Top Banner
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama Anak Usia Dini 1. Kemampuan Kerjasama Anak Usia Dini Menurut Plato (dalam Nugraha, dkk 2008: 1.18) secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Syamsudin (dalam Nugraha, dkk 2008: 1.18) mengemukakan bahwa “sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial”, sedangkan menurut Loree (dalam Nugraha, dkk 2008: 1.18) “sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya”. Muhibin (dalam Nugraha, dkk 2008: 1.18) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (dalam Nugraha, dkk 2008:1.18) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. “Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial”. Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (dalam Nugraha, dkk 2008: 1.18 ), yaitu sebagai berikut. a. Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat. 7
33

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

Jun 24, 2018

Download

Documents

lelien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Kerjasama Anak Usia Dini

1. Kemampuan Kerjasama Anak Usia Dini

Menurut Plato (dalam Nugraha, dkk 2008: 1.18) secara potensial (fitrah) manusia

dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Syamsudin (dalam Nugraha, dkk

2008: 1.18) mengemukakan bahwa “sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi

makhluk sosial”, sedangkan menurut Loree (dalam Nugraha, dkk 2008: 1.18) “sosialisasi

merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya

terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan

(kelompoknya) serta bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam

lingkungan sosialnya”.

Muhibin (dalam Nugraha, dkk 2008: 1.18) mengatakan bahwa perkembangan sosial

merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi

dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (dalam Nugraha, dkk

2008:1.18) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan

berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. “Sosialisasi adalah kemampuan

bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial”.

Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses

sosialisasi. Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling

berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (dalam

Nugraha, dkk 2008: 1.18 ), yaitu sebagai berikut.

a. Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.

7

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

b. Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.

c. Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial

yang ada di masyarakat.

Pada perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial ini, individu akan

terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu sosial dan individu nonsosial.

Kelompok individu sosial adalah mereka yang tingkah lakunya mencerminkan ketiga

proses sosialisasi. Mereka mampu untuk mengikuti kelompok yang diinginkan dan

diterima sebagai anggota kelompok.

Adakalanya mereka selau mengiginkan adanya orang lain dan merasa kesepian

apabila berada seorang diri. Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia jika selalu

berada dengan orang lain. Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-

orang yang tidak berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah

individu yang tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku

mereka tidak sesuaidengan harapan sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi

individu antisocial, yaitu individu yang mengetahui harapan kelompok sosial, tetapi

dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisocial ini ditolak atau

dikucilkan oleh kelompok sosial.

Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga,

orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-

bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut:

a. Pembangkang (Negativitisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan.

Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan

orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

mulai muncul pada kira-kira usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga

tahun. Berkembangnya tingka laku negativisme pada usia ini dipandang sebagai hal

yang wajar. Setelah usia empat tahun, biasanya tingkah laku ini mulai menurun.

Antara usia empat tahun dan enam tahun, sikap membangkang atau melawan secara

fisik beralih menjadi sikap melawan secara verbal (menggunakan kata-kata). Sikap

orangtua terhadap tingkah laku melawan pada usia ini, seyogianya tidak

memandangnya sebagai pertanda bahwa anak itu nakal, keras kepala, tolol atau

sebutan lainnya yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya orangtua mau memahami

tentang proses perkembangan anak., yaitu bahwa secara naluriah anak itu

mampunyai dorongan untuk berkembang dari posisi “dependent” (ketergantungan)

ke posisi “independent” (bersikap mandiri). Tingkah laku melawan merupakan

salah satu bentuk dari proses perkembangan tersebut.

b. Agresi (aggression), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun

kata-kata verbal (verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap

frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya) yang

dialaminya. Agresi ini mewujud dalam perilaku menyerang, seperti: memukul,

mencubit, menendang, menggigit, marah-marah, dan mencaci maki. Orangtua yang

menghukum anak yang agresif, menyebabkan meningkatnya agresifitas anak. Oleh

karena itu, sebaiknya orangtua beruasaha untuk mereduksi, mengurangi agresivitas

anak tersebut dengan cara mengalihkan perhatian/keinginan anak, memberikan

mainan atau sesuatu yang diinginkannya (sepanjang tidak membahayakan

keselamatannya), atau upaya lain yang bisa meredam agresivitas anak tersebut.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

c. Berselisih atau bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa

tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak anak lain, seperti dinganggu

pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.

d. Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda

merupakan serangan mental terhadap orang alin dalam bentuk verbal (kata-kata

ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang

diserangnya.

e. Persaingan (rivalry), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong

(distimulasi) oleh oaring lain. Sikap persaingan ini mulai terlihat pada usia empat

tahun, yaitu persaingan untuk prestise dan pada usia enam tahun, semangat bersaing

ini berkaembang dengan lebih baik.

f. Kerjasama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Anak

yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap kerjasamanya, mereka

masih kuat sikap “self-centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun,

anak sudah mulai menampakkan sikap kerja samanya denagn anak lain. Pada usia

enam atau tujuh tahun, sikap kerja sama ini sudah berkembang dengan lebih baik

lagi. Pada usia ini anak mau bekerja kelompok dengan teman-temannya.

g. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk

menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “bossiness”. Wujud dari

tingkah laku ini, seperti: meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang

lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

h. Mementingkan diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam memenuhi

interest atau keinginsnnys. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila

ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah.

i. Simpati (sympathy), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh

perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya. Seiring

dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap “selfish”-nya dan

dia mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati terhadap orang

lain.

Menurut Syamsu Yusuf (2007: 123) mengemukakan perkembangan sosial

merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai

proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok. Moral, dan

tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan

bekerjasama.

Dalam perkembangan sosial salah satu aspek yang dikembangkan adalah adalah

kerjasama. Kerjasama merupakan salah satu fitrah manusia sebagai makhluk sosial.

Semakin modern seseorang maka ia akan semakin banyak bekerja sama dengan orang

lain, bahkan seakan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu tentunya dengan perangkat yang

modern pula. Adapun aspek-aspek dalam kerjasama adalah:

1. Membiasakan anak bergaul/berteman dengan teman sebaya dalam melakukan tugas.

2. Membiasakan anak untuk menghargai pendapat atau kemampuan orang lain.

3. Menyadari bahwa kerjasama atau tolong menolong itu sangat penting dan

menyenangkan.

