19 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh para peneliti yang mana memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan ini. Penelitian terdahulu ini juga dapat dijadikan pertimbangan oleh peneliti untuk melakukan penelitian sehingga dapat memberikan referensi dalam menulis ataupun mengkaji penelitian yang akan dilakukan. Dengan adanya penelitian terdahulu, peneliti dapat membandingkan antara penelitianyang dilakukan dengan penelitian terdahulu yang mana menjelaskan tentang beberapa hasil penelitian sebelumnya namun masih memiliki kesamaan tema yang dibahas oleh peneliti mengenai konstruksi sosial masyarakat terhadap tradisi jamasan pusaka. Sebagai bahan referensi di ambil dari lima judul penelitian terdahulu yang mana sesuai dengan tema yang diangkat dalam penelitian sekarang, yang pertama adalah Rizky Hidayat (2016) menuliskan jurnal dengan judul “Konstruksi Makna Dalam Upacara Adat Tradisi Pacu Jawi Sebagai Kearifan Lokal Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat ” hasil dari penelitan yang didapat adalah, terkandung nilai lokal yang mana pada tradisi pacu jawi ini terdapat filosofi yang berakar dari falsafah hidup orang Minangkabau yaitu “alam takambang jadi guru” yang mana memiliki arti yaitu bahwa alam semesta ini dapat kita jadikan panutan atau guru, yang mana falsafah ini warisan dari nenek moyang yang dipegang teguh hingga
31
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...eprints.umm.ac.id/50394/3/BAB II.pdf19 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya oleh para peneliti yang mana memiliki keterkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan ini. Penelitian terdahulu ini juga dapat dijadikan
pertimbangan oleh peneliti untuk melakukan penelitian sehingga dapat
memberikan referensi dalam menulis ataupun mengkaji penelitian yang akan
dilakukan. Dengan adanya penelitian terdahulu, peneliti dapat membandingkan
antara penelitianyang dilakukan dengan penelitian terdahulu yang mana
menjelaskan tentang beberapa hasil penelitian sebelumnya namun masih memiliki
kesamaan tema yang dibahas oleh peneliti mengenai konstruksi sosial masyarakat
terhadap tradisi jamasan pusaka.
Sebagai bahan referensi di ambil dari lima judul penelitian terdahulu yang mana
sesuai dengan tema yang diangkat dalam penelitian sekarang, yang pertama adalah
Rizky Hidayat (2016) menuliskan jurnal dengan judul “Konstruksi Makna Dalam
Upacara Adat Tradisi Pacu Jawi Sebagai Kearifan Lokal Kabupaten Tanah Datar
Propinsi Sumatera Barat” hasil dari penelitan yang didapat adalah, terkandung
nilai lokal yang mana pada tradisi pacu jawi ini terdapat filosofi yang berakar dari
falsafah hidup orang Minangkabau yaitu “alam takambang jadi guru” yang mana
memiliki arti yaitu bahwa alam semesta ini dapat kita jadikan panutan atau guru,
yang mana falsafah ini warisan dari nenek moyang yang dipegang teguh hingga
20
saat ini sebagai pegangan hidup oleh masyarakat minang. Tradisi pacu jawi
merupakan tradisi dimana terdapat perlombaan balapan sapi, dalam tradisi jawi ini
yang layak dinobatkan menjadi pemenang yaitu jika berjalan secara lurus, tidak
miring dan tidak melenceng kemana-mana maka akan dipilih menjadi jawi terbaik.
Disinilah letak makna yang terkandung jika jawi saja harus berjalan lurus apalagi
manusia, jadi tradisi ini menjadi sebuah contoh dalam hal tingkah laku yang
dilakukan oleh masyarakat minang, maka dari itu tradisi jawi ini tetap dijalankan
dan menjadi pedoman hidup masyarakat minang.
Penelitian yang kedua yakni Noor Ifansah Wijayanto (2014), menuliskan jurnal
yang berjudul “Konstruksi Masyarakat Tentang Ritual Air Terjun Sedudo Desa
Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk” hasil dari penelitian yang
didapat adalah dimana air terjun Sedudo menjadi pusat kekuatan penduduk desa
yang dahulunya menjadi tempat pertapaan Ki Ageng Ngaliman, tokoh penyebar
agama islam di Desa Ngliman, hingga akhirnya namanya diabadikan menjadi
sebuah Desa, yaitu Desa Ngliman itu sendiri. Tempat pemakaman Ki Ageng
Ngaliman itu sendiri tak jauh dari air terjun Sedudo. Pada hal ini pelaku ritual air
terjun Sedudo mulai mengenal dan pemahaman tradisi ritual air terjun Sedudo
setelah disosialisasikan oleh lingkungan keluarga maupun lingkungan terdekatnya.
Dimana ritual pada air terjun sedudo ini berupa siraman yang dalam Bahasa jawa
dapat disebut siram atau menyiramkan air ke seluruh tubuh. Ritual ini ada menurut
mitosnya ada seorag dudo (duda) yang melakukan mandi dan semedi di air terjun
sebut sehingga disebut air terjun sedudo hinggga saat ini. Sebagai penghormatan
21
terhadap sang dudo yang dianggap sebagai Menurut kepercayaan penduduk, sang
dudo tersebut ialah orang yang membuka cikal bakal Desa Ngliman, yang cikal
bakal Desa Ngliman itu, kebiasaan mandi di air terjun tersebut kemudian diikuti
oleh masyarakat Desa Ngliman yang dilaksanakan tiap satu tahun sekali.
Penelitian yang ketiga yakni oleh Nurul Hasanah (2015) dengan judul “
Konstruksi Sosial Tradisi Ontal-Ontal Masyarakat Di Desa Mrandung Kecamatan
Klampis Kabupaten Bangkalan” hasil dari penelitian yang telah didapat pada Desa
Mrandung ini dimana tradisi tersebut hingga saat ini masih terus dilaksanakan dan
dilestarikan oleh masyarakat Desa Mrandung, Yaitu Tradisi yang dinamakan
tradisi Ontal ontal yang mana masyarakat desa Mrandung sangat antusias dan
senang dalam pelaksanaannya. Tradisi Ontal-Ontal itu merupakan sebuah tradisi
melempar uang kepada calon pengantin wanita. tradisi ini dilakukan pada saat
acara lamaran berlangsung dan dilakukan pada kediaman keluarga mempelai laki-
laki. Tradisi Ontal-Ontal tersebut bagus untuk tetap dilakukan dan dujalankan
karena selain melestarikan tradisi dari nenek moyang yang sudah ada sejak dulu di
desa Mrandung, tradisi ini juga bisa mempererat tali silatur-rahmi diantara
keluarga yang sedang melaksanakan hajat dan juga dengan sesama masyarakat
Desa Mrandung. Karena dalam pelaksanaan tradisi ini semua ikut melaksanakan
dan merayakan secara beramai-ramai dengan suasana kekeluargaan, serta
diselangi dengan kata-kata atau kelakuan-kelakuan jenaka, dan godaan-godaan
lucu dari para undangan untuk kedua mempelai, membuat pelaksanaan tradisi ini
semakin ramai dan membuat masyarakat yang datang senang bersama. Tradisi ini
22
dilakukan pada saat acara en maen ke rumah mempelai laki-laki, pada saat jamuan
makan selesai maka disusul dengan prosesi tradisi ontal-ontal ini. Yang dipimpin
oleh seorang sesepuh perempuan di Desa Mrandung. Dalam tradisi ini masyarakat
desa Mrandung sendiri sangat menantikan prosesi ontal-ontal ini pada saat acara
lamaran atau pernikahan, karena selain dianggap sakral tradisi ini juga memberi
kesan gembira dan lucu pada saat pelaksanaannya.
