat berupa perasaan seseorang terhadap orang lain atau objek (misalnya,
“Aku suka John sebagai rekan kerja terbaik saya”) atau reaksi emosional lainnya
Action
Sikap
Feeling Beliefs
21
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
terhadap objek dan orang-orang (“Saya tidak suka orang yang suka memerintah”
atau Jane membuat saya marah”). Ilustrasi selanjutnya, sikap juga mencakup
kognisi internal seseorang maupun keyakinan dan pemikiran tentang orang-orang
atau objek (misalnya, “Jane harus bekerja lebih keras” atau “Sam tidak suka bekerja
di bidang ini”). Berdasarkan dua ilustrasi mengenai perasaan dan keyakinan akan
memunculkan sebuah perilaku dengan cara tertentu terhahadap suatu obyek atau
orang (misalnya, “Saya menulis dengan jelas dalam grafik pasien karena hal itu
akan mengganggu saya ketika saya tidak bisa membaca tulisan tangan orang lain”).
Pickens (2005) menambahkan bahwa meskipun perasaan dan keyakinan
merupakan komponen internal seseorang yang sulit diamati tetapi sikap seseorang
dapat dilihat dari perilaku yang dihasilkan. Zhang dan Sung (2009: 2049-2050)
menyatakan bahwa dalam teori sikap di bidang psikologi social, sikap dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Attitude Toward Object (ATO); merupakan sikap terhadap obyek yang
didefinisikan sebagai kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan
memberikan penilain terhadap sesuatu yang menguntungkan atau merugikan
(Eagly dan Chaiken, 1998) atau sebagai kombinasi dari penilaian evaluative
tentang obek (Crites, Fabrigar, dan Petty, 1994).
2. Attitute Toward Behavior (ATB); sikap terhadap perilaku yang didefinisikan
sebagai perasaan positif atau negative individu (pengaruh penilaian) dalam
melakukan perilaku yang menjadi sasaran. Selain itu, ATB merupakan konsep
yang terkait erat dengan BI (Behavioral Intention), yang mengacu pada ukuran
kekuatan intensi seseorang untuk melakukan perilaku tertentu (Fishbein dan
Ajzen, 1975).
Keduanya, ATO dan ATB secara konseptual berbeda dan memiliki
pengaruh yang berbeda pula terhadap BI (Behavioral Intention). ATB adalah
predictor kuat dari BI, sedangkan dampak ATO terhadap intensi sepenuhnya
dimediasi oleh ATB (Fishbein dan Ajzen, 1975; Zhang dan Sung, 2009: 2050).
Berkaitan dengan ATB sebagai predictor kuat terhadap intensi,
terbentuknya ATB sangat dipengaruhi oleh behavioral beliefs atau keyakinan
seseorang terhadap perilaku tertentu (baik itu positif maupun negative). Apabila
22
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
seseorang meyakini bahwa perilaku tertentu itu baik atau positif maka ia akan
menyukai atau mendukung, sebaliknya jika keyakinan terhadap perilaku tertentu itu
buruk atau negative maka ia pun tidak menyukai atau menjauhi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa setiap individu tentunya
memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap perilaku tertentu diakibatkan
berbedanya keyakinan yang dimiliki, perbedaan tersebut biasanya dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi yang dialami baik yang berasal dari internal maupun eksternal
individu. Dalam dunia pendidikan, pengetahuan terhadap sikap sangatlah penting
mengingat sikap dapat menentukan perilaku dari peserta didik. Berkaitan dengan
pembelajaran kewirausahaan, Linan dan Chen (2009) mengungkapkan indikator-
indikator untuk mengukur secara akurat sikap personal tentang kewirausahaan,
sebagai berikut:
1. Menjadi wirausahaan memberikan banyak keuntungan daripada kerugian untuk
saya.
2. Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya.
3. Jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah
usaha.
4. Menjadi seorang wirausahaan memberikan kepuasaan yang besar bagi saya.
5. Dari berbagai pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang wirausahawan.
Indikator-indikator tersebut dapat digunakan guru sebagai panduan untuk
mengetahui dan memahami sikap siswa terhadap dunia kewirausahaan. Dengan
demikian, guru lebih mudah membimbing dan mengarahkan siswa mengenai hal-
hal apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang wirausahawan mulai dari sekarang
saat sedang belajar di sekolah.
2.1.2.2 Norma Subyektif (Subjective Norms)
Norma subyektif merupakan faktor social yang mengacu pada tekanan
social yang dirasakan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
(Ajzen, 1991: 188), dapat juga diartikan sebagai persepsi subyek yang berasal dari
pendapat orang lain tentang perilaku tertentu (Ajzen, 1991; Fayolle dan Gailly,
2014:3). Norma subyektif juga didefinisikan sebagai persetujuan atau
23
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
ketidaksetujuan orang-orang penting atau kelompok berkaitan dengan berlakunya
perilaku tertentu (Ajzen,1991; Fini et.al (2009: 11). Merujuk pada Azjen (1991),
Contento (2011: 76-77) menyatakan bahwa norma subyektif disebut juga norma
hukum (perintah orang lain) dan ditentukan oleh hal-hal berikut:
1. Normative Beliefs (Keyakinan Normatif), yaitu kekuatan keyakinan seseorang
bahwa orang-orang penting tertentu/terdekat menyetujui atau menolak perilaku
tertentu (misalnya, “teman dekat/orang tua saya berpikir bahwa saya
harus/tidak harus memakan daging”).
2. Motivation to Comply (Motivasi Kepatuhan), yaitu kekuatan keinginan
seseorang untuk mematuhi pendapat orang-orang penting tertentu/terdekat
(misalnya,“berapa banyak yang ingin Anda lakukan seperti apa yang teman-
teman Anda pikir harus Anda lakukan?”). Kekuatan ini berkisar dari “tidak
sama sekali” sampai dengan “sangat banyak”. Hal ini berkaitan dengan
motivasi individu seringkali dipengaruhi oleh persetujuan orang terdekat
(misalnya, teman sebaya dan keluarga) dan populasi tertentu (misalnya remaja
pada umumnya) terhadap perilaku tertentu.
Berkaitan dengan kewirausahaan, Krueger (1993) dalam Z.X. Peng (2012:
96) berpendapat bahwa norma subyektif dapat mempengaruhi intensi
kewirausahaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa individu yang
mempunyai norma positif dan lingkungan yang mendukung terhadap profesi
wirausaha, akan menjadi indikator kuat bagi tumbuhnya intensi terhadap
kewirausahaan. Seperti yang diungkapkan oleh Linan dan Chen (2009: 596)
merujuk pada Ajzen (2001), bahwa norma subyektif dapat mengukur tekanan social
yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku wirausaha. Secara
terpisah, hal itu mengacu pada persepsi bahwa “referensi orang” akan mendukung
keputusan untuk menjadi seorang wirausaha atau tidak. Linan dan Chen (2009)
menambahkan bahwa norma subyektif sebagai proses mental yang dapat
mempengaruhi sikap terhadap perilaku dan persepsi kontrol perilaku. Artinya,
sebelum sikap dan persepsi kontrol perilaku terbentuk, terlebih dahulu individu
dipengaruhi oleh norma-norma dalam dirinya. Oleh karena itu, Linan dan Chen
24
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
(2009) mengukur intensi kewirausaahan dengan menggambarkan modelnya dalam
Gambar 2.6.
Di sisi lain, modal individu dan faktor demografi memiliki pengaruh tidak
langsung terhadap intensi kewirausahaan (Boyd dan Vozikis, 1994; Lee dan Wong,
2004; Tubbs dan Ekeberg, 1991; Linan dan Chen, 2009). Hal tersebut terlihat pada
gambar 2.6, bahwa modal individu dan faktor demografi mempengaruhi sikap
personal, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku yang kemudian
berkontribusi langsung dalam intensi kewirausahaan. Modal individu dan faktor
demografi yang dimaksud dalam penelitian Linan dan Chen terdiri dari: umur, jenis
kelamin, persepsi terhadap figur wirausahawan, pengalaman berwirausaha mandiri
dan pengalaman bekerja. Tidak hanya itu, pengetahuan tentang kewirausahaan juga
memberikan kontribusi terhadap persepsi yang lebih realistis tentang aktivitas
kewirausahaan, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi intensi (Ajzen,
2002; Linan dan Chen, 2009). Dalam fakta lain, pengetahuan yang lebih besar turut
memberikan kesadaran yang tinggi bagi pilihan karir seseorang sebagaimana
pentingnya keberadaan tokoh atau panutan (Linan, 2004; Linan dan Chen,
2009:596). Seperti yang diungkapkan oleh Kolvereid and Moen (1997); Tkachev
and Kolvereid (1999); Fayolle (2002); Fayolle dan Gailly (2004: 2) bahwa,
“Entrepreneuship education and teaching programs are influencing student
entrepreneurial intentions and behaviours”. Artinya, pendidikan dan pengajaran
program kewirausahaan mempengaruhi intensi dan perilaku kewirausahaan siswa.
Selain itu, pengetahuan tentang kewirausahaan dapat juga mempengaruhi
persepsi kontrol perilaku, sikap personal dan norma subyektif (Scherer et. al.,
1991). Oleh karena itu, dengan memodifikasi tingkat pengetahuan kewirausahaan
diharapkan dapat memberikan pengaruh yang berbeda dan signifikan terhadap
anteseden motivasi dari intensi (Linan dan Chen, 2009: 597). Untuk mengetahui
sejauh mana tekanan social mempengaruhi norma subyektif seseorang, Couto,
Marino dan Mayer (2013: 453) mengadaptasi indikator-indikator dari Linan dan
Chen (2009) sebagai berikut:
1. Keluarga terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha.
2. Teman terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha.
25
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3. Rekan kerja saya akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha.
Gambar 2.6 Entrepreneurial Intention Model versi Linan dan Chen
(2009: 597)
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa norma subyektif
merupakan nilai yang dianut individu dalam sebuah perilaku yang dipengaruhi oleh
orang-orang terdekat atau penting bagi dirinya dan faktor lain seperti faktor
demografi meliputi: umur, jenis kelamin, pengetahuan kewirausahaan, pengalaman
berwirausaha, dan pengalaman bekerja.
2.1.2.3 Persepsi Kontrol Perilaku (Perceived Behavioral Control)
Perceived Behavioral Control yaitu persepsi kontrol terhadap perilaku yang
mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku dan
diasumsikan untuk mencerminkan pengalaman masa lalu serta hambatan dan
rintangan yang perlu diantisipasi (Ajzen, 1991). Hal penting dari kontrol perilaku
adalah pembuktian diri sampai dimana sumber daya dan kesempatan yang tersedia
menentukan kemungkinan pencapaian perilaku. Contento (2011) menambahkan
Human capital and other
demographic variables
Personal Attitude
Subjective Norm
Perceived Behavioral
Control
Entrepreneurial
Intention
26
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
bahwa seseorang seringkali bertindak sesuai dengan persepsinya mengenai berapa
banyak kendali mereka terhadap perilaku. Menurut Contento (2011), gagasan atau
kemampuan mengatasi hambatan atau dapat melakukan suatu perilaku termasuk
dalam teori persepsi kontrol perilaku.