4. Mengembangkan rasa empati pada diri anak.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

(Pusat Pendidikan AUD Lembaga Penelitian UNY, 2009: 34)

Kerjasama atau kooperatif adalah gejala saling mendekati untuk mengurus

kepentingan bersama dan tujuan yang sama. Kerjasama dan pertentangan merupakan dua

sifat yang dapat dijumpai dalam seluruh proses sosial/masyarakat, diantara seseorang

dengan orang lain, kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan seseorang

(Saputra dkk, 2005: 39).

Hubungan kerjasama bermakna bagi diri/kelompok sosial sendiri maupun bagi

orang atau kelompok yang diajak kerjasama. Makna timbal balik ini harus diusahakan

dan dicapai, sehingga harapan-harapan motivasi, sikap dan lainnya yang ada pada diri

atau kelompok dapat diketahui oleh orang atau kelompok lain. Insan/kelompok sosial

untuk selalu berinteraksi dengan orang lain atau kelompok lain. Hubungan dengan pihak

lain yang dilaksanakan dalam suatu hubungan yang bermakna adalah hubungan

kerjasama.

Menurut Johnson, dkk (dalam Saputra 2005: 50) bahwa pembelajran kerjasama

dapat didefinisikan sebagai sitem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur termasuk

di dalam struktur adalah lima unsur pokok yaitu saling ketergantungan positif tanggung

jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

2. Manfaat Kerjasama Bagi Anak Usia Dini

Pada usia sekolah interaksi dengan teman pada usia sekolah menjadi lebih

kompleks, lebih selektif, dan secara subjektif lebih menonjol (Erwin dalam Durkin,

1995). Masuknya anak ke sekolah membuat anak menghabiskan lebih banyak waktunya

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

dengan teman. Kelompok teman sebaya menjadi ciri penting dalam kehidupan sosial.

Pada masa ini, anak diperkirakan akan memilih teman dengan usia yang relative sama.

Mulai usia tujuh tahun, mereka juga akan memilih teman dengan jenis kelamin yang

serupa.

Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-sendiri

(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau

memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-

kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi

anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam

kelompoknya.

Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan

kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam

proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau

dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhakn tenaga

fisik (seperti, membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang

membutuhkan pikiran (seperti merencanakan kegiatan camping).

Perkembangan sosial berfungsi untuk membantu anak memahami alasan tentang

diterapkannya aturan, seperti keharusan memelihara ketertiban di dalam kelas, dan

larangan masuk atau keluar kelas saling mendahului,membantu anak memahami dan

membiasakan mereka untuk memelihara persahabatan, kerjasama, saling membantu dan

saling menghargai/menghormati, dan memberikan informasi tentang adanya

keberagaman budaya, suku dan agama di masyarakat, atau di kalangan anak sendiri, dan

perlunya saling menghormati di antara mereka.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

Belajar bekerja sama mempersiapkan siswa untuk masa depannya di masyarakat

yaitu memacu siswa untuk belajar secara aktif ketika ia bekerja sama dan bukan hanya

pasif. Hal ini memotivasi siswa untuk mencapai prestasi akademik yang lebih baik,

menghormati perbedaan yang ada dan kemajuan dalam kemampuan sosial. Kesemuanya

itu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, interaksi, rencana

kerja sama, berbagi ide, pengambilan keputusan, mendengarkan, bersedia untuk

berubah, saling tukar ide dan mensintesis ide (Sharan dan Sharan, dalam Suyanto 2005:

154). Belajar bekerja sama juga merupakan sebuah metode yang dapat meningkatkan

prestasi akademik yang implementasinya tidak membutuhkan biaya mahal (Lyman dan

Foyle, dalam Suyanto 2005: 154).

Yudha M. Saputra, dkk (2005: 53) juga mengatakan manfaat pembelajaran

kerjasama adalah: mampu mengembangkan aspek moralitas dan interaksi sosial peserta

didik karena melalui kerjasama anak memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk

berinteraksi dengan anak yang lain, mempersiapkan siswa untuk belajar bagaimana

caranya mendapatkan berbagai pengetahuan dan informasi sendiri, baik guru, teman,

bahan pelajaran ataupun sumber belajar yang lain, meningkatkan kemampuan siswa

untuk bekerja sama dengan orang lain dalam sebuah tim, membentuk pribadi yang

terbuka dan menerima perbedaan yang terjadi, dan membiasakan anak untuk selalu aktif

dan kreatif dalam mengembangkan analisisnya.

Selain itu Manfaat yang dapat dihasilkan melalui pembelajaran kerjasama adalah

anak akan bertambah sikap tanggung jawabnya terhadap dirinya sendiri maupun

anggota kelompoknya, anak akan bangkit sikap solidaritasnya dengan membantu teman

yang memerlukan bantuannya, anak akan merasakan perlunya kehadiran teman dalam

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

menjalani hidupnya, anak dapat mewujudkan sikap kerjasama dalam kelompok dan

merefleksikannya dalam kehidupan, dan anak mampu bersikap jujur dengan

mengatakan apa adanya kepada teman dalam kelompoknya (Saputra, dkk 2005: 51).

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat kerjasama anak usia dini

yaitu untuk memupuk rasa percaya diri anak dalam bekelompok bermain bersama

teman-teman sebayanya maupun dalam lingkungan sosialnya, karena anak yang

mempunyai kemampuan kerjasama tinggi akan mudah menyesuaikan diri dengan baik

terhadap lingkungan, terhadap keluarga, sekolah, dan teman-temannya, anak dapat

belajar memahami nilai memberi dan menerima sejak dini, anak juga akan belajar

menghargai pemberian orang lain sekalipun ia tidak menyukainya, menerima kebaikan

dan perhatian teman-temanya.

Dengan kemampuan kerjasama yang baik anak dapat menikmati masa kecilnya. Ia

pun akan tumbuh menjadi orang dewasa yang mempunyai kemampuan adaptasi yang

baik, dan kehidupannya akan lebih bahagia.

