19 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu menjadi salah satu hal yang penting dilakukan oleh seorang peneliti karena penelitian terdahulu dapat dijadikan suatu acuan untuk seorang penulis dalam melakukan penelitian serta dapat menjadi suatu sumber referensi baik untuk hal permasalahan yang sama atau berkaitan dengan teori yang sama yang akan digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Penelitian terdahulu juga dapat membantu seorang penulis dalam melihat fenomena-fenomena sejenis yang telah terjadi dan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan saran untuk pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang telah ada berdasarkan penelitian terdahulu. Adapun dalam penelitian ini, penulis memberikan empat contoh atau empat acuan sebagai referensi. Tabel 1 Penelitian Terdahulu No. Nama dan judul Hasil Relevansi 1. “Peran Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) dalam Memperjuangkan Hak TKI (Studi Kasus Capta Indonesia) (Betti Apriani, 2011) Skripsi Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tujuan ATKI yaitu berjuan untuk menegakkan pengakuan dan perlindungan atas hak- hak buruh migrant Indonesia khususnya dan buruh migrant seluruh dunia telah terlaksana. ATKI berpegang pada prinsip kemandirian, kebebasan inisiatif, Relevansi antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian ini yaitu terdapat pada kesamaan membaha mengenai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), namun penelitian ini lebih kepada suatu organisasi yang didirikan untuk memperjuangkan hak para TKI dan membantu segala masalah yang dialami oleh TKI
17
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 P 2.1...19 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian P ustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu menjadi salah satu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu menjadi salah satu hal yang penting dilakukan oleh
seorang peneliti karena penelitian terdahulu dapat dijadikan suatu acuan untuk
seorang penulis dalam melakukan penelitian serta dapat menjadi suatu sumber
referensi baik untuk hal permasalahan yang sama atau berkaitan dengan teori
yang sama yang akan digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian.
Penelitian terdahulu juga dapat membantu seorang penulis dalam melihat
fenomena-fenomena sejenis yang telah terjadi dan dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam memberikan saran untuk pihak-pihak yang terkait dengan
permasalahan yang telah ada berdasarkan penelitian terdahulu. Adapun dalam
penelitian ini, penulis memberikan empat contoh atau empat acuan sebagai
referensi.
Tabel 1
Penelitian Terdahulu
No. Nama dan judul Hasil Relevansi
1. “Peran Asosiasi
Tenaga Kerja
Indonesia (ATKI)
dalam
Memperjuangkan Hak
TKI (Studi Kasus
Capta Indonesia)
(Betti Apriani, 2011)
Skripsi Mahasiswa
Jurusan Sosiologi,
Universitas Islam
Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tujuan ATKI yaitu
berjuan untuk
menegakkan
pengakuan dan
perlindungan atas hak-
hak buruh migrant
Indonesia khususnya
dan buruh migrant
seluruh dunia telah
terlaksana. ATKI
berpegang pada
prinsip kemandirian,
kebebasan inisiatif,
Relevansi antara penelitian
yang akan dilakukan
dengan penelitian ini yaitu
terdapat pada kesamaan
membaha mengenai
Tenaga Kerja Indonesia
(TKI), namun penelitian
ini lebih kepada suatu
organisasi yang didirikan
untuk memperjuangkan
hak para TKI dan
membantu segala masalah
yang dialami oleh TKI
20
pengakuan atas
persamaan dan
persatuan dalam
perjuangan. ATKI
bekerjasama dengan
institusi yang
berkompeten secara
berkesinambungan
akan membantu
mempermudah
penyelesaian berbagai
kasus yang terjadi.
Peran ATKI bukan
hanya sebagai
organisasi yang
menampung para TKI
tetapi ATKI juga
mempu untuk
mendampingi setiap
kasus yang ditangani.
tersebut. Sedangkan
penelitian yang akan
dilakukan lebih kepada
peran dari Pelaksana
Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta
(PPTKIS) dalam mengirim
TKI ke luar negeri.
2. “Model Perencanaan
Bagi PJTKI Dan
Lembaga Tempat
Pelatihan Yang
Berkualitas Untuk
Mewujudkan Ekspor
Tenaga Kerja Yang
Profesional”.(Febriani,
2013). Penelitian
dimuat dalam jurnal
Manajemen dan
Kewirausahaan, vol.
4, nomor 1, Januari
2013 ISSN : 2086-
5031
Model perencanaan
bagi PJTKI dan
lembaga pelatihan
yang berkualitas
dalam upaya
mewujudkan ekspor
tenaga kerja yang
profesional, antara
lain : calon TKI harus
memperhatikan
keberadaan dari
PJTKI (legal/ilegal),
karakteristik TKI,
agar bertanggung
jawab terhadap
pekerjaan,
memperhatikan
kelengkapan
dokumen/administrasi
calon TKI,
memberikan
ketrampilan atau
keahlian kepada calon
TKI agar mampu
mempercepat proses
penyelesaian kerja dan
memberikan
Pembekalan Akhir
Relevansi antara penelitian
ini dengan penelitian yang
akan dilakukan terletak
pada subjek penelitian
yaitu sama-sama
membahas tentang
PJTKI/PPTKI. Namun,
disini terdapat sedikit
perbedaan yaitu penelitian
ini lebih memfokuskan
tentang model
perencanaan PJTKI yang
baik dan benar namun
hanya sebatas umum saja,
tidak mendetail mulai dari
pencarian calon hingga
pemberangkatan calon
yang baik dan benar yang
sesuai dengan hukum.
Sedangkan penelitian yang
akan dilakukan lebih
melihat proses rekruitmen,
pembinaan hingga proses
pemberangkatan para
calon TKI yang baik dan
benar. Sehingga PJTKI
yang ada dapat
mempertanggungjawabkan
21
Pemberangkatan
(PAP) agar TKI
memiliki mental yang
kuat serta mengetahui
gambaran bekerja
diluar negeri.
proses yang mereka
lakukan mulai dari awal
hingga pemberangkatan
calon TKI.
3. “Peranan, Tugas Dan
Tanggung Jawab
PJTKI Dalam
Perekrutan,
Penempatan Dan
Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia Di
Luar Negeri Studi
Kasus Di PT. Sahara”.
Penelitian dilakukan
oleh Alfredo P.
Damanik, mahasiswa
studi hukum
perburuhan Fakultas
Hukum, Universitas
Sumatera Utara, tahun
2006.
Hasil penelitian ini
yaitu pertama, proses
penempatan dan
pengiriman tenaga
kerja indonesia ke luar
negeri memerlukan
koordiansi antara
tenaga kerja indonesia
sendiri dengan
perusahaan jasa
tenaga kerja indonesia
atau perwakilan luar
negeri dan pemerintah
untuk dapat
mengirimkan tenaga
kerja yang legal.
Sebelum penempatan
di luar negeri tenaga
ekrja indonesia
terlebih dahulu diberi
pendidikan dan
ketrampilan kemudian
diseleksi yang akan
dikirm keluar negeri.
Kedua,tenaga kerja
indonesia merupakan
devisa/pendapatan
negara apabila
dikelola dengan
cermat dan
profesional sesuai
dengan ketentuan
perundang-undangan.
Ketiga, hambatan-
hambatan yang
dialami oleh PJTKI di
Kota Medan dalam
pengiriman TKI ke
luar negeri adalah
kuota yang sangat
minim, kurangnya
sosialisasi program
Relevansi penelitian ini
dengan penelitian yang
akan dilakukan terdapat
pada proses penempatan
atau pembinaan dan proses
pengiriman, namun
terdapat perbedaan dalam
bagian perekrutan calon
TKI. Dalam penelitian ini
tidak disebutkan
bagaimana cara rekrutmen
para calon TKI sedangkan
penelitian yang akan
dilakukan melihat proses
PJTKI mulai dari awal
hingga pengiriman TKI.
22
TKI tersebut,
pendapatan TKI legal
lebih sedikit dari
pendapatan TKI
ilegal, prosedur
pengiriman TKI yang
berbelit-belit dan
biaya yang mahal
serta calon TKI yang
kualitasnya rendah
yang menyulitkan dan
riskan PJTKI untuk
mengirimkannya.
4. “Manajemen PJTKI
(Perusahaan Jasa
Tenaga Kerja
Indonesia) Dalam
Tinjauan Etika Bisnis
Islam”.
(Alwi Musa Muzaiyin,
2015). Penelitian
dimuat dalam jurnal
Manajemen PJTKI
Vol.26, No.1 Januari
2015
Manajemen dalam
PJTKI harus dilakukan
sesuai dengan etika
bisnis islam. Hal ini
merupakan prinsip
utama dalam ajaran
islam; etika bisnis islam
merupakan suatu hal
yang fundamental yang
harus diterapkan oleh
PJTKI. Didalam etika
bisnis islam terdapat
prinsip-prinsip dasar
yang urgent untuk
mengawali
implementasi
manajemen PJTKI agar
sesuai dengan syariat
islam. Ada beberapa
prinsip dalam etika
bisnis islam yang harus
diterapkan dalam
manajemen PJTKI
yang mana bernilaikan
ajaran islam.
Diantaranya ialah :
prinsip keadilan,
tanggung jawab,
peningkatan etos kerja,
dan penguasaan
manajemen.
Korelasi antara penelitian
ini dengan penelitian yang
akan dilakukan terdapat
kesamaan dalam hal
Perushaan Jasa Tenaga
Kerja Indonesia (PJTKI).
Namun terdapat perbedaan
fokus penelitian,
penelitian ini membahas
lebih kepada manajemen
dan lebih menekankan
pada ilmu manajemen
islam, sedangkan
penelitian yang akan
dilakukan lebih rinci pada
peran PJTKI dalam
pengiriman tenaga ekrja
indonesia dan lebih
melihat dari sisi ilmu
sosiologi
23
Penelitian terdahulu yang telah disampaikan diatas memiliki kesamaan
antara satu dengan yang lainnya. Kesamaan antara keempat penelitian diatas yaitu
keempat penelitian tersebut sama membahas mengenai topik Pelaksana
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS), namun keempat penelitian
tersebut dilakukan diteliti oleh mahasiswa-mahasiswa dari berbagai fakultas dan
mereka melihat fenomena yang terdapat pada PPTKIS berdasarkan focus
pendidikan mereka, mulai dari bidang hukum hingga managemen yang berbasis
islam dalam melihat peran dari PPTKIS itu sendiri. Sedangkan dalam penelitian
yang akan dilakukan akan mengakumulasikan dari semua topic topic yang
terdapat pada penelitian terdahulu dan dijadikan dalam satu penelitian yang
berfokus lebih kepada masyarakat atau kepada ilmu sosiologi.
2.1.2 Coorporate dan Bentuk-Bentuknya
Masyarakat menggunakan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Barang dan jasa yang mereka gunakan merupakan hasil dari suatu
produksi. Perusahaan menggunakan factor-faktor produksi dalam kegiatan
produksi yang dilakukan untuk menghasilkan barang dan jasa. Perusahaan dapat
diartikan sebagai bagian teknis dari kesatuan organisasi modal dan tenaga kerja
yang bertujuan untuk menghasilkan barang-barang atau jasa untuk kebutuhan
masyarakat. Berdasarkan pengertian diatas, perusahaan yang dilihat dari produk
yang dihasilkan dapat dibagi menjadi 2 yaitu perusahaan jasa dan perusahaan
dagang.
24
a. Perusahaan dagang
Perusahaan dagang merupakan suatu perusahaan yang kegiatan pokoknya
membeli barang dengan tujuan untuk dijual kembali kapada masyarakat tanpa
memproses kembali barang yang telah dibeli. Contoh dari perushaan dagang
antara lain yaitu took, supermarket, grosir, serta pusat-pusat perbelanjaan, dan lain
sebagainya.
Perusahaan dagang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Pendapatan utama perusahaan berasal dari penjualan barang dagangan.
2. Biaya utama perusahaan berasal dari harga pokok barang yang terjual
dan biaya usaha yang lainnya.
3. Sebagai perantara antara produsen dan konsumen barang.
4. Antara barang yang dibeli dan barang yang dijual tidak ada perubahan.
5. Tujuan utamanya yaitu mendapat laba dari mnejual barang dengan harga
lebih tinggi dari harga beli barang.
Kelebihan dari perusahaan dagang yaitu :
1. Menjual barang tanpa mengolah terlebih dahulu.
2. Kualitas barang dapat diketahui secara langsung oleh konsumen.
Kekurangan perusahaan dagang yaitu :
1. Diperlukan tempat untuk memajang (display) barang.
2. Diperlukan tempat untuk menyimpan barang.
3. Diperlukan alat angkut untuk mengirim barangkepada konsumen.
4. Barang yang sudah dibeli konsumen dapat dikembalikan (retur) sehingga
perusahaan tidak jadi mem[eroleh penghasilan.8
8Yahya, Pudin. 2016. Kuasai detail akuntansi laba dan rugi. Lembar langit Indonesia. Hlm. 47
25
b. Perusahaan jasa
Perusahaan jasa adalah suatau unit usaha yang kegiatannya memproduksi
produk yang tidak berwujud (jasa), dengan tujuan untuk mendapatkan laba atau
keuntungan. Atau perusahaan jasa dapat diartikan juga sebagai suatu perusahaan
yang menjual jasa yang diproduksinya, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para
konsumen dan mendapatkan keuntungan. Tapi perusahaan jasapun memerlukan
produk fisik atau yang berwujud untuk melakukan kegiatan usahanya. Misalnya
seperti perusahaan transportasi umum yang menawarkan jasa transportasi kepada
konsumen, maka untuk dapat melakukan kegiatan usahanya perusahaan tersebut
memerlukan alat transportasi seperti bus, pesawat atau kapal laut dan alat
transportasi tersebut merupakan produk yang berwujud.9
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan, perusahaan jasa
merupakan perusahaan yang memiliki kegiatan memproduksi dan menyediakan
berbagai macam pelayanan misalnya seperti keamanan, kemudahan dan lain-lain
kepada konsumen yang membutuhkannya. Maka perusahaan jasa memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
1. Pendapatan berasal dari penjualan jasa.
2. Dalam proses memproduksi jasa, bisa atau tidak memerlukan bantuan dari
produksi.
3. Jasa yang diberikan tidak sama, jadi masing-masing konsumen dapat
memperoleh jenis pelayanan yang berbeda.
4. Tidak memiliki persediaan produk dalam bentuk fisik, karena produk
yang dijual merupakan produk yang tidak berwujud (jasa). Jadi produk
9Ibid, Hlm. 48
26
yang dihasilkan tidak dapat dilihat akan tetapi manfaatnya dapat
dirasakan.
5. Biasanya tingkatan harganya memiliki sifat yang tidak mutlak, sebab
murah atau mahalnya harga yang ditetapkan oleh perusahaan tergantung
tingkat kebutuhan konsumen.
6. Jasa yang dihasilkan tidak bisa disimpan, jadi sekali dibeli maka
penggunaannya akan langsung habis.
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)
berdasarkan penjelasan antara perusahaan dagang dan perusahaan dagang, maka
masuk kedalam perusahaan jasa. Hal ini dikarenakan Pelaksana Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) mempunyai kegiatan utama yaitu
memberikan pelayanan kepada masyarakat mengenai pengiriman Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) ke luar negeri. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Swasta (PPTKIS) juga membutuhkan tempat seperti pada perusahaan dagang,
namun yang berbeda disini tempat yang digunakan oleh perusahaan dagang unuk
memamerkan barang dagangan, sedangkan dalam perusahaan jasa dalam hal ini
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) tempat
digunakan untuk memberikan layanan kepada masyarakat.
2.1.3 Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) sebagai
Lembaga yang Bersifat Non-Formal
Definisi lembaga pendidikan non-formal menurut Philip H. Coombs bahwa
lembaga non-formal adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang
diselenggarakan diluar system formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dsri
27
suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada
sasaran didik tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajar.10
Menurut Soelaman Joesoef, lembaga non-formal adalah setiap kesempatan
dimana terdapat komunikasi yang terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh
informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan tingkat ketrampilan,
sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien
dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan
negeranya.11
Definisi yang telah dijelaskan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa lemabaga
non-formal merupakan suatu lembaga yang mengadakan kegiatan belajar mengajar
yang diadakandi luar sekolaha untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peserta untuk
mendapat informasi, pengetahuan, latihan dan bimbingan sehingga mempu berfungsi
bagi keluarga, masyarakat, tempat bekerja bahkan neaga. Pelaksana Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) termasuk didalam lembaga non-formal
karena Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) tidak
berbentuk sekolah seperti yang biasa.
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) merupakan
suatu perusahaan jasa yang dimiliki oleh pihak swasta yang berkeinginan untuk
mendirikan perusahaan dalam memberangkatkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar
negeri. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) sendiri
melakukan pelatihan untuk para peserta atau calon TKI yang akan diberangkatkan,
dimana pelatihan tersebut berbentuk pelatihan bahasa, sopan santun dan pendidikan
yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan oleh calon TKI tersebut.
10
Soelaman Joesoef, 1992.Konsep Dasar Pendidikan non formal.. Jakarta: Bumi Aksara.hlm. 50 11
Ibid, Hlm. 51
28
Pelatihan yang dilakukan bertujuan agar para calon TKI dapat melaksanakan tugas
mereka dengan baik sata berada di tempat mereka bekerja dan dapat berlaku sopan
selayaknya aturan dalam negara tempat mereka bekerja.
2.1.4 Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)
2.1.4.1 Fungsi dan Kewajiban Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Swasta (PPTKIS)
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)
memiliki fungsi pokok yang telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004, ada pun fungsi pokok dari Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) yaitu membrikan pelayanan untuk mempertemukan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
dengan pemberi kerja di luar negeri.12
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)
memiliki kewajiban atas para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan mereka
berangkatkan atau yang telah mereka berangkatkan. Kewajiban dari Pelaksana
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dimulai dari :
a. Proses perekrutan calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau sebelum
dilakukan penempatan.
b. Proses penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
c. Proses setelah penempatan atau purna penempatan
Masa-masa sebelum dilakukan penempatan PPTKIS memiliki kewajiban
untuk memberikan pelatihan dan ketrampilan kepada calon TKI, melindungi TKI
12
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, Hal. 2
29
tersebut jika terjadi suatu masalah serta mengurus segala keperluan berkaitan
dengan keberangkatan atau kepulangan ke daerah asal.
2.1.4.2 Syarat-syarat Mendirikan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) Berdasarkan Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2004
Perusahaan yang akan menjadi pelaksana penempatan TKI swasta wajib
mendapat izin tertulis berupa SIPPTKI dari Menteri. Untuk dapat memperoleh
SIPPTKI, pelaksana penempatan TKI swasta harus memenuhi persyaratan :
a. Berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) yangdidirikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
b. Memiliki modal disetor yang tercantum dalam aktapendirian
perusahaan, sekurang-kurangnya sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
c. Menyetor uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentukdeposito
sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)pada bank
pemerintah.
d. Memiliki rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI diluar negeri
sekurang-kurangnya untuk kurun waktu 3 (tiga)tahun berjalan.
e. Memiliki unit pelatihan kerja.
f. Memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI.
2.1.4.3 Tata Cara Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
Penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan
yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah
30
Republik Indonesia atau tenaga kerja asing. Penempatan calon TKI/TKI di luar
negeri diarahkan pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, ketrampilan,
bakat , minat dan kemampuan. Penempatan calon TKI/TKI dilaksanakan dengan
memperhatikan harkat, martabat, hak azazi manusia, perlindungan hukum,
pemerataan kesempatan kerja, dan ketersediaan tenaga kerja dengan
mengutamakan kepentingan nasional.
1. Pra Penempatan TKI
Kegiatan pra penempatan TKI di luar negeri meliputi:
a. Pengurusan SIP
Pelaksana penempatan TKI swasta yang akan melakukan perekrutan wajib
memiliki SIP dariMenteri.Untuk mendapatkan SIP, pelaksana penempatan TKI
swasta harus memiliki:
1. Perjanjian kerjasama penempatan.
2. Surat permintaan TKI dari Pengguna.
3. Rancangan perjanjian penempatan.
4. Rancangan perjanjian kerja.
2. Perekrutan dan Seleksi
Proses perekrutan didahuli dengan memberikan informasi kepada calon
TKI sekurangkurangnya tentang :
a. Tata cara perekrutan.
b. Dokumen yang diperlukan.
c. Hak dan kewajiban calon TKI/TKI.
d. Situasi, kondisi, dan resiko di negara tujuan.
31
e. Tata cara perlindungan bagi TKI.
Perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI swasta wajib
dilakukan terhadap calon TKI yang telah memenuhi persyaratan:
a. Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi
calon TKI yang akandipekerjakan pada Pengguna perseorangan
sekurang-kurangnya berusia 21 ( dua puluh satu)tahun.
b. Sehat jasmani dan rohani.
c. Tidak dalam keadaan hamil bagi calon tenaga kerja perempuan.
d. Berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) atau yang sederajat.
3. Pendidikan dan Pelatihan Kerja
Calon TKI wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan
persyaratan jabatan.mDalam hal TKI belum memiliki kompetensi kerja pelaksana
penempatan TKI swasta wajib melakukan penddikan dan pelatihan sesuai dengan
pekerjaan yang akan dilakukan. Pendidikan dan pelatihan kerja bagi calon TKI
dimaksudkan untuk:
a. Membekali, menempatkan dan mengembangkan kompetensi kerja calon
TKI.
b. Memberi pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, kondisi, adat
istiadat, budaya, agama, dan risiko bekerja di luar negeri.
c. Membekali kemampuan berkomunikasi dalam bahas negara tujuan.
d. Memberi pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewajiban calon
TKI/TKI.
32
4. Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi
Setiap calon TKI harus mengikuti pemeriksaan kesehatan dan psikologi
yang diselenggarakan oleh sarana kesehatan dan lembaga yang
menyelenggarakan pemeriksaan psikologi yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Pemeriksaan kesehatan dan psikologi bagi calon TKI dimaksudkan untuk
mengetahui dengankesehatan dan tingkat kesiapan psikis serta kesesuaian
kepribadian calon TKI dengan pekerjaanyang akan dilakukan di negara tujuan.
5. Pengurusan Dokumen
Untuk dapat ditempatkan di luar negeri, calon TKI barus memiliki
dokumen yang meliputi:
a. Kartu Tanda Penduduk, Ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran atau
surat keterangan kenal lahir.
b. Surat keterangan status perkawinan bagi yang telah menikah
melampirkan copy buku nikah.
c. Surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali.
d. Sertifikat kompetensi kerja.
e. Surat keterangan sehat berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan kesehatan
dan psikologi.
f. Paspor yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat.
g. Visa kerja.
h. Perjanjian penempatan kerja.
i. Perjanjian kerja.
j. Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).
33
6. Uji kompetensi.
7. Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP).
8. Pemberangkatan.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Struktural Fungsional (Robert K.Merton)
Merton mengkritik hal yang ia anggap sebagai tiga dalil dasar analisis
fungsional seperti yang dikembangkan oleh para antropolog. Berikut tiga dalil
tersebut :
1. Dalil Kesatuan Fungsional Masyarakat.
Dalil tersebut menganggap bahwa semua kepercayaan social dan budaya
dan praktik yang distandarkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai suatu
keseluruhan dan juga sebagai individu-individu di dalam masyarakat. Pandangan
itu menyiratkan bahwa berbagai system social nantinya akan menunjukkan level
integrasi yang tinggi. Akan tetapi, Merton berkukuh, kendati hal itu mungkin
benar dalam masyarakat primitive yang kecil, generalisasi itu tidak dapat
diperluas kepada masyarakat yang lebih besar dan lebih kompleks.
2. Dalil Fungsionalisme Universal.
Semua bentuk social dan budaya yang distandarkan mempunyai fungsi-
fungsi positif. Merton berargumen bahwa hal tersebut bertolak belakang dengan
yang kita jumpai di dunia nyata. Jelas bahwa tidak setiap struktur, adat kebiasaan,
ide, dan seterusnya, mempunyai fungsi-fungsi positif.
3. Dalil Kebutuhan Mutlak.
34
Semua aspek masyarakat yang distandardisasi tidak hanya mempunyai
fungsi-fungsi positif, tetapi juga menggambarkan bagian-bagain dari cara kerja
keseluruhan yang mutlak ada. Dalil tersebut menghasilkan ide bahwa semua
struktur dan fungsi secara fungsional adalah untuk masyarakat. Tidak ada
struktur-struktur dan fungsi-fungsi yang lain yang dapat bekerja sebaik struktur-
struktur dan fungsi-fungsi yang dijumpai didalam masyarakat sekarang ini. Kritik
Merton selanjutnya ialah bahwa setidaknya kita harus bersedia mengakui bahwa
ada berbagai alternative structural dan fungsional yang terdapat dalam
masyarakat.
Sejak awal Merton menjelaskan bahwa analisis fungsional-struktural
berfokus pada kelompok-kelpompok, organisasi-organisasi, masyarakat-
masyarakat dan kebudayaan-kebudayaan. Dia menyatakan bahwa setiap objek
yang dapat ditundukkan kepada analisis fungsional-struktural harus
“menggambarkan suatu item yang distandarkan”(yakni terpola dan berulang). Dia
memaksudkan hal-hal seperti “peran-peran, pola-pola kelembagaan, proses-proses
social, pola-pola budaya, emosi-emosi yang terpola secara budaya, norma-norma
social, prganisasi kelompok, struktur social, alat-alat pengendalian social, dan
sebagainya.
Menurut Merton, fungsi-fungsi didefinisikan sebagai “konsekuensi-
konsekuensi yang diamati yang dibuat untuk adaptasi atau penyesuaian suatu
system tertentu. Akan tetapi, ada suatu bias ideologis yang jelas ketika orang
hanya berkonsekuensi-konsekuensi positif. Perlu dicatat bahwa fakta social yang
satu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi negative untuk fakta social yang
lainnya. Untuk mengoreksi penghilangan serius tersebut yang terjadi di dalam
35
fungsionalisme struktur awal, Merton mengembangkan ide mengenai disfungsi.
Sebagaimana struktur-struktur atau lembaga-lembaga dapat berperan dalam
pemeliharaan bagian-bagian lain system social, mereka juga dapat mempunyai
konsekuensi-konsekuensi negative untuknya.
Merton juga memperkenalkan konsep fungsi nyata (manifest) dan fungsi
laten. Kedua istilah itu juga telah menjadi tambahan penting bagi analisis
fungsional. Dalam istilah-istilah sederhana, fungsi nyata (manifest) adalah yang
disengaja, semnetara fungsi laten tidak disengaja. Merton menjelaskan bahwa
konsekuensi-konsekuensi yang tidak diantisipasi dan fungsi-fungsi laten tidak
sama. Fungsi-fungsi laten adalah satu tipe konsekuensi yang tidak diantisipasi,
tipe yang bermanfaat untuk system yang ditunjuk. Akan tetapi, ada dua tipe
lainnya konsekuensi yang tidak diantisipasi : “konsekuensi-konsekuensi
disfungsional untuk suatu system yang ditunjuk, dan hal itu terdiri dari disfungsi-
disfungsi laten” dan “konsekuensi-konsekuensi tidak relevan bagi system yang
mereka pengaruhi baik secara fungsional maupun disfungsional.