Persepsi kontrol berperan penting dalam teori Planned Behavior karena
sebelum memprediksi intensi dan perilaku atau tindakan, hal yang perlu
dipertimbangkan adalah membangun konsep persepsi kontrol perilaku
dibandingkan konsep lainnya. Persepsi kontrol perilaku berbeda dengan konsep
“Perceived Locus of Control” (Persepsi Locus Kontrol) dari Rotters (1991).
Persepsi lokus kontrol menekankan faktor-faktor yang secara langsung terkait
dengan perilaku tertentu sedangkan persepsi kontrol perilaku mengacu pada
persepsi orang-orang tentang kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku yang
menjadi perhatian (Ajzen, 1991). Artinya, persepsi lokus kontrol berada di luar
kontrol diri, sedangkan persepsi kontrol perilaku bersifat lebih stabil dalam diri
individu meskipun terjadi perubahan situasi dan kondisi.
Pendekatan lain yang digunakan untuk persepsi kontrol perilaku ditemukan
dalam teori Atkinson (1964) mengenai motivasi berprestasi. Salah satu faktor
penting dalam teori ini adalah harapan keberhasilan yang didefinisikan sebagai
kemungkinan keberhasilan yang dirasakan pada tugas yang diberikan. Meskipun
pandangan ini sangat mirip dengan persepsi kontrol perilaku tetapi motivasi
berprestasi yang mengacu pada konteks perilaku yang spesifik dan tidak
didisposisikan untuk umum (Ajzen, 1991).
Selain motivasi berprestasi, persepsi kontrol perilaku mirip dengan konsep
self-efficacy (efikasi diri) dari teori kognitif social Bandura (Armitage dan Corner,
1999,2001; Contento, 2011: 77). Konsep persepsi self-efficacy berkaitan dengan
penilaian seberapa baik seseorang dapat melaksanakan tindakan yang diperlukan
untuk menghadapi situasi yang akan dihadapi (Bandura, 1982: 122; Ajzen, 1991).
Senada dengan pernyataan sebelumnya, Contento (2011: 77) menyatakan bahwa
konsep self-efficacy secara umum diartikan sebagai kompetensi pribadi atau
keyakinan untuk dapat melaksanakan perilaku tertentu, sedangkan persepsi kontrol
27
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
perilaku mencakup pengertian tentang persepsi kesulitan, termasuk dalam hal
sumber daya pribadi dan hambatan eksternal.
Dalam penyelidikan yang dilakukan Ajzen (1991), ditemukan bahwa
perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan mereka terhadap
kemampuan mereka untuk melakukan perilaku itu (perceived behavioral control).
Hampir sama dengan teori Bandura, bahwa persepsi self-efficacy dapat
mempengaruhi pilihan kegiatan, persiapan untuk kegiatan, usaha yang dikeluarkan
dalam kegiatan, serta pola pikir dan reaksi emosional. Oleh karena itu, teori Planned
Behavior menempatkan konstruk persepsi self-efficacy atau persepsi kontrol
perilaku dalam kerangka yang lebih umum pada hubungan antara keyakinan
(beliefs), sikap (attitude), intensi (intention), dan perilaku (behavior) (Ajzen 1991).
Sebagai salah satu prediktor intensi, persepsi kontrol perilaku juga dapat
berdiri sendiri dan bersama dengan intensi akan membentuk sebuah perilaku atau
tindakan, seperti dalam gambar 2.4. Dalam gambar 2.4 terdapat tanda panah titik-
titik yang menunjukkan hubungan pengaruh langsung antara persepsi kontrol
perilaku (perceived behavior controls) dengan perilaku yang bersangkutan
(behavior). Selain itu, tingkat persepsi kontrol perilaku dapat menjadi proxy bagi
kontrol perilaku nyata (actual behavior control) dan berkontribusi bagi prediksi
perilaku yang bersangkutan. Dalam mengukur persepsi kontrol perilaku secara
langsung, alat ukur yang digunakan harus dapat menangkap keyakinan diri
seseorang bahwa mereka mampu melakukan perilaku yang diamati serta kesulitan
yang dihadapi mereka dapat melakukannya (Ajzen, 2006). Linan dan Chen (2009:
612) menggunakan indikator-indikator di bawah ini untuk mengukur persepsi
kontrol perilaku seseorang, yaitu:
1. Untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya tetapi berjalan akan mudah bagi
saya.
2. Saya siap memulai sebuah usaha yang layak
3. Saya mampu mengontrol proses penciptaan sebuah usaha baru.
4. Saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai usaha baru.
5. Jika saya mencoba memulai usaha baru, saya akan memiliki kemungkinan tinggi
untuk berhasil.
28
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi kontrol
perilaku berkaitan dengan keyakinan seseorang akan kemudahan atau kesulitan
yang dihadapi terhadap perilaku tertentu. Apabila seseorang meyakini bahwa
perilaku tersebut mudah atau mampu dilakukan, maka ia akan berhasil dalam
mewujudkan perilaku tersebut, begitu sebaliknya jika seseorang meyakini bahwa
perilaku tersebut sulit dilakukan dan ia merasa tidak mampu, maka yang terjadi
yaitu ia tidak akan berusaha untuk mewujudkannya. Berbeda kondisi jika ia
memiliki keyakinan kuat bahwa ia mampu mewujudkan perilaku yang
bersangkutan meskipun terdapat hambatan dan rintangan yang dihadapi, maka
keyakinan tersebut akan mendorongnya untuk mewujudkannya. Oleh karena itu,
dalam kegiatan pembelajaran seorang guru hendaknya selalu memberikan motivasi
bagi peserta didik agar mereka mampu menghadapi apapun hambatan dan rintangan
yang dihadapi untuk mewujudkan cita-cita atau harapan mereka di masa depan.