3. . Tujuan Kerjasama Anak Usia Dini

Menurut Yudha (2005: 54) tujuan kerjasama untuk anak usia dini yaitu :

a. Untuk lebih menyiapkan anak didik dengan berbagai ketrampilan baru agar dapat ikut

berpartisipasi dalam dunia yang selalu berubah dan terus berkembang.

b. Membentuk kepribadian anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan

berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial.

c. Mengajak anak untuk membangun pengetahuan secara aktif karena dalam

pembelajaran kerjasama (kooperatif), serta anak Taman Kanak-kanak tidak hanya

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

menerima pengetahuan dari guru begitu saja tetapi siswa menyusun pengetahuan yang

terus menerus sehingga menempatkan anak sebagai pihak aktif.

d. Dapat memantapkan interaksi pribadi diantara anak dan diantara guru dengan anak

didik. Hal ini bertujuan untuk membangun suatu proses sosial yang akan membangun

pengertian bersama

Berdasarkan dua pendapat para ahli mengenai tujuan kerjasama dapat ketahui

bahwa kemampuan kerjasama bertujuan mengembangkan kreativitas anak dalam

berkelompok atau bermain bersama teman-temannya karena jika anak tidak memiliki

kemampuan kerjasama anak belum dapat membedakan antara kondisi dirinya dengan

kondisi orang lain atau anak lain di luar dirinya.

Dari uraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan kemampuan

kerjasama yaitu untuk mengajak anak agar dapat saling tolong menolong, untuk

menciptakan mental anak didik yang penuh rasa percaya diri agar dapat dengan mudah

beradaptasi dengan lingkungan baru, serta dapat meningkatkan sosialisasi anak terhadap

lingkungan.

Kerjasama akan terbentuk apabila semua orang memiliki tujuan serupa tentang hal

yang ingin dicapai. Menetapkan tujuan yang sama untuk semua orang tidak selalu mudah,

karena hamper setiap orang terikat dalam suatu kelompok didasari oleh kepentingan

sendiri yang ingin dicapai oleh keberhasilan kelompok . Tujuan harus dapat

mengantisipasi kepentingan individual yang tergabung dalam kelompok sosial (Yudha

(2005: 41).

Pembelajaran kerjasama dianggap sebagai suatu metode alternative yang mampu

memberikan dampak positif bagi perkembangan siswa, baik dari aspek intelektual

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

maupun emosional, kaitannya dengan hubungan sosial siswa. Menurut Slawin (dalam

Yudha, 2005: 49) hakikat pembelajaran kerjasama adalah berkembangnya sikap

kerjasama antara anak yang satu dengan anak lainnya.

Selain itu menurut Tedjasaputra (2001: 23) cooperative play atau bermain

bersama ditandai dengan adanya kerjasama atau pembagian tugas dan pembagian peran

antara anak-anak yanng terlibat dalam permainan untuk mencapai tujuan tertentu.

B. Bermain Kucing dan Tikus

1. Bermain dan Permainan Anak Usia dini

Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2005: 2) Bermain dapat diartikan sebagai

kegiatan yang dilakukan demi kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.

Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak

luar. (Hurlock, dalam Tadkiroatun Musfiroh 2005: 2)

Walaupun sama-sama mengandung unsur aktivitas, bermain dibedakan dari

bekerja. Bekerja merupakan kegiatan yang berorientasi pada hasil akhir, sedangkan

bermain tidak. Hasil akhir dalam kegiatan bermain bukanlah sesuatu hal yang penting.

Kegiatan dalam bermain menimbulkan kesenagan bagi pelakunya, sedangkan dalam

bekerja efek tersebut tidak selalu muncul.

Meskipun definisi bermain dan bekerja dapat dibedakan, tetapi

mengklasifikasikan suatu kegiatan ke dalam dua kategori tersebut, bukanlah hal

mudah. Artinya, hampir tidak ada satu kegiatan pun yang dapat diklasifikasikan secara

eksklusif. Apakah suatu kegiatan termasuk dalam satu kategori tertentu, tidak saja

ditentukan oleh kegiatan itu sendiri melainkan juga oleh sikap individu terhadap

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

aktivitas tersebut. Kegiatan menggambar, misalnya, dapat dikategorikan sebagai

bermain dan dapat pula dikategorikan sebagai bekerja. Apabila anak melakukannya

dengan tujuan kesenangan, maka anak melakukan kegiatan bermain.

Sebaliknya, apabila anak melakukannya dengan tujuan menyelesaikan tugas,

maka kegiatan itu tergolong sebagai bekerja.

Bermain bagi anak berkaitan dengan peristiwa, situasi, iteraksi, dan aksi.

Bermain mengacu pada aktivitas seperti berlaku pura-pura dengan benda, sosiodrama,

dan permainan yang beraturan. Bermain berkaitan dengan tiga hal, yakni keikutsertaan

dalam kegiatan, aspek afektif, dan orientasi tujuan. Lebih lanjut anak-anak mengatakan

bahwa bermain bersifat mana suka, sedangkan bekerja tidak demikian. Bermain

dilakukan karena ingin dan bekerja dilakukan karena harus. Bermain berkaitan denagn

kata “dapat” dan bekerja berkaitan dengan kata “harus”. Bagi anak-anak, bermain

adalah aktivitas yang dilakukan karena ingin, bukan karena harus memenuhi tujuan

atau keinginan orang lain. Bermain tidak memerlukan konsentrasi penuh, tidak

memerlukan pemikiran yang rumit. Sebaliknya, bekerja menuntut konsentrasi penuh,

harus belajar, dan menggunakan pikiran secara tercurah. Anak juga memandang

bermain sebagai kegiatan yang tidak memiliki target. Mereka dapat saja meninggalkan

kegiatan bermainkapan pun mereka mau, dan sebaliknya, bekerja memiliki target.

Mereka dapat saja meninggalkan kegiatan bermain kapan pun mereka mau, dan

sebaliknya, bekerja memiliki target, harus diselesaikan, dan tidak dapat berbuat

sekehendak hati. Bagi mereka, bermain adalah kebutuhan sedangkan bekerja adalah

sebuah keharusan. (Wing, dalam Tadkiroatun Musfiroh 2005: 4 ).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

Menurut Montolalu, dkk (2009: 1.2) dunia anak adalah dunia bermain.

Bermain terungkap dalam berbagai bentuk apabila anak-anak sedang beraktifitas.

