BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Penuaan adalah proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur, serta fungsi normalnya yang mengakibatkan tubuh tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan tersebut (Cunnningham, 2003). Saat ini, pandangan terhadap proses penuaan telah mengalami pergeseran. Penyakit dan disabilitas dahulu dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dihindarkan dari satu proses tumbuh kembang. Saat ini diketahui, proses penuaan memang meningkatkan risiko untuk munculnya masalah-masalah kesehatan, tetapi banyak orang-orang tua yang masih sehat dan aktif pada usia lanjut. Upaya memperlambat proses penuaan bertujuan untuk meningkatkan usia harapan hidup dan usia harapan hidup aktif, yaitu kondisi bebas penyakit meskipun di usia lanjut. Beberapa hal yang dapat meningkatkan kesehatan dan memperlambat proses penuaan antara lain pola makan yang sehat, olahraga dan aktivitas fisik. Selain itu ada beberapa intervensi yang masih perlu diteliti lebih lanjut dapat memperlambat proses penuaan adalah konsumsi antioksidan, restriksi kalori dan suplementasi hormon (NIH, 2010) 8
31
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan II.pdfMenurut ADA 2010, diabetes melitus terdiri dari 4 jenis yaitu DM tipe-1, DM tipe-2, DM tipe lain, DM gestasional (Ndraha, 2014). DM tipe-1 terjadi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
Penuaan adalah proses menghilangnya kemampuan jaringan secara
perlahan-lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur, serta fungsi normalnya yang mengakibatkan
tubuh tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan
tersebut (Cunnningham, 2003).
Saat ini, pandangan terhadap proses penuaan telah mengalami
pergeseran. Penyakit dan disabilitas dahulu dianggap sebagai bagian yang
tidak dapat dihindarkan dari satu proses tumbuh kembang. Saat ini
diketahui, proses penuaan memang meningkatkan risiko untuk munculnya
masalah-masalah kesehatan, tetapi banyak orang-orang tua yang masih
sehat dan aktif pada usia lanjut. Upaya memperlambat proses penuaan
bertujuan untuk meningkatkan usia harapan hidup dan usia harapan hidup
aktif, yaitu kondisi bebas penyakit meskipun di usia lanjut. Beberapa hal
yang dapat meningkatkan kesehatan dan memperlambat proses penuaan
antara lain pola makan yang sehat, olahraga dan aktivitas fisik. Selain itu
ada beberapa intervensi yang masih perlu diteliti lebih lanjut dapat
memperlambat proses penuaan adalah konsumsi antioksidan, restriksi kalori
dan suplementasi hormon (NIH, 2010)
8
2
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi tua melalui
proses penuaan yang kemudian menyebabkan sakit, dan akhirnya membawa
pada kematian. Pada dasarnya, berbagai faktor itu dapat dikelompokkan
menjadi faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal adalah
radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, mediasi,
apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen. