11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Struktur Modal Struktur modal (capital structure) didefinisikan sebagai pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto, 1995) dalam (Nurrohim, 2008). Struktur modal menunjukan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasinya, maka dengan hanya melihat struktur modal perusahaan, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan pengembalian. Wildani (2012) menyatakan bahwa struktur modal merupakan struktur keuangan dikurangi oleh hutang jangka pendek (current liabilities). Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam stuktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan. Utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang sehingga keberadannya perlu dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan ekuitas. Alasan itulah, biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana jangka panjang saja (Mardiyanto, 2008:257). Weygant et al. (2007:217) mengatakan bahwa struktur keuangan terdiri dari utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas. Utang
21
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS … jangka pendek ini memiliki periode kurang dari satu tahun, sedangkan utang jangka panjang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun Istilah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Struktur Modal
Struktur modal (capital structure) didefinisikan sebagai
pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau
perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto,
1995) dalam (Nurrohim, 2008). Struktur modal menunjukan proporsi
penggunaan utang untuk membiayai investasinya, maka dengan hanya
melihat struktur modal perusahaan, investor dapat mengetahui keseimbangan
antara risiko dan pengembalian. Wildani (2012) menyatakan bahwa struktur
modal merupakan struktur keuangan dikurangi oleh hutang jangka pendek
(current liabilities). Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam stuktur
modal karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan. Utang jangka
panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang sehingga
keberadannya perlu dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah alasan
utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan
ekuitas. Alasan itulah, biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana
jangka panjang saja (Mardiyanto, 2008:257).
Weygant et al. (2007:217) mengatakan bahwa struktur keuangan
terdiri dari utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas. Utang
12
jangka pendek (current liabilities) merupakan utang atau kewajiban yang
diharapkan akan dibayar dari aset lancar yang ada atau melalui pembuatan
kewajiban jangka pendek lainnya. Utang jangka pendek ini memiliki periode
kurang dari satu tahun, sedangkan utang jangka panjang memiliki jatuh
tempo lebih dari satu tahun
Istilah ekuitas berasal dari kata equity atau equity of ownership yang
berarti kekayaan bersih perusahaan. Secara sederhana diformulasikan
sebagai total aktiva dikurangi total utang. Ekuitas merupakan bagian hak
pemilik dalam perusahaan yaitu selisih antara aktiva dan kewajiban yang
ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan
tersebut, pada dasarnya ekuitas berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha
perusahaan. Ekuitas akan berkurang terutama dengan adanya penarikan
kembali penyertaan oleh pemilik, pembagian keuntungan atau karena
kerugian.
Ada beberapa teori yang telah dikemukakan dalam menjelaskan
struktur modal perusahaan. Pandangan tradisional (traditional view) yang
menyatakan bahwa modal utang akan lebih mudah dibandingkan dengan
ekuitas. Modigliani dan Miller tidak sependapat dengan pandangan
tradisional (traditional view) tersebut. Teori MM berpendapat bahwa dalam
suatu pasar modal yang sempurna tanpa pajak dan biaya transaksi, nilai
pasar suatu perusahaan dan biaya modal tetap invariant dengan perubahan
struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen keuangan yang
13
dikeluarkan oleh perusahaan tidak mempengaruhi produktivitas dan nilai
perusahaan. Kemudian Modigliani dan Miller (1963) merevisi teori tersebut
dengan menghubungkan struktur modal dengan memperhitungkan adanya
pajak.
Salah satu teori tersebut adalah teori Trade-off oleh Brealey dan
Myers (1991) yang telah dikembangkan oleh Marsh (1982) dalam (Siregar,
2005) yang menyatakan bahwa setiap perusahaan dapat menentukan target
rasio utang (leverage) yang optimal. Rasio utang yang optimal ditentukan
berdasarkan perimbangan antara manfaat dan biaya kebangkrutan karena
perusahaan memiliki utang. Utang menyebabkan perusahaan memperoleh
manfaat pajak, sedangkan biaya kebangkrutan merupakan biaya
administrasi, biaya hukum, biaya keagenan dan biaya pengawasan untuk
mencegah perusahaan mengalami kebangkrutan (Siregar, 2005). Menurut
Joni dan Lina (2010), teori ini memiliki kelemahan yaitu mengabaikan
adanya asimetri informasi dan besarnya biaya untuk melakukan substitusi
utang ke ekuitas atau ekuitas ke utang.
Teori berikutnya adalah Pecking Order Theory yang dikemukakan
oleh Myers dan Majluf (1984) menyatakan bahwa keputusan pendanaan
perusahaan memiliki suatu hierarki. Perusahaan akan lebih cenderung
menggunakan sumber pendanaan internal yaitu dari laba ditahan dan
depresiasi terlebih dahulu, daripada dana eksternal dalam aktivitas
14
pendanaan. Ada empat alasan yang mendasari Myers dalam Pecking Order
Theory memprediksi perusahaan lebih mengutamakan utang daripada modal
sendiri saat pendanaan eksternal dibutuhkan (Siregar, 2005), yaitu (1) Pasar
menderita kerugian karena adanya asimetri informasi antara manajer dengan
pasar. Manajemen cenderung tertarik untuk menerbitkan saham baru saat
overpriced sedangkan penerbitan saham baru akan menyebabkan harga
saham mengalami penurunan; (2) Utang dan saham sama-sama
membutuhkan biaya transaksi bagi perusahaan; (3) Perusahaan mendapatkan
manfaat pajak dengan mengeluarkan sekuritas utang. Manfaat pajak ini
diperoleh oleh perusahaan karena adanya biaya bunga yang dapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak; (4) Kontrol
manajemen, dalam hal ini insider ownership, yaitu pemilikan oleh
manajemen dapat dipertahankan apabila perusahaan menerbitkan sekuritas
utang.
Teori Pecking Order ini membuat hirarkhi sumber dana, yaitu dari
internal (laba ditahan), dan eksternal (utang dan saham). Pemilihan sumber
eksternal menurut Myers dan Majluf (1984) disebabkan karena adanya
asimetri informasi antara manajemen dan pemegang saham. Asimerti
informasi terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih
banyak daripada para pemegang saham. Berdasarkan teori ini, perusahaan
lebih memilih untuk membiayai kegiatan perusahaan dari arus kas internal.
15
Ketika dana tersebut sudah tidak mencukupi, pembiayaan dengan utang akan
dilakukan dan ketika hutang telah habis, ekuitas tambahan akan dikeluarkan.
Teori yang selanjutnya adalah Agency Theory. Teori ini
menunjukkan bahwa ada tingkat optimal dalam struktur modal yang dapat
meminimalisasi biaya keagenan (agency cost). Dalam teori ini, ada beberapa
literatur yang mempelajari dampak utang pada sub-optimal pengambilan
keputusan manajerial. Salah satu perspektif yang penting adalah pendekatan
free cash flow yang dikemukakan oleh Jensen (1986). Pendekatan ini
menyatakan bahwa leverage yang tinggi akan meningkatkan nilai
perusahaan, walapun ada kekhawatiran akan adanya financial distress,
ketika operating cash flow perusahaan melebihi peluang investasi yang
menguntungkan. Untuk mengurangi adanya masalah keagenan, berbagai
metode telah dikembangkan. Jensen (1986) menyarankan untuk
meningkatkan kepemilikan manajer dalam perusahaan untuk menyelaraskan
kepentingan manajer dengan pemilik atau meningkatkan persentase ekuitas
yang dimiliki oleh manajer. Jensen (1986) menyarankan bahwa utang akan
digunakan sebagai alat kontrol untuk memotivasi manajer mendistribusikan
kas bebas diantara pemegang saham daripada digunakan untuk hal yang
tidak efisien.
16
2.1.2 Teori Modigliani and Miller
Modigliani dan Miller menggunakan beberapa asumsi untuk
menopang dalilnya yaitu (1) Individu dan perusahaan dapat meminjam atau
meminjamkan pada tingkat bunga pasar yang sama, (2) Tidak ada risiko
kebangkrutan, (3) Tidak ada biaya transaksi atau hambatan untuk
memperoleh informasi (Mardiyanto, 2008:257).
Apabila pajak tidak diperhitungkan, teori MM model berpendapat
bahwa kenaikan utang pada struktur modal akan menikkan ROE (Return On
Equity) sekaligus menaikkan pula risiko investor. Dua pengaruh itu saling
meniadakan tanpa pajak dan risiko kebangkrutan, maka nilai suatu
perusahaan tidak terpengaruh oleh tingkat leverage. Dengan kata lain, nilai
perusahaan yang menggunakan utang sama dengan nilai perusahaan tanpa
utang.
Apabila pajak dipertimbangkan dan risiko kebangkrutan diabaikan,
maka nilai perusahaan akan terus meningkat secara linear, seiring dengan
bertambahnya proporsi utang pada struktur modal perusahaan. Hal itu
mengandung makna bahwa makin tinggi proporsi utang makin tinggi nilai
perusahaan. Sudah tentu hal ini kurang realistis sebab makin tinggi proporsi
utang yang digunakan dalam struktur modal, makin tinggi pula risiko
kebangkrutan yang mungkin dihadapi oleh suatu perusahaan. Namun, perlu
17
diingat kembali bahwa Modigliani dan Miller memang mengabaikan risiko
kebangkrutan dalam asumsi teorinya.
2.1.3 Trade-off Theory
Teori Trade-off (Brealey dan Myers, 1991) dalam (Rita, 2009)
menyatakan bahwa adanya penghematan pajak (dari perusahaan yang
berhutang) dihilangkan oleh meningkatnya ekspektasi atas biaya
kebangkrutan. Bertambahnya tingkat leverage berdampak meningkatnya
profitabilitas risiko kebangkrutan, dan akhirnya meningkatkan pula biaya
kebangkrutan.
Jika teori MM dan Trade-off disatukan, suatu perusahaan yang
menggunakan utang (leverage) akan mendapatkan keuntungan dari
penghematan pajak yang akan mengurangi pengeluaran kasnya, yang pada
akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan. Akan tetapi, keuntungan dari
pengurangan pajak itu tidak dapat terus menerus berlanjut karena perusahaan
harus menanggung sejumlah biaya kebangkrutan (Mardiyanto, 2008:262).
Teori Brealey dan Myres (1991) mengenai Trade-off Theory yang
menyatakan bahwa struktur modal optimal tercapai pada saat terjadi
keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan yang timbul akibat
penggunaan utang. Biaya penggunaan utang adalah beban bunga utang,
18
biaya kebangkrutan maupun agency cost. Implikasi Trade-off Theory
menurut Braley dan Myers (1991) adalah sebagai berikut :
1) Perusahaan dengan risiko bisnis besar harus menggunakan lebih kecil
utang dibandingkan perusahaan yang mempunyai risiko bisnis rendah,
karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan utang yang semakin
besar akan meningkatkan beban bunga, sehingga akan semakin
mempersulit keuangan perusahaan.
2) Perusahaan yang dikenai pajak tinggi pada batas tertentu sebaiknya
menggunakan banyak utang karena adanya tax shield.
3) Target rasio utang akan berbeda antara perusahaan satu dengan
perusahaan yang lain. Perusahaan yang profitable mempunyai target
rasio utang lebih tinggi, sedangkan perusahaan inprofitable dengan
risiko tinggi mempunyai rasio utang lebih rendah dan lebih
mengandalkan pada ekuitas.
Keberadaan pajak dalam penggunaan utang yang besar dapat
memberikan manfaat pajak yang besar bagi perusahaan, karena dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Satu hal yang terpenting adalah dengan
semakin tingginya utang akan semakin besar bunga yang harus dibayarkan.
Kemungkinan suatu perusahaan tidak dapat membayarkan kewajibannya,
membayar bunga dan pokok pinjaman juga semakin besar (financial
distress).
19
2.1.4 Pecking Order Theory
Teori Pecking Order merupakan alternatif dari teori Trade-off.
Elemen kunci pada teori Pecking Order adalah perusahaan lebih memilih
untuk menggunakan pembiayaan internal semaksimal mungkin. Teori
Pecking Order ini membuat hirarkhi sumber dana, yaitu dari internal dan
eksternal (Myers,1984). Pemilihan sumber eksternal menurut Myers dan
Majluf (1984) disebabkan karena adanya asimetri informasi antara
manajemen dan pemegang saham. Asimerti informasi terjadi karena pihak
manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para
pemegang saham.
Teori Pecking Order memiliki beberapa implikasi yang signifikan,
dimana bertentangan dengan teori Trade-off, yaitu :
1) Tidak ada target struktur modal berdasarkan teori Pecking Order tidak
ada target atau optimal Debt-equity Ratio. Sebaliknya, struktur modal
suatu perusahaan ditentukan oleh kebutuhan untuk pendanaan eksternal,
yang menentukan jumlah utang perusahaan akan diperoleh.
2) Perusahaan yang profitable menggunakan sedikit utang. Perusahaan yang
profitable memiliki internal cash flow yang lebih baik, sehingga mereka
jarang membutuhkan pembiayaan eksternal atau berhutang.
3) Perusahaan akan melakukan financial slack. Untuk mencegah penjualan
ekuitas yang baru, perusahaan akan membutuhkan untuk menimbun uang
20
kas secara internal, seperti cadangan uang tunai. Hal ini memberikan
manajemen kemampuan untuk membiayai proyek perusahaan secara
cepat pada saat yang penting.
2.1.5 Pengaruh Pajak
Jika memasukkan unsur pajak, penggunaan leverage keuangan
secara hati hati dapat memiliki dampak positif bagi perusahaan. Keuntungan
dari utang pajak penghasilan bagi perusahaan adalah bahwa pembayaran
bunga utang merupakan biaya yang boleh dikurangkan dari pajak bagi
perusahaan yang menerbitkan utang (Horne , 2007:246).
Pemerintah memberikan subsidi pada perusahaan yang berhutang
atas penggunaan utang di perusahaan tersebut. Oleh karena itu beban bunga
atas utang dapat mengurangi penghasilan kena pajak, maka hal ini disebut
manfaat pajak (tax shield). Penghematan pajak yang behubungan dengan
penggunaan utang bersifat relatif, karena jika penghasilan kena pajak
jumlahnya kecil atau negatif, tax shield akan kurang terasa manfaat atau
malah tidak ada.
Perubahan Undang-undang pajak penghasilan yang berlaku sejak
tahun 2009 mengakibatkan tarif pajak progresif berubah menjadi tarif flat
yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 akan menimbulkan reaksi
tertentu bagi perusahaan karena tarif pajak ini sangat menentukan pajak yang
harus dibayar.
21
Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pasal 17
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000,00 10%
Di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan 15%
Rp100.000.000,00
Di atas Rp100.000.000,00 30%
Sumber : Undang-undang Pajak Penghaslian No.17 tahun 2000
Tarif pajak flat yang berlaku sekarang, mengakibatkan adanya
pihak yang diuntungkan dan ada pula pihak yang dirugikan. Pihak yang di
untungkan adalah perusahaan yang memiliki laba yang besar lebih dari
Rp.875.000.000, maka pajak yang terutang akan menjadi lebih kecil di
bandingkan dengan menggunakan tarif progresif. Pihak yang di rugikan
adalah perusahaan – perusahaan yang labanya kurang dari Rp.875.000.000,
maka pajak yang terhutang akan lebih besar dibandingkan dengan
menggunakan tarif progresif.
22
Tabel 2.2 Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pasal 17
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Adanya perubahan tarif progresif menjadi flat ini, perusahaan yang
pajak terutangnya menjadi lebih besar akan cenderung berhutang untuk
memperoleh manfaat pajak dari adanya beban bunga yang ditimbulkan dan
perusahaan yang pajaknya lebih kecil akan cenderung tidak banyak
berhutang.
2.1.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal, antara lain :
1) Perubahan Tarif Pajak
Variabel perubahan perpajakan ini dimaksudkan mewakili adanya
perubahan tarif PPh Badan pada Undang-undang Pajak Penghasilan No.36
tahun 2008 dari Undang-undang yang sebelumnya berlaku yaitu Undang-
Tahun Tarif Pajak 2009 28% 2010 dan selanjutnya 25%
PT yang 40% seharusnya 5% lebih rendah dari
diperdagangkan di bursa efek yang seharusnya Peredaran Bruto sampai dengan
pegurangan 50% dari
Rp50.000.000.000 yang seharusnya Sumber : Undang-undang No.36 tahun 2008
23
undang No.17 tahun 2000. Peraturan baru berlaku tarif flat sedangkan pada
peraturan sebelumnya berlaku tarif progresif.
2) Profitabilitas
Pengertian profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja
suatu perusahaan. Profitabilitas suatu perusahaan menunjukan kemampuan
suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama pereode tertentu pada
tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu. Profitabilitas suatu
perusahaan dapat dinilai melalui berbagai cara tergantung pada laba dan
aktiva atau modal yang akan diperbandingkan satu dengan lainya. Septiono
(2012) mengatakan profitabilitas adalah kemampuan perseroan untuk
menghasilkan suatu keuntungan dan menyokong pertumbuhan baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Profitabilitas bagi semua perusahaan
sangatlah penting karena tanpa adanya keuntungan akan sulit bagi
perusahaan untuk menarik modal dari luar (Syamsuddin, 2007:59).
Profitabilitas merupakan faktor yang dapat mempengaruhi leverage
perusahaan. Teori pecking order menyatakan bahwa perusahaan cenderung
menggunakan data internal terlebih dahulu sebelum beralih ke pembiayaan
eksternal. Jika perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi, maka
akan cenderung menggunakan pendanaan internal yaitu menggunakan
retained earnings dibandingkan dengan menggunakan utang.
24
3) Likuiditas
Septiono (2012) likuiditas merupakan suatu indikator mengenai
kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban financial jangka
pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang
tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan
keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya untuk
mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas (Syamsuddin, 2007:41).
Teori trade-off percaya bahwa ada hubungan positif antara likuiditas dengan
leverage karena rasio likuiditas yang tinggi akan mendukung rasio utang
yang relatif lebih tinggi karena besar kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek tepat waktu.
Likuiditas diukur dengan rasio aktiva lancar dibagi dengan kewajiban
lancar. Perusahaan yang memiliki likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio
lancar sebesar 100%. Ukuran likuiditas perusahaan yang lebih
menggambarkan tingkat likuiditas perusahaan ditunjukkan dengan rasio kas
(kas terhadap kewajiban lancar). Rasio likuiditas antara lain terdiri dari:
a) Current Ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dengan utang
lancar yang merupakan kemampuan untuk membayar utang yang
segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar (Riyanto, 1995:332) dalam
(Alamsyah, 2010).
25
b) Quick Ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar yang benar
likuid saja, yakni aktiva lancar di luar persediaan atau dikurangi
dengan persediaan dan dibandingkan dengan utang lancar. Rasio ini
merupakan alat ukur untuk menunjukkan kemampuan untuk
membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar
yang lebih likuid (Riyanto, 1995:332) dalam (Alamsyah, 2010).
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Indrajaya dkk. (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh struktur aktiva, ukuran perusahaan, tingkat pertumbuhan,
profitabilitas dan risiko bisnis terhadap struktur modal pada perusahaan
pertambangan yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2007. Dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel struktur aktiva berpengaruh positif
signifikan terhadap struktur modal (leverage), ukuran perusahaan berpengaruh
positif signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan variabel pertumbuhan
dan risiko bisnis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal.
Dari kelima variable bebas yang diuji, diperoleh hasil bahwa variabel
profitabilitas memiliki pengaruh paling besar terhadap variabel struktur modal
(leverage).
Akinlo (2011) melakukan penelitian mengenai struktur modal yang
meneliti 66 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Nigeria pada periode
1999-2007. Dalam penelitiannya, Akinlo (2011) mengukur hubungan antara
26
leverage dengan growth opportunities, tangibility, size, profitability, liquidity.
Dari penelitian yang dilakukan Akinlo (2011) diperoleh hasil bahwa leverage
memiliki hubungan negatif dengan growth opportunities, profitabilities, dan
liquidity, sedangkan tangibility dan size memiliki hubungan positif dengan
leverage.
Putri (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan terhadap struktur modal
pada perusahaan manufaktur sektor industri makanan dan minuman yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2010. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Putri (2012) diperoleh hasil bahwa variable profitabilitas
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap struktur modal, variable
struktur aktiva berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal dan
variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
struktur modal.
Huang dan Song (2006) melakukan penelitian mengenai determinan
struktur modal pada perusahaan listing di Negara Cina. Dalam penelitiannya,
Chen memperoleh hasil bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif
terhadap struktur modal demikian juga dengan variabel profitabilitas. Namun
variable non debt tax shield dan asset structure memiliki pengaruh positif
terhadap struktur modal.
Wildani (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
perubahan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan dan karakteristik
27
perusahaan terhadap struktur modal pada perusahaan listing di BEI periode
2006-2010. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Wildani (2012)
diperoleh hasil bahwa perubahan tarif PPh Badan yang semula tarif progresif
menjadi tarif flat berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal
pada perusahaan yang memiliki laba rendah, sedangkan perubahan tarif PPh
Badan yang semula tarif progresif menjadi tarif flat berpengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan yang
memiliki laba tinggi. Variabel non debt tax shield menunjukkan pengaruh
positif dan signifikan terhadap struktur modal, variabel profitabilitas memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal, variabel likuiditas
memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal dan
variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal.
2.3 Hipotesis Penelitian
2.3.1 Perubahaan Tarif Pajak Terhadap Struktur Modal
Variabel perubahan regulasi perpajakan ini diukur dengan variabel
dummy yang dimaksudkan mewakili adanya perubahan tarif PPh badan pada
Undang-undang pajak penghasilan Nomor 36 tahun 2008 dari Undang-
undang yang akan berlaku sebelumnya. Dimana peraturan yang baru berlaku
tarif flat sedangkan pada peraturan sebelumnya berlaku tarif progresif.
Perusahaan yang memiliki laba rendah akan merasa dirugikan
karena membayar pajak yang lebih tinggi sebagai akibat dari perubahan tarif
28
pajak yang semula progresif menjadi flat, akan menggunakan banyak utang
karena adanya manfaat pajak dari adanya beban bunga atas utang (interest
tax shield) yang dapat dijadikan sebagai pengurangan dalam perhitungan
penghasilan kena pajak, sehingga pajak yang harus di bayar akan menjadi
lebih rendah, sedangkan perusahaan yang memiliki laba tinggi akan merasa
diuntungkan dengan perubahan tarif flat karena pajak yang terhutang
menjadi lebih kecil sehingga tidak banyak terhutang.