Dalam kehidupan anak, bermain mempunyai arti yang sangat penting. Dapat di

katakana bahwa setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain

sehingga dapat dipastikan bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya dalam

keadaan sakit, jasmaniah ataupun rohaniah.

Menurut Sofia Hartati, (2005: 85) mengemukakan bermain adalah sebuah

sarana yang dapat mengembangkan anak secara optimal. Sebab bermain berfungsi

sebagai kekuatan, pengaruh terhadap perkembangan, dan lewat bermain pula didapat

pengalaman yang penting dalam dunia anak. Hal inilah yang menjadi dasar dari inti

pembelajaran pada anak usia dini.

Sedangkan menurut Moeslichatun (2004: 32) bermain juga merupakan tuntutan

dan kebutuhan yang esensial bagi anak TK. Melalui bermain anak akan dapat

memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif,

kretivitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup.

Menurut Hidayatullah (2008: 5) permainan adalah berbagai bentuk kompetisi

bermain penuh yang hasilnya ditentukan oleh: keterampilan fisik, strategi, atau

kesempatan, dan yang dilakukan secara perorangan atau gabungan (Mcpherson dalam

Hidayatullah 2008: 5).

Seperti halnya bermain, permainan biasanya bersifat terstruktur dan memiliki

hasil yang dapat diprediksi. Anak bermain permainan dalam fikirannya memiliki tujuan

tertentu. Anak tidak memiliki kebebasan yang luas untuk mengikuti gerak hati dan

lebih terbatas karena perilakunya menjadi bagian untuk mencapai tujuan yang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

diinginkan. Di dalam permainan, anak meletakkan keterbatasan-keterbatasan pada

dunia bermain dan mengubah bermain menjadi suatu pertunjukkan kontes (contest).

Batasan-batasannya meliputi batas-batas tempat dan waktu, mengikuti aturan, dan

tujuan-tujuan yang dinyatakan dengan jelas.

Permainan dimainkan dengan membutuhkan banyak keterikatan dan banyak

energy, lebih kuat dan serius daripada bermain, dan lebih memungkinkan memberikan

penghargaan terhadap pemenuhan dan keberhasilan. Oleh karena itu, permainan dapat

didefinisikan sebagai aktifitas yang dibatasi oleh aturan-aturan yang lengkap dan

terdapat suatu kontes di antara para pemain agar supaya menghasilkan hasil yang dapat

diprediksi. Dengan kata lain bahwa permainan adalah kontes sukarela yang didasari

peraturan dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dengan jelas. Morris, dkk (dalam

Hidayatullah 2008: 5).

2. Perkembangan Bermain

Mildred Partten (dalam Tedjasaputra, 2001: 21-23) menyoroti kegiatan bermain

sebagai sarana sosialisasi dan mengamati ada enam bentuk interaksi antar anak yang

terjadi saat mereka bermain. Pada keenam bentuk kegiatan bermain tersebut terlihat

adanya peningkatan kadar interaksi sosial, mulai dari kegiatan bermain sendiri sampai

bermain bersama. Tahapan perkembangan bermain yang mencerminkan tingkat

perkembangan sosial anak adalah sebagai berikut:

a. Unoccuppied Play (tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain)

b. Solitary Play (bermain sendiri)

c. Onlooker Play (pengamat)

d. Paralel Play (bermain parallel).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

e. Assosiative Play (bermain asosiatif).

f. Cooperative Play (bermain bersama)

Cooperative Play atau bermain bersama, ditandai dengan adanya

kerjasama atau pembagian tugas antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk

mencapai satu tujuan tertentu. Misalnya bermain dokter-dokteran. Kegiatan bermain

bersama teman sebenarnya merupakan sarana untuk anak bersosialisasi atau bergaul

serta berbaur dengan orang lain. Dari beberapa perkembangan bermain, peneliti akan

menggunakan salah satu perkembangan yaitu bermain bersama (cooperative play).

Dalam tahapan perkembangan bermain anak, peneliti hanya akan menggunakan

salah satu tahapan perkembangan bermain yaitu bermain bersama (cooperative play).

Menurut Catron dan Allen (dalam Mutiah, 2010: 149) aspek-aspek

perkembangan bermain yakni meningkatkan kompetensi sosial, bermain mendukung

perkembangan sosialisasi dalam hal-hal berikut:

a. Interaksi sosial, yakni interaksi dengan teman sebaya, orang dewasa, dan

memecahkan konflik.

b. Kerjasama, yakni interaksi saling membantu, saling berbagi, dan pola bergiliran.

c. Menghemat sumber daya, yakni menggunakan dan menjaga benda-benda dan

lingkungan secara tepat.

d. Perduli terhadap orang lain, seperti memahami dan menerima pebedaan individu,

memahami masalah multi budaya.

3. Fungsi Bermain

Menurut Moeslichatoen (2004: 33) fungsi bermain bagi anak TK sesuai dengan

pengertian bermain yang merupakan tuntutan dan kebutuhan bagi perkembangan anak

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

usia TK, menurut Hartley, Frank dan Goldenson (dalam Moeslichatun 2004: 33) ada 8

fungsi bermain bagi anak:

a. Menirukan apa yang dilakukan oleh oaring dewasa. Contohnya, meniru Menirukan

apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Contohnya, meniru ibu memasak di dapur,

dokter mengobati orang sakit, dan sebagainya.

b. Untuk melakukan berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata seperti guru

mengajar di kelas, sopir mengendarai bus, petani menggarap sawah, dan

sebagainya.

c. Untuk mencerminkan hubungan dalam keluarga dan pengalaman hidup yang

nyata. Contohnya ibu memandikan adik, ayah membaca Koran, kakak

mengerjakan tugas sekolah, dan sebagainya.

d. Untuk menyalurkan perasaan yang kuat seperti memukul-mukul kaleng, menepuk-

nepuk air, dan sebagainya.

e. Untuk melepaskan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima seperti berperan

sebagai pencuri, menjadi anak nakal, pelanggar lalu lintas, dan lain-lain.

f. Untuk kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan seperti gosok gigi, sarapan

pagi, naik angkutan kota, dan sebagainya.

g. Mencerminkan pertumbuhan seperti pertumbuhan misalnya semakin bertambah

tinggi tubuhnya, semakin gemuk badannya, dan semakin dapat berlari cepat.

h. Untuk memecahkan masalah dan mencoba berbagai penyelesaian masalah seperti

menghias ruangan, menyiapkan jamuan makan, pesta ulang tahun.

