13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori atau kajian pustaka dalam penelitian evaluasi program pendidikan inklusi ini dijabarkan dalam beberapa sub teori yaitu: 2.1.1 Manajemen Pendidikan 2.1.1.1 Definisi Manajemen Berbicara masalah manajemen tentu kita harus tahu terlebih dahulu apa itu manajemen. Banyak teori yang menjelaskan tentang manajemen yang dinyatakan oleh para pakar dengan teori yang berbeda-beda tetapi pada hakekatnya mempunyai tujan yang sama. Manajemen berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata manus yang berarti tangan dan agere (melakukan). Kata tersebut bila digabung menjadi managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke Bahasa Inggris to manage (kata kerja), management (kata kerja), dan manager untuk orang yang melakukan. Bila diter- jemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi manajemen (pengelolaan). Manajemen menurut Parker (Stoner dan Freeman, 2000) dalam Husaini Usman (2014:6) adalah seni melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (the art of getting things done throng people). Spare (2002) dalam Husaini Usman (2014:6) juga menyatakan bahwa mana-
38
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10658/2/T2_92014052_BAB II.pdfManagere diterjemahkan ke Bahasa Inggris to manage (kata kerja), management
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
13
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian TeoriKajian teori atau kajian pustaka dalam penelitian
evaluasi program pendidikan inklusi ini dijabarkan dalam
kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas
dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah.
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen
personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan
tenaga kependidikan secara efektif dan efisien agar
26
tercapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi
yang menyenangkan. Untuk mewujudkan keseragaman
perlakuan dan kepastian hukum bagi tenaga kepen-
didikan sekolah dasar dalam melaksanakan tugas dan
fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.1.1.7 Manajemen Sarana PrasaranaSejalan dengan kebijakan pemerintah yang mem-
berikan kewenangan penuh kepada pihak sekolah
/perguruan tinggi selaku industri jasa untuk menye-
lenggarakan layanan pendidikan secara transparan dan
akuntable. Oleh karena itu, seluruh proses pengadaan
serta mengoptimalkan penyediaan, pendayagunaan, pera-
watan dan pengendalian sarana dan prasarana pen-
didikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan,
diperlukan penyesuaian manajemen sarana dan pra-
srana. Lembaga dituntut memiliki kemandirian untuk
mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangga
(sekolah) menurut kebutuhan dan kemampuan sendiri
serta berdasarkan pada aspirasi dan partisipasi warga
sekolah dengan tetap mengacu pada peraturan dan
perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan,
khususnya pada pendidikan dasar dan menengah.
27
Untuk mewujudkan dan mengatur hal tersebut,
pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 19 Tahun
2005 tetang Standar Nasional Pendidikan yang menyang-
kut standar sarana dan prasarana pendidikan secara
nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan
bahwa; Pertama, setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diper-
lukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Kedua, setiap satuan pen-
didikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan,
ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang
pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah
raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi,
dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan
(Depdiknas, 2007). Adapun dasar manajemen sarana dan
prasarana pada pendidikan sebagai berikut: 1. UU No
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB IX
Pasal 35 memuat tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP). 2. PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendi-
dikan termasuk BAB VII tentang Standar Sarana dan
Prasarana. 3. Permendiknas. Nomor 24 tahun 2007
28
tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs), dan Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). 4. Permen-
diknas Nomor 33 tahun 2008 tentang standar sarana dan
prasarana untuk sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah
menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah
menengah atas luar biasa (SMALB).
Manajemen sarana dan prasaran yang berlaku pada
pendidikan tinggi hampir sama dengan proses manajemen
sarana dan prasarana pendidikan pada persekolah dari
tingkat dasar sampai tingkat menengah atas. Berdasar-
kan buku yang dikeluarkan oleh Depdiknas tentang
Penjaminan Mutu yang di dalamnya terdapat Buku V
tentang Prasarana dan Sarana pada Pendidikan Tinggi,
disebutkan ada proses yang dinamakan dengan meka-
nisme penetapan standar prasarana dan sarana,
pemenuhan standar prasarana dan sarana serta pengen-
dalian standar prasarana-sarana (Dwiantara, Lukas, and
Rumsari Hadi Sumarto."Manajemen Logistik).
2.1.2 Evaluasi ProgramAda beberapa pendapat tentang evaluasi program
antar lain: Menurut Ralph Tyler (Tayibnapis 2008:5)
“Evaluasi program adalah proses untuk mengetahui
apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan”.
29
Definisi lain dari Cronbach dan Stufflebeam (Arikunto dan
Jabar, 2014:5) bahwa evaluasi program adalah upaya
menyediakan informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan. Lain halnya, Evaluasi program
menurut Sukardi (2014:3) merupakan evaluasi yang
berkaitan erat dengan suatu program atau kegiatan
pendidikan, ter- masuk diantaranya tentang kurikulum,
sumber daya manusia, penyelengaraan program, proyek
penelitian dalam suatu lembaga. Sedangkan Spaulding
dalam Sukardi, “Program evaluation is conducted for
decision making porpuse”. Artinya evaluasi program
dilakukan untuk tujuan pengambilan keputusan.
Sementara itu menurut David dan Hawthorn
(Sukardi, 2014:3) evaluasi dipandang :”… as a structured
proces that creates and synthesizes information intended to
reduce uncertainty for steakholders about given program or
policy” artinya evaluasi program sebagai proses terstruk-
tur yang menciptakan dan menyatukan informasi
bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian para pe-
mangku kepentingan tentang program dan kebijakan yang
ditentukan.
Patton (2009:53) menyatakan bahwa evaluasi
program artinya mengukur pencapain suatu tujuan,
berdasarkan perangkat yang dibuat sebelumnya secara
hati-hati dari tujuan yang dapat diukur. Jadi evaluasi
program menurut Patton adalah suatu alat yang diguna-
30
kan untuk mengukur tujuan yang telah ditetapkan
apakah berhasil atau tidak tujuan yang kita laksanakan.
Pada intinya evaluasi adalah proses menyatukan
informasi untuk mengambil keputusan atau kebijakan
dan mengukur tujuan (Stufflebean, Ralph Tyler,
Cronbach, Sukardi, Spaulding, David dan Hawthorn).
Persamaannya terletak pada tujuan pengambilan kepu-
tusan sedangkan perbedaannya pada pendapat Patton
yaitu lebih spesifik karena pencapaian tujuan berdasar-
kan perangkat yang dibuat sebelumnya.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat
disimpulan bahwa evaluasi program adalah merupakan
proses secara terstruktur untuk menyampaikan informasi
dalam rangka mengukur suatu tujuan kemudian
disampaikan kepada pengambil keputusan. Atas dasar
teori-teori dan kesimpulan maka pada penelitian ini
mempunyai alasan dilaksanakannya evaluasi program
adalah untuk mengukur evektifitas dan pelaksanaan
program yang akan diteliti.
2.1.2.1 Tujuan Evaluasi ProgramSuatu kegiatan dievaluasi untuk mengetahui sejauh
mana pelaksanaan program yang telah direncanakan
tercapai. Semua kegiatan tentunya mempunyai tujuan
yang ingin dicapai, begitu juga dengan evaluasi. Arikunto
dan Jabar (2014:18) mendefinisikan bahwa evaluasi
program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan
31
program dengan langkah mengetahui keterlaksaan kegia-
tan program yang telah ditentukan, karena evaluator
ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan sub
komponen program yang belum terlaksana.
Menurut Worten dkk (Tayibnapis, 2008:3) evaluasi
program bertujuan: a. membuat kebijakan dan keputus-
an; b. menilai hasil yang dicapai para pelajar; c. menilai
kurikulum; d. memberi kepercayaan kepada sekolah; e.
memonitor dana; f. memperbaiki materi dan program.
Dari beberapa komponen tersebut antara komponen satu
dengan komponen lainnya saling berkaitan. Setelah
adanya evalusai program tujuannya untuk mengetahui
hasil yang sudah dicapai dan memperbaiki kekurangan
atau tujuan yang belum tercapai.
Secara lebih rinci tujuan evaluasi program menurut
Sukmadinata (2010:121) adalah:
a) membantu perencanaan untuk melaksana kan program;b) membantu dalam penentuan keputusan, penyempurnaan
atau perubahan program;c) membantu dalam penentuan keputusan keberlanjutan atau
penghentian program;d) menentukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap
program;e) memberikan sumbangan dalam pemahaman proses
psikologis, social, politik, dalam pelaksanaan program sertafaktor yang mempengaruhi program.