2.1.3 Konsep Pendidikan Kewirausahaan di SMK
Istilah kewirausahaan pada mulanya berasal dari kata wirausaha. Wirausaha
sendiri merupakan terjemahan dari kata “entrepreneur” (Bahasa Prancis) yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti “between taker” atau “go-
between” (Alma, 2009: 22). Berikut beberapa pengertian wirausaha menurut para
ahli:
1. Richard Cantillon (1725); entrepreneur yaitu orang yang menanggung resiko
yang berbeda dengan orang yang memberi modal.
2. Bedeau (1797); wirausaha sebagai orang yang menanggung resiko, yang
merencanakan, supervise, mengorganisasi dan memiliki.
3. David McLelland (1961); entrepreneur adalah seorang innovator dan
membatasi resiko.
4. Joseph Schumpeter; wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang
kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang
tersebut (Alma, 2009: 23-24).
Wirausaha selalu berkaitan erat dengan kewirausahaan. Apabila wirausaha
berfokus pada pelaku usaha, maka kewirausahaan merupakan tindakan atau
29
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
perbuatan dari pelaku usaha. Seperti yang diungkapkan oleh Drucker (1985) bahwa
kewirausahaan merupakan proses penggalian keuntungan dari kombinasi sumber
daya baru, unik dan berharga di lingkungan yang tidak pasti dan ambigu.
Sedangkan, Krizner (1983) menyatakan kewirausahaan sebagai proses memahami
peluang keuntungan dan memulai tindakan untuk mengisi kebutuhan pasar saat ini
atau melakukan efisiensi terhadap tindakan yang telah dilakukan (Mokaya,
Namusonge, Sikalieh (2012: 130).
Lain halnya dengan Suryana (2006: 2), kewirausahaan diartikan sebagai
kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk
mencari peluang menuju sukses. Kemudian, Wiratno (2012: 454) menyatakan
bahwa kewirausahaan adalah potensi yang dimiliki seseorang untuk dikembangkan
melalui pendidikan dan pelatihan dalam bentuk pengalaman, tantangan, dan
keberanian untuk mengambil resiko dalam bekerja dan/atau menciptakan
pekerjaan. Dengan kata lain, kewirausahaan merupakan unsur penting yang
dibutuhkan seseorang dalam melakukan kegiatan di dunia usaha.
Berkaitan dengan dunia pendidikan, kewirausahaan merupakan salah satu
ruang lingkup dalam pendidikan ekonomi yang dimasukkan ke dalam kurikulum
baik di sekolah menengah maupun di pendidikan tinggi. Pembahasan mengenai
kewirausahaan tidak lepas dari upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan
ekonomi berkaitan dengan pengangguran. Alberti et al. (2004) dalam Fatoki dan
Oni (2014:587) mendefinisikan pendidikan kewirausahaan sebagai,
“The structured formal conveyance of entrepreneurial competencies, which
in turn refers to the concepts, skills, and mental awareness used by
individuals during the process of starting and developing their growth
oriented ventures. Entrepreneurship education aims at building
entrepreneurial competencies, which are considered as combinations of the
different skills, knowledge and attitudes.”
Artinya, kompetensi kewirausahaan mengacu pada konsep, keterampilan,
dan kesadaran mental individu selama proses memulai dan mengembangkan usaha
dan pendidkan kewirausahaan bertujuan untuk membangun kompetensi tersebut
yang merupakan kombinasi dari keterampilan, pengetahuan dan sikap. Penelitian
Soutaris et al. (2007) dalam Fatoki dan Oni (2014: 587) menemukan bahwa
30
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
program kewirausahaan secara signifikan meningkatkan norma-norma subjektif
siswa dan intensi kewirausahaan yang mengilhami mereka dalam memilih karir
kewirausahaan. Tujuan dari pendidikan kewirausahaan tercantum dalam standar isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (BSNP, 2006:199) yaitu agar
peserta didik dapat mengaktualisasikan diri dalam perilaku wirausaha. Sedangkan,
isi mata pelajaran Kewirausahaan difokuskan pada perilaku wirausaha sebagai
fenomena empiris yang terjadi di lingkungan peserta didik serta peserta didik
dituntut lebih aktif untuk mempelajari peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi di
lingkungannya. Berkaitan dengan itu, maka tujuan mata pelajaran Kewirausahaan
yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan:
1. Memahami dunia usaha dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi di
lingkungan masyarakat.
2. Berwirausaha dalam bidangnya.
3. Menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya
4. Mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha.
Selain melalui mata pelajaran, semangat dan jiwa kewirausahaan di SMK
juga perlu dikembangkan melalui kelas wirausaha (peserta didik mengembangkan
kompetensi produktifnya dengan mencoba menjalankan usaha kecil
(Dir.Pembinaan SMK (2000) dalam Djuharis (2013: 80)). Djuharis (2013: 80)
kemudian menambahkan bahwa kewirausahaan di SMK sebaiknya dilihat sebagai
konsep yang lebih luas bukan hanya sesuatu yang berkaitan dengan bisnis atau
hanya ditanamkan melalui 1 (satu) mata pelajaran dan kelas wirausaha, tetapi juga
sebuah konsep yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui semua
mata pelajaran. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2010) telah
menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan dalam bentuk program sasaran
strategis SMK untuk mempersiapkan para lulusannya siap bekerja melalui layanan
pembinaan, pengembangan kewirausahaan. Adapun upaya yang dilakukan
pemerintah dalam mendukung pendidikan kewirausahaan di SMK, yaitu:
1. Penyediaan system pembelajaran sesuai dengan SNP,
2. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasaran pendidikan SMK berkualitas
yang merata di seluruh provinsi, kabupaten dan kota,
31
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3. Penyediaan bantuan pendanaan untuk meningkatkan keterjangkauan layanan
SMK berkualitas yang merata di seluruh provinsi, kabupaten dan kota,
4. Penguatan system tata kelola di SMK, Direktorat Pembinaan SMK dan institusi
Pembina SMK lainnya (Subijanto, 2013:166).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaran
pendidikan kewirausahaan di SMK telah diprogram sedemikian rupa oleh
pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Namun,
untuk mencapai keberhasilan dari program tersebut tentunya memerlukan
dukungan dan kerjasama dari semua pihak yang terkait baik pihak sekolah,
masyarakat, maupun dunia usaha dan industry yang menggunakan jasa dari lulusan
SMK.