Sedangkan menurut Hetherington & Parke (dalam Moeslichatun 2004: 34)

bermain juga berfungsi untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Dengan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungan, mempelajari segala sesuatu,

dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Bermain juga meningkatkan

perkembangan sosial anak. Dengan menampilkan bermacam peran, anak berusaha

untuk memahami peran orang lain dan menghayati peran yang akan diambilnya setelah

ia dewasa kelak.

Sejalan dengan Hetherington & Parke di atas, Dworetsky (dalam Moeslichatun

2004: 34) juga mengemukakan bahwa fungsi bermain dan interaksi dalam permainan

mempunyai peran penting bagi perkembangan kognitif dan sosial anak.

Fungsi bermain tidak saja dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial,

tetapi juga perkembangan bahasa, disiplin, perkembangan moral, kreatifitas, dan

perkembangan fisik anak.

Beberapa fungsi bermain yang lain akan dibicarakan di bawah ini:

a. Mempertahankan Keseimbangan

Kegiatan bermain dapat membantu penyaluran kelebihan tenaga. Setelah

melakukan kegiatan bermain anak memperoleh keseimbangan antara kegiatan

dengan menggunakan kekuatan tenaga dan kegiatan yang memerlukan ketenagaan.

Bermain juga memberikan penyaluran dorongan emosi secara aman, misalnya

melepaskan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima dalam kehidupan nyata.

Dalam situasi bermain anak dapat berkhayal mejadi seorang presiden, seorang

polisi, sopir, ayah/ibu, bahkan menjadi pencuri, pemberontak, dan sebagainya.

Dalam dunia nyata tingkah laku semacam itu tidak mungkin terjadi. Anak tidak

dapat berbuat hal-hal menentang peraturan atau yang tidak lazim. Di dunia mereka

harus berpakaian rapi, membersihkan diri sebelum makan, sopan terhadap orang

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

tua, dan sebagainya. Sedangkan dalam kegiatan bermain anak dapat menyalurkan

perasaan dengan sepuas-puasnya.

b. Menghayati Berbagai Pengalaman yang Diperoleh dari Kehidupan Sehari-hari

Anak yang bermain seolah-olah ia sedang dalam perjalanan kereta api atau

melakukan jual beli, atau sedang menyuntik pasien, mengatur meja makan, atau

membersihkan rumah, adalah kegiatan bermain yang didasarkan pada

penghayatan terhadap peristiwa-peristiwa yang dialaminya dalam kehidupan

sehari-hari. Fungsi bermain sebagai sarana untuk menghayati kehidupan sehari-

hari ini berguna untuk menumbuhkan kebiasaan pada anak, selain juga mengenal

berbagai profesi contohnya bila orang sakit harus berobat ke puskesmas, bila sakit

gigi berobat ke dokter gigi, untuk menyiapkan makanan harus belanja ke pasar

terlebih dahulu dan seterusnya. Situasi ini misalnya akan mendorong anak

bermain sebagai dokter kecil, atau jadi ibu dengan kesungguhan hati dan penuh

kegembiraan.

Fungsi bermain yang satu ini juga memiliki nilai terapeutik. Misalnya, bila

anak selalu dimanjakan dalam keluarga, ia mungkin tidak akan menyukai

kehadiran anak lain di rumahnya. Kehadiran anak lain dapat dianggap merupakan

saingan baginya atau ancaman berkurangnya kasih sayang yang akan

diperolehnya. Bila ia diperkenankan bermain dengan boneka atau binatang

peliharaan, anak dapat menyalurkan perasaan kasih sayangnya kepada boneka

atau binatang tersebut sehingga ia dapat mengembangkan empati dari dalam

dirinya. Permainan lain yang bersifat terapeutik adalah kegiatan menggambar,

bermain dengan air, tanah liat atau lilin.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

c. Mengantisipasi Peran yang Akan Dijalani di Masa yang Akan Datang

Meskipun anak berpura-pura memerankan seorang ibu/ayah, perawat, atau

sopir truk, namun sebenarnya kegiatan tersebut merupakan upaya untuk

mempersiapkan anak melaksanakan peran tersebut kelak. Berperan sebagai orang

tua, berarti mencoba menghayati perilaku, perasaan, dan sikap sebagai orang tua,

sehingga bila seorang anak laki-laki dengan bangga memernakan peran ayah,

umpamanya memekai dasi, berangkat ke kantor, menerima tamu, berekreasi

dengan anak-anak ia dapat merasa benar-benar sebagai ayah.

d. Menyempurnakan Keterampilan-keterampilan yang Dipelajari

Anak TK merupakan pribadi yang sedang tumbuh. Dengan demikian anak

selalu berusaha menggunakan kekuatan tubuhnya. Hal ini sejalan dengan

pertumbuhan geraknya. Pada usia 3 tahun anak baru mulai belajar mengendarai

sepeda roda tiga dan mencoba untuk menguasainya. Menginjak usia 4 tahun ia

dengan mudah mengendarai sepeda roda tiga tersebut. Semakin bertambah

usianya semakin mantap keterampilannya mengendarai sepeda roda tiga tersebut.

Bahkan anak ingin mencoba mengendarai sepeda roda dua.

Bukan hanya keterampilan gerak yang dimantapkan, tetapi juga interaksi

sosial. Bermain merupakan latihan spontan untuk meningkatkan keterampilan

tersebut.

e. Menyempurnakan Keterampilan Memecahkan Masalah

Masalah yang dihadapi oleh anak sehari-hari dapat bersifat masalah

emosional, sosial, maupun intelektual.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

Anak dapat menggunakan kegiatan bermain sebagai sarana untuk

memecahkan persoalan intelektualnya. Dengan bermain anak dapat menyalurkan

rasa ingin tahunya seperti bagaimana caranya memasak air, mengapa pohon layu

bila tidak diberi air, mengapa es mencair di udara terbuka, dan sebagainya.

f. Meningkatkan Keterampilan Berhubungan dengan Anak Lain

Melalui kegiatan bermain anak memperoleh kesempatan untuk

meningkatkan keterampilan bergaulnya seperti bagaimana menghindari

pertentangan dengan teman, bagaimana tidak memaksakan kehendak kepada

orang lain, berbagi kesempatan menuntut hak dengan cara yang dapat diterima,

mengkomunikasikan keinginan, dan bagaimana caranya mengungkapkan

perasaan serta kebutuhannya.