Huang dan Song (2006) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
sejak teori Modigliani dan Miller (1958) dikemukakan, semua orang
menyadari bahwa pajak merupakan hal yang penting dalam struktur modal
perusahaan. Penelitian ini mengemukakan bahwa tarif pajak memiliki
hubungan positif dengan struktur modal karena berdasarkan teori MM
dengan menggunakan utang akan ada manfaat pajak yang timbul dari beban
bunga atas utang sehingga dapat mengurangi besarnya pajak yang terutang.
Dari penelitian tersebut, hipotesis yang dapat dibentuk adalah :
Ho : Pada tarif flat, perusahaan dengan laba rendah akan memilih
pendanaan utang lebih banyak dibandingkan dengan tarif progresif,
atas respon terhadap perubahan tariff PPh Badan
H1: Pada tarif flat, perusahaan dengan laba tinggi akan memilih pendanaan
utang lebih rendah dibandingkan tarif progresif, atas respon terhadap
perubahan tarif PPh Badan.
29
2.3.2 Profitabilitas Terhadap Struktur Modal
Sesuai dengan teori pecking order, dimana perusahaan
mengutamakan penggunaan sumber dana yang berasal dari dalam
perusahaan yaitu retaned earning terlebih dahulu, jika belum cukup
terpenuhi maka baru melakukan pinjaman. Jika tingkat profabilitas suatu
perusahaan tinggi, maka perusahaan akan menggunakan sumber dana
internal dibandingkan sumber dana eksternal. Prioritas penggunaan dana
internal dalam pecking order theory disebabkan penggunaan sumber dana
internal terbebas dari adanya asimetri informasi (Hanafi, 2004:315). Struktur
modal diproksikan dengan leverage perusahaan. Dari penelitian tersebut,
hipotesis yang bisa dibentuk adalah:
H2: Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan.
2.3.3 Likuiditas Terhadap Struktur Modal
Berdasarkan teori ttrade-off melihat ada hubungan positif antara
likuiditas dengan leverage karena rasio likuiditas yang tinggi akan
mendukung rasio utang yang relatif lebih tinggi karena besar kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tepat waktu.
Teori pecking order memiliki pandangan bahwa likuiditas memiliki
hubungan negatif dengan leverage perusahaan, karena perusahaan dengan
tingkat likuiditas yang cukup tinggi memungkinkan untuk menggunakan
dana internal yang tersedia untuk membiayai kegiatan perusahaan. Struktur
30
modal dalam hal ini diproksikan dengan leverage perusahaan. Dari
penelitian tersebut, hipotesis yang bisa dibentuk adalah:
H3: Likuiditas berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan.
2.3.4 Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal
Ada dua pemikirin yang bertentangan mengenai hubungan antara
ukuran perusahaan dengan leverage perusahaan. Pemikiran yang pertama
percaya bahwa perusahaan yang berukuran besar tidak mempertimbangkan
biaya kebangkrutan secara langsung dalam menentukan tingkat leverage
karena biaya ini ditetapkan oleh konstitusi dan biaya kebangkrutan
merupakan proporsi yang lebih kecil dari nilai perusahaan secara keseluruh,
sehingga pemikiran ini mengasumsikan bahwa ukuran perusahaan memiliki
hubungan positif terhadap leverage perusahaan (Akinlo, 2011). Studi
empiris yang mendukung pemikiran ini antara lain, Indrajaya,dkk. (2011)
dan Putri (2012).
Adapun pemikiran yang lain, Rajan dan Zingales (1995)
berpendapat bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif terhadap
leverage karena ada sedikit informasi asimetris tentang perusahaan-
perusahaan besar yang akan lebih menghargai untuk menerbitkan ekuitas
baru dan membiayai perusahaan dengan pembiayaan ekuitas. Struktur modal
dalam hal ini diproksikan dengan leverage perusahaan.
31
H4: Ukuran perusahan berpengaruh positif terhadap struktur modal