2.1.4 Efektivitas Pembelajaran Kewirausahaan
Efektivitas berasal dari kata “efektif” yang berarti ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya); dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha,
tindakan). Sedangkan efektivitas sama maknanya dengan keefektifan yang artinya
keadaan berpengaruh; hal berkesan; keberhasilan usaha atau tindakan
organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha
untuk mencapai tujuan atau sasaran. Sedangkan, Komaruddin (1994: 294)
menyatakan bahwa, “efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat
keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan”
(Nani Hartini, 2011:46).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa efektivitas
merupakan pencapaian dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Apabila dikaitkan dengan proses pembelajaran di sekolah, maka efektivitas proses
pembelajaran merupakan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
oleh sekolah. Sebelum pembahasan mengenai efektivitas pembelajaran, perlu
diketahui pengertian dari pembelajaran itu sendiri. Dilihat dari asal katanya,
pembelajaran berasal dari kata belajar. Menurut pendapat dari para ahli, belajar
merupakan perubahan tingkah laku atau kebiasan individu, sedangkan
32
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
pembelajaran merupakan proses yang dialami oleh individu dalam perubahan
tingkah laku atau kebiasaan. Secara lebih lengkap, Muhammad Asrori (2009: 6)
menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku
yang diperoleh melalui pengalaman individu yang bersangkutan. Sedangkan
Watkins (2002: 1) mengungkapkan, “Learning … that reflective activity which
enables the learner to draw upon previous experience to understand and evaluate
the present, so as to shape future action and formulate new knowledge”. Artinya
pembelajaran merupakan suatu aktivitas reflektif dari pembelajar dalam
memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimiliki dan mengevaluasi masa depan
sehingga membentuk tindakan di masa depan dengan pengetahuan yang baru.
Suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif jika dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Efektivitas pembelajaran dapat tercapai apabila
komponen-komponen dalam proses pembelajaran menyumbang secara signifikan
terhadap kegiatan pembelajaran.
Abin Syamsuddin (2009: 165) menggambarkan secara sistematis mengenai
empat komponen utama yang terlibat dalam proses pembelajaran dalam Gambar
2.5.
Social Fisik Kultural Dan lain-lain
Kapasitas (IQ)
Bakat khusus
Motivasi n-Ach
Minat
Kematangan
kesiapan
Sikap/kebiasaan
dan lain-lain
Perilaku
kognitif
Perilaku
afektif
Perilaku
psikomotor
Guru dan
lain-lain Metode,
teknik, media
Bahan
sumber
Program
tugas
PBM
Instrumental Input (sarana)
Raw input
(siswa)
Expected output
(hasil belajar
yang diharapkan)
Environmental input (lingkungan)
33
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Adapun penjelasan dari Gambar 2.1 sebagai berikut:
1. The expected output, menunjukkan bahwa tingkat kualifikasi ukuran baku
(standard norms) akan menjadi daya penarik (insentif) dan motivasi (motivating
factors), selain itu merupakan stimulating factors (S) yang akan memunculkan
response (R).
2. Karakteristik siswa (raw input), menunjukkan bahwa factor-faktor dalam diri
individu yang mungkin akan memberikan fasilitas (facilitative) atau pembatas
(limititation) sebagai factor organismic (O), selain itu akan menjadi motivating
dan stimulating factors (misal; n-Ach).
3. Instrumental input (sarana), menunjukkan kepada dan kualifikasikasi serta
kelengkapan saran yang diperlukan untuk berlangsungnya proses belajar
mengajar.
4. Environmental input, menunjukkan situasi dan keadaan fisik (kampus, sekolah,
iklim, letak sekolah atau school site, dan sebagainya), hubungan antarinsasi
(human relationships) baik dengan teman (classmate; peers) maupun dengan
guru dan orang-orang lainnya; hal-hal tersebut dapat juga menjadi penunjang
atau penghambat (S factors).
Sedangkan dalam mengukur efektivitas pembelajaran yang telah
dilaksanakan, dapat dilihat dari tercapainya expected output (hasil belajar yang
diharapkan) berupa perubahan perilaku. Dalam gambar 2.1, expected output
meliputi perilaku kognitif, perilaku afektif dan perilaku psikomotor dari peserta
didik. Secara lebih lengkap, Bloom (Ella Yulaelawati, 2007) mengungkapkan
bahwa perubahan perilaku tersebut meliputi ranah kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap) dan psikomotor (keterampilan) yang biasa disebut dengan taksonomi
Bloom, masing-masing dirinci ke dalam jangkauan kemampuan yang digambarkan
dalam Tabel 2.1. Kemudian dalam menghadapi abad 21, Anderson dan Krathwohl
(2001) dalam Ella Yulaelawati (2007: 79) memperbaiki taksonomi Bloom pada
struktur ranah kognitif yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
34
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Tabel 2.1
Taksonomi Bloom
Ranah (Tingkatan Rendah ke Tinggi)
Kognitif Afektif Psikomotor
Pengetahuan Penerimaan Gerakan Reflek
Pemahaman Penanggapan Gerakan Dasar
Penerapan Perhitungan/Penilaian Gerakan Tanggap Perceptual
Analisis Pengaturan/Pengelolaan Kegiatan Fisik
Sintesis Bermuatan Nilai Komunikasi Tidak Berwacana
Penilaian
Tabel 2.2
Taksonomi Bloom dengan Perbaikan Krathwohl
Taksonomi Bloom Taksonomi Perbaikan
Anderson dan Krathwohl
Pengetahuan Mengingat
Pemahaman Memahami
Penerapan Menerapkan
Analisis Menganalisis
Sintesis Menilai
Penilaian Menciptakan
Perbaikan tersebut membawa perubahan yang signifikan bagi
perkembangan pembelajaran bahwa para tenaga kependidikan dapat
menggabungkan tujuan pembelajaran sekaligus menjadi tujuan penilaian karena
Anderson dan Krathwohl memadukan jenis pengetahuan yang dipelajari (dimensi
pengetahuan/substansi) dan proses yang digunakan untuk belajar (proses kognitif)
(Ella Yulaelawati, 2007). Sedangkan, Watkins (2002: 4) melihat bahwa
pembelajaran yang efektif akan melibatkan hasil, seperti: pengetahuan yang lebih
35
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
terhubung, strategi belajar yang lebih luas, pemahaman yang lebih kompleks,
peningkatan tindakan yang sesuai dengan tujuan dan konteks, peningkatan
keterlibatan dan pengarahan pada diri sendiri, pendekatan yang lebih reflektif,
emosi yang lebih positif dan afiliasi untuk belajar, visi yang lebih maju di masa
depan, kemampuan belajar bersama dengan orang lain, dan ikut berpartisipasi
dalam komunitas belajar.
Merujuk dari berbagai pendapat mengenai efektivitas pembelajaran, maka
kaitannya dengan pendidikan kewirausahaan yaitu tercapainya keberhasilan
pendidikan kewirausahaan dapat diukur dari efektivitas pembelajaran
kewirausahaan dari setiap satuan pendidikan termasuk dalam hal ini di SMK.
Efektivitas pembelajaran kewirausahaan dapat diukur dari tercapainya kompetensi-
kompetensi yang telah ditetapkan bagi peserta didik. Dalam standar isi KTSP untuk
SMK/MAK (BSNP, 2006: 206) disebutkan bahwa dalam mata pelajaran
kewirausahaan meliputi aspek-aspek, sebagai berikut:
1. Sikap dan perilaku wirausaha
2. Kepemimpinan dan perilaku prestatif
3. Solusi masalah
4. Pembuatan keputusan.
Aspek-aspek tersebut kemudian dijabarkan ke dalam standar kompetensi
dan kompetensi dasar, dalam Tabel 2.3. Berdasarkan tabel 2.3 dapat dikatakan
bahwa pembelajaran kewirausahaan pada intinya adalah menyiapkan lulusan SMK
untuk menjadi seorang wirausaha. Pada akhirnya, pembelajaran kewirausahaan
terbilang efektif apabila mampu menjadikan peserta didik mencapai kesuksesan
dalam kehidupannya di masa mendatang baik sebagai seorang wirausaha mandiri
maupun pekerja yang memiliki mental atau jiwa wirausaha. Namun, untuk menjadi
seorang wirausaha selain diperlukan pengetahuan yang kuat, keterampilan yang
memadai dan sikap yang positif, guru maupun peserta didik juga perlu mengetahui
tentang ciri-ciri dari seorang wirausaha, yaitu:
1. Motif berprestasi yang tinggi
2. Perspektif ke depan
3. Kreativitas yang tinggi
36
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4. Inovasi yang tinggi
5. Komitmen terhadap pekerjaan
6. Memiliki tanggung jawab
7. Kemandirian atau ketidaktergantungan terhadap orang lain
8. Keberanian menghadapi resiko
9. Selalu mencari peluang
10. Memiliki jiwa kepemimpinan
11. Memiliki kemampuan manajerial
12. Memiliki kemampuan personal (Suryana, 206: 30-37).
Tabel 2.3
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar
Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mengaktualisasikan
sikap dan perilaku
wirausaha
1. Mengidentifikasi sikap dan perilaku wirausahawan
2. Menerapkan sikap dan perilaku kerja prestatif
3. Merumuskan solusi masalah
4. Mengembangkan semangat wirausaha
5. Membangun komitmen bagi dirinya dan bagi orang lain
6. Mengambil resiko usaha
7. Membuat keputusan
Menerapkan jiwa
Kepemimpinan
1. Menunjukkan sikap pantang menyerah dan ulet
2. Mengelola konflik
3. Membangun visi dan misi usaha
Merencanakan
usaha kecil/mikro
1. Menganalisis peluang usaha
2. Menganalisis aspek-aspek pengelolaan usaha
3. Menyusun proposal usaha
Mengelola usaha
kecil/mikro
1. Mempersiapkan pendirian usaha
2. Menghitung resiko menjalankan usaha
3. Menjalankan usaha kecil
4. Mengevaluasi hasil usaha
Sumber: BSNP (2006:206)
37
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Dengan mengetahui ciri-ciri dari seorang wirausaha di atas, maka guru dapat
mengelola pembelajaran kewirausahaan dengan menumbuhkan kemampuan-
kemampuan yang diperlukan bagi peserta didik untuk menjadi seorang wirausaha.
Hasil yang diharapkan dari pembelajaran kewirausahaan yaitu akan tumbuh jiwa,
minat dan kesiapan (intensi) dalam diri siswa untuk berwirausaha.
