-
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 KAJIAN TEORI
2.1.1 Hakekat Motivasi Belajar
2.1.1.1Pengertian Motivasi Belajar
Motif dalam bahasa Inggris adalah motive berasal dari kata
“motion” yang
berarti gerak atau sesuatu yang bergerak. Berawal dari kata
motif itu motivasi
dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.
Motif dapat
menjadi aktif pada saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan
untuk mencapai
tujuan sangat diperlukan.
Ngalim Purwanto (2006) berpendapat, bahwa setiap motif itu
bertalian erat
dengan suatu tujuan dan cita-cita. Makin berharga tujuan itu
bagi yang
bersangkutan, makin kuat pula motifnya sehingga motif itu sangat
berguna bagi
tindakan atau perbuatan seseorang. Menurut Mc. Donald yang
dikutip oleh
Sardjiman (2000), motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang
ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap
adanya tujuan.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah
sesuatu yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan dalam diri
individu yang
mempengaruhi gejala kejiwaan, perasaan dan emosi untuk melakukan
sesuatu
yang didorong oleh adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.
Menurut Thursan Hakim (2000), belajar adalah suatu proses
perubahan
perubahan didalam manusia, ditampakan dalam bentuk peningkatan
kualitan dan
kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan,
pengetahuan, sikap,
kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain.
Jadi dalam
kegiatan belajar terjadinya adanya suatu usaha yang menghasilkan
perubahan-
perubahan itu dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung.
Hal ini juga dikemukakan oleh Dimyati (2006) yang menyatakan
bahwa
belajar adalah suatu perubahan tingkah laku baik yang dapat
diamati maupun
-
8
yang tidak dapat diamati secara langsung dan terjadi dalam diri
seseorang karena
pengalaman.
Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan, belajar dapat
diartikan
sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh perubahan
yang relatif menetap dalam tingkah laku baik yang dapat diamati
maupun yang
tidak dapat diamati secara langsung dan terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan
atau pengalaman.
Sardiman (2011) mendefinisikan motivasi sebagai keseluruhan
daya
penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,
yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada
kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar
itu dapat tercapai.
Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar,
arah, dan
kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah
perilaku yang penuh
energi, terarah dan bertahan lama (Agus Suprijono, 2009: 163).
Winkel (1983:
270) mendefinisikan bahwa “Motivasi belajar adalah keseluruhan
daya penggerak
di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta memberi arah
pada kegiatan
belajar”.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
belajar
adalah suatu penggerak dan dorongan yang memberikan arah dan
dapat
memberikan semangat pada diri siswa yang bertujuan untuk
meningkatkan
perilaku belajar yang penuh energi agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai. Jadi
peran motivasi sangat penting sebagai pemerkuat dan penyemangat
siswa agar
dapat mengarahkan proses belajar agar dapat diperoleh
keefektifan belajar.
2.1.1.2 Pentingnya motivasi belajar dalam proses
pembelajaran
Pentingnya peranan motivasi belajar dalam proses pembelajaran
perlu
dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk
tindakan atau
bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagi dorongan, baik
diakibatkan
faktor dari dalam maupun faktor dari luar siswa, untuk mencapai
tujuan tertentu
guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks
pembelajaran
maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk
pelajaran.
-
9
Motivasi memiliki fungsi bagi seseorang, karena motivasi
dapat
menjadikan seseorang mengalami perubahan ke arah yang lebih
baik.
Fungsi motivasi menurut Sardiman (2011) yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau
motor
yang melepaskan energi.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak
dicapai.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan mana yang
harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan
menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.
Selanjutnya Hamzah B. Uno (2006) menjelaskan bahwa fungsi
motivasi dalam
belajar adalah sebagai berikut:
a. Mendorong manusia untuk melakukan suatu aktivitas atas
pemenuhan
kebutuhan
b. Menentukan arah tujuan yang hendak dicapai.
c. Menentukan perbuatan yang harus dilakukan.
Dengan demikian fungsi dari motivasi belajar adalah sebagai
pendorong,
penggerak, serta penentu arah yang dapat menentukan aktivitas
peserta didik
dalam belajar sehingga dapat mencapai hasil belajar yang
maksimal. Oleh karena
itu siswa dapat melakukan suatu aktivitas dengan sungguh-sungguh
jika terdapat
motivasi.
2.1.1.3 Aspek-Aspek Motivasi Belajar
Wirabayu (Sari, 2008) mengemukakan 6 aspek motivasi belajar
pada
individu:
1. Tanggung jawab pribadi terhadap tugas, yaitu individu
yang
mempunyai motivasi belajar yang tinggi dan selalu bertanggung
jawab
terhadap pekerjaannya dan selalu menerima tugas dengan senang
hati.
2. Umpan balik atau perbuatan (tugas) yang dilakukan, yaitu
individu
akan selalu mengharapkan hasil atau feed back dari setiap
pekerjaan
yang dilakukan.
-
10
3. Tugas yang bersifat moderat yang tingkat kesulitannya tidak
terlalu
sulit tetapi juga tidak terlalu mudah, yang penting adanya
tantangan
dalam tugas, serta dimungkinkan diraih dengan hasil yang
memuaskan, yaitu individu akan tertarik dengan tugas yang
menantang serta memberikan hasil yang maksimal.
4. Tekun dan ulet dalam bekerja, yaitu individu yang
mempunyai
motivasi belajar tinggi akan selalu berusaha melakukan tugas
pekerjaan sebaik mungkin dan pantang menyerah.
5. Dalam melakukan tugas penuh pertimbangan dan perhitungan
(spekulasi dan untung-untungan), yaitu individu yang
mempunyai
motivasi belajar tinggi akan menghindari pekerjaan yang
asal-asalan
atau berspekulasi karena setiap tugas yang dikerjakan penuh
dengan
pertimbangan.
6. Keberhasilan tugas merupakan faktor yang penting bagi dirinya
yang
akan meningkatkan aspirasi dan tetap bersifat realistis, yaitu
individu
yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan selalu bersikap
realistis
dan mengutamakan keberhasilan dalam tugas.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar sering digunakan sebagai ukuran untuk
mengetahui
seberapa jauh seorang siswa menguasai pembelajaran yang telah
diajarkan. Hasil
belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya yaitu,
“hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk pada suatu
perolehan akibat
dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan
perubahannya input
secara fungsional. Sedangkan belajar dilakukan untuk
mengusahakan adanya
perubahan perilaku pada perilaku yang belajar. Menurut
Winkel,1996 (Purwanto,
2008) Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia
berubah
dalam sikap dan tingkah lakunya.
Menurut Nana Sudjana (2011) hasil belajar adalah suatu akibat
dari
proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa
tes yang
-
11
disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun
tes perbuatan.
Sedangkan Nasution (2003: 42) berpendapat bahwa hasil belajar
adalah suatu
perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai
pengetahuan tetapi
juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi
individu yang
belajar. Hasil belajar adalah hasil yang didapatkan siswa
setelah mengikuti
pembelajaran matematika.
Hasil belajar ini diperoleh siswa setelah mengikuti proses
belajar
mengajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar
siswa atau
kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan guru biasanya
mengadakan tes
hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk skor yang
diperoleh siwa
setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah
selesai program
pengajaran.
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah
tingkat
keberhasilan dalam menguasai bidang studi matematika setelah
memperoleh
pengalaman atau proses belajar mengajar dalam kurun waktu
tertentu yang akan
diperlihatkan melalui skor yang diperoleh dalam tes hasil
belajar. Hasil belajar
matematika dalam penelitian ini merupakan kecakapan nyata yang
dapat diukur
langsung dengan menggunakan tes hasil belajar matematika.
Kecakapan tersebut
menyatakan seberapa jauh atau seberapa besar tujuan pembelajaran
atau
instruksional yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar
matematika.
Untuk melihat hasil belajar dapat digunakan tes atu evaluasi
yang
dilaksanakan di bagian awal pembelajaran tengah maupun akhir
pembelajaran.
Hal ini dapat memperlihatkan keberhasilan siswa dalam memahami
materi yang
telah dijelaskan, apakah hasil belajar yang didapatkan dapat
memenuhi KKM atau
kurang dari KKM. Hasil belajar ini sangat penting bagi guru dan
siswa itu sendiri
sebagai bahan ukur dari pembelajaran yang telah dilakukan di
dalam kelas.
Cara untuk mencari hasil belajar dapat dicari dengan
pengukuran.
Pengukuran hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
dengan
teknik tes dan teknik non tes, yaitu:
1. Teknik Tes
-
12
Tes adalah “a type of assesment that uses specific procedures to
obtain
information and convert that information to numbers or scores”
Friedenberg
(1995) dalam Supratiknya (2012). Artinya, tes merupakan salah
satu jenis
asesmen yang menggunakan aneka prosedur spesifik untuk
memperoleh
informasi dan mengonversikan atau mengubah informasi tersebut
kedalam
skor atau bilangan.
Yang termasuk dalam teknik tes, yaitu:
a. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Yaitu tes dengan soal yang harus dijawab oleh peserta didik
dengan
memilih jawaban yang tersedia.
b. Tes Tertulis
Yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik
dengan
memberikan jawaban tertulis.
c. Tes Lisan
Yaitu tes yang pelaksanaanya dilakukan dengan mengadakan
tanya
jawab secara langsung antara pendidik dengan peserta didik.
d. Tes Perbuatan
Yaitu tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan
atau
tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan
atau
unjuk kerja.
2. Teknik Non Tes
Teknik non tes dapat dilakukan dengan observasi baik secara
langsung
ataupun tak langsung, angket ataupun wawancara. Dapat pula
dilakukan
dengan sosiometri. Teknik non tes dilakukan sebagai pelengkap
dan
digunakan sebagai pertimbangan tambahan dalam pengambilan
keputusan
penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini dapat bersifat
lebih menyeluruh
pada semua aspek kehidupan anak.
Adapun instrumen butuir-butir soal apabila cara
pengukurannya
menggunakan tes, apabila pengukurannya dengan cara mengamati
atau
mengobservasi, pengukuran dengan cara/ teknik skala akan
menggunakan
instrumen butir-butir pernyataan.
-
13
Instruman sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur
tujuan
pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik
haruslah
valid. Dalam pendapatnya Freidberg mengatakan salah satu syarat
mutlak
yang harus dipenuhi oleh tes hasil belajar baik yang baku maupun
yang
dibuat sendiri yang dibuat oleh guru adalah validitas, yaitu
sejauh mana tes
benar-benar mengukur pengetahuan atau sifat yang tepat seperti
yang
dimaksud oleh tujuan tes itu. Maka perlu digunakan kisi-kisi
untuk
ketercapaian tujuan pembelajaran.
Kisi-kisi adalah”a written list of the information to be covered
by the
test items and the behaviors required to answer the questions
correctly”
Freidenberg 1995(Supratiknya, 2012). Artinya, kisi-kisi
merupakan daftar
tertulis tentang informasi, yaitu pengetahuan dan atau
ketrampilan dalam
bidang studi atau pelajaran tertentu, yang harus dicakup oleh
item-item tes
serta jenis-jenis perilaku yang dituntut untuk menjawab
item-item atau
pertanyaan-pertanyaan secara tepat. Penyusunan kisi-kisi ini
dimaksudkan
sebagai pedoman merakit atau menulis soal menjadi tes.
2.1.3 Hakekat Matematika
2.1.3.1 Pengertian Matematika
Menurut James dan james (Russefendi,1993) dalam kamus
matematikanya
mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai
bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu
sama lainnya
dengan jumlah yang banyaknya terbagi kedalam tiga bidang, yaitu
aljabar,
analisis, dan geometri.
Menurut Johnson dan Rissing 1972 (Russefendi,1993) mengatakan
bahwa
“matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan,
pembuktian yang
logik; matematika itu merupakan bahasa yang menggunakan istilah
yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya
dengan simbol dan
padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai
bunyi”.
-
14
Kemudian Kline 1973 (Russefendi,1993) mengatakan bahwa
“matematika
itu bukanlah pengetahuan yang menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya
sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu
manusia dalam
memahami dan mengatasi permasalahan sosial, ekonomi, dan alam”.
Matematika
tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu
logika adalah
dasar untuk terbentuknya matematika. Reys dkk 1984
(Russefendi,1993)
mengatakan bahwa “matematika itu adalah telaah tentang pola dan
hubungan,
suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan
suatu alat”.
Berdasarkan uraian tentang definisi matematika tersebut, maka
dapat
disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari
tentang
perhitungan, pengkajian dan penggunaan nalar atau kemampuan
berfikir secara
logika.
2.1.3.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mata
pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah
dasar. Hal ini
dimaksudkan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir
logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja
sama.
Menurut Bruner (Pitajeng, 2006: 29) belajar matematika adalah
belajar
mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang
terdapat didalam
materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara
konsep-konsep dan struktur-
struktur matematika. Dalam setiap pembelajaran matematika
sebaiknya siswa
awalnya diberikan suatu masalah, kemudian siswa mencerna dan
menganalisis
bagaimana cara penyelesaiannya. Disini guru harus memberikan
konsep awal
terlebuh dahulu agar siswa dapat terbimbing sedikit demi sedikit
untuk dapat
memecahkan permasalahan tersebut.
Diberikannya mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa
memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a.Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien dan
tepat dalam pemecahan masalah.
-
15
b.Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c.Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d.Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram atau
media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e.Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam
mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.4.1 Definisi Model Pembelajaran Kooperatif
Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian
yang
sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran
yang sudah
direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode,
strategi, pendekatan
serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Adapun
Soekamto,
dkk (Trianto, 2011) mengemukakan maksud dari model pembelajaran
adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para
pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan
demikian
aktifitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan
yang tertata
secara sistematis.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran
yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Model
pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai
tujuan
pembelajaran.
-
16
Menurut Lie (2003 : 12) pembelajaran kooperatif merupakan
sistem
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk
bekerja sama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur,
sedangkan menurut
Slavin (2005) Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai
macam metode
pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil untuk
saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi
pelajaran.
Dari pendapat kedua tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa
Model
Pembelajaran Kooperatif adalah pedoman pembelajaran didalam
kelas yang lebih
menenkankan aktivitas siswa di dalam kelompok-kelompok guna
mengeksplor
pengetahuan yang dimilikinya dengan cara bekerjasama dengan
anggota
kelompoknya.
2.1.4.2 Unsur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2009)
bahwa
tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran
kooperatif. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model
pembelajaran koopertif
harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
a.Saling ketergantungan positif (positive interdependence)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif adalah
saling
ketergantungan positif. Unsur ini menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran
kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama,
mempelajari
bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua
anggota
kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan
tersebut.
b.Tanggung jawab perseorangan (personal responsibility)
Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua
anggota
yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah
mengikuti
kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat
menyelesaikan
tugas yang sama.
c.Interaksi promotif (face to face promotive interaction)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling
ketergantungan positif.
Ciri-cirinya antara lain saling membantu secara efektif dan
efisien, saling
-
17
memberi informasi dan sarana yang diperlukan, memproses
informasi
bersama
d.Komunikasi antar anggota (interpersonal skill)
Unsur ini menghendaki agar para siswa dibekali dengan
berbagai
keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok
juga
bergantung pada kesediaan para nggotanya untuk saling
mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan kemampuan mereka.
Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan
proses
panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat
bermanfaat dan
perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan
pembinaan
perkembangan mental dan emosional para siswa.
e.Pemrosesan kelompok (group processing)
Pemrosesan mengandung arti menilai. Tujuan pemrosesan kelompok
adalah
meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi
terhadap
kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
Kesimpulannya ada 5 unsur pembelajaran kooperatif yaitu
saling
ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi
promotif,
komunikasi antar anggota, pemrosesan kelompok kelima unsur
tersebut harus
dapat berjalan kitika proses pembelajaran Kooperatif didalam
kelas agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan maksimal, efektif dan
efisien.
-
18
2.1.4.3Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Agus Suprijono (2009) memaparkan sintak model pembelajaran
kooperatif
terdiri dari enam fase sebagai berikut.
Tabel 2.1
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
FASE KEGIATAN GURU
Fase 1 :
Present goals and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa
Menjelaskan tujuan pembelajaran
dan
mempersiapkan siswa siap belajar
Fase 2 :
Present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi
kepada siswa secara verbal
Fase 3 :
Organize students into
learning teams
Mengorganisir siswa ke
dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada
siswa tentang tata cara
pembentukan tim belajar dan
membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien
Fase 4 :
Assist team work and
studeny
Membantu kerja tim dan
belajar
Membantu tim-tim belajar selama
siswa mengerjakan tugasnya
Fase 5 :
Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan siswa
mengenai berbagai materi
pembelajaran atau
kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjannya
Fase 6 :
Provide recognition
Memberikan pengakuan
atau
Penghargaan
Mempersiapkan cara untuk
mengakui
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok
-
19
a.Fase pertama
Guru mengklarifikasi maksud pembelajaran koopertif. Hal ini
penting
untuk dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan
jelas
prosedur dan aturan dalam pembelajaran.
b.Fase kedua
Guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan
isi
akademik
c.Fase ketiga
Guru harus menjelaskan bahwa siswa harus saling bekerja sama
di
dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan
tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki
akuntabilitas
individual untuk mendukung tercapainya tujuan kelompok. Pada
fase
ketiga ini terpenting jangan sampai ada free-rider atau anggota
yang
hanya menggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya.
d.Fase keempat
Guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang
tugas-tugas yang dikerjakan siswa dan waktu yang dialokasikan.
Pada
fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
pengarahan, atau meminta beberapa siswa mengulangi hal yang
sudah
ditunjukkan.
e.Fase kelima
Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi
yang
konsisten dengan tujuan pembelajaran.
f.Fase keenam
Guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan
kepada
siswa. Variasi struktur reward dapat dicapai tanpa tergantung
pada apa
yang dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah
jika
siswa diakui usaha individualnya berdasarkan perbandingan
dengan
orang lain. Struktur reward kooperatif diberikan kepada tim
meskipun
anggota tim-timnya saling bersaing.
-
20
2.1.4.4 Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Keuntungan dalam pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2005:
30)
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Siswa bekerja sama dalam mencapau tujuan dengan menjunjung
tinggi
norma kelompok.
b. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk
sama-sama
berhasil.
c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih
meningkatkan
keberhasilan kelompok.
d. Interaksi antar siswa sering dengan peningkatan kemampuan
mereka
berpendapat.
Selain mempunyai keuntungan, pembelajaran kooperatif juga
mempunyai kelemahan yang harus dihindari, yakni adanya anggota
kelompok
yang tidak aktif. Ini dapat terjadi jika hanya ada satu
permasalahan saja.
Kelemahan ini dapat dihindari dengan cara seperti dibawah
ini:
a. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab pada
bagian-
bagian tertentu dari permasalahan kelompok.
b. Masing-masing kelompok harus mempelajari materi secara
keseluruhan
hal ini karena hasil kelompok ditentukan oleh skor
perkembangan
masing-masing individu.
2.1.4.5 Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Sadker (Miftahul, 2011: 66) menjabarkan beberapa manfaat
pembelajaran kooperatif. Selain itu, meningkatkan keterampilan
kognitif dan
afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan
manfaat-manfaat besar
lain seperti berikut ini.
a.Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur
kooperatif akan
memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi;
b.Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan
memiliki
sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar
untuk
belajar;
-
21
c.Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli
pada teman-
temannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa
ketergantungan yang
positif (interdependensi positif) untuk proses belajar mereka
nanti;
d.Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa
terhadap
teman temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik
yang
berbeda-beda.
Manfaat-manfaat tersebut menjadi alasan mengapa pembelajaran
kooperatif dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan hasil
belajar siswa.
Siswa yang saling membantu ketika proses pembelajaran antara
satu dengan yang
lain akan berpengaruh besar terhadap pencapaian akademik.
2.1.5 Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT)
2.1.5.1 Pengertian model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads
Together (NHT)
Pada dasarnya, Numbered Heads Together (NHT) merupakan varian
dari
diskusi kelompok. Menurut Slavin dalam Miftahul (2011), metode
yang
dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan
akuntabilitas
individu dalam diskusi kelompok.
Numbered Heads Together merupakan kegiatan belajar kooperatif
yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) dalam Afriyadi 2012 untuk
melibatkan
lebih banyak siswa dalam menelaah materi pelajaran dan mengecek
pemahaman
mereka terhadap isi pelajaran tersebut. NHT adalah suatu metode
belajar dimana
setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok
kemudian secara acak
guru memanggil nomor dari siswa. Menurut Russ Frank 2011
(Afriyadi, 2012)
Numbered Heads Together dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk
sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling
tepat.
Menurut Trianto (2011) Numbered Heads Together (NHT) atau
penomoran berfikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran
kooperatif
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
sebagai alternatif
terhadap struktur kelas tradisional. Menurt Isjoni (2010)
dituliskan model
Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together (kepala
bernomor) ini
-
22
memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan semangat
kerjasama
antar kelompok belajar. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap
anak
mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkan
kesempatan yang
sama untuk menunjukan kemampuan mereka dalam dalam menguasai
materi.
Dengan model pembelajaran ini selain siswa dapat menguasai
materi
pembelajaran, siswa dapat saling bekerjasama dalam anggota
kelompok untuk
memecahkan masalah, siswa juga dapat bersosialisasi dengan
teman-temannya,
dapat mengemukakan pendapatnya, serta dapat menghargai pendapat
teman yang
lain, suasana didalam kelas menjadi lebih rileks dan lebih hidup
karena semua
siswa memiliki peluang yang sama untuk aktif didalam kelas yaitu
menjawab
pertanyaan.
2.1.5.2 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered
Heads Together (NHT)
Langkah-langkah dalam model Numbered Heads Together Menurut
Endang Mulyaningsih (2011) sebagai berikut :
1. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap
anggota
kelompok mendapatkan nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/ mengetahui
jawabannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik secar acak
untuk
melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Peserta didik lain memberi tanggapan kepada peserta didik
yang sedang
melapor.
6. Guru menunjuk nomor lain secara bergantian.
Menurut Agus Suprijono (2009) Pembelajaran Kooperatif tipe
Numbered
Heads Together (NHT) memiliki sintaks sebagai berikut :
“Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumalah
kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang
dipelajari.
Jika jumlah siswa dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan
terbagi
-
23
menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari,
maka tiap
kelompok terdiri dari 8 orang. Tiap-tiap orang dari tiap
kelompok
menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok
menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan
jawaban
atas pertanyaan dari guru. langkah berikutnya adalah guru
memanggil
siswa yang memiliki nomer yang sama dari tiap-tiap kelompok.
Mereka
diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah
diberikan
oleh guru. Hal ini dilakukan terus hingga semua siswa dengan
nomor yang
sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan
jawaban atas pertanyaan guru”.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT menggunakan empat langkah
(Ibrahim dkk,
2000:28) sebagai berikut:
Langkah 1 : Penomoran. Guru membagi siswa kedalam kelompok
beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggota
kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
Langkah 2 : Mengajukan Pertanyaan/ Permasalahan. Guru
mengajukan
sebuah pertanyaan kepada siswa, pertanyaan dapat
bervariasi.
Langkah 3 : Berpikir bersama. Siswa menyatukan pendapatnya
terhadap
pertanyaan itu dan meyakinkan tiap kelompok dalam
timnya mengetahui jawaban itu.
Langkah 4 : Menjawab. Guru memanggil suatu nomor tertentu,
kemudian
siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya
dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh
kelas.
Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pada awl
pembelajaran
siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan mempertimbangkan
jumlah
konsep yang dipelajari. Kemudian dari setiap kelompok
masing-masing siswa
diberikan nomor. Lalu setiap kelompok akan dihadapkan dengan
permasalahan
yang sama kemudian kelompok harus berusaha bekerja sama
mendiskusikan dan
-
24
menyelesaikannya. Selanjutnya siswa yang nomernya dipanggil oleh
guru harus
mengemukakan jawaban dari permasalahan yang telah didiskusikan
bersama
kelompoknya. Kelompok yang memiliki jumlah skor tertinggi akan
mendapatkan
reward dari guru.
2.1.5.3 Kelebihan dan Kelemahan dengan menggunakan Model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
Adapun kelebihan dan kelemahan Numbered Heads Together (NHT)
menurut Ahmad Zuhdi (2010: 65) adalah : Kelebihan 1) setiap
siswa menjadi siap
semua, 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, 3)
Siswa yang
pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kelemahan 1)
Kemungkinan
nomor yang telah dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru, 2)
Tidak semua
anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT
sebagaimana
dijelaskan oleh Hill (Wawan, 2010) bahwa model NHT dapat
meningkatkan
prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pemahaman siswa,
menyenangkan
siswa dalam belajar, mengembangkan sifat positif siswa, dapat
mengembangkan
sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa,
meningkatkan
rasa percaya diri siswa, mengembangkan rasa saling memiliki,
serta
mengembangkan ketrampilan untuk masa depan.
-
25
2.2 Penelitian Terdahulu / Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe
Numbered Heads Together (NHT) telah dilakukan oleh peneliti lain
dan telah
terbukti bahwa model NHT dapat meningkatkan motivasi dan hasil
belajar siswa.
Sari Sekar Melati (2008) dalam penelitiannya berjudul “Upaya
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (NHT) pada Mata Pelajaran Pkn Siswa
Kelas V di
SDN Sunggingsari Parakan Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil yang
diperoleh dari
penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar dan
motivasi belajarpada
mata pelajara Kewarganegaraan kelas V melalui pembelajaran
Kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT). Dapat dilihat dari kondisi awal
atau pra siklus
yang nilainya diatas KKM terdapat 12 siswa (40 %). Siklus I
menerapkan model
NHT terjadi peningkatan yaitu terdapat 28 siswa yang diatas KKM
(93,333%) dan
2 siswa (6,666%) yang belum memenuhi KKM yang ditetapkan.
Kemudian siklus
II terjadi peningkatan yaitu 30 siswa (100%) yang sudah memenuhi
KKM.
motivasi belajar siswa setelah pembelajaran menggunakan model
NHT juga
terdapat peningkatan dapat dilihat dari kondisi awal tidak ada
siswa (0%) dengan
motivasi sangat tinggi. Siklus I terdapat 25 siswa (83,33%)
dengan motivasi
sangat tinggi. Kemudian siklus II terjadi peningkatan 27 siswa
(90%) dengan
motivasi sangat tinggi itu berarti motivasi belajar siswa dalam
pembelajaran Pkn
menggunakan model NHT meningkat.
Titik Wijayanti (2008) dalam penelitiannya berjudul “Upaya
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPS
dengan
Metode Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match Siswa kelas IV
SDN
Karangaynar 03 Semester II Tahun pelajaran 2011/2012”. Hasil
yang diperoleh
dari penelitian ini adalah Terjadi peningkatan hasil belajar
siswa pada
pembelajaran siklus I, yaitu siswa yang tuntas ada 16 siswa
(69,56%), dan yang
belum tuntas ada 7 siswa (30,44%) dari nilai rata-rata ulangan
harian 57,82% naik
menjadi 64,78% pada postes siklus I, sedangkan pada siklus II
siswa yang tuntas
ada 21 siswa (91,30%), sedangkan yang belum tuntas ada 2 siswa
(8,7%) dengan
nilai rata-rata pada siklus I 64,78% naik menjadi 80% pada
siklus II. Sedangkan
-
26
peningkatan motivasi belajar siswa pada pembelajaran motivasi
siswa pada
kondisi awal yang sangat tinggi dan tinggi ada 10 siswa
(43,47%), siklus I ada 18
siswa ( 78,26%), pada siklus yang ke II ada 20 siswa (86,95%),
motivasi belajar
sedang dan rendah pada kondisi awal ada 13 siswa (56,52%), pada
siklus I ada 5
siswa (21,73%), pada siklus II ada 3 siswa (13,04%), sedangkan
motivasi siswa
yang sangat rendah tidak ada. Jadi peningkatan motivasi belajar
siswa dari yang
sangat tinggi dan tinggi dari kondisi awal 43,47% menjadi 78,26%
pada siklus I,
sedangkan pada siklus II motivasi belajar meningkat lagi menjadi
86,95%.
Supriyadi (2013) dalam penelitian yang berjudul “Upaya
Meningkatkan
Hasil Belajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe NHT
(Numbered Heads Together) pada Mata Pelajaran IPA pada Siswa
Kelas 4 SD
Negeri Kaliwungu 05 Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang
Semester 2
Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil yang diperoleh dari penelitian
ini adalah
bahwa adanya peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dengan
KKM 65, pada
mata pelajaran IPA, KD menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan
fisik
terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) dengan
menggunakan model
pembelajaran NHT. Hasil belajar pada pra siklus adalah 36% siswa
tuntas dan
64% siswa tidak tuntas, siklus 1 adalah 55% siswa tuntas dan 45%
siswa tidak
tuntas. Selanjutnya pada siklus 2 adalah 100% siswa tuntas.
2.3 Kerangka Berfikir
Pemahaman matematika di tingkat sekolah dasar masih sangat
rendah,
banyaknya siswa yang menganggap bahwa matematika adalah
pelajaran yang
sulit menjadikan matematika banyak tidak disukai oleh siswa.
Sehingga
menyebabkan motivasi belajar siswa juga menurun akibat pola
berfikir yang
seperti itu. Didalam pembelajaran guru juga seharusnya memancing
motivasi
belajar matematika siswa dengan cara yang bervariatif seperti
penggunaan model
pembelajaran yang menyenangkan agar gairah belajar siswa
terhadap matematika
juga bertambah. Hasil belajar siswa juga dapat bertambah atau
meningkat. Oleh
karena itu digunakan model pembelajaran kooperatif agar tumbuh
semangat dan
motivasi belajar serta memunculkan kerjasama antar siswa.
Melalui model
-
27
pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) ini
pembelajaran
matematika akan tersa menyenangkan dan menggairahkan semangat
belajar siswa
karena siswa terpacu dan termotivasi dengan team atau kelompok
belajar yang
lain. Tumbuh semangat dan motivasi dari siswa akan meningkatkan
aktifitas serta
yang terpenting dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
Skema Kerangka Berfikir
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berfikir
1. Rendahnya motivasi belajar siswa pada saat pembelajaran
matematika
2. Siswa cenderung pasif dan kurang aktif
3. Didalam pembelajaran guru hanya menggunakan metode
ceramah
4. Tidak ada motivasi yang diberikan guru pada saat
pembelajaran,
sehingga siswa tidak bersemangat dalam proses pembelajaran.
5. Nilai rata-rata pelajaran matematika siswa berada di bawah
nilai
KKM.
Upaya Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada
Pembelajaran
Matematika Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered
Heads Together (NHT)
1. Motivasi belajar siswa terhadap pelajaran matematika
meningkat
2. Siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.
3. Pembelajaran lebih menarik dengan model pembelajaran yang
bervarisasi.
4. Nilai rata-rata pelajaran Matematika siswa dapat mencapai
KKM.
-
28
2.4 Hipotesis
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan kerangka berpikir di
atas,
maka penelitian mengajukan hipotesis tindakan yaitu:
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered
Heads Together (NHT) motivasi dan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran
Matematika SD Negeri Lemahireng 02 dapat meningkat.