5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Preeklamsi Preeklamsi merupakan komplikasi pada 5-10% dari seluruh kehamilan (WHO, 2002; Takahashi dan Martinelli, 2008) dan merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian terbanyak pada kehamilan setelah perdarahan dan infeksi (Miller, 2007). Dahulu preeklamsi terdiri dari trias hipertensi, proteinuria dan edema, namun pada saat ini NHBPE (National High Blood Pressure Education Program) merekomendasikan untuk menghilangkan edema sebagai kriteria diagnostik pada preeklamsi karena terlalu sering ditemukan pada kehamilan normal. Preeklamsi meningkat insidensnya pada wanita muda dan nullipara. Namun frekuensinya juga meningkat pada wanita multipara dan berusia di atas 35 tahun. Juga preeklamsi sering terjadi pada anak perempuan dari ayah yang memiliki genotip untuk timbulnya preeklamsi (Chappel dan Morgan, 2006). Faktor faktor risiko lain untuk terjadinya preeklamsi adalah : Faktor risiko untuk terjadinya Preeklamsi 1. Usia <20 tahun atau >35 tahun 2. Nulliparitas 3. Kehamilan multipel 4. Mola hydatidiform 5. Diabetes Mellitus 6. Hipertensi kronis 7. Penyakit ginjal
31
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Preeklamsi Preeklamsi merupakan ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Preeklamsi
Preeklamsi merupakan komplikasi pada 5-10% dari seluruh kehamilan
(WHO, 2002; Takahashi dan Martinelli, 2008) dan merupakan salah satu dari tiga
penyebab kematian terbanyak pada kehamilan setelah perdarahan dan infeksi
(Miller, 2007). Dahulu preeklamsi terdiri dari trias hipertensi, proteinuria dan
edema, namun pada saat ini NHBPE (National High Blood Pressure Education
Program) merekomendasikan untuk menghilangkan edema sebagai kriteria
diagnostik pada preeklamsi karena terlalu sering ditemukan pada kehamilan
normal. Preeklamsi meningkat insidensnya pada wanita muda dan nullipara.
Namun frekuensinya juga meningkat pada wanita multipara dan berusia di atas 35
tahun. Juga preeklamsi sering terjadi pada anak perempuan dari ayah yang
memiliki genotip untuk timbulnya preeklamsi (Chappel dan Morgan, 2006).
Faktor faktor risiko lain untuk terjadinya preeklamsi adalah :
Faktor risiko untuk terjadinya Preeklamsi
1. Usia <20 tahun atau >35 tahun
2. Nulliparitas
3. Kehamilan multipel
4. Mola hydatidiform
5. Diabetes Mellitus
6. Hipertensi kronis
7. Penyakit ginjal
6
8. Riwayat keluarga dengan preeklamsi
Kriteria diagnosis yang digunakan adalah menurut kelompok kerja
(NHBPE, 2000), yaitu :
Preeklamsi ringan :
Kriteria minimal
1. Tekanan darah 140/90 mm Hg setelah umur kehamilan 20 minggu
2. Proteinuria 300 mg/24 jam atau +1 dipstick
Preeklamsi berat :
1. Tekanan darah 160/110 mm Hg, ditambah
2. Proteinuria 2,0 gram/24 jam atau + 2 dipstick
3. Kreatinin serum 1,2 mg/dl, kecuali sebelumnya diketahui terjadi
peningkatan
4. Trombosit 100.000 / mm3
5. Hemolisis mikroangiopati
6. Peningkatan AST (Aspartat Transferase) atau ALT (Alanin Transferase)
7. Nyeri kepala yang persisten
8. Nyeri epigastrium yang menetap
Hipertensi didiagnosis dalam keadaan istirahat selama lebih dari 5 menit
dalam posisi duduk tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, Korotkoff phase V
digunakan untuk mengukur tekanan diastolik (Cunningham dkk, 2005).
Pada kehamilan normal terjadi penurunan sensitivitas maternal terhadap
vasopressor endogen. Hal ini terjadi pada awal masa kehamilan, sehingga hal ini
menyebabkan peningkatan ruang intravaskular dan penurunan tekanan darah.
7
Namun pada wanita yang menderita preeklamsi, refrakter pada endogen
vasopressor tidak terjadi sehingga peningkatan ruang intravaskular tidak terjadi
dan penurunan tekanan darah pada kehamilan juga tidak terjadi dan terjadi
penurunan volume intravaskuler. Bahkan pada keadaan preeklamsi berat selain
terjadi hipertensi dan proteinuria, pada wanita hamil dengan preeklamsi berat juga
dapat mengalami keluhan lainnya seperti pandangan kabur, nyeri epigastrium atau
nyeri pada kuadran kanan atas, refleks patella meningkat atau klonus. Kelainan
laboratorium dapat ditemukan peningkatan hematokrit, laktat dehidrogenase,
serum transaminase, asam urat dan trombositopenia. DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation) juga dapat ditemukan pada kasus yang berat (Miller,
2007).
Sudah banyak teori yang menerangkan patofisiologi terjadinya
preeklamsi, tetapi tidak satupun yang dianggap benar secara mutlak. Teori-teori
tersebut seperti kelainan pada vaskularisasi plasenta, teori iskemik, radikal bebas
dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori
adaptasi kardiovaskuler, teori defisiensi genetik, teori defisiensi gizi dan teori
inflamasi (Angsar , 2003; Sibai, 2005).
Untuk memahami terjadinya preeklamsi harus dipahami fisiologi
perkembangan dan pembentukan plasenta terlebih dahulu. Pada perkembangan
normal pembentukan pembuluh darah uteroplasenta terbagi menjadi dua
gelombang atau dua tahap. Tahap pertama sebelum usia kehamilan 12 minggu
terjadi invasi dan modifikasi dari arteri spiralis desidua. Invasi dan modifikasi ini
terjadi sampai batas terluar dari myometrium. Antara usia 12 sampai 16 minggu
8
terjadi invasi tahap kedua yaitu invasi pada intramyometrial arteri spiralis yang
menyebabkan perubahan dari lumen arteri spiralis yang sebelumya sempit
menjadi dilatasi dan menurunkan tahanan pada pembuluh darah uteroplasenter ini.
Apabila terjadi kelainan atau abnormalitas pada tahap ini maka dapat berkembang
menjadi preeklamsi (Cunningham dkk, 2005). Terdapat dua hal penting yang
memegang peranan sentral terhadap terjadinya preeklamsi (Wang dan Alexander,
2000 ; Hladunewich dkk, 2007).
Dua hal penting patofisiologi dari penyebab preeklamsi tersebut adalah :
Gambar 2.1. Perbandingan implantasi plasenta pada kehamilan normal dan preeklamsi (Sumber : Sharma dkk, 2010)
1. Disfungsi trofoblas plasenta
Plasentasi membutuhkan banyak faktor angiogenesis untuk menstabilkan
suplai oksigen dan nutrient pada fetus. Pada preeklamsi terjadi penurunan pada
plasental angiogenesis. Normalnya invasif sitotrofoblas melakukan ”down
regulate” terhadap molekul adhesi yaitu Echaderin dan integrin a6b4 dan aVb6
9
yang menghambat invasi pada permukaan sel nya dan mengadopsi fenotip dari sel
permukaan dari endotel sehingga melakukan ”up regulate” pada a1b1, aVb3 dan
VE cadherin yang meningkatkan invasi, proses ini dikenal sebagai
pseudovaskulogenesis. Pada preeklamsi sel sitotrofoblas tidak dapat melakukan
perubahan ini sehingga sel sitotrofoblas ini tidak dapat melakukan invasi secara
sempurna, dan pada akhirnya invasi pada arteri spiralis ini hanya terbatas pada
lapisan desidual saja sedangkan lapisan muskularis pada arteri spiralis tidak
diinvasi oleh sel trofoblas, sehingga pembuluh darah arteri spiralis pada
preeklamsi ini hanya 40% dibandingkan dengan kehamilan normal (Sing, 2009).
Pada penelitian lain juga didapatkan adanya hypoxia-inducible factor-1
mengalami upregulasi pada preeklamsi sehingga menyebabkan terjadinya
diferensiasi abnormal pada sel trofoblas sehingga tidak terjadi
pseudovaskulogenesis dan hal ini merupakan tahap awal untuk terjadinya iskemia
plasenta (Sharma dkk, 2010).
2. Disfungsi endotel dalam vaskularisasi maternal.
Plasenta memegang peranan penting dalam patogenesis dan patofisiologi dalam
preeklamsi. Plasentasi yang abnormal dalam preeklamsi menyebabkan terjadinya
maladaptasi imun dan implantasi plasenta yang kurang sempurna, yang
menyebabkan terjadinya kegagalan remodelling fisiologis dari pembuluh darah
desidua dan tidak sempurnanya perkembangan vaskularisasi plasenta. Hal penting
lain yang menyebabkan terjadinya preeklamsi adalah disfungsi endotel yang
menyebabkan peningkatan lipid peroksidase dan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi vasokonstriktor tromboksan (TXA2) dan vasodilator prostasiklin
10
(PGI2) disadari sebagai faktor penting dalam peningkatan vasokonstriksi plasenta
pada preeklamsi (Coskun dan Ozdemir, 2008). Pada wanita hamil normal
prostasiklin endotel mencapai 8-10 kali lipat lebih tinggi daripada wanita yang
tidak hamil. Namun pada wanita preeklamsi peningkatan ini hanya terjadi 1-2 kali
lipat (Coskun dan Ozdemir, 2008). Di samping itu pada wanita preeklamsi
tromboksan meningkat lebih banyak bila dibandingkan dengan wanita normal.
Karena prostasiklin merupakan vasodilator dan tromboksan merupakan
vasokonstriktor, kerusakan sel endotel menyebabkan peningkatan tromboksan dan
penurunan prostasiklin menyebabkan terjadinya vasospasme. Peningkatan sintesis
lemak menyebabkan peningkatan rasio tromboksan / prostasiklin dan
menyebabkan timbulnya sindrom preeklamsi. Itulah mengapa profil lipid yang
abnormal merupakan penanda penting untuk terjadinya preeklamsi.
2.2 Low Density Lipoprotein dan High Density Lipoprotein
2.2.1 Low density lipoprotein
Gambar 2.2 Struktur Low Density Lipoprotein ( Sumber : Loshak, 2001)
LDL merupakan salah satu jenis lipoprotein yang mengantarkan kolesterol
dan trigliserid dari hati ke dalam jaringan perifer. Seperti semua lipoprotein
lainnya, LDL memungkinkan lemak dan kolesterol masuk ke dalam unsur air dari
aliran darah. LDL juga mengatur sintesis kolesterol pada jaringan perifer. Setiap
11
partikel LDL mengandung molekul apopoprotein B-100 (Apo B-100, suatu
protein yang tersusun dari 4536 asam amino), yang beredar bersama dengan asam
lemak, agar LDL ini tetap bercampur dengan unsur air dalam darah. LDL juga
memiliki inti yang sangat hidrofobik mengandung asam lemak linoleate dan
terdiri dari 1500 molekul kolesterol. Dan inti ini dikelilingi oleh cangkang
phospholipid B-100 (514 kD). Partikel LDL diameternya berukuran ± 22nm,
namun LDL ini dapat memiliki jumlah asam lemak yang bervariasi ukuran dan
massa intinya (Loshak, 2001).
2.2.1.1 Transport ke dalam sel
Ketika suatu sel memerlukan kolesterol, maka sel ini mensintesis suatu
reseptor LDL, dan reseptor ini terletak pada plasma membran sehingga ketika
LDL ini beredar di dalam darah maka LDL ini melekat pada reseptor LDL yang
berada pada permukaan sel hal ini disebut juga sebagai mekanisme receptor-
mediated endocytosis (Loshak, 2001).
Gambar 2.3. Reseptor mediated endocytosis LDL ( Sumber: Loshak 2001)
LDL dapat mengantarkan kolesterol ke dalam arteri dan dapat tertahan oleh
proteoglikan arteri maka pada arteri tersebut dapat membentuk plak, dan
meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis.
12
Bukti lain menunjukkan peningkatan konsentrasi dan ukuran LDL sangat
berhubungan erat dengan kejadian atherosklerosis. LDL yang memiliki ukuran
partikel yang kecil menyebabkan peningkatan pembentukan ateroma yang
berkembang menjadi aterosklerosis. LDL terbentuk ketika protein VLDL
kehilangan trigliserid melalui enzim LPL dan menjadi berukuran lebih kecil dan
padat, mengandung kolesterol yang lebih banyak (Loshak, 2001).
LDL menyebabkan terjadinya aktivasi endotel pada preeklamsi akibat
masuknya LDL ke dalam endotelium dan menjadi teroksidasi, karena bentuk yang
teroksidasi ini lebih mudah tertahan dalam proteoglikan pembuluh darah maka
lebih mudah terbentuk radikal bebas pada endotelium. Kadar LDL normal pada
kehamilan adalah ≤150 mg/dL (Evruke dkk, 2004).
2.2.1.2 Low density lipoprotein pada preeklamsi
Pada kehamilan normal terjadi peningkatan dari trigliserid dan
berhubungan dengan perubahan low density lipoprotein (LDL) menjadi bentuk
yang lebih kecil dan padat, dan jumlahnya bahkan semakin meningkat pada
preeklamsi. Sehingga terjadi penurunan pada LDL-peak particle diameter (LDL-
PPD) yang cukup signifikan pada preeklamsi dibandingkan dengan kehamilan
normal (Belo dkk, 2002). Partikel LDL yang kecil ini penting sebab semakin kecil
dan semakin padat populasi kolesterol di dalamnya maka menyebabkan LDL
semakin mudah teroksidasi. Setelah teroksidasi maka LDL memiliki potensi untuk
meningkatkan resiko terjadinya atherosklerosis, pembentukan sel busa dan
menyebabkan disfungsi endotel. Bahkan bentuk LDL yang telah teroksidasi ini
dan apo B-100, ditemukan pada plak aterosklerosis. Oksidasi biologi dari LDL
13
menyebabkan perubahan struktur dan perubahan komposisi dari partikel LDL
seperti pembentukan oxysterol dan peningkatan kepadatan pada partikel LDL. Hal
inilah yang menyebabkan mengapa perubahan profil lipid rasio LDL/HDL
merupakan marker yang penting pada preeklamsi (Coskun dan Ozdemir, 2008).
Gambar 2.4. Pembuluh darah normal ( Sumber : Loshak, 2001)
Gambar 2.5. Setelah LDL teroksidasi dan membentuk sel busa dan proliferasi sel otot polos ke dalam endotel (Sumber : Loshak, 2001)
2.2.2 High density lipoprotein
HDL dan LDL merupakan bagian dari kelompok lipoprotein (Kilomikron,
VLDL, IDL, LDL, HDL). HDL memungkinkan lipid seperti kolesterol dan
trigliserida ditransport ke dalam aliran darah. HDL mampu memindahkan
kolesterol dalam arteri dan mengembalikannya ke dalam hati untuk diekskresi
atau di metabolisme kembali. Kadar HDL yang tinggi di dalam aliran darah dapat
mencegah terjadinya kerusakan sel endotel dan memiliki efek protektif pada
pembuluh darah dan kadar kolesterol HDL yang rendah (di bawah 60mg/dL atau
14
1mmol/L) menyebabkan peningkatan resiko kerusakan endotel pembuluh darah
yang kemudian menyebabkan peningkatan resiko terjadinya vasospasme (Evruke,
2004).
2.2.2.1 Struktur dan fungsi high density lipoprotein
Gambar 2.6. Struktur molekul High Density Lipoprotein (Sumber : Toth, 2005)
HDL merupakan partikel lipoprotein yang terkecil, namun memiliki
volume yang paling banyak dibanding lipoprotein yang lain. Hal ini disebabkan
oleh HDL memiliki proporsi HDL yang paling banyak mengandung protein. HDL
mengandung apolipoprotein terutama apo A-I dan apo A-II. Di dalam hati
lipoprotein ini disintesis dari struktur kompleks apolipoprotein dan phospholipid.
15
HDL memiliki kemampuan untuk membawa kolesterol yang berada di sel
jaringan pembuluh darah melalui interaksinya dengan ABCA1 (ATP Binding
Casette Transporter A1). Suatu enzim plasma yang disebut dengan LCAT
(Lecithin Cholesterol Acyltransferase) mengubah kolesterol bebas menjadi
cholesteryl ester (bentuk kolesterol yang lebih hidrofobik), yang kemudian
cholesteryl ester ini dimasukkan ke dalam inti partikel lipoprotein, sehingga
membentuk suatu bentuk sintesis HDL yang baru yang berbentuk bola. HDL ini
kemudian bersirkulasi di dalam aliran darah dan memasukkan lebih banyak
kolesterol dan molekul phospholipid dari sel dan jaringan perifer melalui
interaksinya dengan ABCG1 Transporter dan PLTP (Phospolipid Transfer
Protein) sehingga ukuran HDL yang tadinya kecil menjadi semakin membesar
(Eckardstein dkk, 2001).
HDL membawa kolesterol terutama ke dalam hati atau organ
steroidogenic lain seperti adrenal, ovary, dan testes melalui jalur langsung dan
tidak langsung. HDL kemudian dikeluarkan dari sirkulasi melalui reseptor HDL
seperti Scavenger receptor (SR-BI), yang memperantarai pengambilan selektif
kolesterol dari HDL. Pada manusia jalur ini berlangsung melalui jalur tidak
langsung, yang diperantarai oleh CETP (Cholesteryl Ester Transfer Protein).
Protein ini ”menukar” trygliserid dari VLDL dengan Cholesteryl Ester dari HDL.
Sebagai hasilnya, VLDL diproses menjadi LDL, LDL ini dikeluarkan dari
sirkulasi melalui reseptor LDL. Trygliserid yang berada di dalam HDL ini
merupakan Trigliserid yang tidak stabil, yang kemudian didegradasi oleh hepatic
lipase sehingga yang tertinggal hanya partikel HDL yang kecil, yang memulai
16
kembali siklus pengambilan kolesterolnya di dalam sel dan jaringan perifer.
Gambar 2.7. Metabolisme HDL dan fungsinya dalam mengantarkan kolesterol dari jaringan yang dimetabolisme kembali dalam hati (Sumber : Eckardstein dkk, 2001).
Jalur yang menjelaskan mengenai perubahan dari HDL. HDL3 dan HDL2
mature dihasilkan dari Lipid-free apo A-I atau lipid pre β-HDL sebagai
prekursornya. Prekursor ini dihasilkan dari HDL yang berasal dari hati atau usus.
ABC1 memperantarai transport lipid dari sel yang penting sebagai tahap awal,
kemudian LCAT memperantarai esterifikasi dari kolesterol yang membentuk
partikel HDL berbentuk bulat yang terus membesar ukurannya seiring dengan
esterifikasi kolesterol HDL dalam sirkulasi dan PLTP memperantarai fusi atau
penggabungan dari cholesteryl ester ke dalam inti lipoprotein HDL.
Kolesterol yang dikirimkan ke dalam hati kemudian diekskresikan ke
dalam empedu dan usus setelah sebelumnya diubah menjadi asam empedu.
Transport kolesterol HDL ke organ adrenal, ovarium, dan testis penting untuk
sintesis hormon steroid.
17
Langkah langkah metabolisme HDL ini memiliki peran penting pada transport
kolesterol dari makrofag lipid-laden pada arteri atherosklerosis, yang juga dikenal
sebagai ”sel busa” ke dalam hati yang setelah itu diekskresikan menjadi asam
empedu. Jalur ini juga dikenal dengan reverse cholesterol transport dan diketahui
memiliki pengaruh protektif HDL terhadap terjadinya aterosklerosis.
Selain itu HDL membawa banyak kandungan lipid dan protein, namun
masing masing jenisnya dalam konsentrasi yang sangat kecil tetapi memiliki
aktivitas biologi yang sangat besar. Sebagai contoh, HDL bersama dengan
struktur protein dan lipid berperan dalam membantu menghambat proses oksidasi,
inflamasi, aktivasi sel endotel, koagulasi dan agregasi platelet. Sehingga dapat
disimpulkan HDL memiliki peran penting dalam menghambat terjadinya proses
atherosklerosis (Loshak, 2001).
Semakin tinggi HDL dalam sirkulasi maka semakin baik dan besar
manfaatnya untuk mencegah terjadinya Atherosklerosis dan Preeklamsi. Menurut
National Cholesterol Education Program, suatu badan yang memiliki peran besar
dalam perkembangan penelitian kolesterol di Amerika mengemukakan bahwa,
kadar HDL yang rendah didefinisikan apabila kadar HDL yang lebih rendah atau
sama dengan 50 mg/dL. AHA mengemukakan bahwa sebaiknya untuk mencegah
terjadinya atherosklerosis maka wanita dan pria sebaiknya memiliki kadar HDL di
atas 50mg/dL. Karena kadar 50 mg/dL berdasarkan penelitian mereka merupakan
nilai minimal yang sebaiknya ada untuk mencegah Aterosklerosis (Toth, 2005).
Jayante mengemukakan pada penelitiannya pada wanita hamil normal tanpa
preeklamsi didapat kadar HDL dengan mean 45,9 mg/dL±8.00 (Jayante dkk,
18
2006).
2.3 Patofisiologi aterosklerosis
Untuk memahami proses terjadinya aterosklerosis maka harus dipahami
terlebih dahulu gambaran histologi dan fisiologi dari pembuluh darah normal.
Unsur pokok dari dinding pembuluh darah adalah sel endotel dan sel otot polos,
dan ECM (Extracellular Matrix), termasuk di dalamnya adalah elastin, collagen,
dan Glycosoaminoglycans. Tiga lapisan penyusun dari pembuluh darah ini ialah-
intima, media, adventitia dan ketiga lapisan ini lebih mudah diidentifikasi pada
pembuluh darah besar (Schoen, 2005).
Gambar. 2.8 Lapisan pada pembuluh darah (Sumber : Schoen, 2005)
Pada arteri normal, lapisan intima terdiri dari selapis sel endotel dengan
jaringan ikat subendotelial. Dipisahkan dengan lapisan media oleh lamina elastic
interna. Lapisan sel otot polos dari tunika media mendapat oksigen dan nutrient
yang berasal dari difusi langsung dari lumen pembuluh darah yang difasilitasi dari
lubang lubang kecil dari elastic lamina interna .Namun fasilitasi ini tidak
mencukupi sebagian besar dari lapisan media yang lainnya sehingga lapisan
media ini juga di vaskularisasi oleh arteriole kecil yang berasal dari luar pembuluh
darah (dikenal dengan vasa vasorum, atau ”pembuluh darah dari pembuluh
darah”) yang memperdarahi 1/3 sampai 2/3 dari pembuluh darah. Bagian terluar
dari tunika media ini terdapat lapisan external elastic lamina. Di sebelah luar dari
19
lapisan media ini terdapat tunika adventitia, yang terdiri dari jaringan ikat dengan
serat saraf dan vasa vasorum di dalamnya (Schoen, 2005).
Karena unsur terpenting dari pembuluh darah adalah sel endotel dan sel
otot polos maka kedua bagian ini memegang peran penting pada biologi
pembuluh darah dan patologinya. Fungsi dari kedua komponen ini mempengaruhi
mekanisme kerja respon dari hemodinamik dan rangsangan biokimia. Mengetahui
bagaimana pembuluh darah berfungsi, beradaptasi terhadap keadaan patologis,
dan responsnya terhadap cedera membantu kita memahami kondisi spesifik
patologis, mekanismenya, dan komplikasi komplikasi yang terjadi. Lebih jauh lagi
dengan memahami mekanisme kerja dari pembuluh darah ini terhadap penyakit
preeklamsi dapat membantu perkembangan pilihan terapi untuk mengobati atau
mencegah timbulnya penyakit pada pembuluh darah yang merupakan penyebab
terpenting dari terjadinya mortalitas dan morbiditas.
2.3.1 Sel endotel
Sel endotel terdiri dari selapis sel, yang memanjang dan melapisi lumen
dari pembuluh darah. Struktur dan fungsi dari sel endotel ini merupakan bagian
penting untuk menjaga keberlangsungan homeostasis dinding pembuluh darah dan
fungsi sirkulasi yang normal. Sel endotel terdiri dari weibel palade bodies, 0,1 pm
wide, 3 pm-long membran terikat pada faktor von Willebrand (vWF). Sel endotel
dapat diidentifikasi secara immunohistokimia dengan antibodi tehadap Platelet
Endothelial Adhesion Molecule-1 (PECAM-1), Cluster of differentiation 34
(CD34), dan vWF (Schoen, 2005).
Sel endotel merupakan sel yang memiliki berbagai fungsi dan memiliki
20
banyak mekanisme metabolik dan sintetis yang mempengaruhi kerja dari
pembuluh darah. Sebagai suatu membran yang semipermeabel, endotel mengatur
transfer dari molekul kecil dan molekul besar melalui dinding pembuluh darah.
Pada keadaan normal hubungan antar sel pada sel endotel ini impermeabel
terhadap molekul molekul yang berukuran besar seperti protein plasma, namun
hubungan yang relatif tidak stabil di antara sel sel endotel ini dapat melebar akibat
pengaruh dari faktor hemodinamik contohnya seperti pada tekanan darah tinggi
dan zat zat vasoaktif contohnya adalah histamin. Fungsi yang lain dari sel endotel
ini ialah pengaturan dari aliran darah, pengaturan reaksi imun dan inflamasi,
pengaturan pertumbuhan dari sel sel otot polos pembuluh darah, pengaturan
terjadinya trombosis dan lain sebagainya.
Gambar. 2.9 Sel endotel yang merespon terhadap stimulus lingkungan dari luar yaitu causes (Activators) dan Consequences (Induced Genes) (Sumber: Schoen, 2005)
Sel endotel mampu untuk merespon berbagai rangsangan patologis
dengan cara merubah fungsi fisiologisnya dan meningkatkan zat yang diperlukan
sehingga merubah fungsinya, ini adalah suatu keadaan yang dikenal sebagai
aktivasi endotel. ”inducers” atau faktor pencetus dari aktivasi endotel ini di
antaranya adalah cytokines dan bacterial product, yang dapat menyebabkan
inflamasi dan syok septik, Stress hemodinamik dan dislipidemia yang dapat
21
menyebabkan penyakit aterosklerosis (penyebab dari patofisiologi timbulnya
penyakit preeklamsi), peningkatan terjadinya proses glycosilation (penting pada
terjadinya diabetes), hypoxia dan lain sebagainya. Kemudian setelah terjadi
aktivasi endotel ini maka sel endotel ini kemudian menghasilkan suatu molekul
adhesi, sitokin dan chemokin, faktor pertumbuhan, molekul vasoaktif yang dapat
menyebabkan baik vasokonstriksi maupun vasodilatasi, molekul
histokompatibilitas mayor, dan berbagai produk biologi yang lainnya. Sel endotel
ini mempegaruhi vasoreaktivitas pada sel otot polos melalui dihasilkannya bahan
vasoaktif (seperti NO) yang menyebabkan vasodilatasi dan endothelin yang
menyebabkan vasokonstriksi. Fungsi endotel yang normal dicirikan dengan
adanya keseimbangan dari faktor faktor tersebut .
Disfungsi endotel didefinisikan sebagai perubahan fungsi yang mengganggu
vasoreaktivitas atau menyebabkan lumen pembuluh darah menjadi trombogenic
atau pembuluh darah menjadi bersifat lebih adhesive terhadap sel inflamasi.
Sehingga lumen pembuluh darah membentuk trombus, terjadi aterosklerosis, dan
terjadi hipertensi dan kelainan lain. Disfungsi endotel ini terjadi sangat cepat
(dalam beberapa menit), reversibel, dan sangat tergantung oleh mediator vasoaktiv
yang lain yang menyebabkan kerusakan endotel ini. Namun beberapa bentuk
disfungsi endotel yang lain juga dapat terjadi dalam waktu yang relatif lebih lama
dalam hitungan jam atau hari dalam perkembangannya (Schoen, 2005). Disfungsi
endotel ini juga dapat menyebabkan peningkatan tromboksan yang dapat
menyebabkan peningkatan vasospasmus pada preeklamsi (Coskun dan Ozdemir,
2008). Untuk mendeteksi adanya disfungsi endotel ini terdapat beberapa marker
22
yang dapat diperiksa di antaranya adalah Vascular Cell Adhesion Molecule-1