2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu yang dipandang memiliki relevansi dengan
permasalahan penelitian yang dilakukan peneliti tentang “Pengaruh Sikap, Norma
Subyektif, dan Persepsi Kontrol Perilaku terhadap Intensi Kewirausahaan Siswa
SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, Jawa Barat)” diantaranya, yaitu:
1. Alain Fayolle dan Benoit Gailly (2004), Using the Theory of Planned Behavior
to Asses Entrepreneurship Teaching Programs : A First Experimentation.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang kuat antara intensi
kewirausahaan dan anteseden intensi berdasarkan teori Ajzen (Planned
Behavior). Selain itu, dalam eksperimen Entrepreneurship Teaching Program
(ETP) terhadap 20 mahasiswa teknik pada sebuah universitas teknologi di
Perancis selama satu hari untuk mengembangkan kesadaran mereka tentang
apa kewirausahaan, situasi kewirausahaan yang sering dikenal dengan
corporate entrepreneurship, belajar tentang bisnis yang sedang marak dan
memulai usaha baru secara mandiri. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa
ETP memiliki pengaruh kuat, terukur, dan berdampak positif pada intensi
kewirausahaan, tetapi dampak tersebut tidak signifikan terhadap sikap mereka
berkaitan dengan persepsi kontrol perilaku. Hasil ini membawa wawasan
empiris tentang pengaruh yang tampaknya bertentangan antara ETP dengan
sikap siswa tentang perilaku pengendalian.
2. Linan dan Chen (2009), Development and Cross-Cultural Application of a
Specific Instrument to Measure Entrepreneurial Intentions. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa model pengukuran intensi kewirausahaan yang
ditemukan yaitu EIQ (Entrepreneurship Intention Question) dengan merujuk
teori Planned Behavoir dari Ajzen dapat mengukur intensi kewirausahaan pada
38
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
mahasiswa Taiwan dan Spanyol. Selain mengukur intensi kewirausahaan,
penelitian ini juga membuka wawasan tentang bagaimana nilai-nilai budaya
mengubah cara individu dalam setiap masyarakat memandang kewirausahaan.
3. Rijal Assidiq Mulyana (2013), Pengaruh Norma Subyektif, Persepsi Kontrol
Perilaku, dan Sikap Wirausaha terhadap Minat Berwirausaha Siswa SMK.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) norma subyektif berpengaruh positif
terhadap persepsi kontrol perilaku dan sikap wirausaha siswa SMK; 2) Norma
subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan sikap wirausaha siswa SMK
Muhammadiyah 1 Kadungora tidak berpengaruh positif terhadap minat
berwirausaha baik secara individual maupun simultan, sementara norma
subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan sikap wirausaha yang dimiliki siswa
SMKN 12 Garut tidak berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha secara
simultan, tetapi secara individual yang berpengaruh positif hanya persepsi
kontrol perilaku dan norma subyektif.
4. Couto, Mariano dan Mayer (2013), Entrepreneurial Intention in Brazil: The
Challenge in Using International Measurement. Hasil penelitian terhadap
mahasiswa Brazil menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan peneliti
yaitu Entrepreneurial Intention Questions (EIQ) oleh Linan dan Chen, tidak
efektif dalam mengukur intensi kewirausahaan mahasiswa Brazil, hal ini
karena pembentukan intensi kewirausahaan dalam budaya Brazil dipengaruhi
oleh faktor yang tidak dapat diramalkan oleh model intensi kewirausahaan.
Namun, instrument tersebut efektif dalam mengidentifikasi kesan para
mahasiswa mengenai kewirausahaan. Oleh karena itu, Akhirnya, hasil dari
penerapan EIQ untuk sampel mahasiswa Brasil tidak mencapai tingkat
kecukupan reliabilitas dan validitas, seperti yang telah dicapai dalam karya
Linan dan Chen (2009).
5. Luiz, et.al. (2015), The Influence of Teacher with Non-Academic Experience
on Entrepreneurial Intent Student Administration. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa guru dengan pengalaman professional di luar mengajar
berpengaruh secara positif terhadap mahasiswa dalam upaya membuka usaha
sendiri, dan tidak ada perbedaan antara mahasiswa laki-laki dan perempuan
39
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
dalam kaitannya dengan pengaruh guru tersebut dalam tindakan
kewirausahaan.
6. Gelderen, et.al. (2008), Explaining Entrepeneurial Intentions by Means of The
Theory of Planned Behaviour. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua
variabel yang paling penting untuk menjelaskan intensi kewirausahaan adalah
kehati-hatian dalam berwirausaha yang termasuk ke dalam domain persepsi
kontrol perilaku (perceived behavioral control) dan pentingnya mengamankan
kekayaan yang termasuk ke dalam domain sikap (attitude).
7. Farouk dan Ikram (2014), The Influence of Individual Factors on The
Entrepreneurial Intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi,
pengalaman kerja dan pengajaran memiliki dampak yang signifikan pada
intensi. Selain itu, tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistic
antara karakteristik individu (usia dan jenis kelamin) dengan intensi
kewirausahaan, tetapi secara global faktor individu memiliki dampak positif
pada intensi kewirausahaan.
8. Z.X. Peng et.al (2012), Entrepreneurial Intentions and Its Influencing Factors:
A Survey of The University Student in Xi’an China. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa norma subyektif yang dirasakan mahasiswa berpengaruh
signifikan positif terhadap sikap kewirausahaan mereka dan kepercayaan diri
(self-efficacy) berwirausaha, kemudian kedua faktor ini berpengaruh secara
signifikan terhadap intensi kewirausahaan mereka.
9. Fayolle, Gailly dan Clerc (2006), Effect and Counter Effect of
Entrepreneurship Education and Social Context on Student’s Intention. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ETP (Entrepreneurship Teaching Program)
dapat memiliki pengaruh kuat pada beberapa mahasiswa, tergantung dari latar
belakang dan perspektif awal mereka pada intensi kewirausahaan. Di waktu
yang sama, ETP dapat juga secara aktual menurunkan tingkat intensi
kewirausahaan (counter effect) terhadap mahasiswa lain yang belum mengenal
kewirausahaan.