Penelitian yang keempat yakni oleh Kabul Priambadi dan Abraham Nur Cahyo
(2018), dengan judul “ Tradisi Jamasan Pusaka Di Desa Baosan Kidul Kabupaten
Ponorogo (Kajian Nilai Budaya dan Sumber Pembelajaran Sejarah)”. Hasil dari
penelitian ini adalah Jamasan pusaka dikenal sebagai membersihkan atau
memandikan wesi aji seperti halnya keris. Tradisi ini berlokasi di Desa Baosan
Kidul Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo tepatnya berjarak 42 km dari arah
pusat Kota Ponorogo Menuju desa Baosan Kidul. Jamasan Pusaka mulai
dilaksanakan sejak zaman Kerajaan Majapahit yaitu Pusaka milik raja yang
dianggap sakral hingga tradisi jamasan pusaka masih dilaksanakan hingga
sekarang. Tradisi jamasan pusaka di desa Baosan Kidul ini diibaratkan seperti
Ngisahi gaman (memandikan pusaka atau keris) menggunakan perasan air jeruk
nipis dan dilakukan disetiap masing-masing puasaka. Pada prinsipnya jamasan
pusaka adalah salah satu cara merawat benda pusaka seperti keris yang di angggap
mempunyai tuah. Dalam tradisi masyarakat Jawa, jamasan pusaka menjadi sesuatu
kegiatan spiritual yang cukup sakral dan dilaksanakan hanya dalam waktu tertentu
(bulan suro). Jamasan pusaka ini dapat dikatakan salah satu warisan budaya dari
23
nenek moyang khususnya di Desa Baosan Kidul. Tradisi ini dapat dijadikan
sebagai sumber pembelajaran Sejarah. Jamasan pusaka merupakan tradisi yang
masih dilakukan di Desa Baosan kidul. Tradisi ini perlu diperkenalkan kepada
siswa sebagai generasi penerus pada era modernisasi agar tidak tergerus oleh
jaman. Hal ini dikarenakan karena pada jaman sekarang banyak yang tidak
mengenal tradisinya sendiri seperti halnya jamasan pusaka. Keberadaan jamasan
pusaka yang masih dilakukan oleh masyarakat desa Baosan Kidul karena bagi
mereka jamasan pusaka bisa di katakan sebagai tradisi turun temurun. Selanjutnya
kajian terhadap sebuah tradisi jawa menjadi sesuatu hal yang menarik untuk di kaji
sebagai sumber pembelajaran sejarah.
Penelitian kelima yakni oleh Kadek Widiastuti Dan Heny Perbowo Sari (2018)
dengan judul “Character Education Value in the Ngendar Tradition in Piodalan at
Penataran Agung Temple”, yang mana hasil dari penelitian ini adalah Ngendar
tradition was performed by children have a not been returned in Banjar
Sekarmukti, Pangsan Village, Petang District, Badung Regency in piodalan in
Penataran Agung Temple. There are several factors that make this tradition can
only be done by children such as the history that became the mythology of society
and related to the suncity of upacara made in the tradition, the habituation factor
ant the customary and cultural factors that each age group has a role in the success
of piodalan in Penataran Agung Temple.
24
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No Judul Hasil Penelitian Relevansi
1. Konstruksi Makna
Dalam Upacara
Adat Tradisi Pacu
Jawi Sebagai
Kearifan Lokal
Kabupaten Tanah
Datar Propinsi
Sumatera Barat
( Rizky Hidayat,
2016)
Pada dasarnya rangkaian
prosesi adat inilah yang
mencerminkan kearifan
lokal Kabupaten Tanah
Datar yang masih
dipertahankan sampai saat
ini. Tradisi pacu jawi
merupakan sebuah
perlombaan sapi, dimana
tradisi ini memiliki makna,
tradisi pacu jawi adalah
warisan nenek moyang,
pewarisan adat
Minangkabau kepada
generasi muda. Yang mana
tradisi pacu jawi ini adalah
simbol bagaimana seorang
individu bertingkah laku
selama hidupnya.
Relevansi dari penelitian
ini adalah sama-sama
mengkaji tentang makna
tradisi. Perbedaannya pada
fokus dan tempat
penelitiannya penelitian ini
fokus pada konstruksi
sosial masyarakat,
sedangkan jurnal lebih
fokus pada makna
konstruksi
2. Jurnal Konstruksi
Masyarakat Tentang
Ritual Air Terjun
Sedudo Desa
Ngliman
Kecamatan
Sawahan Kabupaten
Nganjuk (Noor
Masyarakat sekitar memiliki
pemikiran bahwa jika tidak
melakukan ritual tersebut
maka kawasan beserta
masyarakat sekitar akan
mendapatkan masalah dan
bencana, jadi hingga
sekarang air terjun sedudo
Relevansi diantara
keduanya adalah sama-
sama membahas mengenai
konstruksi sosial
masyarakat. Perbedaannya
yakni pada fokus
penelitian pada jurnal
mengkaji ritual siraman
25
Ifansah Wijayanto,
2014)
dipercayai sebagai tempat
yang suci selain dijadikan
tempat wisata. Dan
masyarakat juga memiliki
pemahaman terhadap tradisi
siraman sedudo, yang
mereka yakini bahwa
siraman sedudo sangatlah
penting karena dengan
adanya siraman sedudo
yang dilakukan setiap bulan
syura tersebut masyarakat
meyakini bahwa hal tersebut
dapat membawa
keberuntungan dan
keberkahan bagi mereka
selain itu mereka juga
melestarikan tradisi yang
sudah menjadi budaya yang
melekat pada diri
masyarakat sekitar.
