8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Monosodium Glutamat (MSG) 2.1.1 Pengertian Monosodium Glutamat Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium “L glutamate acid” yang sering digunakan sebagai bahan penyedap rasa dan aroma serta pengawet rasa yang termasuk dalam bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma (Alsuhendra & Ridawati, 2013). Monosodium glutamat merupakan bahan penyedap sintetis yang paling banyak digunakan pada makanan sekarang ini. Pemberian MSG dapat meningkatkan persepsi rasa gurih, manis dan asin serta mengurangi rasa asam dan pahit dari makanan (Bhattacharya et al, 2011). 2.1.2 Kandungan Monosodium Glutamat Monosodium glutamat (MSG) di dalam tubuh akan mengalami penguraian menjadi bentuk asalnya, yaitu asam glutamat. Asam glutamat merupakan salah satu dari asam amino yang pada lingkungan terdapat dalam dua bentuk yaitu, berupa L-Glutamic Acid dan D-Glutamic Acid. Bentuk asam glutamat yang terdapat pada protein hanya terdapat dalam bentuk L-Glutamic Acid, sedangkan asam glutamat dalam bentuk D-Glutamic Acid hanya dapat digunakan oleh organisme tingkat rendah seperti beberapa jenis bakteri (Afiqoh, 2018). Monosodium glutamat yang dibuat oleh pabrik melalui proses pengolahan kimiawi, yang berasal dari asam glutamat selalu terdapat bentuk D-Glutamic Acid di dalamnya selain adanya bentuk L-Glutamic Acid. Sedangkan D-Glutamic Acid
20
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Monosodium Glutamat ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Monosodium Glutamat (MSG)
2.1.1 Pengertian Monosodium Glutamat
Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium “L glutamate acid”
yang sering digunakan sebagai bahan penyedap rasa dan aroma serta pengawet
rasa yang termasuk dalam bahan tambahan makanan yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa dan aroma (Alsuhendra & Ridawati, 2013).
Monosodium glutamat merupakan bahan penyedap sintetis yang paling banyak
digunakan pada makanan sekarang ini. Pemberian MSG dapat meningkatkan
persepsi rasa gurih, manis dan asin serta mengurangi rasa asam dan pahit dari
makanan (Bhattacharya et al, 2011).
2.1.2 Kandungan Monosodium Glutamat
Monosodium glutamat (MSG) di dalam tubuh akan mengalami penguraian
menjadi bentuk asalnya, yaitu asam glutamat. Asam glutamat merupakan salah
satu dari asam amino yang pada lingkungan terdapat dalam dua bentuk yaitu,
berupa L-Glutamic Acid dan D-Glutamic Acid. Bentuk asam glutamat yang
terdapat pada protein hanya terdapat dalam bentuk L-Glutamic Acid, sedangkan
asam glutamat dalam bentuk D-Glutamic Acid hanya dapat digunakan oleh
organisme tingkat rendah seperti beberapa jenis bakteri (Afiqoh, 2018).
Monosodium glutamat yang dibuat oleh pabrik melalui proses pengolahan
kimiawi, yang berasal dari asam glutamat selalu terdapat bentuk D-Glutamic Acid
di dalamnya selain adanya bentuk L-Glutamic Acid. Sedangkan D-Glutamic Acid
9
tidak dapat digunakan karena tidak termasuk rangkaian peptida tubuh dan juga
tidak dapat digunakan dalam proses sintesis protein, sehingga jika bentukan D-
Glutamic Acid ini masuk kedalam tubuh, akan menghambat beberapa kinerja dari
enzim yang ada di dalam tubuh. Oleh karena alasan inilah, D-Glutamic acid tidak
dianjurkan untuk di konsumsi (Afiqoh, 2018).
Menurut Sukmaningsih et al (2011), glutamat yang masih terikat dengan
asam amino lain sebagai protein tidak memiliki rasa, tetapi dalam bentuk bebas
memiliki rasa yang gurih. Semakin tinggi kandungan glutamat bebas dalam suatu
makanan, maka semakin kuat rasa gurihnya. Glutamat bebas tersebut bereaksi
dengan ion natrium membentuk garam MSG. Diketahui komposisi senyawa
monosodium glutamat adalah 78% glutamat, 12% natrium, dan 10% air (Winarno,
2004).
