Page 1
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 263)
dimaknai sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan lebih dari sekedar
pengajaran, karena pengajaran hanyalah sebatas aktivitas transfer ilmu
pengetahuan saja sedangkan pendidikan lebih dari sekedar itu
melainkan transformasi nilai dan pembentukan karakter dengan segala
aspek yang dicakupnya.
Pengertian tentang Pendidikan juga disampaikan oleh
Dewantara dalam Daryanto, dkk (2013: 10) sebagai “segala sifat dan
pengajaran yang dimulai sejak anak dalam kandungan ibu hingga akil
baligh, yang dapat mewujudkan intelligible, yakni tabiat yang
dipengaruhi oleh kematangan berpikir”. Lebih lanjut Dewantara dalam
Daryanto (2013: 10) mengatakan bahwa pengajaran yang ideal
merupakan pengajaran yang melibatkan sistem Tri Pusat Pendidikan,
yakni sekolah, keluarga, dan masyarakat. Konsep Tri Pusat ini tidak
dapat diabaikan. Sistem pendidikan nasional ini tidak hanya
ditempatkan di alam lingkungan sekolah saja, akan tetapi terdapat
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 2
9
keikutsertaan keluarga dan masyarakat yang membentuk sukses
maupun gagalnya pendidikan nasional.
Pendidikan dalam definisi yang lain juga dikemukakan oleh
Iqbal dalam Al Ghazali (2013: 15) sebagai segala sesuatu yang
memiliki tujuan, yakni kesempurnaan insani di dunia dan akhirat.
Manusia akan sampai pada tingkat kesempurnaan itu hanya dengan
menguasai sifat keutamaan melalui jalur ilmu (pendidikan).
Keutamaan itulah yang akan membuat dia bahagia di dunia dan
mendekatkannya kepada Allah SWT, sehingga sasaran atau tujuan
akhirnya akan terwujud, yakni bahagia di dunia dan akhirat.
Pendapat dari beberapa ahli di atas tentang pengertian
pendidikan dapat disimpulkan bahwa pendidikan secara umum
dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku manusia. Proses
perubahan tersebut tidak hanya dilihat dari aspek kemampuan manusia
sebagai makhluk yang paling sempurna dalam segi kematangan
berpikir saja, namun pendidikan juga dimaknai sebagai proses
pengubahan tingkah laku manusia dengan pemberian dan penerapan
nilai-nilai dasar yang dibutuhkan manusia sebagai makhluk sosial
dalam menjalani hidupnya.
b. Pengertian Pendidikan Karakter
Zubaedi (2011: 14) memaknai pendidikan karakter sebagai “the
deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal
character development” (usaha kita secara sengaja dari seluruh
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 3
10
dimensi kehidupan sekolah untuk membantu pengembangan karakter
dengan optimal). Penanaman nilai-nilai karakter tidak bisa dilakukan
hanya dengan sekedar proses mentransfer ilmu pengetahuan atau
melatih suatu keterampilan tertentu. Penanaman karakter memerlukan
proses, contoh teladan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam
lingkungan peserta didik, seperti lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, maupun media massa.
Definisi pendidikan karakter yang lain juga dikemukakan oleh
Megawangi dalam Kesuma, dkk (2011: 5), sebagai “sebuah usaha
untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan
bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada
lingkungannya”.Pengertian pendidikan karakter oleh Warsono yang
dikutip oleh Kurniawan (2013: 40) dimaknai sebagai proses pemberian
tuntunan peserta didik agar menjadi manusia seutuhnya yang
berkarakter dan melibatkan berbagai dimensi yaitu dimensi hati, pikir,
raga, serta rasa dan karsa, dengam kata lain karakter dimaknai sebagai
kualitas pribadi yang orientasinya baik, dan dalam kehidupan nyata
pun berperilaku demikian yang secara koheren memancar sebagai hasil
dari olah pikir, olah hati, olahraga, dan olah rasa dan karsa.
Pendapat beberapa ahli diatas tentang Pendidikan karakter jika
disimpulkan maka pendidikan karakter merupakan proses penanaman
nilai-nilai karakter yang diberikan oleh guru melalui pendidikan formal
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 4
11
dengan dukungan komponen lain, seperti orang tua dan masyarakat
melalui penerapan nilai kebiasaan, pemberian contoh dan teladan yang
baik guna menciptakan peserta didik yang tidak hanya cakap dalam
bidang intelektual saja, namun juga memiliki karakter yang baik.
Indikator keberhasilan pendidikan karakter dapat dilihat dari
perubahan perilaku peserta didik, dari perilaku yang menyimpang
menjadi perilaku yang baik, serta perilaku yang awalnya memang
sudah baik dapat menjadi lebih baik lagi.
c. Tujuan pendidikan karakter
Tujuan pendidikan karakterdiuraikan oleh Zuchdi dalam
Damayanti (2014: 12), sebagai pengajaran nilai-nilai tradisional
tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku
yang baik dan bertanggung jawab. Nilai-nilai ini digambarkan sebagai
perilaku moral. Secara umum, pendidikan karakter atau pendidikan
nilai bertujuan agar peserta didik menjadi warga negara yang baik.
Karakter yang baik adalah tentang suatu pengetahuan yang baik, kasih
sayang, cinta kasih yang baik, dan melakukan atau bertindak yang
baik.
Berbicara tentang tujuan pendidikan karakter, Lickona dalam
Damayanti (2014: 13) menguraikan tujuan Pendidikan karakter
sebagai nilai-nilai dalam tindakan. Karakter disusun atas tiga bagian
yang saling berhubungan, yaitu mengetahui, merasakan dan
melakukan. Mengetahui karakter yang baik, menginginkan yang baik
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 5
12
dan melakukan kebaikan, baik dalam kebiasaan, berpikir, kebiasaan
merasa, dan kebiasaan bertindak.
Kesuma, dkk (2011: 7) dalam bukunya juga menguraikan
tujuan diadakannya pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik, yaitu diantaranya kemampuan akademik,
kemampuan sosial, kemampuan dan kemampuan religi. Selain itu,
tujuan pendidikan yang lain adalah untuk membentuk watak yang baik
bagi peserta didik, serta sebagai bentuk perubahan peradaban bangsa
yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah menurut
Kesuma, dkk (2011: 9) adalah sebagai berikut:
1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang
dianggap penting dan perlu sehingga menjadi
kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan.
2) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan
nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
3) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan
masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan
karakter secara bersama.
Uraian tentang tujuan pendidikan karakter menurut para ahli di
jika disimpulkan maka pada dasarnya tujuan Pendidikan karakter yang
diberikan oleh sekolah sebagai Lembaga Pendidikan formal melalui
penanaman nilai dan contoh keteladanan melalui guru bertujuan untuk
menciptakan peserta didik sebagai calon generasi penerus bangsa yang
memiliki akhlak, kepribadian, dan moralitas yang baik dan sesuai
dengan adat dan budaya serta karakter bangsa Indonesia.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 6
13
d. Nilai Karakter Mandiri
1). Pengertian Mandiri
Pengertian tentang kemandirian telah banyak diuraikan
oleh beberapa ahli, yang biasanya dibahas dalam kajian atau buku-
buku terkait dengan perkembangan psikologi anak. Para ahli yang
menguraikan penjelasan tentang kemandirian salah satunya adalah
Erickson dan Desmita yang keseluruhannya terangkum dalam buku
karangan Desmita yang berjudul “Psikologi perkembangan peserta
didik”.
Desmita (2009: 185) menguraikan pengertian kemandirian
sebagai kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran,
perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri
untuk menguasai perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.
Sedangkan menurut Erikson dalam Desmita (2009: 185)
menyatakan kemandirian sebagai usaha untuk melepaskan diri dari
orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses
mencari identitas, ego, yaitu merupakan perkembangan kearah
individualitas yang mantap dan berdiri sendiri.
Kemandirian dalam kehidupan sehari-hari biasanya dapat
diindikasikan sebagai kemampuan menentukan nasibnya sendiri,
kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab,
mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta
mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 7
14
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kemandirian
merupakan suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat
bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri, serta mampu
mengambil keputusan-keputusan kreatif untuk setiap permasalahan
yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri yang baik, terutama
melaksanakan tugas-tugasnya, dan bertanggung jawab atas apa
yang dilakukannya.
2). Bentuk-bentuk Kemandirian
Havighurst, R dalam Desmita (2009: 186) membagi
kemandirian atas empat bentuk kemandirian, yaitu:
a) Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi diri
sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang
lain.
b) Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi
sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang
lain.
c) Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi.
d) Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain tidak tergantung pada aksi orang
lain.
3). Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta Didik
Proses belajar mengajar seringkali ditemui adanya
fenomena peserta didik yang kurang mandiri, termasuk dalam
belajar. Kondisi ini jika dibiarkan tentunya akan berdampak buruk
untuk diri peserta didik itu sendiri. Kebiasaan belajar yang kurang
baik, seperti tidak betah belajar dalam waktu yang lama,
membolos, dan menyontek merupakan contoh fenomena
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 8
15
permasalahan penyimpangan dalam dunia pendidikan yang hingga
saat ini masih menjadi masalah umum yang cukup sulit ditemukan
solusi yang tepat dan berkesinambungan.
Fenomena-fenomena mengenai penyimpangan yang
berkaitan dengan nilai-nilai karakter khususnya perlu mendapat
perhatian khusus untuk dicarikan solusi yang tepat dalam konteks
dunia Pendidikan untuk mengembangkan kemandirian peserta
didik. Sunaryo Kartadinata dalam Desmita (2009: 189)
menyebutkan beberapa gejala yang berhubungan dengan
permasalahan kemandirian, antara lain:
a) Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena
niat sendiri yang ikhlas. Perilaku ini akan mengarah pada
perilaku formalistic, ritualistic dan tidak konsisten, yang pada
gilirannya akan menghambat pembentukan etos kerja dan etos
kehidupan yang mapan sebagai salah satu ciri dari kualitas
sumber daya dan kemandirian manusia.
b) Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup.
c) Sikap hidup konformistis tanpa pemahaman dan konformistik
dengan mengorbankan prinsip.