4. Bermain Kucing dan Tikus

Menurut Montolalu (2009: 4.35) bermain Kucing dan Tikus salah satu

permainan yang dilakukan secara berkelompok yang sifatnya tidak terlalu formal.

Dalam permainan ini, anak dibantu untuk menyesuaikan diri, mengetahui perasaan

dalam satu kelompok dan tiap anak harus ikut aktif.

Melalui bermain, anak akan semakin mahir bersosialisasi dengan orang lain dan

teman-teman sebayanya. Bersosialisasi diartikan sebagai kemampuan seseorang

untuk dapat berbaur dengan orang lain, menyesuaikan diri dengan kegiatan dan

kebiasaan kelompok, dan dengan segala macam orang yang memiliki karakteristik

unik.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

Dalam bermain Kucing dan Tikus termasuk permainan yang memerlukan

kerjasama di antara para pemain dalam mengikuti dan menaati peraturan yang tegas

dan prilaku-perilaku bermain-permainan (game-play behaviors) yang lengkap.

Menurut Pusat Studi Pendidikan Anak Usia Dini Lembaga Penelitian UNY,

2009: 34) permainan Kucing dan Tikus di mana dalam permainan ini ada yang

berperan sebagai tikus, kucing, dan pagar.

5. Tujuan Bermain Kucing dan Tikus

Menurut Montolalu, dkk (2009: 4.35) mengatakan bermain Kucing dan Tikus

bertujuan:

a. Anak mengetahui peraturan permainan yang harus ditaati.

b. Anak belajar menyesuaikan diri dengan orang lain.

c. Mulai memikirkan strategi bermain.

Dalam membina hubungan dalam kelompok anak belajar untuk dapat

berperan serta, dan meningkatkan hubungan kelompok, meningkatkan hubungan

antarpribadi, mengenal identitas kelompok, dan belajar bekerja dalam kelompok. Di

samping itu, anak belajar untuk mengikuti jadwal dan pola kegiatan sehari-hari,

mengadaptasi dengan hal-hal rutin sekolah, serta mengenal peraturan dan

pengharapan sekolah (Moeslichatun, 2004: 23).

Dalam kegiatan bermain kerjasama, anak-anak akan terlibat di dalam kegiatan

bermain bersama teman yang ditandai oleh kerjasama. Terjadi pembagian tugas atau

pembagian peran diantara mereka untuk mencapai suatu tujuan (Rini Hildayani,

2008: 4.14).

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

6. Macam-macam Cara Bermain Kucing dan Tikus

Menurut Bambang Sujiono (2009: 10.6) anak-anak dijadikan dua kelompok,

salah satu kelompok membuat lingkaran sambil berpegangan tangan, sedangkan

kelompok yang lainnyamenjadi tikusnya. Kemudian, tunjukklah seorang untuk

menjadi kucingnya. Anak-anak yang menjadi tikus berada di dalam lingkaran.

Apabila ada tanda mulai atau bunyi peluit maka segera kucing mengejar tikus dan

tikus lari menyelamatkan diri agar tidak tertangkap oleh kucing. Apabila ada tikus

tertangkap maka harus menjadi kucing dan yang tadi menjadi kucing bertukar

menjadi tikus. Setelah 5 sampai 10 menit, anak-anak berganti kelompok, yang

menjadi tikus membuat lingkaran, dan yang tadinya menjadi lingkaran berubah

menjadi kucing dan tikus.

Menurut Hidayatullah (2008: 22) menjelaskan ada 5 macam cara dalam

bermain kucing dan tikus yaitu:

1. Kucing dan Tikus I

Dalam bangsal senam atau pada tempat terbatas lain yang cukup luasnya.

Salah satu anak ditunjuk sebagai kucing. Anak-anak yang lain menjadi tikus dan

bergerak bebas dalam tempat itu. Dengan bunyi peluit guru, kucing mulai

mengejar-ngejar tikus-tikus itu. Setelah ada 3, atau sejumlah lain yang ditetapkan

tertangkap, tikus yang tertangkap pertama menjadi kucing. Tikus yang lari keluar

batas karena takut tertangkap, dianggap sebagai tertangkap.

Catatan:

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

(1). Ada baiknya kucing pada permulaan ditempatkan pada salah satu sudut

gelanggang.

(2). Jika jumlah anak terlalu banyak dibuatkan 2 buah gelanggang, kucing

gelanggang I dan kucing gelanggang II dahulu-mendahului menangkap jumlah

Tikus yang telah ditetapkan.

(3). Kucing yang lemah (kecil, betina) harus diganti, biar pun belum dapat

menangkap tikus.

2. Kucing dan Tikus II (dalam lingkaran)

Dua pertiga jumlah anak membuat lingkaran. Mereka berdiri biasa, tangan

kebawah. Seorang anak dari yang sepertiga menjadi kucing dan berdiri dulu diluar

lingkaran. Dengan tepuk tangan guru, kucing mulai mengejar-ngejar tikus. Baik

kucing maupun tikus bebas keluar lingkaran. Tikus yang lari lebih dari jarak 5 m

dari lingkaran dianggap sebagai tertangkap. Tikus yang tertangkap menjadi kucing

dan kucing menjadi tikus. Sesudah 1/3 waktu yang disediakan untuk permainan itu

berakhir, kelompok baru (1/3 yang lain) ber”aksi, hingga semua anak mendapat

giliran sebagai tikus atau kucing.

3. Kucing dan Tikus III

Seperti Kucing dan Tikus II, hanya anak-anak yang merupakan lingkaran

(berposisi melingkar) berpegangan tangan. Baik kucing maupun tikus tidak boleh

dirintangi.

4. Kucing dan Tikus IV

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

(1). Seperti Kucing dan Tikus II , akan tetapi sekarang lingkaran boleh merintangi

dengan jalan membungkukkan badan, hingga tangan dan lengan menjadi

rendah sekali. Lingkaran bebas untuk merintangi kucing dan tikus.

(2). Dapat juga ditetapkan yang boleh dirintangi hanya sikucing.