Gambar 2.1.1 : Gambar rumus kimia monosodium glutamat
(Sumber : Zulkarnain, 2010)
2.1.3 Efek Monosodium Glutamat
Asupan monosodium glutamat dalam jumlah yang banyak dapat
menyebabkan nekrosisi pada neuron hipotalamus, nukleus, arkuata hipotalamus,
kemandulan pada jantan dan betina, berkurangnya berat hipofisis anterior,
10
adrenal, tiroid, uterus, ovarium, dan testis, kerusakan fungsi reproduksi, dan
berkurangnya jumlah anak (Pebrianti, 2011).
2.2 Pembentukan Spermatozoa
2.2.1 Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses suatu pemebelahan untuk menghasilkan
spermatozoa yang terjadi pada testis dalam menjalankan perannya sebagai organ
reproduksi jantan. Proses dari spermatogenesis dimulai dari pembelahan dan di
akhiri dengan pembentukan spermatozoa matur. Spermatogenesis terjadi melalui
empat tahapan utama, yaitu: mitosis (spermatogoniogenesis), meiosis,
spermiogenesis, dan spermiasi (Weinbauer et al, 2010).
Menurut Ferial (2013) spermatogenesis berlangsung di testis, tepatnya
didalam duktus seminiferus. Awal mulanya, tubulus seminiferus embrio laki-laki
hanya ada 2 macam sel, yakni sel induk atau biasa disebut sel punca (stem cell)
besar yang akan berproliferasi secara mitosis membentuk spermatogonia, dan sel
kecil yang belum terspesialisasi. Pada waktu spermatogenesis berlangsung,
sebagian sel tetap berupa sel punca sedangkan yang lain berdiferensiasi selama
pembelahan meiosis.
Spermatogenesis berlanjut, dimana spermatogonia berproliferasi
menghasilkan semakin banyak spermatogonia yang masing-masing mengandung
23 pasang kromosom atau diploid (2n = 46 kromosom). Beberapa spermatogonia
telah berdifernsiasi menjadi spermatosit primer yang juga diploid. Sel-sel
spermatosit primer tersebut kemudian melakukan pembelahan secara meiosis
menjadi dua spermatosit sekunder dengan jumlah kromosom menjadi setengahnya
11
yaitu 23 kromosom atau haploid (n). Selanjutnya spermatosit sekunder membelah
lagi secara meiosis menjadi empat spermatid. Keempat spermatid ini memasuki
ujung sel-sel sertoli untuk mematangkan diri menjadi spermatozoa yang
merupakan tahap akhir dari suatu proses pembentukan sperma. Tahapan ini
bermula dari bagian dalam dinding luar duktus seminiferus menuju kearah lumen,
mengandung sel spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder,
spermatid dan spermatozoa (Ferial, 2013).
Proses pematangan spermatid menjadi spermatozoa disebut
spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan terbagi ke dalam
4 fase, yaitu fase golgi, fase tutup (cap), fase akrosom, dan fase pematangan.
Proses ini terjadi, dimana sebagian badan golgi menjadi akrosom yang menutupi
bagian apikal kepala. Sitoplasma didorong dari kepala ke ekor, sehingga hanya
sedikit yang membungkus ekor, sedangkan sebagian besar sitoplasma dibuang.
Spermiogenesis akan mengubah spermatid yang awalnya berbentuk ramping
memanjang. Bentuk yang terspesialisasi ini, dengan ekor yang bias dikibas-
kibaskan, memungkinkan sperma untuk bergerak dan berenang sepanjang saluran
reproduksi pria dan wanita serta mencapai ovum yang akan dibuahi (Ferial,
2013).
Proses spermatogenesis pada manusia berlangsung setiap hari. Satu daur
spermatogenesis berlangsung kira-kira 75 ± 12 hari. Artinya, perkembangan sel
spermatogonia menjadi spermatozoa matang memerlukan waktu 75 hari.
Sementara itu, pemasakan spermatosit menjadi sperma memerlukan waktu dua
12
hari. Spermatozoa manusia sangat kecil, volumenya 1/85.000 dari ovum,
meskipun panjang ekornya hampir ½ dari diameter ovum (Ferial, 2013).
2.2.2 Spermatozoa
Satu sel spermatozoa terdiri atas kepala, leher, bagian tengah dan ekor.
Kepala berbentuk lonjong agak gepeng berisi nukleus (inti) haploid tebal dengan
sedikit sitoplasma, bagian ujungnya diselubungi oleh akrosom yang berfungsi
menghasilkan enzim-enzim yang membantu sperma untuk menembus ovum.
Panjang bagian kepala sekitar 5 µm. Leher merupakan bagian yang
menghubungkan kepala dengan bagian tengah. Bagian tengah yang banyak
mengandung mitokondria sebagai penghasil energi (ATP) untuk pergerakan
sperma. Panjang bagian tengah sekitar 5 µm. Ekor yang berupa flagela sebagai
alat pergerakan sperma. Ekor ini dibagi lagi menjadi bagian utama (principal
piece) dengan panjang sekitar 50 µm dan bagian ujung (end piece) dengan
panjang sekitar 5 µm (Ferial, 2013).
Yatim (1994) berpendapat bahwa macam spermatozoa menurut struktur
ada 2 kelompok yaitu berflagellum dan tak berflagellum. Spermatozoa yang
berflgellum yang umum terdapat pada hewan. Flagellum ada yang berjumlah satu
(umum) ada yang berjumlah dua (jarang). Spermatozoa yang tidak berflagellum
terdapat pada beberapa jenis Avertebrata, yakni Nematoda, Crustacea, Diplopoda.
13
2.3 Kualitas Spermatozoa
Spermatozoa merupakan sel yang sangat istimewa, dimana desain atau
dibentuk dengan baik untuk satu tujuan fertilisasi atau pembuahan ovum. Untuk
mencapai fertilisasi, sperma harus mempunyai kemampuan untuk bisa masuk ke
ovum. Spermatozoa akan melewati epididimis, seminal plasma (yang betindak
sebagai media transportnya), vagina, cairan serviks, cairan uterus dan oviduk
dimana masing-masing tempat memiliki lingkungan yang berbeda sehingga
diperlukan kualitas yang baik dari sperma baik morfologi, motilitas maupun
kelangsungan hidup sperma. Menurut Yatim (1994) Indikator kualitas sperma
adalah bau, warna, volume, koagulasi, likuifaksi, viskositas pH, kecepatan,
konsentrasi, motilitas, morfologi, dan ketahanan sperma.
Dari beberapa indikator kualitas spermatozoa yang dipaparkan oleh Yatim
(1994), penelitian ini lebih memfokuskan pada indikator kualitas spermatozoa
yang berkaitan dengan konsentrasi, motilitas dan morfologi.
Gambar 2.2.1 : Spermatozoa manusia yang abnormal
(Sumber: Ferial, 2013)
2.3.1 Konsentrasi
14
Konsentrasi atau jumlah spermatozoa/ml semen, dihitung dengan
hemasitometer. Dihitung dengan melihat sampel semen di bawah mikroskop
perbesaran 450X.
Melihat pada konsentrasi spermatozoa pria terdapat atas 4 golongan fertilisasi:
1) Polyzoospermia : > 250 juta/ml
2) Normozoospermia : 40-200 juta/ml
3) Oligozoospermia : < 40 juta/ml
4) Azoospermia : 0/ml
Perhitungan konsentrasi spermatozoa tikus putih jantan dilakukan dengan cara
mengambil spermatozoa dari kauda epididimis. Spermatozoa yang telah didapat
diletakkan dalam cawan penguap ke dalam kamar Neubauer (Hemasitometer)
sampai kamar Neubauer terisi rata. Jumlah spermatozoa selanjutnya dihitung pada
salah satu kamar hitung Neubauer. Kemudian ditentukan pengenceran yang akan
dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung sesuai dengan jumlah
spermatozoa yang telah diketahui (Ilyas, 2007).
Gambar 2.3.1 : Kamar hitung improved Neubauer
(Sumber : Arif, 2015)
15
2.3.2 Motilitas
Jumlah yang bergerak maju adalah jumlah semua spermatozoa dikurangi
jumlah spermatozoa yang mati dianggap normal jika motil maju > 40%. Menurut
Rehan et al, yang dikutup Yatim (1994) yang nomal % motilnya 63 ± 16 SD,
dengan range 10-95 %. Ada orang yang spermatozoanya lemah sekali gerak
majunya, disebut asthenozoospermia. Jika hampir semua sperma yang diperiksa
mati, tak bergerak, disebut necrozoospermia. Dengan kata lain orang ini infertile.
Tetapi ada laporan mutakhir, spermatozoa yang tak bergerak belum menunjukkan
mati. Mungkin ada sesuatu zat cytotoxic atau antibodi yang membuatnya tak
bergerak.
2.3.3 Morfologi
Semen diwarnai dengan giesma, dilihat menggunakan mikroskop
perbesaran 450X atau 1000X dengan memakai minyak imersi. Dihitung sebanyak
200 spermatozoa dan dibedakan yang normal (kepala oval dan bagian lain
normal), dengan yang abnormal (kepala bukan oval dan bagian yang lain
abnormal). Semen dianggap normal jika jumlah abnormal hanya 30-40% disebut
teratozoospermia. Jika > 50% = infertil, meski konsentrasi normal.
Bentuk abnormal dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: penyakit
alergi, ejakulasi terlalu sering, gangguan pada epididimis, oleh stess fisik maupun
psikis, gangguan hormonal dan gangguan saraf (Yatim, 1994).
2.4 Tinjauan Umum Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)
Tikus putih adalah hewan percobaan laboratorium yang lebih cepat
menjadi dewasa, tidak memperhatikan perkawinan musiman, umumnya lebih
16
mudah berkembang biak. Siklus spermatogenesis pada tikus putih selama 36 hari.
Ada sifat yang membedakan tikus dengan hewan percobaan lainnya yaitu tikus
tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus
bermuara ke dalam lambung tidak mempunyai kandung empedu (Susetyarini,
2004).
Berdasarkan hal tersebut, ternyata hewan coba yang banyak digunakan
untuk membuktikan suatu penelitian yang dapat diketahui pada pengaruh
monosodium glutamat terhadap konsentrasi spermatozoa yakni tikus putih jantan.
Menurut Armitage (2006), tikus putih (Rattus norvegicus) diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Schiurognathi
Family : Muridae
Sub family : Murinae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
17
Gambar 2.4.1 : Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
2.5 Tinjauan Sistem Reproduksi Jantan
2.5.1 Alat Reproduksi Jantan
Alat reproduksi jantan terdiri atas tiga organ utama yaitu testis,
pengeluaran kelenjar aksesoris, dan penis. Testis merupakan organ reproduksi
yang sangat penting karena di dalamnya terdapat bagian yang disebut tubulus
seminiferus. Saluran pengeluaran atau ductus ekskresi terdiri atas vas eferens,
epididimis, vas deferens, dan saluran ejakulatorius. Kelenjar aksesoris terdiri atas
vesika seminalis, kelenjar prostat, dan kelanjar cowper. Penis merupakan organ
reproduksi pria yang berperan dalam kopulasi. Penis menyampaikan sel sperma
ke dalam organ reproduksi betina (Akhyar, 2003).
Urutan alat reproduksi jantan sebagai berikut:
a. Testis atau Gonad merupakan bagian alat kelamin yang utama.
18
b. Saluran-saluran reproduksi terdiri dari: epididymis, vas deferens dan uretra;
sedangkan kelenjar mani terdiri atas: kelenjar vesikularis, kelenjar prostat,
kelenjar bulbouretralis atau kelenjar cowper.
c. Alat kelamin luar, yaitu penis yang merupakan alat kopulasi dan penyalur
mani dan urine, dan alat pelindung yang terdiri dari skrotum dan preputium
(Susetyarini, 2004).
2.5.2 Testis
Testis adalah organ kelamin laki-laki untuk pengembangbiakan, tempat
spermatozoa dibentuk dan hormon kelamin laki-laki testosteron dihasilkan. Testis
berkembang di dalam rongga abdomen sewaktu janin dan turun melalui saluran
inguinal dan kiri masuk ke dalam skrotum menjelang akhir kehamilan. Testis
terletak oblik menggantung pada urat-urat spermatik di dalam skrotum (Pearce,
2002).
Struktur mikroskopik testis adalah tunika albuginea (kapsul jaringan ikat
yang membungkus testis). Struktur mikroskopik testis merupakan jaringan
glanduler (kelenjar) yang terbagi menjadi 200-300 lobi. Setiap lobus berisi
tubulus seminiferus yang berkelok-kelok yang bermuara ke dalam vas deferens.
(Ferial, 2013)
19
Gambar 2.5.2 : Anatomi testis
(Sumber : Halim, 1995)
Testis merupakan organ reproduksi yang paling penting bagi laki-laki
karena di dalamnya terdapat bagian yang disebut tubulus seminiferous yang
berfungsi menghasilkan sel-sel kelamin laki-laki (sperma) dan menghasilkan
hormon testosteron. Testis berbentuk oval dan berjumlah sepasang. Organ ini
dilindungi oleh struktur yang disebut skrotum (Akhyar, 2003).
2.5.3 Tubulus Seminiferus
Tubulus seminiferous merupakan komponen fungsional utama dari testis.
Setiap testis memiliki 250-1000 tubulus seminiferus di dalam lobulus. Setiap
tubulus seminiferus di dalam testis memiliki epitel germinal (seminiferus) yang
mengandung beberapa tahap perkembangan sel-sel spermatogenik dan sel
penyokongnya yaitu sel sustentakuler sertoli. Epitel germinal ini juga diperkuat
oleh membran basal yang terdiri atas jaringan ikat dan elastis serta lamina propria
yang tipis (Junquiera & Carneiro J, 2013).
Epitel germinal pada tubulus seminiferus akan terbagi menjadi dua
kompartemen, yaitu kompartemen basal dan adluminal. Terbaginya epitel
20
germinal pada tubulus seminiferus terjadi pada masa pubertas, yang dikarenakan
pembentukan blood testis barrier oleh sel sertoli dengan membentuk tight
junctions antar sel. Kompartemen basal akan ditempati oleh spermatogonia dan
spermatosit primer stadium preleptoten, sedangkan kompartemen adluminal akan
ditempati oleh stadium perkembangan selanjutnya (Junquiera & Carneiro J,
2013).
2.6 Sistem Kontrol Hormonal
2.6.1 Hipotalamus-Hipofisis Testis
Hipotalamus adalah suatu sistem organ yang mengatur sistem reproduksi
baik pria maupun wanita melalui sekresi Gonadotropin-Releasing Hormone
(GnRH) (Ganong, 2015). Sekresi GnRH melalui portal hipotalamus-hipofisis akan
menstimulasi sel gonadotrop hipofisis anterior memproduksi hormone
gonadotropik, yaitu Follicle Stumulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH). Sekresi GnRH oleh hipotalamus terjadi secara pulsatile, sehingga
proses pelepasan hormon gonadotropik akan terjadi perbedaan kadar puncak.
Sering kali hal tersebut terjadi pada hormon LH disbanding dengan FSH
dikarenakan waktu yang lebih singkat pada sirkulasi. Sel gonadotrop adalah salah
satu sel yang ada pada hipofisis anterior yang memiliki granula basofilik (Liu et
al., 2004).
Pada sistem reproduksi pria, target dari FSH dan LH adalah testis.
Terdapat dua bagian penting pada testis yang akan berkaitan dengan hormon
gonadotropik ini, yaitu sel leydig yang terdapat pada interstitial dan sel sertoli
pada membran tubulus seminiferous. Luteinizing Hormone (LH) bersifat tropic
21
terhadap sel leydig. Sinyal transduksi dari hormon ini akan berkaitan dengan
reseptor spesifik yang terdapat pada sel leydig dan beraktivitas dengan enzim
adenil siklase, sehingga terjadi peningkatan tajam dari cyclic adenosine
monophosphate (cAMP) sitoplasma. Peningkatan cAMP sitoplasma ini memulai
sintesis dari testosterone. Testosterone yang dihasilkan akan menghambat sekresi
LH secara langsung pada hipofisis anterior dan GnRH pada hipotalamus melaui
umpan balik negatif (Ganong, 2015).
2.7 Pengaruh MSG terhadap Konsentrasi Spermatozoa Tikus Putih
Monosodium glutamat dapat meyebabkan penuruanan jumlah spermatozoa
dan penurunan kadar testosteron. Menurut Susetyarini (2015) asam glutamat
memiliki peran penting dalam metabolisme yang menghasilkan ATP sebagai
sumber energi untuk motilitas serta konsentrasi spermatozoa. Asam glutamat
diperlukan untuk mempertahankan kualitas spermatozoa, terutama untuk
melindungi plasma dari kerusakan akibat lipid peroksida. Mekanisme ini
merupakan mekanisme antioksidan untuk melindungi sel dari radikal bebas. Nitrat
oksida akan menonaktifkan superoksida yang diproduksi oleh spermatozoa selama
proses konsumsi oksigen. Jumlah superoksida yang berlebihan dapat
mempengaruhi peroksida membran fosfolipid spermatozoa yang dapat
menyebabkan kegagalan fungsi.
Produksi lipid peroksida dalam membran spermatozoa dicegah dengan
meningkatkan produk nitrat oksida oleh asam glutamat. Deretan asam glutamat
akan menghambat serta mencegah proses fraksi gula dalam spermatozoa. Faktor
inilah yang mendukung aktivitas metabolisme dan meningkatkan ketersediaan
22
energi bagi spermatozoa, sehingga spermatogenesis di dalam testis dapat diatur.
Jumlah asam glutamat yang terdapat dalam MSG apabila dikonsumsi secara
berlebihan (terutama asam glutamat-D) akan menyebabkan asam glutamat tidak
dapat digunakan dalam proses sintesis protein, melainkan menjadi radikal bebas
di dalam tubuh manusia (Tambunan et al., 2012).
Monosodium glutamat dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis dengan
menurunkan jumlah spermatosit pakiten dan spermatid melalui mekanisme
testikuler (Sukmaningsih et al, 2011), serta penurunan jumlah spermatozoa dan
penurunan kadar testosteron (Nurhayati, 2012).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Pebrianti (2011), pada tikus
didapatkan hasil bahwa monosodium glutamat dapat menyebabkan penurunan
viabilitas spermatozoa, menurunkan kualitas motil spermatozoa, serta
meningkatkan abnormalitas morfologi spermatozoa. Monosodium glutamat
dengan variasi dosis yang diinduksi kepada tikus jantan pada induksi MSG 6 g/kg
BB memberikan beberapa pengaruh yaitu berupa penurunan berat epididimis dan
vas deferens, perubahan histologi testis dan diameter tubulus seminiferous,
penurunan plasma testosteron, penurunan konsentrasi sperma epididimis dan
reaksi akrosom (Lamsaard et al., 2014).
Monosodium glutamat menyebabkan gangguan spermatogenesis yang terjadi
pada penurunan jumlah spermatid pakiten dan spermatid. Gangguan
spermatogenesis dapat terjadi melalui 3 mekanisme bersifat antifertilisasi yaitu
pretestikuler, testikuler, dan post testikuler. Mekanisme pretestikuler menghambat
23
spermatogenesis melalui proses hipotalamus, hipofisis dan testis. LH yang
menurun dalam serum akan mereduksi testosterone intratestikuler yang diikuti
oleh penurunan FSH sehingga produksi sperma terhambat.
Gangguan spermatogenesis melalui testikuler bersifat sitotoksik. MSG
menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang berlebih dan menimbulkan stress
oksidatif. Testis sebagai media berlangsungnya spermatogenesis bersifat sangat
rentan terhadap proses oksidasi oleh radikal bebas. Radikal bebas ini akan
menimbulkan gangguan pada spermatogenesis dan membrane spermatozoa.
Membran sel spermatogenik mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh
rantai ganda. Bila radikal bebas yang terbentuk bertemu dengan asam lemak tak
jenuh ganda dalam membran sel, akan terjadi reaksi peroksidasi lipid dari
membran sel tersebut yang mengakibatkan peningkatan fluiditas membran,
gangguan integritas membran dan inaktifasi ikatan membran dengan enzim dan
reseptor. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sel termasuk
spermatozoa. Berkurangnya ATP intraseluler dengan cepat sehingga berakibat