8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Profitabilitas Profitabilitas merupakan istilah untuk menyatakan kemampuan suatu bank dalam menghasilkan labanya sehingga dapat dilihat seberapa besar keuntungan yang diperoleh. Profitabilitas dapat di wakili oleh ROA (Return On Asset). ROA (Return Of Asset) yang mencerminkan kemampuan perusahaan mengahasilkan untung berdasarkan aset yang dipunyai. Analisis ROA (Return Of Asset) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan dalam hal ini adalah bank setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut. Variasi pehitungan dalam ROA (Return Of Asset) dapat dengan memasukkan biaya pendanaan. Biaya-biaya pendanaan yang dimaksud adalah bunga yang merupakan biaya pendanaan dengan utang. Nilai ROA (Return Of Asset) dihitung berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak dengan rata-rata asset total dengan standar terbaik 1,5 persen seperti yang dittunjukkan pada majalah infobank No.399 tahun 2012. Hidup matinya suatu bank menurut Kasmir (2016:103) dipengaruhi oleh jumlah kredit yang disalurkan dalam suatu periode. Artinya, semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin besar perolehan laba yang disumbangkan. Masih banyak pihak bank yang mengandalkan penghasilan utamanya bersumber dari jumlah penyaluran
27
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Kajian ...eprints.umm.ac.id/49473/3/BAB II.pdf · Komponen-komponen ROA (Return Of Asset) Hanafi & Halim (2016:159) menyebut jika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan istilah untuk menyatakan kemampuan
suatu bank dalam menghasilkan labanya sehingga dapat dilihat seberapa
besar keuntungan yang diperoleh. Profitabilitas dapat di wakili oleh ROA
(Return On Asset). ROA (Return Of Asset) yang mencerminkan
kemampuan perusahaan mengahasilkan untung berdasarkan aset yang
dipunyai. Analisis ROA (Return Of Asset) mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset (kekayaan)
yang dipunyai perusahaan dalam hal ini adalah bank setelah disesuaikan
dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut. Variasi pehitungan
dalam ROA (Return Of Asset) dapat dengan memasukkan biaya pendanaan.
Biaya-biaya pendanaan yang dimaksud adalah bunga yang merupakan
biaya pendanaan dengan utang. Nilai ROA (Return Of Asset) dihitung
berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak dengan rata-rata asset total
dengan standar terbaik 1,5 persen seperti yang dittunjukkan pada majalah
infobank No.399 tahun 2012.
Hidup matinya suatu bank menurut Kasmir (2016:103)
dipengaruhi oleh jumlah kredit yang disalurkan dalam suatu periode.
Artinya, semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin besar
perolehan laba yang disumbangkan. Masih banyak pihak bank yang
mengandalkan penghasilan utamanya bersumber dari jumlah penyaluran
9
kredit (spread based), di samping dari penghasilan atas fee based
yang berupa biaya-biaya dari pelayanan akan jasa-jasa yang ditawarkan dan
dibebankan pada nasabah.
Dividen yang merupakan biaya pendanaan dengan saham dalam
analisis ROA (Return Of Asset) tidak diperhitungkan. Biaya bunga
ditambahkan ke laba yang diperoleh perusahaan. Hanafi & Halim
(2016:157) menyatakan jika ROA dapat diinterpretasikan sebagai hasil
serangkaian kebijakan perusahaan (strategi) dan pengaruh dari faktor-
faktor lingkunngan (environmental factors). Analisis difokuskan pada
profitabilitas aset, dan dengan demikian tidak memperhitungkan cara-cara
untuk mendanai aset tersebut.
Laba bersih suatu perusahaan kadang-kadang dipengaruhi oleh dua
faktor luar biasa yang tidak selalu muncul dalam kegiatan bisnis normal
yaitu laba karena perubahan prinsip akuntasi dan biaya restrukturisasi.
Kaitannya dengan perubahan prinsip akuntansi yaitu laba karena perubahan
akuntansi tidak sering muncul dan relatif bukan bagian dari kegiatan bisnis
normal sehingga tidak perlu diperhitungkan. Dalam kaitannya dengan
biaya restrukturisasi peruahaan ada beberapa argumentasi yang bisa
dikemukakan. Awalnya faktor tersebut muncul relatif tidak sering dan bisa
dikatakan sebagai nonrecurring, lalu item tersebut bisa dikatakan
merupakan bagian noral dalam bisnis, dan jumlah tersebut cukup material.
a. Aspek bank yang Memengaruhi Tingkat Profitabilitas
Terdapat beberapa aspek yang dapat memberikan dampak pada
profitabilitas jika terjadi perubahan pada aspek tersebut seperti yang
disebutkan oleh Ardana (2018) sebagai berikut:
10
1.) Aspek permodalan
Sejalan dengan kemampuan bank dalam menghimpun dan
menyalurkan dana kembali pada masyarakat yang otomatis bank
menyanggupi untuk menjamin dana yang diterima sebagai sumber
permodalan dan penggerak kegiatan operasionalnya.
2.) Likuiditas
Perbandingan antara jumlah kredit dengan dana yang berhasil
dihimpun dari masyaraka dengan jumlah kredit yang besar daripada
dana yang terhimpun.
3.) Kualitas aktiva
Menunjukkan besarnya risiko yang ditanggung bank atas pemberian
kredit. Kualitas kredit yang baik akan menarik minat masyarakat.
4.) Efisiensi operasional
Semakin baik kemampuan bank maka semakin tinggi pula tingkat
efisiensi kinerjanya terutama dalam melaksanakan kewajiban
operasionalnya..
b. Komponen-komponen ROA (Return Of Asset)
Hanafi & Halim (2016:159) menyebut jika ROA (Return Of
Asset) bisa dipecah lagi ke dalam dua komponen yaitu: profit margin
dan perputaran total aktiva (aset). Pemecahan (disagregasi) ini bisa
menghasilkan analisis yang lebih tajam lagi. Profit margin melaporkan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari tingkat penjualan
tertentu.
11
Profit margin bisa diinterpretasikan sebagai tingkat efisiensi
perusahaan, yakni sejauh mana perusahaan menekan biaya-biaya yang
ada di perusahaan. Perputaran total aset mencerminkan kemampuan
perusahaan menghasilkan penjualan dari total investasi tertentu. Rasio
ini juga bisa diartikan sebagai kemampuan perusahaan mengelola
aktiva berdasarkan tingkat penjualan tertentu. Rasio ini mengukur
aktivitas penggunaan aktiva (aset) perusahaan.
c. Interpretasi ROA
Hanafi & Halim (2016:161-164) berpendapat jika ada dua faktor
yang memengaruhi perbedaan proporsisi profit margin dan perputaran
aktiva antar industri, yaitu:
1.) Operating Leverage (OL)
Operating leverage menunjukkan sejauh mana pemakaian
beban tetap dalam suatu perusahaan. Perusahaan yang
menggunakan beban tetap yang tinggi berarti mempunyai OL
(Operating leverage) yang tinggi. Beban tetap operasional
datangnya dari beban depresiasi peralatan/bangunan (aktiva tetap).
Perusahaan yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang besar
(yang berarti melakukan investasi besar Pada aktiva tetap) akan
mempunyai beban depresiasi yang tinggi, yang berarti mempunyai
beban operasional yang tinggi, dan berarti mempunyai OL
(Operating leverage) yang tinggi.
Perusahaan atau industri dengan OL (Operating leverage)
yang tinggi akan mempunyai fluktuasi pendapatan yang tinggi
12
pula. Itu berarti risiko perusahaan tersebut tinggi. Apabila kondisi
perekonomian membaik, penjualan meningkat, perusahaan dengan
OL (Operating leverage) yang tinggi akan mengalami kenaikan
keutungan (pendapatan) yang tinggi, sebaliknya apabila kondisi
perekonomian menurun, penjualan menurun, perusahaan tersebut
akan mengalami penurunan keuntungan yang tajam pula.
2.) Siklus Kehidupan Produk
Siklus Kehidupan produk akan mempunyai pengaruh
terhadap ROA (Return Of Asset) atau perbedaan-perbedaan ROA
(Return Of Asset). Produk, mulai dari muncul sampai menghilang,
bergerak melalui bebrapa tahap:
a.) Tahap perkenalan (Introduction)
b.) Tahap pertumbuhan (Growth)
c.) Tahap Kedewasaan (Maturity)
d.) Tahap Penurunan (Decline)
Pada tahap perkenalan, perusahaan memfokuskan pada
pengembangan produk (melalui riset dan pengembangan),
pengembangan pasar (mealui iklan dan promosi lainnya),
pengembangan kapasitas (melalui pengeluaran investasi pada
pengembangan perusahaan baru atau perluasan perusahaan).
Tujuannya adalah untuk memperkenalkan produk baru dan
memperoleh market share. Sebaliknya, pada tahap kedewasaan,
produk relatif sudah mapan dan tidak memerlukan upaya
pengembangan atau penyiapan infrastuktur.
13
Pengeluaran investasi pada tahap ini relatif tidak signifikan.
Kompetisi semakin keras. Pengelolaan biaya (agar diperoleh biaya
yang efisien) menjadi penting pada tahap ini. Pada tahap ini
perusahaan bisa memperoleh laba yang cukup tinggi dibanding
tahap-tahap yang lain. Pada tahap penurunan, perusahaan sudah
mulai mengambil ancang-ancang untuk keluar dari bbisnis produk
tersebut. Berikut ini perilaku penjualan, laba, investasi, dan ROA
(Return Of Asset) yang berkaitang dengan empat tahap tersebut:
Tabel 2.1. Kondisi Laba dan Aliran Kas pada Siklus Hidup Produk
Tabel 2.1. menunjukkan jika pada tahap perkenalan,
perusahaan sibuk menyiapkan infrastruktur produk baru dengan
melakukan investasi pada pabrik dan peralatan. Sementara itu
penjualan masih sedikit karena produk tersebut belum dikenal secara
luas. Akibtanya aliran kas bersih adalah negatif (kas keluar>kas
masuk). Pada tahap pertumbuhan, penjualan mulai meningkat,
pengeluaran mulai berkurang, arus kas masuk bisa negatif atau juga
positif.
Pada tahap dewasa aliran kas masuk mulai besar dan kas
keluar menurun karena adanya faktor learning curve dan skala
ekonomi, dan investasi sudah tidak dilakukan lagi. Sehingga aliran
Perkenalan Pertumbuhan Kedewasaan Penurunan
Laba
Operasi Negatif Positif Positif Positif/negatif
Investasi
(Aliran
Kas)
Negatif
besar
Negatif kecil/
positif kecil Positif besar
Positif
besar/kecil
Sumber : Hanafi dan Halim (2016)
14
kas berposisi positif. Pada tahap penurunan, penjualan cenderung
menurun karena persaingan yang ketat, adanya pengeluaran atas
investasi sebagai bentuk pertahanan diri. Sehingga hasilnya adalah
aliran kas yang bisa menjadi positif ataupun negatif bergantung pada
upaya dan hasil yang dilakukan serta diperoleh.
2. Risiko Bank
Bessis (2015:2-4) beranggapan jika risiko keuangan ditetapkan
menurut sumber ketidakpastian. Umumnya risiko keuangan dikelaskan
menjadi risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko suku bunga,
terbagi menjadi sub kelas relatif terhadap peristiwa spesifik yang memicu
kerugian.
a. Risiko Kredit
Risiko kerugian karena peminjam gagal atau penurunan reputasi
kredit. Risiko kredit juga disebut risiko default adalah risiko bahwa
peminjam gagal memenuhi kewajiban utang mereka. Default memicu
kerugian total atau sebagian dari jumlah yang dipinjamkan kepada
rekanan. Risiko kredit juga mengacu pada memburuknya reputasi
kredit seorang peminjam yang tidak menyiratkan default, tetapi
melibatkan kemungkinan lebih tinggi dari kegagalan. Nilai buku
pinjaman tidak berubah ketika kualitas kredit peminjam menurun,
tetapi nilai ekonominya lebih rendah karena kemungkinan atau
kegagalan meningkat. Untuk utang yang diperdagangkan, perubahan
yang merugikan memicu penurunan harga yang ditetapkan.
15
Risiko pemulihan mengacu pada nilai pasti dari pemulihan di
bawah standar. Pemulihan tergantung pada senioritas utang, pada setiap
jaminan yang melekat pada transaksi dan pada upaya-upaya dari
pemberi pinjaman. Kerugian setelah latihan adalah kehilangan yang
diberikan secara default. Risiko kredit counterparty (Pihak Lawan) ada
ketika kedua belah pihak dari transaksi berpotensi terkena kerugian
ketika pihak lain gagal.
Suatu pertukaran kontrak swap yang ditetapkan untuk arus
bunga mengambang antara dua pihak adalah contoh yang khas. Pihak
yang menerima lebih dari yang membayar berisiko dengan pihak lain.
Eksposur mungkin bergeser dari satu pihak ke pihak lain, dan
ukurannya bervariasi, sebagai akibat dari pergerakan suku bunga.
Risiko kredit counterparty ada ketika eksposur didorong oleh pasar.
b. Risiko Likuiditas
Didefinisikan secara luas sebagai risiko tidak dapat
menghasilkan uang saat dibutuhkan. Funding liquidity mengacu pada
pinjaman untuk mengumpulkan uang tunai. Pendanaan risiko likuiditas
terwujud ketika peminjam tidak dapat meminjam, atau untuk
melakukannya pada kondisi normal. Likuiditas aset mengacu pada uang
yang diperoleh dari penjualan aset di pasar sebagai sumber dana.
Likuiditas aset juga mengacu pada risiko bahwa harga bergerak
melawan pembeli atau penjual sebagai akibat dari perdagangannya
sendiri ketika pasar tidak dapat menyerap transaksi dengan harga saat
ini. Risiko likuiditas aset juga muncul ketika terlalu banyak pemain
16
melakukan perdagangan serupa. Kurangnya likuiditas yang ekstrim
menyebabkan kegagalan.
Kondisi ekstrim seperti itu seringkali merupakan hasil dari
risiko lain. Seperti pasar utama atau kerugian kredit. Kerugian tak
terduga meningkatkan keraguan sehubungan dengan reputasi kredit
organisasi, membuat pemberi pinjaman menahan diri dari pinjaman
lebih lanjut kepada lembaga yang bermasalah. Penarikan besar-besaran
dana oleh publik, atau penutupan jalur kredit oleh lembaga lain, adalah
hasil potensial dari situasi semacam itu. Sejauh ini, risiko likuiditas
sering merupakan konsekuensi dari risiko lain.
c. Risiko Pasar
Risiko kerugian selama pergerakan pasar yang merugikan
menekan nilai posisi yang dipegang oleh pelaku pasar. Parameter pasar
berfluktuasi secara acak disebut "faktor risiko": mereka termasuk
semua suku bunga, indeks ekuitas atau nilai tukar mata uang asing.
Risiko pasar tergantung pada periode yang diperlukan untuk menjual
aset karena besarnya pergerakan pasar cenderung lebih luas. Periode
likuidasi lebih rendah untuk instrumen yang mudah diperdagangkan di
pasar aktif, dan lebih lama untuk instrumen eksotis yang
diperdagangkan secara bilateral (over the counter). Risiko pasar adalah
risiko harga untuk instrumen yang diperdagangkan.
d. Risiko Tingkat Suku Bunga
Risiko penurunan pendapatan bunga bersih, atau pendapatan
bunga dikurangi biaya bunga, karena pergerakan suku bunga. Sebagian
besar pinjaman dan piutang dari neraca bank, dan jangka atau tabungan,
17
menghasilkan pendapatan dan biaya yang didorong oleh suku bunga.
Setiap pihak yang meminjamkan atau meminjam tunduk pada risiko
suku bunga. Peminjam dan pemberi pinjaman dengan suku bunga
mengambang memiliki biaya bunga atau pendapatan yang diindeks ke
tingkat pasar jangka pendek. Pinjaman dengan suku bunga tetap dan
utang juga dikenakan risiko suku bunga.
e. Risiko Nilai Tukar Uang Asing
Risiko tersebut menimbulkan kerugian karena fluktuasi nilai
tukar. Variasi dari hasil pendapatan dari indeksasi pendapatan dan
biaya untuk pertukaran nilai, atau dari perubahan nilai aset dan
kewajiban dalam mata uang asing.
f. Risiko Solvabilitas
Risiko tidak dapat menyerap kerugian dengan modal yang
tersedia. Menurut prinsip "kecukupan modal" yang dipromosikan oleh
regulator, diperlukan modal minimum untuk menyerap kerugian tak
terduga yang berpotensi timbul dari risiko perusahaan saat ini. Masalah
solvabilitas muncul ketika kerugian tak terduga melebihi tingkat modal,
seperti yang terjadi selama krisis keuangan 2008 dari beberapa
perusahaan. Penyangga modal ini menetapkan probabilitas default
bank, probabilitas bahwa potensi kerugian melebihi basis modal.
g. Risiko Operasional
Kerusakan sistem informasi, sistem pelaporan, aturan
pemantauan risiko internal dan prosedur yang dirancang untuk
mengambil tindakan korektif secara tepat waktu. Regulator
18
mendefinisikan risiko operasional sebagai "risiko kerugian langsung
atau tidak langsung yang dihasilkan dari proses internal yang tidak
memadai atau gagal, orang dan sistem atau dari peristiwa eksternal".
Fokus pada risiko operasional dikembangkan ketika regulator
menetapkan bahwa risiko operasional harus diberi biaya modal.
3. Manajemen Risiko
Manajemen risiko menurut Bessis (2015:7-8) mengharuskan risiko
lembaga keuangan diidentifikasi, dinilai, dan dikendalikan. Manajemen
risiko perusahaan menangani kombinasi risiko kredit, risiko pasar, risiko
tingkat suku bunga, risiko likuiditas dan risiko operasional. Praktik risiko
yang baik menentukan siapa yang harus bertanggung jawab atas risiko ini
dan bagaimana proses risiko harus dilaksanakan.
a. Motivasi
Ada alasan kuat yang memotivasi penilaian sehat dan
manajemen risiko dalam proses pengambilan keputusan, selain
kepatuhan dengan regulasi risiko. Risiko dan pengembalian adalah dua
sisi dari koin yang sama. Risiko selalu mudah untuk dipinjamkan, dan
untuk mendapatkan pendapatan yang menarik dari para peminjam yang
berisiko. Harga yang harus dibayar lebih tinggi daripada potensi
kerugian yang lebih tinggi bagi bank. Bank membatasi risiko dengan
membatasi volume bisnis dan menyaring peminjam berisiko. Ini
menghemat potensi kerugian tetapi mungkin merugikan dari sisi pangsa
pasar yang lebih rendah dan pendapatan yang lebih rendah.
19
Pengambil risiko yang ceroboh dapat mengetahui bahwa
kerugian yang lebih tinggi terwujud, dan dapat berakhir dengan kinerja
yang lebih rendah dari pemberi pinjaman yang bijaksana. Bank yang
tidak membedakan risiko pelanggan mereka akan menderita ekonomi
yang merugikan. Risiko terlalu tinggi yang baik akan menarik
pelanggan yang buruk, menghalangi klien yang relatif baik dan menarik
klien yang relatif buruk akan menghasilkan seleksi yang merugikan.
b. Proses Risiko
Proses risiko meliputi identifikasi, pemantauan, dan
pengendalian risiko. Model risiko berfungsi untuk mengukur risiko,
dan memberikan masukan bagi proses manajemen dalam pengambilan
keputusan. Agar efektif, mereka harus dilaksanakan dalam kerangka
organisasi khusus seluruh perusahaan. Semua proses risiko
menyiratkan bahwa kebijakan risiko didefinisikan dengan benar dan
bahwa selera risiko perusahaan sangat ditentukan. Dalam kerangka ini,
proses umum untuk mengendalikan risiko didasarkan pada batas risiko
dan delegasi risiko.
Batasan memaksakan batas atas ke potensi kerugian transaksi,
atau portofolion transaksi. Delegasi berfungsi untuk
mendesentralisasikan keputusan risiko, dalam batas. Batasan bertujuan
untuk menghindari kejadian buruk tersebut, yang mempengaruhi
transaksi atau portofolio transaksi, merusak reputasi kredit perusahaan.
Bank perlu menyegmentasikan kegiatan mereka ke dalam portofolion
20
yang bermakna. Batas paparan ditetapkan untuk setiap segmen dan
turun ke transaksi, membentuk hierarki batas dan sublimit.
4. Risiko Kredit dan Non Performing Loan (NPL)
a. Batasan Risiko Kredit dan Delegasi
Bessis (2015:8-9) menyatakan setiap sistem limit memerlukan
satu atau beberapa ukuran risiko yang digunakan untuk menentukan
apakah suatu transaksi, atau portofolio transaksi sesuai dengan batas.
Berbagai metrik risiko digunakan untuk menetapkan batas risiko kredit.
Jumlah yang berisiko atau eksposur adalah ukuran sederhana dari
jumlah yang dapat hilang jika terjadi kegagalan peminjam. Metrik
penawaran adalah dimensi lain dari risiko kredit. Batasan kredit
didasarkan pada kriteria umum, misalnya:
1.) Diversifikasi komitmen di berbagai dimensi seperti pelanggan,
industri dan wilayah.
2.) Hindari meminjamkan kepada peminjam pada jumlah yang akan
meningkatkan hutang melebihi dari kapasitas pinjamannya. Ekuitas
peminjam menyebabkan beberapa batas wajar untuk menerima rasio
hutang/ekuitas dan kemampuan membayar kembali.
3.) Menetapkan tingkat risiko maksimum, misalnya ditentukan oleh
reputasi kredit peminjam, di atas mana pinjaman dilarang.
4.) Pastikan diversifikasi minimum di antara pihak lawan dan hindari
konsentrasi risiko pada peminjam tunggal, industri atau wilayah.
Agar komprehensif dan konsisten, sistem pembatas harus
mencakup bank secara luas. Sistem batas global mengumpulkan semua
risiko pada satu pihak, tidak peduli unit bisnis mana yang memulai
21
risiko dari semua transaksi dengan bank. Batas global dipecah menjadi
sublimit. Sublimasi mungkin ada bahkan pada level klien tunggal. Total
penggunaan sublimit tidak boleh melampaui batas global yang
ditetapkan untuk setiap pihak lain atau portofolio transaksi.
Sistem limit memungkinkan sublimit untuk menjumlahkan
hingga lebih dari batas global karena tidak semua sublimit sepenuhnya
digunakan secara bersamaan, tetapi risiko agregat mengikuti batas
global. Setiap batas yang berlebih harus dikoreksi dengan tidak
melakukan transaksi baru atau mengurangi risiko dengan jaminan.
Beberapa batasan mungkin sukses sementara yang lain tidak. Sistem
bank akan menunjukkan transaksi mana yang sukses dan termasuk limit
yang mana.
b. Komponen Risiko Kredit
Bessis (2015:200-202) berpendapat akan default (gagal bayar)
adalah situasi ketika obligor tidak dapat melakukan pembayaran yang
diperlukan pada kewajiban utangnya. Kemungkinan default pada
tingkat peminjam atau pada tingkat fasilitas berbeda tergantung pada
bagaimana fasilitas dilindungi dari peminjam. Eksposur adalah jumlah
yang berpotensi hilang pada saat default. Risiko eksposur mengacu
pada ketidakpastian sehubungan dengan jumlah masa depan yang dapat
hilang pada waktu tidak diketahui dari default. Kerugian di bawah
standar adalah kerugian yang terjadi setelah upaya pengumpulan.
Hal ini lebih rendah dari jumlah jatuh tempo karena pemulihan
yang timbul dari proses kerja yang dimulai setelah gagal bayar,
22
termasuk pemulihan dari jaminan pihak ketiga atau likuidasi aset yang
dijanjikan kepada pemberi pinjaman. Pemulihan seperti itu biasanya
khusus untuk setiap fasilitas, bukan untuk peminjam. Ukuran faktor-
faktor ini disebut komponen risiko kredit, dan menjadi wajib dengan
peraturan Basel. Komponen ini adalah default probability (DP), the
exposire at default (EAD), dan the loss given default (LDG).
1.) Default Event
Risiko default adalah risiko bahwa peminjam gagal
mematuhi kewajiban pembayaran kontraktual mereka.
Restrukturisasi utang sangat dekat dengan default jika hasil dari
ketidakmampuan peminjam untuk menghadapi kewajiban
pembayaran, kecuali struktur utangnya berubah. Default tidak
permanen atau bertahan lama jika mereka dikoreksi dalam waktu
singkat ketika peminjam menyelesaikan defisiensi kas.
Definisi default bergantung pada aturan. Lembaga
pemeringkat menganggap bahwa default terjadi sejak hari pertama
gagal bayar dengan satu dolar pada pembayaran obligasi. Untuk
regulator, default adalah tidak adanya pembayaran sampai
setidaknya 90 hari. Jika pembayaran terjadi sebelum akhir periode,
defaultnya adalah pelanggaran sementara.
2.) Probabilitas Default (DP) dan Kejadian Default
Probabilitas default mengukur kemungkinan peminjam
gagal. Dengan kondisi kredit yang stabil, kemungkinan gagal bayar
meningkat sebagai status kredit dan DP (Default Probability)
23
berubah saat kredit berubah. Dp (Default Probability), diberikan
kredit negara tergantung pada kondisi ekonomi yang berlaku.
Kemungkinan default meningkat ketika titik waktu saat ini
memburuk. Titik waktu Dp (Default Probability) adalah
kemungkinan kondisi ekonomi dan perubahan seiring berjalannya
waktu. “Siklus” DP (Default Probability) adalah probabilitas rata-
rata melalui naik turunnya siklus ekonomi dan merupakan ukuran
DP jangka panjang tanpa syarat.
3.) Eksposur dan Risiko Eksposur
Eksposur adalah ukuran jumlah yang berisiko dengan
obligor. Risiko eksposur mengacu pada ketidaktepatan ukuran. EAD
(Exposire at default) adalah perkiraan ukuran potensial di bawah
standar, yang umumnya tidak diketahui pada tanggal saat ini.
Eksposur kontraktual untuk pinjaman berasal dari jadwal
pembayaran kembali. Untuk pinjaman berjangka dengan jadwal
yang diketahui berupa amortisasi kontraktual. Namun, jadwal
amortisasi yang efektif berbeda dari jadwal kontrak. Pembayaran
bunga didorong oleh indeks pasar untuk suku bunga mengambang.
Atau arus kas didorong oleh perilaku nasabah untuk jalur tanpa jatuh
tempo, seperti pinjaman kartu kredit.
4.) Pemulihan Risiko dan Loss Given Default (LGD)
LGD (Loss Given Default) adalah pecahan dari eksposur
pada risiko yang secara efektif hilang di bawah standar, setelah
berusaha dan memulihkan dari jaminan. Tingkat pemulihan adalah
24
persentasi eksposur pulih setelah default, dan merupakan pelengkap
untuk salah satu LGD (Loss Given Default) yang dinyatakan dalam
persentasi eksposur. LDG (Loss Given Default) adalah penggerak
utama dari kerugian kredit dan biaya modal untuk risiko kredit
berbanding lurus dengan standar akhir pemesanan akhir.
c. Non Performing Loann (NPL)
Menurut Siamat (2005:92) Non Performing Loan (NPL)
merupakan risiko yang dihadapi bank merupakan risiko tidak
terbayarnya kredit yang disebut dengan defauld risk atau risiko kredit.
Meskipun risiko kredit tidak dapat dihindari, maka harus diusahakan
dalam tingkat yang wajar berkisar antara 3% sampai dengan 5% dari
total kreditnya. Kredit yang termasuk dalam kategori NPL adalah kredit
kurang lancar (sub standard), kredit diragukan (doubtfull) dan kredit
macet (loss). Rasio Non Performing Loan (NPL) atau tingkat
kolektibilitas yang dicapai mencerminkan keefektifitasan dan
keefisienan dari penerapan strategi pemberian kredit.
Menurut BI (Surat Edaran BI No. 3/30/DPNP) NPL disajikan
dalam bentuk presentase, dengan penjelasan sebagai berikut:
1.) Kredit bermasalah merupakan kredit yang diberikan kepada pihak
ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain).
2.) Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar,
diragukan dan macet.
3.) Kredit bermasalah dihitung secara gross, tidak dikurangi penyisihan
penghapusan aktiva produktif (PPAP), yaitu penyisihan yang
25
dibentuk untuk engantisipasi risiko dan aktivitas produktif yang
dihasilkan.
4.) Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan).
Ada pula kriteria kondisi suatu bank itu berada pada
pengawasan intensif jika nilai NPL lebih dari 5% sesuai dengan
Peraturan Bank Indonesia No.15/2/PBI/2013.
5. Risiko Likuiditas dan Loan to Deposit Ratio (LDR)
a. Likuiditas dan Pembiayaan
Bessis (2015:32) menyatakan jika likuiditas terganggu oleh efek
samping, yang tidak secara langsung terkait dengan masalah likuiditas.
Kejadian spesifik Bank termasuk pengumuman laba atau rugi yang
merugikan, atau penurunan peringkat perusahaan. Peristiwa sistem
yang luas adalah gangguan pasar karena krisis keuangan terakhir.
Namun, peluang yang semakin besar dalam krisis likuiditas tergantung
pada seberapa rentan sumber likuiditas berada pada tingkat perusahaan.
Bank mengumpulkan uang tunai dengan meminjam sumber daya
jangka pendek atau stabil, dijamin atau tidak, atau secara alternatif
memperoleh uang tunai dari penjualan aset.
Pinjaman menggunakan berbagai instrumen seperti utang antar
bank, utang besar-besaran atau simpanan nasabah. Bank juga
mengandalkan komitmen jalur kredit dari bank lain, dimana mereka
dapat menarik jika perlu. Risiko pendanaan berkaitan dengan
ketersediaan atau tidak tersedianya sumber dana dengan biaya dana
yang masuk akal. Kepercayaan dari penyedia likuiditas sangat penting.
26
Pemberi pinjaman yang besar dapat berhenti meminjam hampir setiap
kali mereka memutuskan.
Bank dapat menahan diri dari membiarkan peminjam menarik
batas kredit ketika mereka berpikir bahwa risiko tindakan hukum lebih
rendah daripada risiko kehilangan uang yang dipinjamkan.
Kecemerlangan pada sumber dana yang stabil mengurangi risiko
pendanaan. Dana yang stabil mencakup masalah-masalah obligasi,
pinjaman terjamin selama lebih dari satu tahun dan fraksi deposito yang
stabil.
b. Risiko Likuiditas dalam Pembukuan Perbankan
Bessis (2015:33) berpendapat jika semua faktor stokastik yang
mempengaruhi arus kas berkontribusi pada tingkat risiko likuiditas
bank. Arus kas stokastik terjadi karena klien memegang opsi untuk
menambah atau mengurangi pinjaman atau deposito mereka di bank.
Ramuan aset dan liabilitas yang signifikan dalam neraca bank biasanya
terdiri dari apa yang disebut "akun tidak jatuh tempo", atau akun dengan
maturitas tak tentu.
Arus kas ke dan dari akun-akun ini tidak bersifat deterministik
tetapi stokastik, dan berkontribusi terhadap risiko likuiditas. Akun-akun
tersebut termasuk giro pada sisi kewajiban dan pinjaman konsumen
atau cerukan pada sisi aset. Di sisi kewajiban, nasalah bank dapat
dengan bebas menambah atau menarik simpanan mereka. Di sisi aset,
pinjaman konsumen dan rekening kartu kredit digulirkan ke dalam
batas otorisasi bank, di inisiatif konsumen.
27
Klien dapat menambah atau membayar kembali jumlah yang
ditarik pada pinjaman konsumen, seperti kartu kredit dan cerukan,
kapan saja dalam waktu dan tanpa penalti. Pinjaman tersebut setara
dengan deposito di sisi aset. Pinjaman hipotek suku bunga tetap dapat
dibayar dimuka oleh peminjam yang ingin mengambil keuntungan dari
penurunan suku bunga. Arus kas Stochastic muncul dari hak-hak yang
tertanam dalam produk perbankan.
c. Profil Waktu Likuiditas Gap
Bessis (2015:33) menyatakan bahwa kesenjangan likuiditas
mengacu pada ketidakseimbangan bergolak dari sumber dan
penggunaan dana. Laporan atas gap memberikan informasi yang
diperlukan untuk mengambil pendanaan atau keputusan investasi.
Manajemen gap terdiri dari mengelola ketidaksesuaian yang
diproyeksikan antara aset dan kewajiban.
Kesenjangan likuiditas adalah perbedaan, pada tanggal yang
akan datang, antara proyeksi saldo aset dan kewajiban portofolio
perbankan. Aset dan liabilitas yang ada diamortisasi secara bertahap
dari waktu ke waktu, dan waktu profil saldo mereka menurun. Proyeksi
bersifat "statis" ketika mereka mengabaikan pinjaman baru, deposito
baru atau utang di masa depan.
d. Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR menggambarkan kemampuan bank membayar kembali
penarikan yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang
diberikan sebagai sumber likuiditas (Capriani & Dana, 2016). Ketika
28
bank mampu memberikan pinjaman yang cukup besar kepada
masyarakat, hal ini menarik perhatian dan sekaligus dapat menigkatkan
image dimata masyarakat.
Bank akan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Masyarakat
akan berbondong untuk melakukan investasi dan pinjaman kepada bank
yang mana pendapatan yang diperoleh tersebut dapat meningkatkan
laba atau profitabilitas bank (Setiawati dkk., 2017). Sesuai dengan yang
tertuang pada Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 bahwa
batas bawah LDR bank adalah 78% dengan target sebesar 92%.
6. Peranan Bank Umum
Darmawi (2012:2) menyebutkan terdapat tiga peranan bank umum
dalam kegiatan perekonomian Indonesia, yaitu:
a. Menyediakan Berbagai Jasa Perbankan
Bank umum ditinjau dari segi operasinya dapat diibaratkan
sebagai toko serba ada bagi penyedia jasa, baik di bidang yang ada
kegiatannya dengan keuangan maupun yang tidak berkaitan dengan
keuangan, disamping melaksanakan tugas pokok sebagai perantara
keuangan. Jadi bank menjual produk keuangan yang bermacam
ragam.
b. Sebagai Jantung Perekonomian
Dipandang dari segi perekonomian, bank-bank umum
berperan sebagai jantungnya perekonomian negara. Uang (ibarat
darah perekonomian) mengalir ke dalam bank, kemudian oleh bank
29
diedarkan kembali ke dalam sistem perekonomian untuk menjalankan
proses ekonomi. Proses ini berjalan terus menerus tanpa henti.
c. Melaksanakan kebijakan moneter
Bank umum juga berperan sebagai wahana untuk
mengefektifkan jalannya kebijaksanaan. Pemerintah di bidang
moneter dan perekonomian melalui pengendalian jumlah uang yang
beredar dengan mematuhi giro wajib minimum. Jika jumlah uang
berlebih, inflasi akan terjadi dan akan mengganggu jalannya
perekonomian. Sebaliknya, jika uang yang beredar terlalu sedikit,
akan menyebabkan perlambatan proses perekonomian. Karena itulah
Bank Indonesia bertindak mengendalikan jumlah uang yang beredar
seoptimal mungkin, dengan tujuan nasional yaitu menciptakan harga
ang stabil, pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan kesempatan kerja
yang memadai.
7. Fungsi Bank Umum
Budisantoso & Nuritomo (2014:9-10) menyatakan secara umum
fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau
sebagai financial intermediary. Secara spesifik bank dapat berfungsi
sebagai agent of trush, agent of development, dan agent of services.
a. Agent of Trush
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust),
baik dalam hal penghimpunan maupun penyaluran dana. Masyarakat
akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur
30
kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan
disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank
tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan
tersebut dapat dapat ditarik kembali dari bank.
Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan
dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya
kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur akan mengelola dana
pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk
membayar pada saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik
untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat
jatuh tempo.
b. Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di
sektor riil tidak dapat dipisahkan. Keduanya selalu berinteraksi dan
saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan
baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank
berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi
lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut
memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan
distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa
kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari
adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-
konsumsi tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu
masyarakat.
31
c. Agent of Services
Disamping melakukan kegiatanpenghimpunan dan penyaluran
dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan lain kepada
masyarakat. Jasa yang ditawarkan erat kaitannya dengan kegiatan
perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat
berupa jasa pengirian uang, penitipan barang berharga, pemberian
jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.
B. Kerangka Konsep Penellitian
Konsep penelitian ini memiliki hubungan variabel yang asimetris yang
mana bersifat satu arah antara variabel bebas terhadap variabel lainnya dan
tidak berlaku sebaliknya. Hubungan asimetris yang dapat dilihat dari kerangka
konsep pemikiran berikut ini adalah fokusnya arah hubungan variabel
independen yang dalam penelitian ini adalah risiko kredit (X1) dan risiko
likuiditas (X2) mempengaruhi perolehan profitabilitas (Y) selaku variabel
dependen. Tanpa mengarah atau membahas variabel dependen (profitabilitas)
memiliki pengaruh pada variabel independen (risiko kredit dan risiko
likuidatas).
Terlihat pada gambar 2.1. bahwa panah H1 menunjukkan bagaimana
hubungan risiko kredit dalam mempengaruhi profitabilitas. Panah H2
menunjukkan bagaimana hubungan risiko likuiditas dalm mempengaruhi
profitabilitas. Sedangkan panah H3 mewakili risiko kredit dan risiko likuiditas
yang secara bersama-sama mempengaruhi profitabilitas.
32
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
C. Penelitian Terdahulu dan Perumusan Hipotesis
Penelitian Margaretha & Aditya (2013) dengan alat analisis berupa
regresi linear berganda memperoleh hasil berupa NPL (Non Performing Loan)
berpengaruh negatif terhadap Profitabilitas yang sejalan dengan hasil penelitian
Herlina dkk ( 2016). Sukmawati & Purbawangsa (2016) dengan alat analisis
berupa regresi linier berganda memperoleh hasil bahwa risiko kredit
berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas.
Dari kedua penelitian tersebut mengutarakan adanya hubungan negatif
antara risiko kredit yang terwakili oleh NPL (Non Performing Loan) dengan
profitabilitas bank. Hal tersebut sejalan dengan dugaan Capriani & Dana (2016)
berupa secara logika NPL (Non Performing Loan) yang rendah dapat
meningkatkan ROA (Return on Asset), sebaliknya jika NPL (Non Performing
Loan) tinggi maka dapat mengakibatkan penurunan ROA (Return on Asset).
Berdasarkan penelitian tedahulu dan pernyataan pendukung yang ada, maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Sumber : Kerangka Pikir yang Dikembangkan
PROFITABILITAS
(Y)
RISIKO KREDIT
(X1)
RISIKO LIKUIDITAS
(X2)
H3
H2 H1
33
𝐻1 : Risiko kredit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas
bank konvensional.
Fajari & Sunarto (2017) mengutarakan besar kecilnya rasio LDR (Loan
to Deposit Ratio) suatu bank akan mempengaruhi profitabilitas bank tersebut.
Semakin besar jumlah dana yang disalurkan kepada nasabah dalam bentuk
kredit maka jumlah dana yang menganggur berkurang dan penghasilan bunga
yang diperoleh akan meningkat. Keuntungan meningkat akan mempengaruhi
likuiditas bank. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian-penelitian
terdahulu.
Penelitian Nugraheni & Alam (2014) dengan alat analisis regresi linear
berganda memperoleh hasil bahwa LDR LDR (Loan to Deposit Ratio)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA (Return on Asset). Yanti &
Suryantini (2015) dengan alat analisis regresi linear berganda memperoleh hasil
jika risiko likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas.
Begitu pula dengan penelitian Arindi (2016) yang memperoleh hasil serupa.
Berdasarkan penelitian tedahulu dan pernyataan pendukung yang ada, maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
𝐻2 : Risiko likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas
bank konvensional.
Penelitian Paramitha dkk (2014) dengan alat analisis regresi linier
berganda memperoleh hasil jika variabel risiko kredit dan likuiditas
berpengaruh secara simultan terhadap profitabilitas yang mengindikasikan
variabel risiko kredit dan likuiditas secara serempak berperan dalam perolehan
34
profitabilitas bank. Berdasarkan penelitian tedahulu dan pernyataan pendukung
yang ada, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
𝐻3 : Risiko kredit dan risiko likuiditas secara simultan berpengaruh terhadap