sedudo sedangkan
penelitian yang akan
diteliti fokus kepada
tradisi siraman sedudo.
3. Konstruksi Sosial
Tradisi Ontal-Ontal
Masyarakat Di Desa
Mrandung
Kecamatan Klampis
Kabupaten
sampai saat ini masih tetap
dilakukan dan
dilestarikan oleh masyarakat
Desa Mrandung. Yaitu
Tradisi yang dinamakan
tradisi Ontal-ontal dimana
masyarakat desa Mrandung
relevansi pada penelitian
ini adalah sama-sama
membahas mengenai
konstruksi sosial
perbedaan pada fokus dan
tempat penelitian yakni
jurnal fokus terhadap
26
Bangkalan ( Nurul
Hasanah, 2015)
sangat antusias dan senang
dalam melaksanakan tradisi
ini. Tradisi Ontal-Ontal
merupakan tradisi melempar
uang kepada calon
pengantin wanita yang mana
tradisi ini dilakukan waktu
acara lamaran berlangsung
dan dilakukan pada
kediaman keluarga
mempelai laki-laki. Tradisi
ini membuat acara lamaran
atau pernikahan semakin
ramai dan membuat
masyarakat yang datang
senang.
tradisi ontal-ontal
sedangkan penelitian pada
tradisi jamasan pusaka.
4. Tradisi Jamasan
Pusaka Di Desa
Baosan Kidul
KabupatenPonorogo
(Kajian Nilai
Budaya Dan
Sumber
Pembelajaran
Sejarah)
Kabul Priambadi
dan Abraham Nur
Cahyo, 2018
Jamasan pusaka dikenal
sebagai membersihkan atau
memandikan wesi aji
seperti keris. Tradisi ini
berlokasi di Desa Baosan
Kidul Kecamatan Ngrayun
Kabupaten Ponorogo
tepatnya berjarak 42 km
dari arah puat Kota
Ponorogo Menuju desa
Baosan Kidul. Tradisi
jamasan pusaka dilakukan
hampir bersamaan dengan
relevansi pada penelitian
ini adalah sama-sama
membahas mengenai
jamasan pusaka perbedaan
pada fokus dan tempat
penelitian yakni jurnal
fokus terhadap bagaimana
proses dan makna jamasan
puska sedangkan
penelitian pada konstruksi
masyarakat pada tradisi
jamasan pusaka.
27
upacara adat atau upacara
bersih Desa yang diadakan
pada bulan suro jumat legi.
Jamasan pusaka diibaratkan
seperti ngisahi gaman
(memandikan pusaka atau
keris) menggunakan perasan
air jeruk nipis dan biasanya
dilakukan disetiap masing-
masing rumah pada bulan
suro sebab rata-rata setiap
rumah memiliki pusaka
seperti keris.
5. Character Education
Value in the
Ngendar Tradition
in Piodalan at
Penataran Agung
Temple (Kadek
Widiastuti dan
Heny Perbowosari,
2018)
Ngendar tradition was
performed by children
have not been returned in
Banjar Sekarmukti, Pangsan
Village, Petang District,
Badung Regency in
piodalan in Penataran
AgungTemple.
There are several factors
that make this tradition can
only be done by children
such as the history that
became the mythology of
society and related to the
sanctity of upakara made in
thetradition, the habituation
relevansi pada penelitian
ini adalah sama-sama
membahas mengenai nilai
dari pentingnya sebuah
tradisi yang masih tetap
dijalankan.
perbedaan pada fokus dan
tempat penelitian yakni
jurnal fokus terhadap
tradisi piodalan di candi
penataran agung
sedangkan penelitian pada
tradisi jamasan pusaka.
28
factor and the customary
and cultural factors that
each age group has a role
in the success of piodalan in
Penataran Agung Temple.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Konstruksi Sosial
Konstruksi Sosial merupakan proses sosial melalui tindakan dan
interaksi yang mana individu atau kelompok individu menciptakan secara terus
menerus suatu realitas yang dialami dan dimiliki secara bersama. Menurut
Berger dan Luckman untuk memahami konstruksi sosial dimulai dengan apa
yang dimaksud dengan kenyataan dan pengetahuan. Kenyataan disini yang
dimaksud adalah kenyataan sosial sebagai suatu yang tersirat di dalam sebuah
pergaulan sosial yang diungkapkan secara sosial melalui komunikasi Bahasa,
dan bekerjasama melalui bentuk-bentuk organisasi sosial dan lain-lain.
Kenyataan sosial ditemukan didalam pengalaman intersubyektif.
Sedangkan pengetahuan kenyataan sosial yang dimaknai sebagai seluruh hal
yang memiliki kerkaitan dengan sebuah penghayatan kehidupan masyarakat
dari segala aspek meliputi kognotif, psikomotoris, emosional dan intuitif. Hal
ini kemudian dilanjutkan dengan meneliti suatu hal yang dianggap
intersubyektif tadi, Berger dan Luckman menegaskan bahwa terdapat
subyektivitas dan obyektivitas didalam kehidupan manusia dan masyarakat.
29
Maka ‘realitas’ tersebut tidak harus berhenti pada konsep realitas, sebagai
sebuah realitas dari individual, tapi realitas yang menjadi bagian dari kesadaran,
pengetahuan, dan keyakinan suatu kelompok sosial budaya. Yang mana hal ini
adalah sebuah kepustakaan ilmu sosial yang disebut dengan “realitas sosial”,
sekalipun yang dimaksudkan adalah sebagai “kelompok sosial budaya” disini
hanya kelompok kecil saja, atau bahkan hanya terdiri dari dua individu yang
tengah menjalin integrase saja satu sama lain. Kontruksi sosial adalah
pernyataan keyakinan (a claim) dan sebuah sudut pandang (a viewpoint),
bahwa yang terkandung didalamnya berasal dari kesadaran, dan cara
berhubungan dengan individu lain, hal tersebut diajarkan oleh kebudayaan dan
masyarakat.
Berger mengemukakan bahwa suatu realitas kehidupan sehari-hari
mempunyai ruang dimensi subjektif dan objektif. Dimana individu adalah
sebagai media dalam menciptakan sebuah realitas sosial yang objektif dengan
proses eksternalisasi, sebagai halnya manusia mempengaruhi melalui proses
internalisasi (yang mencerminkan realitas subjektif), Melalui proses
internalisasi atau yang dapat dikatakan sosialisasi ini individu menjadi anggota
masyarakat. Hal tersebut merupakan realitas yang memahami dunia kehidupan
selalu dalam sebuah proses dialektis, antara manusia dan sosial budaya menurut
Berger dan Luckman. Proses dialektis tersebut meliputi tiga momen dialektis
berupa, eksternalisasi (pembiasaan diri dengan dunia sosiokultural sebagai
bagian dari manusia), objektivasi (interaksi dengan dunia intersubjektif yang
30
dilembagakan lalu mengalami institusionalisasi), dan internalisasi (individu
mengidentifikasi dengan lembaga sosial dan organisasi sosial tempat individu
menjadi anggotanya).
Ketiga fase dialektis tersebut mengandung fenomena sosial yang saling
berhubungan dan menciptakan konstruksi kenyataan sosial, yang bisa dilihat
dari asal mulanya berupa hasil dari manusia itu sendiri, dan bukan merupakan
substansi dari lembaga, melainkan memang benar-benar manusia itu sendiri
yang memunculkan. Bagi Berger dan Luckman realitas sosial dalam kehidupan
sehari-hari manusia merupakan konstruksi sosial ciptaan masyarakat. Dalam
sejarahnya, dari masa lalu ke masa sekarang, disusun dan diterima, untuk
melegitimasi konstruksi sosial yang telah ada sebelumnya dan memberikan
makna pada berbagai pengalaman dalam hidup individu sehari-hari. Hal ini
menjelaskan, bahwa dalam kehidupan manusia sebenarnya ditandai dengan
adanya keterbukaan, dan perilaku dari manusia tersebut hanya terbatas saja
yang ditentukan oleh naluri. Dalam kaitannya dengan konstruksi sosial seperti
yang dijelaskan, Berger mengungkapkan bahwa pemikiran dari seseorang
terbentuk melalui proses konstruksi yang cukup panjang.