Gejala-gejala tersebut merupakan bagian dari kendala-
kendala utama dalam mempersiapkan individu-individu yang
mampu mengarungi kehidupan masa yang akan datang yang
semakin kompleks dan penuh tantangan. Pertimbangan
kemandirian peserta didik menuju kearah kesempurnaan terutama
dalam bersikap dan implementasi nilai-nilai karakter yang baik
menjadi sangat penting dilakukan secara serius, sistematis, dan
terprogram.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 9
16
Kemandirian merupakan kecakapan yang sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan pendidikan.
Pengembangan kemandirian peserta didik yang diuraikan oleh
Desmita (2009: 190), diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis,
yang memungkinkan anak merasa dihargai.
b) Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan
keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah.
c) Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi
lingkungan, mendorong rasa ingin tahu mereka.
d) Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan
anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang
lain.
e) Menjalin kehidupan yang harmonis dan akrab dengan anak.
4). Tingkatan dan karakteristik kemandirian
Lovinger dalam Desmita (2009: 187), mengemukakan
tingkatan kemandirian dan karakteristiknya yaitu:
a) Tingkat pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri.
Ciri-ciri:
(1) Peduli terhadap control dan keuntungan yang dapat
diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
(2) Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistic.
(3) Berpikir tidak logis dan tertegun pad acara berpikir tertentu
(stereotype).
(4) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
(5) Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya.
b) Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya:
(1) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
(2) Cenderung berpikir stereotype dan klise.
(3) Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
(4) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh
pujian.
(5) Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya
instropeksi.
(6) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
(7) Takut tidak diterima kelompok.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 10
17
(8) Tidak sensitif terhadap keindividualan.
(9) Merasa berdosa jika melanggar aturan.
c) Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri
(1) Mampu berpikir alternatif.
(2) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
(3) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
(4) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang
ada.
(5) Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
(6) Memikirkan cara hidup.
(7) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
d) Tingkat keempat, adalah tingkat saksama. Ciri-cirinya:
(1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
(2) Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku
tindakan.
(3) Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif
diri sendiri maupun orang lain.
(4) Sadar akan tanggung jawab.
(5) Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
(6) Peduli akan hubungan mutualistic.
(7) Memiliki tujuan jangka Panjang.
(8) Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
(9) Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
e) Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Ciri-cirinya:
(1) Peningkatan kesadaran individualitas.
(2) Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan
ketergantungan.
(3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
(4) Mengenal eksistensi perbedaan individual.
(5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam
kehidupan.
(6) Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar
dirinya.
(7) Mengenal kompleksitas diri.
(8) Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.
f) Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya:
(1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
(2) Cenderung bersikap realistic dan objektif terhadap diri
sendiri dan orang lain.
(3) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan
sosial.
(4) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
(5) Toleran terhadap ambiguitas.
(6) Peduli akan pemenuhan diri.
(7) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
(8) Responsive terhadap kemandirian orang lain.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 11
18
(9) Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang
lain.
(10) Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh
keyakinan dan keceriaan.
5). Indikator Kemandirian
Seseorang yang mandiri dapat dilihat dari tingkah lakunya
yang mencerminkan sikap mandiri terutama dalam mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Desmita (2009: 185)
menyebutkan ciri-ciri sikap mandiri dapat dilihat sebagai berikut:
a). Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk
maju demi kebaikan dirinya sendiri.
b). Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
c). Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.
d). Bertanggung jawab atas apa yang dilakukan.
Ciri-ciri sikap mandiri dapat dikembangkan menjadi beberapa
indikator sebagai tolak ukur untuk menilai sikap mandiri peserta didik
dalam mengikuti proses pembelajaran. Suid, dkk (2017: 73)
menjelaskan terdapat 6 indikator dalam mengukur sikap mandiri
peserta didik, antara lain:
a). Percaya diri
b). Mampu bekerja sendiri
c). Menghargai waktu
d). Bertanggung jawab
e). Memiliki hasrat bersaing untuk maju
f). Mampu mengambil keputusan.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 12
19
e. Nilai Karakter Tanggung Jawab
1). Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan salah satu nilai karakter yang
harus dimiliki masing-masing peserta didik dan perlu pelatihan,
pembiasaan, dan sikap keteladanan yang baik agar nilai karakter ini
dapat terpatri dengan baik dalam setiap diri peserta didik.
Tanggung jawab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(2007: 139)
memiliki arti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau
terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb).
Lebih lanjut pengertian tanggung jawab diuraikan oleh
Damayanti (2014: 44) sebagai “sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang
seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, negara, Tuhan Yang
Maha Esa, masyarakat, lingkungan, baik alam, sosial maupun
budaya”. Yaumi (2014: 72) mendefinisikan tanggung jawab
sebagai “suatu tugas atau kewajiban untuk melakukan atau
menyelesaikan tugas dengan penuh kepuasan (yang diberikan oleh
seseorang, atau atas janji atau komitmen sendiri yang harus
dipenuhi seseorang, dan yang memiliki konsekuen hukuman
terhadap kegagalan”.
Kesimpulan dari pengertian tanggung jawab di atas adalah
tanggung jawab merupakan bagian dari sikap sadar diri seseorang
dalam melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan oleh
seseorang menyangkut dengan kewajibannya baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 13
20
2). Macam-macam Tanggung Jawab
Mustari (2014: 21) memaparkan macam-macam tanggung
jawab sebagai berikut:
a). Tanggung jawab personal
Bertanggung jawab merupakan tindakan yang
menyebabkan seseorang itu memilih untuk bertindak atau
berbicara atau mengambil posisi tertentu sehingga ia harus
bertanggung jawab.
b). Tanggung jawab moral
Tanggung jawab moral biasanya merujuk pada
pemikiran bahwa seseorang mempunyai kewajiban moral
dalam situasi tertentu. Orang yang tidak taat terhadap
kewajiban-kewajiban moral kemudian menjadi alasan untuk
diberi hukuman.
c). Tanggung jawab sosial
Tanggung jawab sosial adalah tanggung jawab dimana
manusia saling memberi dan tidak membuat kerugian kepada
masyarakat yang lain, selain itu tanggung jawab sosial
merupakan tanggung jawab yang sifat-sifatnya perlu
dikendalikan dalam hubungannya dengan orang lain.
Sikap tanggung jawab yang harus di tanamkan dan di
implementasikan siswa dalam kehidupan nyata tidak hanya sebatas
pada bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, namun tanggung
jawab juga dilakukan terhadap kelompok dan mempertanggung
jawabkan setiap tindakan atau sikap di lingkungan sekolah maupun
masyarakat, karena tanggung jawab sifatnya luas, tidak hanya
sebatas dalam lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan tempat
tinggal peserta didik diharuskan untuk bertanggung jawab terhadap
segala hal yang dipilih dan dilakukan.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 14
21
3). Karakteristik sikap tanggung jawab
Yaumi (2014: 74) menguraikan karakteristik sikap
tanggung jawab yang perlu dimiliki dan ditanamkan dalam
kehidupan sehari-hari antara lain:
a) Melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
b) Selalu menunjukkan ketekunan, kerajinan, dan terus berusaha.
c) Selalu melakukan yang terbaik untuk dirinya dan orang lain.
d) Selalu disiplin dan mengontrol diri dalam keadaan apapun.
e) Selalu mengkaji, menelaah, dan berpikir sebelum bertindak.
f) Mempertimbangkan dan memerhitungkan semua konsekuensi
dari perbuatan.
g)
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Sikap Mandiri dan
Tanggung Jawab
Penerapan nilai karakter mandiri dan tanggung jawab pada
praktiknya tidak pernah terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai karakter mandiri dan tanggung
jawab menurut Ali dan Asrori dalam Suid, dkk (2017: 74) antara lain:
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
peserta didik. Suid, dkk (2017: 74) memaparkan bahwa faktor internal
ini muncul karena pengaruh sifat bawaan dari diri seseorang, jadi dapat
disimpulkan bahwa sifat bawaan inilah yang membentuk karakteristik
seseorang yang menentukan seseorang itu memiliki sikap-sikap seperti
rajin, malas, mandiri, tanggung jawab, dll. Selain karena sifat atau ciri
khas karakter seseorang yang didapat dari lahir, Suid juga menjelaskan
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 15
22
bahwa pengaruh gen atau keturunan yang berasal dari orang tua juga
memiliki peranan dalam membentuk sikap seseorang meskipun dalam
kenyataannya hal ini masih menjadi perdebatan karena dalam
kehidupan sehari-hari tidak jarang kita temui orang tua yang memiliki
sifat dasar rajin belum tentu juga akan melahirkan anak dengan sifat
dasar yang sama, karena yang lebih utama bukanlah tentang gen orang
tua mana yang akan menurunkan sifat anak yang baik, tetapi lebih
kepada cara orang tua dalam mendidik anak tersebut sehingga
terbentuk anak dengan sifat dasar yang berbeda-beda.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta
didik yang mempengaruhi karakter dasarnya dalam kehidupan sehari-hari.
Suid, dkk (2017: 74) dalam jurnalnya memaparkan sedikitnya terdapat 3
faktor eksternal yang mempengaruhi dan sedikit banyak menentukan
seseorang memiliki sikap mandiri dan tanggung jawab, antara lain:
1). Pola asuh orang tua
Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan
mempengaruhi perkembangan kemandirian anaknya. Orang tua yang
terlalu banyak melarang dan menggunakan kata “jangan” kepada anak
tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat
perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang
menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat
mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 16
23
yang sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya
tentunya akan memberi pengaruh yang kurang baik terhadap
perkembangan kemandirian anak.
Anak yang terbiasa sejak dini dididik untuk bersikap mandiri dan
bertanggung jawab dalam melakukan segala sesuatunya cenderung
lebih dapat menyesuaikan diri untuk bersikap demikian dalam keadaan
apapun, dibandingkan dengan anak yang terbiasa bergantung pada
orang tuanya dalam melakukan segala sesuatunya, contohnya:
menyiapkan seragam sekolah sendiri, berangkat sekolah tanpa diantar
orang tua, mengerjakan tugas sekolah sendiri, menyiapkan buku-buku
sekolah yang akan digunakan tanpa bantuan orang tua, sampai dari
hal-hal kecil lain yang dapat terlihat di lingkungan keluarga seperti
membereskan peralatan sekolah yang sudah selesai digunakan untuk
belajar, membereskan mainan setelah digunakan dan kegiatan-kegiatan
lain, yang mencerminkan sikap kemandirian dan tanggung jawab anak
di lingkungan keluarga.
2). Sistem Pendidikan di sekolah
Sistem Pendidikan di sekolah adalah sistem pendidikan yang ada
di sekolah tempat anak dididik dalam lingkungan formal. Proses
Pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi
Pendidikan dan cenderung indoktrinisasi tanpa argumentasi akan
menghambat perkembangan kemandirian dan tanggung jawab anak.
Sebaliknya proses pendidikan di sekolah yang lebih menekankan
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 17
24
pentingnya penghargaan terhadap anak dan penciptaan kompetensi
positif akan memperlancar perkembangan kemandirian belajar anak
termasuk tanggung jawabnya pula.
Guru yang mengajar dengan cara yang variatif, menyenangkan
dan demokratis serta cenderung tidak membeda-bedakan perlakuannya
antara peserta didik satu dengan yang lainnya cenderung akan
menciptakan peserta didik yang lebih percaya diri dan nyaman dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran, dibandingkan dengan guru yang
mengajar dengan metode yang kurang bervariasi, monoton, datar, serta
membeda-bedakan peserta didik yang pintar dan kurang pintar,
sehingga dampak positif dari hasil pembelajaran yang dilakukan pun
akan terlihat. Peserta didik dengan sendirinya akan terbentuk menjadi
peserta didik yang mandiri dan lebih bertanggung jawab lagi akan
kewajiban yang harus dilakukannya sebagai seorang siswa.
3). Sistem Kehidupan di Masyarakat
Sistem kehidupan masyarakat yang menekankan lingkungan
masyarakat yang aman, menghargai potensi ekspresi remaja dalam
bentuk berbagai kegiatan, dan tidak berlaku hierarkis akan merangsang
dan mendorong perkembangan kemandirian dan tanggung jawab anak
dalam lingkup yang lebih luas. Teman sebaya sedikit banyak juga
memiliki pengaruh dalam pembentukan kepribadian anak. Anak yang
bergaul dengan teman-teman yang memang terbiasa mandiri dan
bertanggung jawab dalam melakukan segala sesuatunya, biasanya akan
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 18
25
memiliki sikap yang demikian pula.
Sejalan dengan pendapat para ahli di atas, Ali dan Asrori dalam
Suid,dkk (2017: 75) mengemukakan ada sejumlah intervensi yang
dapat dilakukan untuk pengembangan kemandirian dan tanggung
jawab anak, antara lain sebagai berikut:
1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan dalam keluarga, yang
diwujudkan dalam bentuk saling menghargai antar anggota
keluarga dan keterlibatan dalam memecahkan masalah anak.
2. Penciptaan keterbukaan, yang diwujudkan dalam bentuk
toleransi terhadap perbedaan pendapat, memberikan alasan
terhadap keputusan yang diambil bagi anak, keterbukaan terhadap
minat anak, mengembangkan komitmen terhadap tugas anak,
kehadiran dan keakraban hubungan dengan anak.
3. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan, yang
diwujudkan dalam bentuk mendorong rasa ingin tahu anak,
adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati,
adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi
lingkungan.
4. Penerimaan positif tanpa syarat, yang diwujudkan dalam bentuk
tidak membeda-bedakan anak, menerima anak apa adanya, serta
menghargai ekspresi potensi anak.
5. Empati terhadap anak yang diwujudkan dalam bentuk
memahami pikiran dan perasaan anak, melihat persoalan anak
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 19
26
dengan berbagai sudut pandang, dan tidak mudah mencela karya
anak.
6. Penciptaan kehangatan hubungan dengan anak, yang diwujudkan
dalam bentuk interaksi secara akrab, membangun suasana humor
dan komunikasi ringan dengan anak, dan bersikap terbuka
terhadap anak.
Kesimpulan dari pendapat ahli di atas tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian dan tanggung jawab peserta didik terutama
pada saat proses pembelajaran berlangsung antara lain terdapat dua faktor,
yaitu faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik)
seperti sifat-sifat dasar yang dimiliki, dan faktor eksternal (faktor yang
berasal dari luar diri peserta didik) seperti peranan keluarga melalui pola
asuh orang tua, sistem pendidikan melalui peran guru dalam proses
pembelajaran, dan sistem masyarakat termasuk di dalamnya adalah
peranan teman sebaya yang sedikit banyak berpengaruh terhadap
terbentuknya sikap mandiri dan tanggung jawab peserta didik dalam
praktiknya.
3. Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar
a. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan pendidikan di Indonesia diharapkan dapat
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki
komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Seiring dengan perkembangan ilmu
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 20
27
pengetahuan dan teknologi, maka secara otomatis pola pikir
masyarakat berkembang dalam setiap aspek. Tanggung jawab
melaksanakan evaluasi diantaranya terletak pada penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, dimana guru memegang peranan utama dan
bertanggung jawab menyebarluaskan gagasan baru, baik terhadap
siswa maupun masyarakat melalui proses pengajaran dalam kelas.
Susanto (2012: 224) menyatakan bahwa kenyataan tersebut pada
umumnya belum sepenuhnya dipahami oleh kalangan pendidik,
khususnya guru sekolah dasar. Proses pembelajaran di kelas berjalan
sangat membosankan dan membuat peserta didik tertekan. Hal ini pula
yang terjadi saat pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Mata pelajaran PKn ini merupakan suatu pelajaran yang bertujuan
untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan
pada Pancasila, undang-undang, dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat masih belum optimal di sampaikan ke siswa.
Istilah PKn apabila dikaji secara mendalam berasal dari
kepustakaan asing, yang memiliki dua istilah yakni civic education
dan citizenship education. Cogan dalam Susanto (2012: 224)
menjelaskan kedua istilah ini dapat dimaknai, sebagai berikut:
1) Civic education, diartikan sebagai: … the foundational course
work in school designed to prepare young citizens for an active
role in their communities in their adult lives (suatu mata pelajaran
dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 21
28
negara muda agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam
masyarakatnya).
2) Citizenship education atau education for citizenship, diartikan
sebagai:… the more inclusive term and encompasses both these in-
school experience as well as out-of-school or „non-
formal/informal‟ learning which takes place in the family, the
religious organization, community organizations, the media etc,
which help to shape thetotality of the citizen (merupakan istilah
generik yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar
sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam
organisasi keagamaan, dalam media yang membantunya untuk
menjadi warga negara seutuhnya).
Makna dari kedua istilah tersebut, civic education ternyata
lebih cenderung digunakan dalam makna yang serupa untuk mata
pelajaran di sekolah (identik dengan PKn), yang memiliki tujuan
utama mengembangkan siswa sebagai warga negara yang cerdas dan
baik. Civic education atau PKn dirumuskan secara luas untuk
mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran
dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus,
peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan
belajar dalam proses penyiapan warga negara tersebut.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 22
29
b. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Susanto (2012: 225) menguraikan pengertian dari Pendidikan
Kewarganegaraan untuk selanjutnya disebut PKn adalah “mata
pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa
Indonesia”. Nilai luhur dan moral ini diharapkan dapat diwujudkan
dalam bentuk perilaku kehidupan siswa sehari-hari, baik sebagai
individu maupun anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa, dan merupakan usaha untuk membekali siswa dengan
pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar
warga dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar
menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
PKn menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
20 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah adalah mata pelajaran yang mendiskusikan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945
Pendidikan Kewarganegaraan kaitannya dengan kedudukannya
sebagai mata pelajaran yang dipelajari peserta didik dari tingkat dasar
hingga perguruan tinggi memiliki potensi besar dalam pembentukan
karakter bangsa, seperti yang diuraikan Fauzi, dkk (2013: 4) PKn
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 23
30
sebagai bidang studi mempunyai kedudukan yang strategis dalam
membina sikap dan tingkah laku sehingga peserta didik tersebut
mempunyai sikap dan tingkah laku yang sesuai dan cocok dengan sila-
sila dari Pancasila. Melalui kegiatan pendidikan diharapkan siswa
menyerap nilai-nilai Pancasila yang diarahkan secara manusiawi dan
alamiah melalui penghayatan dan pengamalan secara pribadi dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, sekolah,
maupun masyarakat.
c. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk menambah
wawasan terkait dengan peran dan kedudukan serta kepentingan
warganegara sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat
dan sebagai warga negara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan
bersedia untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Serta
mengembangkan potensi individu agar memiliki wawasan, sikap, dan
keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan
untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam
berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran tidak
sekedar memiliki misi mengembangkan semangat kebangsaan dan
cinta tanah air (penjelasan pasal 3), lebih lanjut Winarno (2013: 20)
menjelaskan bahwa suatu program Pendidikan yang terdapat dalam
PKn berperan untuk mencapai salah satu tujuan Pendidikan nasional,
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 24
31
yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
d. Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar
Pendidikan Kewarganegaraan penting diajarkan terutama pada
jenjang Sekolah Dasar sebagai bentuk pemberian pemahaman dan
kesadaran jiwa setiap anak didik dalam peranannya mengisi
kemerdekaan, dimana kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh
dan dapat dinikmati hingga saat ini didapatkan dengan perjuangan
keras dan penuh pengorbanan yang dilakukan oleh para pahlawan dan
seluruh rakyat Indonesia. Bentuk penanaman pemahaman akan
apresiasi yang memadai terhadap makna perjuangan yang dilakukan
para pejuang harus ditanamkan sejak dini, agar dapat menimbulkan
rasa senang, sayang, cinta, keinginan untuk memelihara, melindungi,
dan membela negara itulah yang menjadikan PKn itu menjadi penting
untuk diajarkan di sekolah dasar sebagai upaya sadar menyiapkan
warga negara yang memiliki rasa kecintaan dan kesetiaan dan
keberanian untuk membela bangsa dan negaranya.