Secara umum evaluasi program adalah untuk
mengetahui keterlaksaan program, memperbaiki dan dila
kukannya penyempurnaan program (Worten dan
32
Sukmadinata Arikunto dan Jabar). Persamaanya dari
pendapat tokoh di atas adalah untuk mengetahui keter-
laksanaan program yang sudah dilakukan.
Dari uraian di atas bisa disimpulkan sebagai
berikut: evaluasi program adalah suatu kegiatan untuk
mengetahui keberhasilan program dan kelemahanya yang
selanjutnya dapat diadakan tindakan demi kesempurnaan
pelaksanaan sebuah program untuk menentukan kebija-
kan atau keputusan.
2.1.2.2 Manfaat EvaluasiSukmadinata (2010:127) menyatakan bahwa kre-
teria atau standar yang digunakan dalam evaluasi
program adalah apakah hasil evaluasi dapat digunakan
untuk menentukan kebijkan secara tepat atau tidak.
Pengguna hasil evaluasi dapat bertahap, dari penentu
kebijakan tertinggi sampai terendah. Disisi lain Sukardi
(2014:10) mengatakan bahwa evaluasi program mem-
punyai empat manfaat sebagai berikut:
a) melihat secara kotinu dan terus menerus suatuprogram atau proyewk jika dileng kapi denganfungsi monitor; b) mengontrol agar program tetapberada dalam koridor mutu dan memilikikewenangan untuk mengendaklikan dalam tingkatpenja minan layanan atau servis baik pada parapengguna maupun pemangku kepen tingan; c)sebagai umpan balik terhadap prosespenyelenggaraan lembaga; d) mengevaluasi semuakomponen dalam kinerja program.
33
Inti pendapat dari Sukmadinata dan Sukardi man-
faat evaluasi untuk menentukan kebijakan secara tepat
dilengkapi fungsi monitor. Dari penjelasan kedua tokoh
tesebut dapat disimpulkan bahwa manfaat evaluasi
program adalah untuk mengontrol, mengevaluasi kinerja,
umpan balik (feed back)yang berguna sebagai penjamin
layanan dan mengambil kebijakan di suatu organisasi
/lembaga.
2.1.2.3 Model Evaluasi Context, input, Process danProduct (CIPP)
Penelitian evaluasi program pendidikan inklusi di
SD Negeri 1Panimbo menggunakan model evaluasi
Context, Input, Process, dan Product (CIPP). Adapun
pengertian model evaluasi adalah desain evaluasi yang
dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang
biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau
tahap pembuatannya (Tayibnapis, 2008:13)
Stufflebeam (Sukmadinata, 2010:127) mengembang
kan model evaluasi pendidikan yang bersifat kompre
hensif mencakup konteks (context), masukan (input),
proses (process) dan hasil (product) yang disingkat men-
jadi CIPP.
1. Context evaluation: evaluasi terhadap konteks
2. Input evaluation: evaluasi terhadap input
3. Process evaluation: evaluasi terhadap proses
4. Product evaluation: evaluasi terhadap hasil
34
Stufflebeam (Wirawan, 2011:92) menjelaskan
model evaluasi CIPP merupakan kerangka komprehensif
untuk mengarahkan pelaksanaan evaluatif dan evaluasi
sumatif terhadap objek program, proyek, personalia,
hasil, institusi, dan sistem. Model evaluasi ini dikonfi
gurasi untuk dipakai oleh evaluator internal yang
dilakukan oleh organisasi evaluator, evaluasi diri yang
dilakukan oleh tim proyek atau penyedia layanan
individual yang dikontrak atau evaluator eksternal. Jenis
evaluasi ini digunakan secara luas di seluruh dunia dan
dipakai untuk mengevaluasi berbagai disiplin dan
layanan misalnya pendidikan, perumahan, transformasi,
pengembangan masyarakat, dan sistem evaluasi perso-
nalia militer. Model CIPP dapat diuraikan pada gambar
2.1
Sumber wirawan (2011:93)
Gambar 2.1 Model CIPP
Context Evaluation
Berupaya untukmencari jawabanatas pertanyaan:apa yang perludilakukan
Waktu:pelaksanaansebelumprogramditerima
Keputusan:perencanaanprogram
Input Evaluation
Berupayamencari jawabanatas pertanyaan:apa yang harusdilakukan
Waktu:pelaksanaansebelumprogram dimulai
Keputusan:perstrukturanprogram
Process Evaluation
Berupayamencari jawabanatas pertanyaan:apakah sedang didilakukan?
pekerjaan, menilai rencana-rencana aktifitas dan pengang
garan.