Berger dan Luckmann mengungkapkan bahwa kebiasaan masyarakat
terbentuk dan dipertahankan atau diubah dengan tindakan dan interaksi
manusia. meskipun kebiasaan sosial dan masyarakat terlihat nyata secara
obyektif, akan tetapi pada kenyataannya semua diciptakan dalam interpratasi
subjektif dengan proses interaksi. Obyektivitasi baru dapat timbul dengan
31
penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang mempunyai
makna subyektif yang sama. Pada fase generalitas yang paling tinggi, manusia
menciptakan dunia ke dalam makna simbolis yang umum, yaitu pada
pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur
bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai ranah kehidupan. Berger dan
Luckman juga mengungkapkan bahwa terjadinya dialektika antara individu
satu dengan yang lainnya dapat menciptakan masyarakat, dan masyarakat
menciptakan individu. Proses dialektika yang terjadi pada masyarakat desa
Ngliman melalui proses internalisasi, eksternalisasi dan objektivasi.
Teori konstruksi sosial dalam gagasan Berger dan Luckman
menggambarkan bahwa agama sebagai bagian dari kebudayaan, yang mana
merupakan konstruksi dari manusia. artinya terkandung sebuah proses
dialektika ketika melihat hubungan masyarakat dengan agama, bahwa agama
adalah wujud yang objektif karena agama berada diluar diri manusia. dengan
demikian agama mengalami proses internalisasi, seperti saat agama berada
didalam teks atau menjadi tata nilai, norma, aturan dan sebagainya. Teks atau
norma tersebut kemudian mengalami proses ekternalisasi kedalam diri
individu, sebab agama telah diinterpretasikan oleh masyarakat untuk menjadi
pedoman dalam hidupnya. Agama juga mengalami proses objektivasi karena
agama menjadi acuan norma dan tata nilai yang memiliki fungsi menuntun dan
mengontrol tindakan masyarakat.
Teori konstruksi sosial ini berakar pada pola konstruktivis yang melihat
kenyataan sosial sebagai kontruksi sosial yang diciptakan oleh individu.
32
Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikontruksi berdasarkan
keinginannya. Manusia dalam keseluruhan hidupnya memiliki kebebasan untuk
melakukan segala sesuatu diluar batas kontrol stuktur dan pranata sosialnya,
dimana individu dengan respon-respon terhadap stimulus dalam dunia
kognitifnya. Dalam proses sosial, individu dipandang sebagai pencipta dari
realitas sosial yang cenderung bebas di dalam dunia sosialnya. Berger dan
Luckman mengatakan bahwa institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan
atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Walaupun masyarakat dan
institusi sosial terlihat objektif, namun pada kenyataannya semua dibangun oleh
pendefinisian subjektif atas individu dengan interaksinya.
Pandangan dan pengetahuan oleh masyarakat itu sendiri mendapat suatu
generalitas yang paling tinggi, dimana dibangun suatu dunia arti simbolis yang
universal, yang akhirnya disebut sebgai pandangan hidup atau ideologi.
Pandangan hidup yang diterima oleh masyarakat secara umum tersebut
dibentuk untuk membentuk dan memberi legitimasi pada konstruksi sosial
yang sudah ada dan juga memberikan sebuah makna pada berbagai bidang
pengalaman masyarakat sehari-hari. Dimana legitimasi disini merupakan
proses sebagai penjelasan (unsur kognitif) dan pembenaran (unsur normatif)
dari suatu interaksi antar individu ( Frans M Parera, 2018: 4-9)1.
1 Frans M Parera, Tafsir Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan (Jakarta:
LPE3S, 2018) hlm 4-9
33
2.2.2 Masyarakat
Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang didalamnya hidup
secara bersama dalam kurun waktu yang lama. Dalam kebersamaan yang lama
tersebut terjadilah sebuah interaksi. Jadi bukan hanya kerumunan individu
dalam waktu yang hanya sesaat, lalu individu-individu yang membentuk
masyarakat harus mempunyai kesadaran bawa mereka adalah satu kesatuan.
Masyarakat adalah suatu bentuk hidup bersama, dimana mereka menciptakan
norma, nilai, kebudayaan, dan tradisi bagi kehidupan mereka.
Masyarakat itu merupakan sekelompok atau kolektifitas manusia yang
melakukan hubungan antar manusia lain, memiliki sifat kekal, berdasarkan
perhatian dan memiliki tujuan bersama, dan juga telah melakukan ikatan secara
berkesinambungan dalam kurun waktu yang relatif lama. Jika hal itu sudah
terjadi pasti mereka menempati suatu kawasan tertentu. Salah satu unsur
masyarakat lainnya yang erat yaitu berupa adanya kebudayaan yang mana
dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Yang dimaksud dengan kebudayaan
disini meliputi tradisi, nilai, norma, upacara-upacara tertentu, yang mana
merupakan pengikut dan hal yang sangat melekat pada interaksi sosial warga
masyarakat yang bersangkutan ( Elly M Setiadi, 2006:82-84)
Unsur-unsur masyarakat yakni:
a. kumpulan orang
b. sudah terbentuk dengan lama
c. memiliki system dan struktur sosial tersendiri
34
d. memiliki kepercayaan, pandangan hidup, sikap dan perilaku yang dimiliki
bersama
e. terdapat kesinambungan dan pertahanan diri
f. memiliki kebudayaan dan tradisi yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri.
Ciri-ciri masyarakat yakni:
a. Berada di Wilayah Tertentu
Mengacu pada pengertian masyarakat di atas, suatu kelompok masyarakat
mendiami di suatu wilayah tertentu secara bersama-sama dan memiliki
suatu sistem yang mengatur hubungan antar individu.
b. Hidup Secara Berkelompok
Manusia adalah mahluk sosial dan akan selalu membentuk kelompok
berdasarkan kebutuhan bersama. Kelompok manusia ini akan semakin
besar dan berubah menjadi suatu masyarakat yang saling tergantung satu
sama lain.
c. Terdapat Suatu Kebudayaan
Suatu kebudayaan hanya dapat tercipta bila ada masyarakat. Oleh karena
itu, sekelompok manusia yang telah hidup bersama dalam waktu tertentu
akan melahirkan suatu kebudayaan yang selalu mengalami penyesuaian dan
diwariskan secara turun-temurun.
d. Terjadi Perubahan
Suatu masyarakat akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu karena
memang pada dasarnya masyarakat memiliki sifat yang dinamis. Perubahan
35
yang terjadi di masyarakat akan disesuaikan dengan kebudayaan yang
sebelumnya telah ada.
e. Terdapat Interaksi Sosial
Interaksi sosial akan selalu terjadi di dalam suatu masyarakat. Interaksi ini
bisa terjadi bila individu-individu saling bertemu satu dengan lainnya.
f. Terdapat Pemimpin.
Aturan dan norma dibutuhkan dalam suatu masyarakat agar kehidupan
harmonis dapat terwujud. Untuk itu, maka dibutuhkan pemimpin untuk
menindaklanjuti hal-hal yang telah disepakati sehingga dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
g. Terdapat Stratafikasi Sosial
Di dalam masyarakat akan terbentuk golongan tertentu, baik berdasarkan
tugas dan tanggungjawab, maupun religiusitasnya. Dalam hal ini
stratafikasi dilakukan dengan menempatkan individu pada posisi tertentu
sesuai dengan keahlian dan kemampuannya2.
Masyarakat tradisional
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang memelihara,
menjaga, melestarikan dan mempertahankan tradisi, adat-istiadat, sistem
nilai, sistem norma serta mempertahankan sistem kebudayaan yang telah
diwariskan oleh generasi pendahulunya, dan masyarakat tradisional sangat
menjunjung tingggi suatu tradisi.
2 Elly M Setiadi, Ilmu Sosial & Budaya Dasar ( Bandung: Pranada Media, 2006) hlm 82-84