Susanto (2012: 233) menjelaskan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan di sekolah dasar memberikan pelajaran pada siswa
untuk memahami dan membiasakan dirinya dalam kehidupan di
sekolah atau di luar sekolah, karena materi Pendidikan
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 25
32
Kewarganegaraan menekankan pada pengalaman dan pembiasaan
dalam kehidupan sehari-hari yang ditunjang oleh pengetahuan dan
pengertian sederhana sebagai bekal untuk mengikuti Pendidikan ke
jenjang berikutnya.
Selain itu, perlunya Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan di
sekolah dasar ialah agar sejak dini peserta didik dapat memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti
yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Tujuan diajarkannya
Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dasar dalam cakupan yang
lebih luas adalah agar siswa dapat memahami hak dan kewajiban
secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara
terdidik dan bertanggung jawab.
Pendidikan Kewarganegaraan mulai diajarkan sejak jenjang
sekolah dasar dengan alasan anak pada usia sekolah dasar adalah anak
yang haus akan pengetahuan, sangat penting dan tepat jika pada masa
ini diberikan konsep dasar tentang wawasan nusantara dan perilaku
yang demokratis secara benar dan terarah, terutama kaitannya dengan
penanaman nilai-nilai kesadaran akan tujuan utama diberikannya
Pendidikan Kewarganegaraan ini pada jenjang Pendidikan formal,
yaitu untuk menciptakan manusia-manusia calon generasi penerus
bangsa yang memiliki jiwa nasionalisme dan mau menjadi warga
negara yang baik dan taat aturan.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 26
33
B. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ropitasari tahun 2016 berjudul
“Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter dalam Pembelajaran PKn di SMP
Negeri 9 Purwokerto”.
Pengintegrasian nilai-nilai Pendidikan karakter dalam
pembelajaran PKn di SMP N 9 Purwokerto yakni berkat kemahiran guru
dalam merancang penggunaan perangkat pembelajaran berupa silabus dan
RPP yang dilaksanakan dalam tiga tahap, dari mulai perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.Kendala yang dihadapi dalam
pengintegrasian nilai-nilai Pendidikan karakter yakni kondisi peserta didik
sehingga sulit dalam mengenali karakter para peserta didik sehingga sulit
dalam mengenali karakter peserta didik, materi yang sebagian besar
hafalan, implementasi yang sudah diajarkan oleh guru belum tentu
diterapkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari karena faktor
pergaulan.
Upaya yang dilakukan oleh mengatasi kendala pengintegrasian
nilai-nilai Pendidikan karakter dalam pembelajaran PKn yakni dengan
menggunakan media pembelajaran yang bervariasi agar peserta didik lebih
memahami materi yang disampaikan, kemudian upaya yang dilakukan
untuk mengatasi kendala yang lain adalah dengan melakukan komunikasi
dan pengarahan kepada peserta didik secara individu.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Susiatik Titik tahun 2013 yang berjudul
“Pengaruh Pembelajaran PKn Terhadap Pembentukan Karakter Siswa”.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 27
34
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara praktik memang
terdapat pengaruh signifikan pemberian materi pembelajaran PKn
terhadap pembentukan karakter siswa, namun sebenarnya tidak hanya
pada pemberian materi pembelajaran PKn yang dapat memberikan sisipan
materi pembentukan karakter anak. Pengaruh pemberian materi
pembelajaran PKn terhadap pembentukan karakter siswa adalah
menjadikan PKn sebagai mata pelajaran yang mampu membentuk
kebiasaan yang baik, agar senantiasa menjaga perilaku yang baik.
3. Penelitian yang dilakukan oleh D. Patrick Saxon tahun 2013 tentang
“Student Responsibility and SelfDirected Learning: An Interview with
Christine McPhail”.
Dalam kajiannya Bersama Christine McPhail, D.Patrick Saxon
menguraikan bahwa guru memiliki tanggung jawab utama untuk
memfasilitasi peserta didiknya agar menjadi orang yang potensinya
berkembang dan memiliki rasa tanggung jawab. Menjadi seorang guru
juga dituntut untuk mengetahui karakteristik setiap peserta didiknya.
4. Penelitian yang dilakukan oleh David Light Shields tahun 2011 yang
berjudul “Character as the Aim of Education”.
Dalam jurnalnya, David Light menjelaskan bahwa Pendidikan
karakter kedudukannya tidak kalah penting dengan ilmu atau kajian
bidang keilmuan yang menekankan pada aspek nilai-nilai kognitif saja.
Orang yang memiliki karakter intelektual yang kuat akan memiliki sifat
penasaran, berpikiran terbuka, reflektif, strategis, dan cenderung suka
mencari kebenaran.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 28
35
Dari keempat penelitian relevan tersebut, jika ditarik kesimpulan
secara umum, penelitian-penelitian tersebut kebanyakan masih membahas
tentang nilai-nilai pendidikan karakter secara umum. Nilai-nilai karakter
dan pokok bahasannya belum mengerucut pada nilai karakter tertentu
saja. Cakupannya pun masih luas dan belum fokus pada satu topik saja.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang akan saya lakukan, karena pada
penelitian ini saya hanya memfokuskan pada dua nilai karakter dari total
18 nilai karakter, khususnya kaitannya dengan proses pembelajaran PKn
di kelas V sekolah dasar.
C. Kerangka Pikir
Sesuai dengan amanat UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 yang berbunyi:
“Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Hal ini bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab”.
Penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia hendaknya memenuhi 3
ranah dasar pendidikan yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Peserta
didik idealnya tidak hanya diberi ilmu pengetahuan saja dalam
penyelenggaraan proses pendidikan, akan tetapi pemberian nilai-nilai afeksi
dan keterampilan juga dapat menyeimbangkan peserta didik agar tidak hanya
tumbuh menjadi pribadi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki
nilai-nilai afeksi yang baik, yang dapat diterapkan tidak hanya di lingkungan
belajarnya saja (sekolah), namun juga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 29
36
Penanaman nilai-nilai karakter dalam lingkup pendidikan formal
dalam hal ini adalah sekolah, dapat dilakukan melalui kegiatan pembelajaran
di kelas, karena kegiatan pembelajaran ini dinilai memiliki potensi besar
dalam penanaman nilai-nilai afeksi yang baik, karena selain terdapat indikator
nilai sikap atau karakter yang harus dicapai siswa dalam satu kompetensi,
terdapat pula sosok guru yang dapat menjadi teladan atau role model yang
baik untuk diteladani peserta didiknya.
Berawal dari pemikiran tersebut, secara formal upaya menyiapkan
kondisi, sarana, dan prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang
mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda yang
memiliki landasan kuat sangat diperlukan. Namun, sinyal tersebut baru
disadari ketika terjadi krisis penurunan nilai-nilai karakter yang banyak terjadi
hingga saat ini. Penurunan nilai sikap mandiri dan tanggung jawab dalam diri
peserta didik merupakan salah satu contoh masalah kemerosotan nilai-nilai
afeksi.
Sesuatu yang sangat disayangkan jika perilaku ini terjadi terus
menerus dan seolah menjadi budaya atau kebiasaan buruk yang melekat dalam
diri peserta didik, terutama bagi peserta didik yang duduk di kelas tinggi, yang
idealnya sudah mampu menunjukan sikap mandiri dan tanggung jawabnya
baik dalam proses pembelajaran sebagai kewajiban dirinya sebagai peserta
didik, maupun di luar itu. Terlepas dari pro dan kontra serta melihat kondisi
yang ada dilapangan yang masih minim dalam penanaman nilai karakter
sebagai sebuah mata pelajaran, maka penelitian ini lebih menekankan ke arah
bagaimana sikap mandiri dan tanggung jawab peserta didik dapat terlihat,
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018
Page 30
37
khususnya dalam proses pembelajaran PKn.Mata pelajaranPKn dipilih karena
dianggap memiliki potensi besar dalam menanamkan nilai-nilai karakter
didalamnya, termasuk peran guru pada proses pembelajaran tersebut. Guru
Sebagai pihak yang bertugas mentransfer ilmu pengetahuan termasuk nilai-
nilai afeksi didalamnya, serta keterlibatan dirinya sebagai tokoh yang menjadi
teladan peserta didiknya.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Faktor Pendukung yang
muncul dalam penerapan
sikap mandiri dan tanggung
jawab peserta didik
Faktor penghambat yang
terjadi dalam penerapan sikap
mandiri dan tanggung jawab
peserta didik
Peserta didik kurang mandiri
dan bertanggung jawab dalam
proses pembelajaran
Kurang terlihatnya nilai
Pendidikan Karakter dalam
proses Pembelajaran (khususnya
pada proses pembelajaran PKn)
Peran Guru Mempengaruhi
Perkembangan Nilai-nilai
Karakter Peserta Didik
Mata Pelajaran PKn Sebagai
Mata Pelajaran Pembentuk
Karakter Peserta Didik
Tujuan PKn dan Tujuan
Pendidikan Nasional
Dekripsi kuantitatif dan
kualitatif sikap mandiri dan
tanggung jawab peserta didik
pada proses pembelajaran
PKn
Studi Deskriptif Sikap..., Dyah Pramuni Anjasmoro, FKIP UMP 2018