Evaluasi proses berusaha mencari jawaban atas
pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? (Is
this being done?). Evaluasi ini berupaya mengakses
pelaksanaan dari rencana untuk membantu staf program
melaksanakan aktifitas dan kemudian membantu
36
kelompok pemakai yang lebih luas menilai program dan
menginterprestasikan manfaat.
Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban
pertanyaan: Apakah program sukses?(Did it succed?).
Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses
keluaran dan manfaat, baik yang direncanakanatau yang
tidak terencana, jangka pendek maupun jangka panjang.
Tujuannya membantu staf menjaga upaya memfokuskan
pada pencapaian manfaat yang penting dan akhirnya
untuk membantu kelompok-kelompok pemakai lebih luas
mengukur kesuksesan upaya dalam mencapai kebutuh-
an-kebutuhan yang ditargetkan.
Teori ini digunakan untuk meneliti program pen-
didikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo dengan alasan
bahwa peneliti merasa cocok dengan model evaluasi
tersebut. Dalam model ini peneliti harus menganalisa
kebutuhan atau konteks, yaitu membuat rencana
program, melaksanakan program dan terakhir dapat
melihat out put dari program yang sudah terlaksana.
Karena dengan menganalisa kebutuhan, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi (out put) program yang
telah dibuat kita bisa mengetahui apakah program
tersebut efektif atau tidak.
2.1.2.4 Desain Evaluasi ProgramDesain merupakan bentuk kegiatan mengenai
bagaimana mengumpulkan informasi yang komplit
37
sehingga hasil program yang dievaluasi dapat dipakai
untuk menilai manfaat dan besarnya program apakah
akan diperlukan atau tidak (Tayibnapis, 2008:64),
sedangkan menurut Sukardi (2014:63) desain secara
umum merupakan komponen evaluasi program yang
mendiskripsikan rencana evaluasi baik dalam kegiatan
evaluasi maupun penelitian.Secara ontology desain program dapat diartikan menjadidua macam, yaitu arti secara umum dan spesifik atausempit. Desain evaluasi program secara umum adalahsemua proses, termasuk didalamnya persiapan,pelaksanaan, dan penulisan laporan yang dilakukan olehpeneliti untuk memecahkan permasalahan dalampenelitian. Desain secara spesifik dapat diartikan sebagaipenggambaran secara jelas tentang pemaparan permasalahan (Sukardi 2014:64)
Desain bisa dikatakan suatu cara bagaimana
menjabarkan secara rinci unsur-unsur program yang
akan dievaluasi. Untuk pelaksanaan evaluasi instrmen
perlu dipersiapkan sebagai alat pengukuran suatu
program sehingga dapat terlaksana dengan baik atau
tidak mengalami kesulitan.
Tayibnapis (2008:37) mengatakan evaluasi sumatif
dilakukan pada akhir program untuk memberikan
infomasi kepada konsumen yang potensial tentang
manfaat atau kegunaan program. Sedangkan Sukma
dinata (2010:122) mendefinisikan evaluasi sumatif yang
diarahkan bagaimana cara mengevaluasi hasil, untuk
menilai apakah program cukup efektif dan efesien atau
38
belum, atas dasar evaluasi tersebut apakah pogram
dilanjutkan atau dihentikan.
Selain menggunakan model CIPP peneliti juga
menggunakan desain program evaluasi sumatif. Desain
ini digunakan karena peneliti ingin mengetahui keefektif-
an program yang dilaksanakan di SD Negeri 1 Panimbo
sebagai sekolah pelaksana inklusi.
2.1.2.5 Evaluasi Program Pendidikan InklusiEvaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada tiap jenjang, jalur,
dan pendidikan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan
pendidikan sesuai UU No. 20 tahu 2003. Berkaitan
dengan UU tersebut maka penting diadakan evaluasi
program karena dapat dilihat keterlaksanaannya program
sebagai wujud kinerja sekolah (kepala sekolah).
Dalam pelaksanaan evaluasi ini tidak hanya cukup
dari sekolah saja tetapi pemerintah pusat dan daerah juga
melakukan evaluasi terhadap pengelolaan, satuan, jalur,
jenjang dan jenis pendidikan. Evaluasi tersebut bertujuan
dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara
nasional sebagi bentuk akuntabilitas penyelenggaraan