5. Kucing dan Tikus V

Dalam bangsal senam atau lapangan terbatas, disediakan beberapa simpai

dari rotan atau bambu. Di bangsal berubin cukup diberi lingkaran dengan kapur.

Lingkaran-lingkaran itu merupakan tempat perlindungan bagi tikus dan hanya

dapat dipergunakan oleh satu tikus. Jika tempat perlindungan itu berisikan dua atau

lebih, maka yang berhak atas perlindungan itu adalah yang terakhir memasukinya.

Jalan permainan seperti Kucing dan Tikus I. Tikus yang berlindung tidak boleh

ditangkap.

Dari macam-macam cara bermain Kucing dan Tikus peneliti hanya

menggunakan cara bermain menurut Hidayatullah (2008: 22) yaitu cara bermain

Kucing dan Tikus III, Kucing dan Tikus IV, dan Kucing dan Tikus V yang

menitikberatkan indikator dapat bergabung, terlibat aktif dan dapat membina

hubungan dengan teman dalam permainan.

C. Kriteria Keberhasilan

1. Pedoman Penilaian

Menurut Departemen Agama RI (2004: 50) penilaian merupakan usaha

mengumpulkan dan menafsirkan berbagai informasi secara sistematis, berkala,

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

berkelanjutan, menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan

yang telah dicapai oleh anak didik melalui kegiatan kegiatan pembelajaran. Cara

pencatatan hasil penilaian harian dilaksanakan sebagai berikut :

○ : Untuk anak yang perilakunya belum sesuai dengan indikator yang diharapkan.

√ : Untuk anak yang beradapada pada tahap proses menuju indikator yang diharapkan.

● : Anak yang perilakunya melebihi indikator yang diharapkan dan sudah dapat

menyelesaikan tugas melebihi yang direncanakan guru.

Lebih lanjut menurut Depdiknas (2004: 6) cara penilaian hasil penilaian harian

dilaksanakan sebagai berikut:

o : Dapat digunakan juga untuk menunjukkan bahwa anak melakukan/

menyelesaikan tugas selalu dengan bantuan guru.

• : dapat digunakan juga untuk menunjukkan bahwa anak mampu melakukan/

menyelesaikan tanpa bantuan guru.

√ : Artinya kemampuan anak cukup.

Menurut Pedoman penilaian Kemendiknas dirjen Mandas dan menengah

Direktorat Pembinaan TK SD (2010: 11):

a. Catatan hasil penilaian harian perkembangan anak dicantumkan pada kolom pada

penilaian di RKH.

b. Anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator

Seperti ; dalam melaksanakan tugas selalu dibantu guru, maka pada kolom

penilaian ditulis nama anak dan diberi tanda satu bintang ( ).

c. Anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai dengan indikator seperti yang

diharapkan RKH mendapatkan tanda dua bintang ( )

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

d. Anak yang sudah berkembang sesuai harapan (BSH) pada indikator dalam RKH

mendapat tanda tiga bintang ( ).

e. Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator seperti yang

diharapkan dalam RKH mendapatkan tanda empat bintang ( ).

Sedangkan Menurut (Yus, 2005: 53) mengatakan bahwa banyak alat penilaian

yang dapat digunakan untuk memperoleh data penilaian, namun tidak semua alat

penilaian dapat mengungkap semua dimensi pertumbuhan dan perkembangan anak

didik yang akan diungkap. Penilaian yang dilakukan di Taman Kanak-kanak

biasannya dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya kegiatan pelaksanaan

proses kegiatan pembelajaran. Ketika anak sedang melakukan kegiatan, pada saat itu

dan di tempat itu juga penilaian dilakukan, sehingga guru harus benar-benar

mencermati kapan waktu yang tepat untuk mengambil data penilaian selama

kegiatan berlangsung.

Dari beberapa pendapat prosedur penilaian diatas peneliti menggunakan

Pedoman penilaian Tahun 2010 (Kemendiknas dirjen Mandas dan menengah Direktorat

Pembinaan TK SD.

1. Indikator Keberhasilan

Menurut Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini (2003: 28) indikator

kerjasama adalah:

1. Senang bermain dengan teman (tidak bermain sendiri).

2. Dapat melaksanakan tugas kelompok.

3. Dapat memuji teman/ orang lain.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

Menurut Pusat Studi Pendidikan Anak Usia Dini Lembaga Penelitian

Universitas Negeri Yogyakarta 2009: 35) indikator kerjasama adalah:

1. Anak dapat bergabung dalam permainan kelompok.

2. Anak dapat terlibat aktif dalam permainan kelompok.

3. Anak bersedia berbagi dengan teman-temannya.

4. Anak dapat mendorong anak lain untuk membantu orang lain.

5. Anak merespon dengan baik bila ada yang menawarkan bantuan.

6. Anak bergabung bermain dengan teman saat istirahat.

7. Anak mengucapkan terima kasih apabila dibantu teman.

Menurut Tedjasaputra, (2001: 88) indikator dalam kemampuan kerjasama adalah:

1. Anak dapat membina dan mempertahankan hubungan dengan teman.

2. Anak mau berbagi dengan teman yang lain.

3. Anak mau menghadapi masalah bersama-sama.

4. Mau menunggu giliran.

5. Belajar mengendalikan diri.

6. Mau berbagi.

Dari indikator di atas peneliti hanya mengambil 3 indikator yaitu:

Tabel II.1

Indikator Kemampuan Kerjasama

No. Indikator Keberhasilan Kriteria Penilaian

keterangan

1. Anak dapat bergabung dalam permainan kelompok a. Anak ikut serta berkumpul dalam permainan Kucing dan

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

Tikus. b. Dapat menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan anak yang lain.

2. Anak dapat terlibat aktif dalam permainan kelompok a. Mau ikut berbaris dalam bermain Kucing dan Tikus. b. Mau mengikuti pembagian tugas dalam permainan Kucing dan Tikus (Kucing, Tikus dan pagar).

3. Dapat membina hubungan dengan teman. a.Dapat berkomunikasi dengan teman. b.Saling memberi semangat antar teman saat bermain.

Keterangan:

: Anak yang belum berkembang (BB)

: Anak sudah mulai berkembang (MB)

: Anak yang sudah berkembang sesuai harapan (BSH)

: Anak yang berkembang sangat baik (BSB)

D.Hubungan Antara Bermain Kucing dan Tikus Dengan Kemampuan Kerjasama

Dalam teori belajar sosial menerangkan bahwa bermain merupakan alat untuk

sosialisasi. Dengan bermain bersama anak lain, anak akan mengembangkan kemampuan

memahami perasaan, ide, dan kebutuhan orang lain yang meruapakn dasar dari kemampuan

sosial. Vigotsky (dalam Tedjasaputra, 2001: 9) menyatakan bahwa pada saat bermain anak

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

menunjukkan kemampuan diatas biasanya, diatas perilaku kesehariannya dan seakan-akan ia

lebih tinggi dari sebenarnya.

Pemahaman tentang kerjasama pada anak usia TK dapat diberikan secara alami lewat

bermain dan bercerita. Beberapa perilaku yang dapat ditanamkan melalui proses

pembelajaran di TK yang menstimulasi kerjasama adalah membiasakan anak

bergaul/berteman dengan teman sebaya dalam melakukan suatu tugas, membiasakan anak

untuk menghargai pendapat atau kemampuan orang lain, menyadari bahwa kerjasama atau

tolong menolong itu sangat penting dan menyenangkan, serta mengembangkan rasa empati

pada diri anak.

Pendidik memberi pengertian pentingnya kerjasama dan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari kepada anak lewat contoh permainan. Misalnya permainan kucing dan

tikus dimana dalam permainan ini ada yang berperan sebagai tikus, kucing dan pagar (Pusat

Studi Pendidikan Anak Usia Dini Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta, 2009:

34). Dengan Permainan Kucing dan Tikus anak dituntut kerjasama dengan anak yang lain

yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu peran sebagai pagar.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

E.Kerangka Berpikir

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kondisi Awal

Dalam pembelajaran guru belum menggunakan kemampuan kerjasama anak

Dilakukan upaya perbaikan dengan Penelitian Tindakan Kelas

Kondisi kemampuan kerjasama anak sudah meningkat, ada perbaikan tapi belum maksimal

Kemampuan kerjasama anak berkembang tapi masih belum seluruh anak mampu kerjasama

Siklus I Pembelajaran menggunakan permainan kucing dan tikus untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak

Siklus II

Hasil yang dicapai belum mencapai 80% maka permainan dimaksimalkan

Kemampuan kerjasama anak sudah maksimal sudah mencapai

80 %

Terjadi peningkatan yang maksimal pada kemampuan kerjasama anak dan penelitian berhasil

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

Gambar II.1 Kerangka Berfikir

Tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai yang diharapkan dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang saling mendukung, salah satu faktor yang memiliki peran dalam

rangka mencapai tujuan adalah ketepatan mengorganisir peserta didik. Guru sebagai

pemegang kendali di kelas mempunyai tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, guru

dituntut untuk menggunakan media pembelajaran yang membawa pengaruh besar pada

pola pikir siswa dalam peningkatan kemampuan kerjasama melalui metode bermain kucing

dan tikus.

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan oleh peneliti dalam sekurang-

kurangnya dua siklus yaitu Siklus I dan Siklus II. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu

perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi, kemudian apabila siklus II belum berhasil,

maka akan dilanjutkan ke siklus

berikutnya. Peneliti sebelumnya harus mengetahui kondisi awal siswa sebelum

diterapkan metode bermain kucing dan tikus dalam mengembangkan kemampuan

kerjasama.

Pada siklus I penulis memulai dengan tahap perencanaan terlebih dahulu untuk

mempersiapkan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk melakukan penelitian yang

dilakukan oleh guru kelas. Tahap selanjutnya yaitu mempersiapkan lembar observasi untuk

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

aktivitas siswa, guru dan penilaian terhadap pembuatan RKH yang telah disesuaikan

dengan sikap kerjasama.

Tindakan, artinya melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas dengan

menggunakan metode bermain kucing dan tikus. Dalam pelaksanaannya yang dilakukan

oleh guru pertama kali adalah melakukan apresepsi, demonstrasi, dan pemberian tugas.

Selanjutnya adalah pelaksanaan metode bermain kucing dan tikus yang dimulai dari

penjelasan peraturan dalam bermain.

Pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung peneliti akan melaksanakan

kegiatan observasi terhadap aktivitas guru maupun aktivitas siswa. Selanjutnya apabila

hasil belajar sudah diperoleh, maka guru akan merefleksikan segala kegiatan-kegiatan yang

terjadi pada tahap tindakan di siklus I, apabila ada kemajuan kemampuan kerjasama anak

maka akan dipertahankan, tetapi kalau ada kelemahan atau kekurangan maka akan

diperbaiki pada siklus II.

Pada siklus II, pelaksanaannya sama seperti pelaksanaan siklus I yaitu terdiri dari

empat tahap. Sama seperti siklus I, pada siklus II juga dimulai dengan perencanaan, Di

dalam tahap perencanaan, peneliti merencanakan segala sesuatu dengan tujuan untuk

memperbaiki kekurangan pada siklus I. Setelah itu, peneliti akan melaksanakan tahap

tindakan dan observasi, dan melakukan evaluasi pada kegiatan akhir melalui percakapan

dengan anak. Peneliti akan melihat dan membandingkan hasil dari siklus I dengan hasil

dari siklus II untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dialami oleh siswa kelompok B

di TK Pertiwi 2 Krangean.

Berdasarkan pada masih rendahnya kemampuan kerjasama pada siswa kelompok B

di TK Pertiwi 2 Krangean yang disebabkan karena anak belum menunjukkan kemampuan

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerjasama …digilib.ump.ac.id/files/disk1/8/jhptump-a-fikisriwin-373-2-babii.pdfitu akan membangun kemampuan kerja sama seperti komunikasi, ...

kerjasama. Pemecahan masalah yang dipilih adalah melalui metode bermain kucing dan

tikus. Dengan metode bermain kucing dan tikus ini diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan kerjasama anak di TK Kelompok B TK Pertiwi 2 Krangean di Kabupaten

Purbalingga.

F. Hipotesis Tindakan

Dengan metode bermain Kucing dan Tikus anak dapat meningkatkan kemampuan

kerjasama dengan teman yang lain pada anak Kelompok B TK Pertiwi 2 Krangean

Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga.