Top Banner
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep Intensi Kewirausahaan Kata intensi berasal dari Bahasa Inggris “intention” yang memiliki arti niat, maksud, tujuan, atau motif. Azjen (1991: 181) menyatakan intensi sebagai faktor motivasi yang memepengaruhi perilaku dan menjadi indikasi seberapa keras individu untuk mencoba, berapa banyak upaya individu untuk mengerahkan dalam mewujudkan sebuah perilaku. Sedangkan, Almeida (2013: 120) dalam Luiz, et.al (2015: 760) mengungkapkan bahwa, "the intentions are the best predictors of planned behavior, especially when this behavior is rare, hard to observe and occurs in a space of time called continuous." Artinya, intensi merupakan prediktor terbaik dari perilaku yang direncanakan, terutama saat perilaku tersebut jarang dilakukan, sulit diamati dan terjadi dalam ruang waktu yang kontinyu. Berdasarkan pengertian intensi yang telah dikemukakan, dapat dikatakan bahwa intensi dapat mempengaruhi perilaku seseorang, artinya semakin kuat intensi yang dimiliki maka akan semakin besar terwujudnya perilaku yang diharapkan. Demikian halnya dengan kewirausahaan, seseorang dengan intensi yang kuat untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha (Indarti dan Rostiani, 2008:4). Intensi kewirausahaan mengacu pada keputusan individu untuk menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru (Bird, (1988) dalam Tong, Tong dan Loy (2011: 489). Sedangkan, Fini, et.al. (2009:4) mengungkapkan bahwa intensi kewirausahaan merupakan representasi kognitif dari tindakan yang akan dilaksanakan oleh individu baik yang akan membangun usaha mandiri baru atau menciptakan nilai baru dalam perusahaan yang ada. Intensi kewirausahaan selalu berkaitan dengan kuatnya motif seseorang dalam berwirausaha sehingga mempengaruhi perilakunya. Dalam intensi kewirausahaan, 14
30

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

Mar 16, 2019

Download

Documents

duongkhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Konsep Intensi Kewirausahaan

Kata intensi berasal dari Bahasa Inggris “intention” yang memiliki arti niat,

maksud, tujuan, atau motif. Azjen (1991: 181) menyatakan intensi sebagai faktor

motivasi yang memepengaruhi perilaku dan menjadi indikasi seberapa keras

individu untuk mencoba, berapa banyak upaya individu untuk mengerahkan dalam

mewujudkan sebuah perilaku. Sedangkan, Almeida (2013: 120) dalam Luiz, et.al

(2015: 760) mengungkapkan bahwa, "the intentions are the best predictors of

planned behavior, especially when this behavior is rare, hard to observe and occurs

in a space of time called continuous." Artinya, intensi merupakan prediktor terbaik

dari perilaku yang direncanakan, terutama saat perilaku tersebut jarang dilakukan,

sulit diamati dan terjadi dalam ruang waktu yang kontinyu. Berdasarkan pengertian

intensi yang telah dikemukakan, dapat dikatakan bahwa intensi dapat

mempengaruhi perilaku seseorang, artinya semakin kuat intensi yang dimiliki maka

akan semakin besar terwujudnya perilaku yang diharapkan.

Demikian halnya dengan kewirausahaan, seseorang dengan intensi yang

kuat untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik

dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha (Indarti dan Rostiani,

2008:4). Intensi kewirausahaan mengacu pada keputusan individu untuk

menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru (Bird,

(1988) dalam Tong, Tong dan Loy (2011: 489). Sedangkan, Fini, et.al. (2009:4)

mengungkapkan bahwa intensi kewirausahaan merupakan representasi kognitif

dari tindakan yang akan dilaksanakan oleh individu baik yang akan membangun

usaha mandiri baru atau menciptakan nilai baru dalam perusahaan yang ada. Intensi

kewirausahaan selalu berkaitan dengan kuatnya motif seseorang dalam

berwirausaha sehingga mempengaruhi perilakunya. Dalam intensi kewirausahaan,

14

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

15

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

terdiri dari lima dimensi yang dikemukakan oleh Carvalho and Gonzales (2006)

dalam Luiz, et.al. (2015: 760), yaitu: kepribadian, pengetahuan bisnis, motivasi

berwirausaha, kepercayaan diri dalam berwirausaha, lingkungan pendidikan.

Sedangkan, menurut Luiz, et.al (2015: 760) lima dimensi dari intensi

kewirausahaan, antara lain:

1. Latar belakang pribadi: dimensi ini meliputi unsur-unsur akademis, yaitu faktor

demografi, keluarga dan lingkungan social.

2. Pengetahuan bisnis: sebagai dasar yang fundamental mengenai keterampilan

yang dibutuhkan untuk kinerja pelaksanaan kegiatan usaha, dengan

mempertimbangkan pengetahuan yang berbeda mengenai manajemen

perusahaan. Terutama untuk membedakan pengusaha yang memiliki

kemampuan dalam mengidentifikasi peluang dan mengambil keuntungan

penuh dari bisnis yang muncul dari waktu ke waktu.

3. Motivasi berwirausaha: keterampilan ini berhubungan dengan motivasi untuk

membuat bisnis pribadi, dengan mempertimbangkan empat faktor motivasi:

kebutuhan untuk kebebasan, pengembangan pribadi, memperoleh

kemakmuran dan kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan.

4. Auto efektivitas kewirausahaan: menjelaskan sejauh mana seseorang percaya

pada kemampuan mereka untuk melakukan tugas yang diberikan.

5. Lingkungan pendidikan: persepsi individu mengenai pengaruh lingkungan,

berkaitan dengan lembaga pendidikan tinggi dan bagaimana dapat

mempengaruhi aspirasi berwirausaha mereka.

Pembahasan mengenai intensi kewirausahaan tidak terlepas dari faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Dalam melaksanakan pembelajaran kewirausahaan,

guru maupun sekolah perlu mengetahui sejauh mana siswa memiliki intensi

kewirausahaan dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intensi mereka.

Azjen (1991) menganggap bahwa intensi adalah sebuah perilaku yang terencana

(planned behaviour) sehingga dalam teorinya yaitu Theory of Planned Behavior,

faktor-faktor yang mempengaruhi intensi terdiri dari tiga domain, yaitu:

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

16

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Sikap terhadap perilaku: mengacu pada sejauh mana seseorang mengevaluasi hal

yang menguntungkan atau merugikan atau penilaian terhadap perilaku yang

bersangkutan.

2. Norma subyektif: mengacu pada tekanan social yang dirasakan dalam

melakukan atau tidak melakukan perilaku.

3. Persepsi kontrol perilaku: mengacu pada persepsi tentang mudah atau sulitnya

melakukan perilaku dan diasumsikan sebagai refleksi pengalaman masa lalu

serta hambatan dan rintangan yang harus diantisipasi.

Sedangkan, Soutaris, et.al (2007) dalam Sarah S. Ahmad, et.al (2014: 167)

menemukan bahwa, “entrepreneurship programs significantly raised students’

subjective norms and intentions toward entrepreneurship by inspiring them to

choose entrepreneurial careers.” Artinya, program kewirausahaan secara

signifikan meningkatkan norma subjektif siswa dan intensi berwirausaha dengan

menginspirasi mereka untuk memilih karir berwirausaha. Selanjutnya, mengacu

pada penelitian berbagai ahli, Ferreira, et.al (2012: 429) menggambarkan faktor-

faktor yang mempengaruhi intensi kewirausahaan dilihat dari dua aspek yaitu:

perilaku dan psikologi, seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Model Intensi Kewirausahaan oleh Ferreira, et.al

(2012: 429)

SN

PA

PBC

EI

SC

NA

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

17

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Keterangan:

1. Aspek Perilaku: SN (Subjective Norm), PA (Personal Attitude), dan PBC

(Perceived Behavioral Control).

2. Aspek Psikologi: SC (Self Confidence), dan NA (Need for Achievement).

3. EI (Entrepreneurial Intention)

Elfving, Brannback, dan Carsrud (2009: 24) mengadaptasi dari Shapero

(1982), Krueger (1993), Krueger dan Brazeal (1994), dan Krueger et.al (2000),

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi intensi individu, dalam gambar 2.2.

Penjelasan dari gambar 2.2 yaitu faktor-faktor luar seperti pribadi dan situasi dari

individu mempengaruhi persepsi tentang norma social (keluarga, teman, rekan

kerja, budaya organisasi dan masyarakat) dan persepsi tentang keyakinan diri ,

kemudian persepsi tentang norma social mempengaruhi persepsi tentang keinginan

(perceived desirability) individu dan persepsi tentang kelayakan/kemungkinan

(perceived feasibility) dalam usaha individu, yang pada akhirnya mempengaruhi

secara signifikan terhadap intensi individu untuk berwirausaha. Untuk mengukur

intensi kewirausahan, Linan dan Chen (2009: 613) menggunakan indikator-

indikator, sebagai berikut:

1. Siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan.

2. Tujuan profesi saya adalah menjadi wirausahawan.

3. Saya akan menghadapi setiap rintangan untuk memulai dan menjalankan usaha

saya sendiri.

4. Saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan.

5. Saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha.

6. Saya memiliki niat yang kuat untuk memulai sebuah usaha suatu hari nanti.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa intensi kewirausahaan

merupakan predictor terbaik dalam mengukur kemungkinan besar siswa memilih

karir sebagai wirausaha. Dengan menggunakan indikator-indikator yang

dikemukakan Linan dan Chen, maka dapat dilihat sejauh mana siswa memiliki

intensi untuk berwirausaha. Oleh karena itu, sebagai guru hendaknya dapat

menangkap potensi tersebut dalam diri siswa dan kemudian mengembangkannya

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

18

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

sehingga di masa mendatang akan muncul wirausaha-wirausaha baru yang akan

meningkatkan perekonomian negara.

Gambar 2.2 Model Intensi Kewirausahaan oleh Shapero (1982), Krueger

(1993), Krueger dan Brazeal (1994), dan Krueger et.al (2000).

2.1.2 Teori Planned Behavior (Teori Perilaku yang Terencana)

Teori Planned Behavior merupakan teori yang ditemukan oleh Icek Ajzen

pada tahun 1991. Ajzen mengembangkan teori ini dari teori pemulanya yaitu

Theory of Reasoned Action (Teori Alasan Bertindak) oleh Icek Ajzen dan Martin

Fishbein pada tahun 1975 dan 1980. Faktor utama dalam teori ini yaitu intensi

individu dalam melakukan perilaku tertentu. Intensi diasumsikan dapat

memprediksi faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku, indikasinya yaitu

seberapa keras orang bersedia untuk mencoba, berapa banyak dari upaya mereka

untuk mengerahkan, dalam rangka mewujudkan perilaku tertentu. Artinya, semakin

kuat intensi yang terlibat dalam perilaku, semakin besar kinerja yang dilakukan

individu (Ajzen, 1991). Selanjutnya, Ajzen (1991) mengungkapkan bahwa perilaku

intensi dapat diekspresikan jika perilaku yang dimaksud berada di bahwa kontrol

kehendak, yaitu jika seseorang mampu memutuskan untuk melakukan atau tidak

melakukan perilaku tersebut meskipun perilaku tersebut mudah dilakukan tetapi

Exog

eno

us fa

ctors (p

erson

al, situ

asio

na

l)

Perceived social norm

Perceived self-efficacy

Perceived

desirability

Perceived

feasibility

Intentions

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

19

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

tetap bergantung pada faktor-faktor nonmotivasi seperti ketersediaan peluang, dan

sumber daya (waktu, uang, keterampilan, kerja sama dengan orang lain).

Dalam teori Planned Behavior terdapat tiga konsep atau faktor independen

yang menjadi penentu intensi, yang digambarkan dalam Gambar 2.3. Berdasarkan

Gambar 2.3, Ajzen (2006) menjelaskan bahwa tindakan atau perilaku manusia

dipandu oleh tiga macam pertimbangan, yaitu: keyakinan tentang kemungkinan

hasil dari perilaku dan evaluasi dari hasil ini (behavioral beliefs), keyakinan tentang

harapan normative orang lain dan motivasi kepatuhan (normative beliefs), dan

keyakinan tentang adanya faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja

perilaku dan kekuatan yang dirasakan dari faktor-faktor tersebut (control beliefs).

Secara agregat, behavioral beliefs menghasilkan sikap yang mendukung atau tidak

mendukung terhadap perilaku (attitude toward the behavior), normative beliefs

menyebabkan adanya tekanan social yang dirasakan (subjevtive norms), dan control

beliefs menimbulkan persepsi kontrol perilaku (perceived behavior controls).

Gambar 2.3 Theory of Planned Behavior oleh Icek Ajzen (1991)

2.1.2.1 Sikap Personal (Attitude Toward the Behavior)

Sikap personal atau Attitude Toward the Behavior mengacu pada sejauh

mana seseorang memiliki penilaian akan hal yang menguntungkan atau tidak

menguntungkan dari perilaku tertentu (Ajzen, 1991). Pembahasan mengenai sikap

Behavior

Actual Behavioral

Control

Intention Normative

Beliefs Subjective

Norms

Control

Beliefs

Perceived Behavior Controls

Behavioral Beliefs

Attitude Toward the

Behavior

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

20

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

merupakan ranah dari bidang psikologi sehingga sikap bersifat internal dan

terbentuk dalam diri seseorang akibat dari pengalaman individu maupun pengaruh

dari luar individu. Menurut beberapa peneliti, sikap diartikan sebagai predisposisi

dari respon belajar secara konsisten akan hal yang menguntungkan atau tidak

menguntungkan terhadap objek tertentu (Ajzen, 1975). Sedangkan, Allport (1935)

dalam Pickens (2005: 44) mendefinisikan sikap sebagai keadaan mental atau

kesiapan saraf, yang diperoleh melalui pengalaman, dengan mengerahkan pengaruh

secara langsung atau pengaruh dinamis pada respon individu untuk semua objek

dan situasi yang berkaitan. Secara sederhana, sikap adalah pola pikir atau

kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu karena pengalaman dan

temperamen individu. Pickens (2005: 44), menambahkan definisi sikap, “are a

complex combination of things we tend to call personality, beliefs, values,

behaviors, and motivations.” Artinya bahwa sikap merupakan kombinasi kompleks

dari hal-hal yang sering kita sebut dengan personal, yaitu kepercayaan, nilai, sikap,

dan motivasi.

Sikap membantu individu dalam menentukan bagaimana melihat situasi,

serta bagaimana bersikap terhadap situasi atau objek. Sikap meliputi perasaan,

keyakinan dan tindakan, seperti dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Tiga Komponen Model dari Sikap (Pickens, 2005: 45)

Berdasarkan Gambar 2.5, Pickens (2005) memberikan ilustrasi berikut:

sikap dapat berupa perasaan seseorang terhadap orang lain atau objek (misalnya,

“Aku suka John sebagai rekan kerja terbaik saya”) atau reaksi emosional lainnya

Action

Sikap

Feeling Beliefs

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

21

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

terhadap objek dan orang-orang (“Saya tidak suka orang yang suka memerintah”

atau Jane membuat saya marah”). Ilustrasi selanjutnya, sikap juga mencakup

kognisi internal seseorang maupun keyakinan dan pemikiran tentang orang-orang

atau objek (misalnya, “Jane harus bekerja lebih keras” atau “Sam tidak suka bekerja

di bidang ini”). Berdasarkan dua ilustrasi mengenai perasaan dan keyakinan akan

memunculkan sebuah perilaku dengan cara tertentu terhahadap suatu obyek atau

orang (misalnya, “Saya menulis dengan jelas dalam grafik pasien karena hal itu

akan mengganggu saya ketika saya tidak bisa membaca tulisan tangan orang lain”).

Pickens (2005) menambahkan bahwa meskipun perasaan dan keyakinan

merupakan komponen internal seseorang yang sulit diamati tetapi sikap seseorang

dapat dilihat dari perilaku yang dihasilkan. Zhang dan Sung (2009: 2049-2050)

menyatakan bahwa dalam teori sikap di bidang psikologi social, sikap dibagi

menjadi dua, yaitu:

1. Attitude Toward Object (ATO); merupakan sikap terhadap obyek yang

didefinisikan sebagai kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan

memberikan penilain terhadap sesuatu yang menguntungkan atau merugikan

(Eagly dan Chaiken, 1998) atau sebagai kombinasi dari penilaian evaluative

tentang obek (Crites, Fabrigar, dan Petty, 1994).

2. Attitute Toward Behavior (ATB); sikap terhadap perilaku yang didefinisikan

sebagai perasaan positif atau negative individu (pengaruh penilaian) dalam

melakukan perilaku yang menjadi sasaran. Selain itu, ATB merupakan konsep

yang terkait erat dengan BI (Behavioral Intention), yang mengacu pada ukuran

kekuatan intensi seseorang untuk melakukan perilaku tertentu (Fishbein dan

Ajzen, 1975).

Keduanya, ATO dan ATB secara konseptual berbeda dan memiliki

pengaruh yang berbeda pula terhadap BI (Behavioral Intention). ATB adalah

predictor kuat dari BI, sedangkan dampak ATO terhadap intensi sepenuhnya

dimediasi oleh ATB (Fishbein dan Ajzen, 1975; Zhang dan Sung, 2009: 2050).

Berkaitan dengan ATB sebagai predictor kuat terhadap intensi,

terbentuknya ATB sangat dipengaruhi oleh behavioral beliefs atau keyakinan

seseorang terhadap perilaku tertentu (baik itu positif maupun negative). Apabila

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

22

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

seseorang meyakini bahwa perilaku tertentu itu baik atau positif maka ia akan

menyukai atau mendukung, sebaliknya jika keyakinan terhadap perilaku tertentu itu

buruk atau negative maka ia pun tidak menyukai atau menjauhi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa setiap individu tentunya

memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap perilaku tertentu diakibatkan

berbedanya keyakinan yang dimiliki, perbedaan tersebut biasanya dipengaruhi oleh

situasi dan kondisi yang dialami baik yang berasal dari internal maupun eksternal

individu. Dalam dunia pendidikan, pengetahuan terhadap sikap sangatlah penting

mengingat sikap dapat menentukan perilaku dari peserta didik. Berkaitan dengan

pembelajaran kewirausahaan, Linan dan Chen (2009) mengungkapkan indikator-

indikator untuk mengukur secara akurat sikap personal tentang kewirausahaan,

sebagai berikut:

1. Menjadi wirausahaan memberikan banyak keuntungan daripada kerugian untuk

saya.

2. Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya.

3. Jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah

usaha.

4. Menjadi seorang wirausahaan memberikan kepuasaan yang besar bagi saya.

5. Dari berbagai pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang wirausahawan.

Indikator-indikator tersebut dapat digunakan guru sebagai panduan untuk

mengetahui dan memahami sikap siswa terhadap dunia kewirausahaan. Dengan

demikian, guru lebih mudah membimbing dan mengarahkan siswa mengenai hal-

hal apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang wirausahawan mulai dari sekarang

saat sedang belajar di sekolah.

2.1.2.2 Norma Subyektif (Subjective Norms)

Norma subyektif merupakan faktor social yang mengacu pada tekanan

social yang dirasakan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku

(Ajzen, 1991: 188), dapat juga diartikan sebagai persepsi subyek yang berasal dari

pendapat orang lain tentang perilaku tertentu (Ajzen, 1991; Fayolle dan Gailly,

2014:3). Norma subyektif juga didefinisikan sebagai persetujuan atau

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

23

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ketidaksetujuan orang-orang penting atau kelompok berkaitan dengan berlakunya

perilaku tertentu (Ajzen,1991; Fini et.al (2009: 11). Merujuk pada Azjen (1991),

Contento (2011: 76-77) menyatakan bahwa norma subyektif disebut juga norma

hukum (perintah orang lain) dan ditentukan oleh hal-hal berikut:

1. Normative Beliefs (Keyakinan Normatif), yaitu kekuatan keyakinan seseorang

bahwa orang-orang penting tertentu/terdekat menyetujui atau menolak perilaku

tertentu (misalnya, “teman dekat/orang tua saya berpikir bahwa saya

harus/tidak harus memakan daging”).

2. Motivation to Comply (Motivasi Kepatuhan), yaitu kekuatan keinginan

seseorang untuk mematuhi pendapat orang-orang penting tertentu/terdekat

(misalnya,“berapa banyak yang ingin Anda lakukan seperti apa yang teman-

teman Anda pikir harus Anda lakukan?”). Kekuatan ini berkisar dari “tidak

sama sekali” sampai dengan “sangat banyak”. Hal ini berkaitan dengan

motivasi individu seringkali dipengaruhi oleh persetujuan orang terdekat

(misalnya, teman sebaya dan keluarga) dan populasi tertentu (misalnya remaja

pada umumnya) terhadap perilaku tertentu.

Berkaitan dengan kewirausahaan, Krueger (1993) dalam Z.X. Peng (2012:

96) berpendapat bahwa norma subyektif dapat mempengaruhi intensi

kewirausahaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa individu yang

mempunyai norma positif dan lingkungan yang mendukung terhadap profesi

wirausaha, akan menjadi indikator kuat bagi tumbuhnya intensi terhadap

kewirausahaan. Seperti yang diungkapkan oleh Linan dan Chen (2009: 596)

merujuk pada Ajzen (2001), bahwa norma subyektif dapat mengukur tekanan social

yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku wirausaha. Secara

terpisah, hal itu mengacu pada persepsi bahwa “referensi orang” akan mendukung

keputusan untuk menjadi seorang wirausaha atau tidak. Linan dan Chen (2009)

menambahkan bahwa norma subyektif sebagai proses mental yang dapat

mempengaruhi sikap terhadap perilaku dan persepsi kontrol perilaku. Artinya,

sebelum sikap dan persepsi kontrol perilaku terbentuk, terlebih dahulu individu

dipengaruhi oleh norma-norma dalam dirinya. Oleh karena itu, Linan dan Chen

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

24

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

(2009) mengukur intensi kewirausaahan dengan menggambarkan modelnya dalam

Gambar 2.6.

Di sisi lain, modal individu dan faktor demografi memiliki pengaruh tidak

langsung terhadap intensi kewirausahaan (Boyd dan Vozikis, 1994; Lee dan Wong,

2004; Tubbs dan Ekeberg, 1991; Linan dan Chen, 2009). Hal tersebut terlihat pada

gambar 2.6, bahwa modal individu dan faktor demografi mempengaruhi sikap

personal, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku yang kemudian

berkontribusi langsung dalam intensi kewirausahaan. Modal individu dan faktor

demografi yang dimaksud dalam penelitian Linan dan Chen terdiri dari: umur, jenis

kelamin, persepsi terhadap figur wirausahawan, pengalaman berwirausaha mandiri

dan pengalaman bekerja. Tidak hanya itu, pengetahuan tentang kewirausahaan juga

memberikan kontribusi terhadap persepsi yang lebih realistis tentang aktivitas

kewirausahaan, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi intensi (Ajzen,

2002; Linan dan Chen, 2009). Dalam fakta lain, pengetahuan yang lebih besar turut

memberikan kesadaran yang tinggi bagi pilihan karir seseorang sebagaimana

pentingnya keberadaan tokoh atau panutan (Linan, 2004; Linan dan Chen,

2009:596). Seperti yang diungkapkan oleh Kolvereid and Moen (1997); Tkachev

and Kolvereid (1999); Fayolle (2002); Fayolle dan Gailly (2004: 2) bahwa,

“Entrepreneuship education and teaching programs are influencing student

entrepreneurial intentions and behaviours”. Artinya, pendidikan dan pengajaran

program kewirausahaan mempengaruhi intensi dan perilaku kewirausahaan siswa.

Selain itu, pengetahuan tentang kewirausahaan dapat juga mempengaruhi

persepsi kontrol perilaku, sikap personal dan norma subyektif (Scherer et. al.,

1991). Oleh karena itu, dengan memodifikasi tingkat pengetahuan kewirausahaan

diharapkan dapat memberikan pengaruh yang berbeda dan signifikan terhadap

anteseden motivasi dari intensi (Linan dan Chen, 2009: 597). Untuk mengetahui

sejauh mana tekanan social mempengaruhi norma subyektif seseorang, Couto,

Marino dan Mayer (2013: 453) mengadaptasi indikator-indikator dari Linan dan

Chen (2009) sebagai berikut:

1. Keluarga terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha.

2. Teman terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

25

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

3. Rekan kerja saya akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha.

Gambar 2.6 Entrepreneurial Intention Model versi Linan dan Chen

(2009: 597)

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa norma subyektif

merupakan nilai yang dianut individu dalam sebuah perilaku yang dipengaruhi oleh

orang-orang terdekat atau penting bagi dirinya dan faktor lain seperti faktor

demografi meliputi: umur, jenis kelamin, pengetahuan kewirausahaan, pengalaman

berwirausaha, dan pengalaman bekerja.

2.1.2.3 Persepsi Kontrol Perilaku (Perceived Behavioral Control)

Perceived Behavioral Control yaitu persepsi kontrol terhadap perilaku yang

mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku dan

diasumsikan untuk mencerminkan pengalaman masa lalu serta hambatan dan

rintangan yang perlu diantisipasi (Ajzen, 1991). Hal penting dari kontrol perilaku

adalah pembuktian diri sampai dimana sumber daya dan kesempatan yang tersedia

menentukan kemungkinan pencapaian perilaku. Contento (2011) menambahkan

Human capital and other

demographic variables

Personal Attitude

Subjective Norm

Perceived Behavioral

Control

Entrepreneurial

Intention

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

26

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

bahwa seseorang seringkali bertindak sesuai dengan persepsinya mengenai berapa

banyak kendali mereka terhadap perilaku. Menurut Contento (2011), gagasan atau

kemampuan mengatasi hambatan atau dapat melakukan suatu perilaku termasuk

dalam teori persepsi kontrol perilaku.

Persepsi kontrol berperan penting dalam teori Planned Behavior karena

sebelum memprediksi intensi dan perilaku atau tindakan, hal yang perlu

dipertimbangkan adalah membangun konsep persepsi kontrol perilaku

dibandingkan konsep lainnya. Persepsi kontrol perilaku berbeda dengan konsep

“Perceived Locus of Control” (Persepsi Locus Kontrol) dari Rotters (1991).

Persepsi lokus kontrol menekankan faktor-faktor yang secara langsung terkait

dengan perilaku tertentu sedangkan persepsi kontrol perilaku mengacu pada

persepsi orang-orang tentang kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku yang

menjadi perhatian (Ajzen, 1991). Artinya, persepsi lokus kontrol berada di luar

kontrol diri, sedangkan persepsi kontrol perilaku bersifat lebih stabil dalam diri

individu meskipun terjadi perubahan situasi dan kondisi.

Pendekatan lain yang digunakan untuk persepsi kontrol perilaku ditemukan

dalam teori Atkinson (1964) mengenai motivasi berprestasi. Salah satu faktor

penting dalam teori ini adalah harapan keberhasilan yang didefinisikan sebagai

kemungkinan keberhasilan yang dirasakan pada tugas yang diberikan. Meskipun

pandangan ini sangat mirip dengan persepsi kontrol perilaku tetapi motivasi

berprestasi yang mengacu pada konteks perilaku yang spesifik dan tidak

didisposisikan untuk umum (Ajzen, 1991).

Selain motivasi berprestasi, persepsi kontrol perilaku mirip dengan konsep

self-efficacy (efikasi diri) dari teori kognitif social Bandura (Armitage dan Corner,

1999,2001; Contento, 2011: 77). Konsep persepsi self-efficacy berkaitan dengan

penilaian seberapa baik seseorang dapat melaksanakan tindakan yang diperlukan

untuk menghadapi situasi yang akan dihadapi (Bandura, 1982: 122; Ajzen, 1991).

Senada dengan pernyataan sebelumnya, Contento (2011: 77) menyatakan bahwa

konsep self-efficacy secara umum diartikan sebagai kompetensi pribadi atau

keyakinan untuk dapat melaksanakan perilaku tertentu, sedangkan persepsi kontrol

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

27

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

perilaku mencakup pengertian tentang persepsi kesulitan, termasuk dalam hal

sumber daya pribadi dan hambatan eksternal.

Dalam penyelidikan yang dilakukan Ajzen (1991), ditemukan bahwa

perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan mereka terhadap

kemampuan mereka untuk melakukan perilaku itu (perceived behavioral control).

Hampir sama dengan teori Bandura, bahwa persepsi self-efficacy dapat

mempengaruhi pilihan kegiatan, persiapan untuk kegiatan, usaha yang dikeluarkan

dalam kegiatan, serta pola pikir dan reaksi emosional. Oleh karena itu, teori Planned

Behavior menempatkan konstruk persepsi self-efficacy atau persepsi kontrol

perilaku dalam kerangka yang lebih umum pada hubungan antara keyakinan

(beliefs), sikap (attitude), intensi (intention), dan perilaku (behavior) (Ajzen 1991).

Sebagai salah satu prediktor intensi, persepsi kontrol perilaku juga dapat

berdiri sendiri dan bersama dengan intensi akan membentuk sebuah perilaku atau

tindakan, seperti dalam gambar 2.4. Dalam gambar 2.4 terdapat tanda panah titik-

titik yang menunjukkan hubungan pengaruh langsung antara persepsi kontrol

perilaku (perceived behavior controls) dengan perilaku yang bersangkutan

(behavior). Selain itu, tingkat persepsi kontrol perilaku dapat menjadi proxy bagi

kontrol perilaku nyata (actual behavior control) dan berkontribusi bagi prediksi

perilaku yang bersangkutan. Dalam mengukur persepsi kontrol perilaku secara

langsung, alat ukur yang digunakan harus dapat menangkap keyakinan diri

seseorang bahwa mereka mampu melakukan perilaku yang diamati serta kesulitan

yang dihadapi mereka dapat melakukannya (Ajzen, 2006). Linan dan Chen (2009:

612) menggunakan indikator-indikator di bawah ini untuk mengukur persepsi

kontrol perilaku seseorang, yaitu:

1. Untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya tetapi berjalan akan mudah bagi

saya.

2. Saya siap memulai sebuah usaha yang layak

3. Saya mampu mengontrol proses penciptaan sebuah usaha baru.

4. Saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai usaha baru.

5. Jika saya mencoba memulai usaha baru, saya akan memiliki kemungkinan tinggi

untuk berhasil.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

28

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi kontrol

perilaku berkaitan dengan keyakinan seseorang akan kemudahan atau kesulitan

yang dihadapi terhadap perilaku tertentu. Apabila seseorang meyakini bahwa

perilaku tersebut mudah atau mampu dilakukan, maka ia akan berhasil dalam

mewujudkan perilaku tersebut, begitu sebaliknya jika seseorang meyakini bahwa

perilaku tersebut sulit dilakukan dan ia merasa tidak mampu, maka yang terjadi

yaitu ia tidak akan berusaha untuk mewujudkannya. Berbeda kondisi jika ia

memiliki keyakinan kuat bahwa ia mampu mewujudkan perilaku yang

bersangkutan meskipun terdapat hambatan dan rintangan yang dihadapi, maka

keyakinan tersebut akan mendorongnya untuk mewujudkannya. Oleh karena itu,

dalam kegiatan pembelajaran seorang guru hendaknya selalu memberikan motivasi

bagi peserta didik agar mereka mampu menghadapi apapun hambatan dan rintangan

yang dihadapi untuk mewujudkan cita-cita atau harapan mereka di masa depan.

2.1.3 Konsep Pendidikan Kewirausahaan di SMK

Istilah kewirausahaan pada mulanya berasal dari kata wirausaha. Wirausaha

sendiri merupakan terjemahan dari kata “entrepreneur” (Bahasa Prancis) yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti “between taker” atau “go-

between” (Alma, 2009: 22). Berikut beberapa pengertian wirausaha menurut para

ahli:

1. Richard Cantillon (1725); entrepreneur yaitu orang yang menanggung resiko

yang berbeda dengan orang yang memberi modal.

2. Bedeau (1797); wirausaha sebagai orang yang menanggung resiko, yang

merencanakan, supervise, mengorganisasi dan memiliki.

3. David McLelland (1961); entrepreneur adalah seorang innovator dan

membatasi resiko.

4. Joseph Schumpeter; wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang

kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang

tersebut (Alma, 2009: 23-24).

Wirausaha selalu berkaitan erat dengan kewirausahaan. Apabila wirausaha

berfokus pada pelaku usaha, maka kewirausahaan merupakan tindakan atau

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

29

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

perbuatan dari pelaku usaha. Seperti yang diungkapkan oleh Drucker (1985) bahwa

kewirausahaan merupakan proses penggalian keuntungan dari kombinasi sumber

daya baru, unik dan berharga di lingkungan yang tidak pasti dan ambigu.

Sedangkan, Krizner (1983) menyatakan kewirausahaan sebagai proses memahami

peluang keuntungan dan memulai tindakan untuk mengisi kebutuhan pasar saat ini

atau melakukan efisiensi terhadap tindakan yang telah dilakukan (Mokaya,

Namusonge, Sikalieh (2012: 130).

Lain halnya dengan Suryana (2006: 2), kewirausahaan diartikan sebagai

kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk

mencari peluang menuju sukses. Kemudian, Wiratno (2012: 454) menyatakan

bahwa kewirausahaan adalah potensi yang dimiliki seseorang untuk dikembangkan

melalui pendidikan dan pelatihan dalam bentuk pengalaman, tantangan, dan

keberanian untuk mengambil resiko dalam bekerja dan/atau menciptakan

pekerjaan. Dengan kata lain, kewirausahaan merupakan unsur penting yang

dibutuhkan seseorang dalam melakukan kegiatan di dunia usaha.

Berkaitan dengan dunia pendidikan, kewirausahaan merupakan salah satu

ruang lingkup dalam pendidikan ekonomi yang dimasukkan ke dalam kurikulum

baik di sekolah menengah maupun di pendidikan tinggi. Pembahasan mengenai

kewirausahaan tidak lepas dari upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan

ekonomi berkaitan dengan pengangguran. Alberti et al. (2004) dalam Fatoki dan

Oni (2014:587) mendefinisikan pendidikan kewirausahaan sebagai,

“The structured formal conveyance of entrepreneurial competencies, which

in turn refers to the concepts, skills, and mental awareness used by

individuals during the process of starting and developing their growth

oriented ventures. Entrepreneurship education aims at building

entrepreneurial competencies, which are considered as combinations of the

different skills, knowledge and attitudes.”

Artinya, kompetensi kewirausahaan mengacu pada konsep, keterampilan,

dan kesadaran mental individu selama proses memulai dan mengembangkan usaha

dan pendidkan kewirausahaan bertujuan untuk membangun kompetensi tersebut

yang merupakan kombinasi dari keterampilan, pengetahuan dan sikap. Penelitian

Soutaris et al. (2007) dalam Fatoki dan Oni (2014: 587) menemukan bahwa

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

30

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

program kewirausahaan secara signifikan meningkatkan norma-norma subjektif

siswa dan intensi kewirausahaan yang mengilhami mereka dalam memilih karir

kewirausahaan. Tujuan dari pendidikan kewirausahaan tercantum dalam standar isi

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (BSNP, 2006:199) yaitu agar

peserta didik dapat mengaktualisasikan diri dalam perilaku wirausaha. Sedangkan,

isi mata pelajaran Kewirausahaan difokuskan pada perilaku wirausaha sebagai

fenomena empiris yang terjadi di lingkungan peserta didik serta peserta didik

dituntut lebih aktif untuk mempelajari peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi di

lingkungannya. Berkaitan dengan itu, maka tujuan mata pelajaran Kewirausahaan

yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan:

1. Memahami dunia usaha dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi di

lingkungan masyarakat.

2. Berwirausaha dalam bidangnya.

3. Menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya

4. Mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha.

Selain melalui mata pelajaran, semangat dan jiwa kewirausahaan di SMK

juga perlu dikembangkan melalui kelas wirausaha (peserta didik mengembangkan

kompetensi produktifnya dengan mencoba menjalankan usaha kecil

(Dir.Pembinaan SMK (2000) dalam Djuharis (2013: 80)). Djuharis (2013: 80)

kemudian menambahkan bahwa kewirausahaan di SMK sebaiknya dilihat sebagai

konsep yang lebih luas bukan hanya sesuatu yang berkaitan dengan bisnis atau

hanya ditanamkan melalui 1 (satu) mata pelajaran dan kelas wirausaha, tetapi juga

sebuah konsep yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui semua

mata pelajaran. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2010) telah

menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan dalam bentuk program sasaran

strategis SMK untuk mempersiapkan para lulusannya siap bekerja melalui layanan

pembinaan, pengembangan kewirausahaan. Adapun upaya yang dilakukan

pemerintah dalam mendukung pendidikan kewirausahaan di SMK, yaitu:

1. Penyediaan system pembelajaran sesuai dengan SNP,

2. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasaran pendidikan SMK berkualitas

yang merata di seluruh provinsi, kabupaten dan kota,

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

31

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

3. Penyediaan bantuan pendanaan untuk meningkatkan keterjangkauan layanan

SMK berkualitas yang merata di seluruh provinsi, kabupaten dan kota,

4. Penguatan system tata kelola di SMK, Direktorat Pembinaan SMK dan institusi

Pembina SMK lainnya (Subijanto, 2013:166).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaran

pendidikan kewirausahaan di SMK telah diprogram sedemikian rupa oleh

pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Namun,

untuk mencapai keberhasilan dari program tersebut tentunya memerlukan

dukungan dan kerjasama dari semua pihak yang terkait baik pihak sekolah,

masyarakat, maupun dunia usaha dan industry yang menggunakan jasa dari lulusan

SMK.

2.1.4 Efektivitas Pembelajaran Kewirausahaan

Efektivitas berasal dari kata “efektif” yang berarti ada efeknya (akibatnya,

pengaruhnya, kesannya); dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha,

tindakan). Sedangkan efektivitas sama maknanya dengan keefektifan yang artinya

keadaan berpengaruh; hal berkesan; keberhasilan usaha atau tindakan

(kbbi.web.id). Emitai Etzioni (1982: 54) mengungkapkan bahwa, “efektivitas

organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha

untuk mencapai tujuan atau sasaran. Sedangkan, Komaruddin (1994: 294)

menyatakan bahwa, “efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat

keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan”

(Nani Hartini, 2011:46).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa efektivitas

merupakan pencapaian dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.

Apabila dikaitkan dengan proses pembelajaran di sekolah, maka efektivitas proses

pembelajaran merupakan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

oleh sekolah. Sebelum pembahasan mengenai efektivitas pembelajaran, perlu

diketahui pengertian dari pembelajaran itu sendiri. Dilihat dari asal katanya,

pembelajaran berasal dari kata belajar. Menurut pendapat dari para ahli, belajar

merupakan perubahan tingkah laku atau kebiasan individu, sedangkan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

32

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

pembelajaran merupakan proses yang dialami oleh individu dalam perubahan

tingkah laku atau kebiasaan. Secara lebih lengkap, Muhammad Asrori (2009: 6)

menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku

yang diperoleh melalui pengalaman individu yang bersangkutan. Sedangkan

Watkins (2002: 1) mengungkapkan, “Learning … that reflective activity which

enables the learner to draw upon previous experience to understand and evaluate

the present, so as to shape future action and formulate new knowledge”. Artinya

pembelajaran merupakan suatu aktivitas reflektif dari pembelajar dalam

memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimiliki dan mengevaluasi masa depan

sehingga membentuk tindakan di masa depan dengan pengetahuan yang baru.

Suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif jika dapat mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Efektivitas pembelajaran dapat tercapai apabila

komponen-komponen dalam proses pembelajaran menyumbang secara signifikan

terhadap kegiatan pembelajaran.

Abin Syamsuddin (2009: 165) menggambarkan secara sistematis mengenai

empat komponen utama yang terlibat dalam proses pembelajaran dalam Gambar

2.5.

Social Fisik Kultural Dan lain-lain

Kapasitas (IQ)

Bakat khusus

Motivasi n-Ach

Minat

Kematangan

kesiapan

Sikap/kebiasaan

dan lain-lain

Perilaku

kognitif

Perilaku

afektif

Perilaku

psikomotor

Guru dan

lain-lain Metode,

teknik, media

Bahan

sumber

Program

tugas

PBM

Instrumental Input (sarana)

Raw input

(siswa)

Expected output

(hasil belajar

yang diharapkan)

Environmental input (lingkungan)

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

33

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Adapun penjelasan dari Gambar 2.1 sebagai berikut:

1. The expected output, menunjukkan bahwa tingkat kualifikasi ukuran baku

(standard norms) akan menjadi daya penarik (insentif) dan motivasi (motivating

factors), selain itu merupakan stimulating factors (S) yang akan memunculkan

response (R).

2. Karakteristik siswa (raw input), menunjukkan bahwa factor-faktor dalam diri

individu yang mungkin akan memberikan fasilitas (facilitative) atau pembatas

(limititation) sebagai factor organismic (O), selain itu akan menjadi motivating

dan stimulating factors (misal; n-Ach).

3. Instrumental input (sarana), menunjukkan kepada dan kualifikasikasi serta

kelengkapan saran yang diperlukan untuk berlangsungnya proses belajar

mengajar.

4. Environmental input, menunjukkan situasi dan keadaan fisik (kampus, sekolah,

iklim, letak sekolah atau school site, dan sebagainya), hubungan antarinsasi

(human relationships) baik dengan teman (classmate; peers) maupun dengan

guru dan orang-orang lainnya; hal-hal tersebut dapat juga menjadi penunjang

atau penghambat (S factors).

Sedangkan dalam mengukur efektivitas pembelajaran yang telah

dilaksanakan, dapat dilihat dari tercapainya expected output (hasil belajar yang

diharapkan) berupa perubahan perilaku. Dalam gambar 2.1, expected output

meliputi perilaku kognitif, perilaku afektif dan perilaku psikomotor dari peserta

didik. Secara lebih lengkap, Bloom (Ella Yulaelawati, 2007) mengungkapkan

bahwa perubahan perilaku tersebut meliputi ranah kognitif (pengetahuan), afektif

(sikap) dan psikomotor (keterampilan) yang biasa disebut dengan taksonomi

Bloom, masing-masing dirinci ke dalam jangkauan kemampuan yang digambarkan

dalam Tabel 2.1. Kemudian dalam menghadapi abad 21, Anderson dan Krathwohl

(2001) dalam Ella Yulaelawati (2007: 79) memperbaiki taksonomi Bloom pada

struktur ranah kognitif yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

34

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Tabel 2.1

Taksonomi Bloom

Ranah (Tingkatan Rendah ke Tinggi)

Kognitif Afektif Psikomotor

Pengetahuan Penerimaan Gerakan Reflek

Pemahaman Penanggapan Gerakan Dasar

Penerapan Perhitungan/Penilaian Gerakan Tanggap Perceptual

Analisis Pengaturan/Pengelolaan Kegiatan Fisik

Sintesis Bermuatan Nilai Komunikasi Tidak Berwacana

Penilaian

Tabel 2.2

Taksonomi Bloom dengan Perbaikan Krathwohl

Taksonomi Bloom Taksonomi Perbaikan

Anderson dan Krathwohl

Pengetahuan Mengingat

Pemahaman Memahami

Penerapan Menerapkan

Analisis Menganalisis

Sintesis Menilai

Penilaian Menciptakan

Perbaikan tersebut membawa perubahan yang signifikan bagi

perkembangan pembelajaran bahwa para tenaga kependidikan dapat

menggabungkan tujuan pembelajaran sekaligus menjadi tujuan penilaian karena

Anderson dan Krathwohl memadukan jenis pengetahuan yang dipelajari (dimensi

pengetahuan/substansi) dan proses yang digunakan untuk belajar (proses kognitif)

(Ella Yulaelawati, 2007). Sedangkan, Watkins (2002: 4) melihat bahwa

pembelajaran yang efektif akan melibatkan hasil, seperti: pengetahuan yang lebih

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

35

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

terhubung, strategi belajar yang lebih luas, pemahaman yang lebih kompleks,

peningkatan tindakan yang sesuai dengan tujuan dan konteks, peningkatan

keterlibatan dan pengarahan pada diri sendiri, pendekatan yang lebih reflektif,

emosi yang lebih positif dan afiliasi untuk belajar, visi yang lebih maju di masa

depan, kemampuan belajar bersama dengan orang lain, dan ikut berpartisipasi

dalam komunitas belajar.

Merujuk dari berbagai pendapat mengenai efektivitas pembelajaran, maka

kaitannya dengan pendidikan kewirausahaan yaitu tercapainya keberhasilan

pendidikan kewirausahaan dapat diukur dari efektivitas pembelajaran

kewirausahaan dari setiap satuan pendidikan termasuk dalam hal ini di SMK.

Efektivitas pembelajaran kewirausahaan dapat diukur dari tercapainya kompetensi-

kompetensi yang telah ditetapkan bagi peserta didik. Dalam standar isi KTSP untuk

SMK/MAK (BSNP, 2006: 206) disebutkan bahwa dalam mata pelajaran

kewirausahaan meliputi aspek-aspek, sebagai berikut:

1. Sikap dan perilaku wirausaha

2. Kepemimpinan dan perilaku prestatif

3. Solusi masalah

4. Pembuatan keputusan.

Aspek-aspek tersebut kemudian dijabarkan ke dalam standar kompetensi

dan kompetensi dasar, dalam Tabel 2.3. Berdasarkan tabel 2.3 dapat dikatakan

bahwa pembelajaran kewirausahaan pada intinya adalah menyiapkan lulusan SMK

untuk menjadi seorang wirausaha. Pada akhirnya, pembelajaran kewirausahaan

terbilang efektif apabila mampu menjadikan peserta didik mencapai kesuksesan

dalam kehidupannya di masa mendatang baik sebagai seorang wirausaha mandiri

maupun pekerja yang memiliki mental atau jiwa wirausaha. Namun, untuk menjadi

seorang wirausaha selain diperlukan pengetahuan yang kuat, keterampilan yang

memadai dan sikap yang positif, guru maupun peserta didik juga perlu mengetahui

tentang ciri-ciri dari seorang wirausaha, yaitu:

1. Motif berprestasi yang tinggi

2. Perspektif ke depan

3. Kreativitas yang tinggi

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

36

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

4. Inovasi yang tinggi

5. Komitmen terhadap pekerjaan

6. Memiliki tanggung jawab

7. Kemandirian atau ketidaktergantungan terhadap orang lain

8. Keberanian menghadapi resiko

9. Selalu mencari peluang

10. Memiliki jiwa kepemimpinan

11. Memiliki kemampuan manajerial

12. Memiliki kemampuan personal (Suryana, 206: 30-37).

Tabel 2.3

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar

Kompetensi

Kompetensi Dasar

Mengaktualisasikan

sikap dan perilaku

wirausaha

1. Mengidentifikasi sikap dan perilaku wirausahawan

2. Menerapkan sikap dan perilaku kerja prestatif

3. Merumuskan solusi masalah

4. Mengembangkan semangat wirausaha

5. Membangun komitmen bagi dirinya dan bagi orang lain

6. Mengambil resiko usaha

7. Membuat keputusan

Menerapkan jiwa

Kepemimpinan

1. Menunjukkan sikap pantang menyerah dan ulet

2. Mengelola konflik

3. Membangun visi dan misi usaha

Merencanakan

usaha kecil/mikro

1. Menganalisis peluang usaha

2. Menganalisis aspek-aspek pengelolaan usaha

3. Menyusun proposal usaha

Mengelola usaha

kecil/mikro

1. Mempersiapkan pendirian usaha

2. Menghitung resiko menjalankan usaha

3. Menjalankan usaha kecil

4. Mengevaluasi hasil usaha

Sumber: BSNP (2006:206)

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

37

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Dengan mengetahui ciri-ciri dari seorang wirausaha di atas, maka guru dapat

mengelola pembelajaran kewirausahaan dengan menumbuhkan kemampuan-

kemampuan yang diperlukan bagi peserta didik untuk menjadi seorang wirausaha.

Hasil yang diharapkan dari pembelajaran kewirausahaan yaitu akan tumbuh jiwa,

minat dan kesiapan (intensi) dalam diri siswa untuk berwirausaha.

2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang dipandang memiliki relevansi dengan

permasalahan penelitian yang dilakukan peneliti tentang “Pengaruh Sikap, Norma

Subyektif, dan Persepsi Kontrol Perilaku terhadap Intensi Kewirausahaan Siswa

SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, Jawa Barat)” diantaranya, yaitu:

1. Alain Fayolle dan Benoit Gailly (2004), Using the Theory of Planned Behavior

to Asses Entrepreneurship Teaching Programs : A First Experimentation.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang kuat antara intensi

kewirausahaan dan anteseden intensi berdasarkan teori Ajzen (Planned

Behavior). Selain itu, dalam eksperimen Entrepreneurship Teaching Program

(ETP) terhadap 20 mahasiswa teknik pada sebuah universitas teknologi di

Perancis selama satu hari untuk mengembangkan kesadaran mereka tentang

apa kewirausahaan, situasi kewirausahaan yang sering dikenal dengan

corporate entrepreneurship, belajar tentang bisnis yang sedang marak dan

memulai usaha baru secara mandiri. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa

ETP memiliki pengaruh kuat, terukur, dan berdampak positif pada intensi

kewirausahaan, tetapi dampak tersebut tidak signifikan terhadap sikap mereka

berkaitan dengan persepsi kontrol perilaku. Hasil ini membawa wawasan

empiris tentang pengaruh yang tampaknya bertentangan antara ETP dengan

sikap siswa tentang perilaku pengendalian.

2. Linan dan Chen (2009), Development and Cross-Cultural Application of a

Specific Instrument to Measure Entrepreneurial Intentions. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa model pengukuran intensi kewirausahaan yang

ditemukan yaitu EIQ (Entrepreneurship Intention Question) dengan merujuk

teori Planned Behavoir dari Ajzen dapat mengukur intensi kewirausahaan pada

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

38

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

mahasiswa Taiwan dan Spanyol. Selain mengukur intensi kewirausahaan,

penelitian ini juga membuka wawasan tentang bagaimana nilai-nilai budaya

mengubah cara individu dalam setiap masyarakat memandang kewirausahaan.

3. Rijal Assidiq Mulyana (2013), Pengaruh Norma Subyektif, Persepsi Kontrol

Perilaku, dan Sikap Wirausaha terhadap Minat Berwirausaha Siswa SMK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) norma subyektif berpengaruh positif

terhadap persepsi kontrol perilaku dan sikap wirausaha siswa SMK; 2) Norma

subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan sikap wirausaha siswa SMK

Muhammadiyah 1 Kadungora tidak berpengaruh positif terhadap minat

berwirausaha baik secara individual maupun simultan, sementara norma

subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan sikap wirausaha yang dimiliki siswa

SMKN 12 Garut tidak berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha secara

simultan, tetapi secara individual yang berpengaruh positif hanya persepsi

kontrol perilaku dan norma subyektif.

4. Couto, Mariano dan Mayer (2013), Entrepreneurial Intention in Brazil: The

Challenge in Using International Measurement. Hasil penelitian terhadap

mahasiswa Brazil menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan peneliti

yaitu Entrepreneurial Intention Questions (EIQ) oleh Linan dan Chen, tidak

efektif dalam mengukur intensi kewirausahaan mahasiswa Brazil, hal ini

karena pembentukan intensi kewirausahaan dalam budaya Brazil dipengaruhi

oleh faktor yang tidak dapat diramalkan oleh model intensi kewirausahaan.

Namun, instrument tersebut efektif dalam mengidentifikasi kesan para

mahasiswa mengenai kewirausahaan. Oleh karena itu, Akhirnya, hasil dari

penerapan EIQ untuk sampel mahasiswa Brasil tidak mencapai tingkat

kecukupan reliabilitas dan validitas, seperti yang telah dicapai dalam karya

Linan dan Chen (2009).

5. Luiz, et.al. (2015), The Influence of Teacher with Non-Academic Experience

on Entrepreneurial Intent Student Administration. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa guru dengan pengalaman professional di luar mengajar

berpengaruh secara positif terhadap mahasiswa dalam upaya membuka usaha

sendiri, dan tidak ada perbedaan antara mahasiswa laki-laki dan perempuan

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

39

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dalam kaitannya dengan pengaruh guru tersebut dalam tindakan

kewirausahaan.

6. Gelderen, et.al. (2008), Explaining Entrepeneurial Intentions by Means of The

Theory of Planned Behaviour. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua

variabel yang paling penting untuk menjelaskan intensi kewirausahaan adalah

kehati-hatian dalam berwirausaha yang termasuk ke dalam domain persepsi

kontrol perilaku (perceived behavioral control) dan pentingnya mengamankan

kekayaan yang termasuk ke dalam domain sikap (attitude).

7. Farouk dan Ikram (2014), The Influence of Individual Factors on The

Entrepreneurial Intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi,

pengalaman kerja dan pengajaran memiliki dampak yang signifikan pada

intensi. Selain itu, tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistic

antara karakteristik individu (usia dan jenis kelamin) dengan intensi

kewirausahaan, tetapi secara global faktor individu memiliki dampak positif

pada intensi kewirausahaan.

8. Z.X. Peng et.al (2012), Entrepreneurial Intentions and Its Influencing Factors:

A Survey of The University Student in Xi’an China. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa norma subyektif yang dirasakan mahasiswa berpengaruh

signifikan positif terhadap sikap kewirausahaan mereka dan kepercayaan diri

(self-efficacy) berwirausaha, kemudian kedua faktor ini berpengaruh secara

signifikan terhadap intensi kewirausahaan mereka.

9. Fayolle, Gailly dan Clerc (2006), Effect and Counter Effect of

Entrepreneurship Education and Social Context on Student’s Intention. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ETP (Entrepreneurship Teaching Program)

dapat memiliki pengaruh kuat pada beberapa mahasiswa, tergantung dari latar

belakang dan perspektif awal mereka pada intensi kewirausahaan. Di waktu

yang sama, ETP dapat juga secara aktual menurunkan tingkat intensi

kewirausahaan (counter effect) terhadap mahasiswa lain yang belum mengenal

kewirausahaan.

10. Ferreira, et.al (2012), A Model of Entrepreneurial Intention: An Application of

The Psychological and Behavioral Approaches. Hasil penelitian menunjukkan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

40

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

bahwa kebutuhan untuk berprestasi, kepercayaan diri, dan sikap pribadi

berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan. Selain itu, norma

subyektif dan sikap pribadi mempengaruhi persepsi kontrol perilaku. Hasil

penelitian ini memiliki dampak yang signifikan terhadap pengetahuan tentang

kontribusi teori perilaku dan psikologis dalam mencapai tujuan kewirausahaan.

11. Olawale Fatoki (2014), Parental dan Gender Effect on The Entrepreneurial

Intention of University Student in South Africa. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa meskipun mahasiswa laki-laki memiliki tingkat yang lebih tinggi

terhadap intensi kewirausahaan dibandingkan mahasiswa perempuan, namun

secara statistic perbedaannya tidak signifikan. Selanjutnya, mahasiswa yang

orang tuanya terlibat dalam bisnis memiliki intensi kewirausahaan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang orang tuanya tidak terlibat dalam

bisnis. Namun, perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistic.

12. Ricardo Fini,, et.al (2009), The Foundation of Entrepreneurial Intention. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa intensi kewirausahaan dipengaruhi oleh

karakteristik psikologis, keterampilan individu dan pengaruh lingkungan.

Selain itu, dukungan lingkungan yang datang dari pemerintah, konteks dan

universitas tidak relevan dalam membentuk intensi kewirausahaan.

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Tingginya angka pengangguran di Indonesia saat ini merupakan

permasalahan krusial yang dihadapi bangsa. Pengangguran secara signifikan dapat

menurunkan perekonomian negara karena menurunnya daya beli masyarakat dan

dapat meningkatkan angka kriminalitas. Daya beli masyarakat yang rendah

menjadikan kegiatan jual beli menjadi lesu karena tidak semua produk dapat

terserap di pasar, sedangkan angka kriminalitas yang tinggi menyebabkan tingkat

keamanan menjadi rendah sehingga investor-investor yang ingin menanamkan

modal di dalam negeri menjadi enggan untuk berinvestasi. Selain permasalahan di

bidang ekonomi, pengganguran juga menjadi masalah bagi dunia pendidikan. Hal

ini karena angka pengangguran tersebut kebanyakan berasal dari kalangan terdidik

mulai dari lulusan jenjang menengah hingga perguruan tinggi.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

41

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Peningkatan angka pengangguran di kalangan terdidik menunjukkan bahwa

kualitas pendidikan di negara Indonesia masih terbilang rendah karena

ketidakmampuan lulusan terserap di dunia kerja. Selain itu, jumlah lapangan kerja

yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah lulusan yang ada sehingga terjadi

ketimpangan yang tinggi. Permasalahan tersebut jika tidak diatasi maka akan

menimbulkan permasalahan baru yaitu menurunnya taraf hidup masyarakat.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu lembaga pendidikan

menengah yang menyiapkan lulusannya untuk siap bekerja tentunya memiliki

peranan penting dalam mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Perubahan

mind set (pola pikir) dalam pembelajaran Kewirausahaan diupayakan untuk

menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa sehingga nantinya lulusan SMK tidak

cenderung untuk menjadi pencari kerja tetapi dapat menciptakan lapangan kerja

baik mandiri maupun bekerjasama dengan orang lain. Selama ini, pembelajaran

kewirausahaan dinilai belum efektif untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan

siswa SMK karena terbukti lulusan yang ada lebih berminat menjadi pekerja

dibanding wirausahawan.

Tumbuhanya jiwa kewirausahaan ditandai adanya intensi yang kuat dalam

diri siswa karena intensi kewirausahaan prediktor terbaik dalam mengukur

kemungkinan besar siswa memilih karir sebagai wirausaha. Azjen (1991: 181),

menyatakan intensi sebagai faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku dan

menjadi indikasi seberapa keras individu untuk mencoba, berapa banyak upaya

individu untuk mengerahkan dalam mewujudkan sebuah perilaku. Dengan

menggunakan teori Planned Behavior dari Ajzen (1991) yang dikembangkan oleh

Linan dan Chen (2009), penelitian ini berupaya untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi intensi kewirausahaan siswa. Berdasarkan teori Planned

Behavior, intensi dipengaruhi oleh sikap personal, norma subyektif, dan persepsi

kontrol perilaku. Norma subyektif selain memiliki pengaruh terhadap intensi juga

berpengaruh terhadap pembentukan sikap personal dan persepsi kontrol perilaku.

Adapun kerangka pemikiran yang diajukan penulis, dalam Gambar 2.7. Gambar

2.7, menjelaskan bahwa tinggi rendahnya intensi kewirausahaan siswa SMK

dipengaruhi oleh sikap personal, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilaku.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

42

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Sementara tinggi rendahnya sikap personal dipengaruhi oleh norma subyektif siswa

SMK, begitu pula persepsi kontrol perilaku wirausaha siswa SMK dipengaruhi oleh

norma subyektifnya.

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran pada Gambar 2.7. diajukan 5 model

penelitian, yaitu:

1.

2.

3.

4.

5.

Gambar 2.8 Model Penelitian

Sikap Personal

Norma Subyektif

Persepsi Kontrol

Perilaku

Intensi

Kewirausahaan

X2 X1

X2 X3

X1 Y

X1

X2

X3

Y

X3 Y

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.upi.edu/23340/5/T_PEKO_1302895_Chapter 2.pdf · menerapkan konsep bisnis dan mengarahkan ke arah penciptaan bisnis baru

43

Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran dan model penelitian di atas, dirumuskan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Norma subyektif berpengaruh positif terhadap sikap personal siswa.

2. Norma subyektif berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol perilaku siswa.

3. Sikap personal berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa.

4. Norma subyektif berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa.

5. Persepsi kontrol perilaku berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan

siswa.