10. Ferreira, et.al (2012), A Model of Entrepreneurial Intention: An Application of
The Psychological and Behavioral Approaches. Hasil penelitian menunjukkan
40
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
bahwa kebutuhan untuk berprestasi, kepercayaan diri, dan sikap pribadi
berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan. Selain itu, norma
subyektif dan sikap pribadi mempengaruhi persepsi kontrol perilaku. Hasil
penelitian ini memiliki dampak yang signifikan terhadap pengetahuan tentang
kontribusi teori perilaku dan psikologis dalam mencapai tujuan kewirausahaan.
11. Olawale Fatoki (2014), Parental dan Gender Effect on The Entrepreneurial
Intention of University Student in South Africa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa meskipun mahasiswa laki-laki memiliki tingkat yang lebih tinggi
terhadap intensi kewirausahaan dibandingkan mahasiswa perempuan, namun
secara statistic perbedaannya tidak signifikan. Selanjutnya, mahasiswa yang
orang tuanya terlibat dalam bisnis memiliki intensi kewirausahaan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang orang tuanya tidak terlibat dalam
bisnis. Namun, perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistic.
12. Ricardo Fini,, et.al (2009), The Foundation of Entrepreneurial Intention. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa intensi kewirausahaan dipengaruhi oleh
karakteristik psikologis, keterampilan individu dan pengaruh lingkungan.
Selain itu, dukungan lingkungan yang datang dari pemerintah, konteks dan
universitas tidak relevan dalam membentuk intensi kewirausahaan.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Tingginya angka pengangguran di Indonesia saat ini merupakan
permasalahan krusial yang dihadapi bangsa. Pengangguran secara signifikan dapat
menurunkan perekonomian negara karena menurunnya daya beli masyarakat dan
dapat meningkatkan angka kriminalitas. Daya beli masyarakat yang rendah
menjadikan kegiatan jual beli menjadi lesu karena tidak semua produk dapat
terserap di pasar, sedangkan angka kriminalitas yang tinggi menyebabkan tingkat
keamanan menjadi rendah sehingga investor-investor yang ingin menanamkan
modal di dalam negeri menjadi enggan untuk berinvestasi. Selain permasalahan di
bidang ekonomi, pengganguran juga menjadi masalah bagi dunia pendidikan. Hal
ini karena angka pengangguran tersebut kebanyakan berasal dari kalangan terdidik
mulai dari lulusan jenjang menengah hingga perguruan tinggi.
41
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Peningkatan angka pengangguran di kalangan terdidik menunjukkan bahwa
kualitas pendidikan di negara Indonesia masih terbilang rendah karena
ketidakmampuan lulusan terserap di dunia kerja. Selain itu, jumlah lapangan kerja
yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah lulusan yang ada sehingga terjadi
ketimpangan yang tinggi. Permasalahan tersebut jika tidak diatasi maka akan
menimbulkan permasalahan baru yaitu menurunnya taraf hidup masyarakat.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu lembaga pendidikan
menengah yang menyiapkan lulusannya untuk siap bekerja tentunya memiliki
peranan penting dalam mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Perubahan
mind set (pola pikir) dalam pembelajaran Kewirausahaan diupayakan untuk
menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa sehingga nantinya lulusan SMK tidak
cenderung untuk menjadi pencari kerja tetapi dapat menciptakan lapangan kerja
baik mandiri maupun bekerjasama dengan orang lain. Selama ini, pembelajaran
kewirausahaan dinilai belum efektif untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan
siswa SMK karena terbukti lulusan yang ada lebih berminat menjadi pekerja
dibanding wirausahawan.
Tumbuhanya jiwa kewirausahaan ditandai adanya intensi yang kuat dalam
diri siswa karena intensi kewirausahaan prediktor terbaik dalam mengukur
kemungkinan besar siswa memilih karir sebagai wirausaha. Azjen (1991: 181),
menyatakan intensi sebagai faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku dan
menjadi indikasi seberapa keras individu untuk mencoba, berapa banyak upaya
individu untuk mengerahkan dalam mewujudkan sebuah perilaku. Dengan
menggunakan teori Planned Behavior dari Ajzen (1991) yang dikembangkan oleh
Linan dan Chen (2009), penelitian ini berupaya untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi intensi kewirausahaan siswa. Berdasarkan teori Planned
Behavior, intensi dipengaruhi oleh sikap personal, norma subyektif, dan persepsi
kontrol perilaku. Norma subyektif selain memiliki pengaruh terhadap intensi juga
berpengaruh terhadap pembentukan sikap personal dan persepsi kontrol perilaku.
Adapun kerangka pemikiran yang diajukan penulis, dalam Gambar 2.7. Gambar
2.7, menjelaskan bahwa tinggi rendahnya intensi kewirausahaan siswa SMK
dipengaruhi oleh sikap personal, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilaku.
42
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Sementara tinggi rendahnya sikap personal dipengaruhi oleh norma subyektif siswa
SMK, begitu pula persepsi kontrol perilaku wirausaha siswa SMK dipengaruhi oleh
norma subyektifnya.
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran pada Gambar 2.7. diajukan 5 model
penelitian, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Gambar 2.8 Model Penelitian
Sikap Personal
Norma Subyektif
Persepsi Kontrol
Perilaku
Intensi
Kewirausahaan
X2 X1
X2 X3
X1 Y
X1
X2
X3
Y
X3 Y
43
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran dan model penelitian di atas, dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Norma subyektif berpengaruh positif terhadap sikap personal siswa.
2. Norma subyektif berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol perilaku siswa.
3. Sikap personal berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa.
4. Norma subyektif berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa.
5. Persepsi kontrol perilaku berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan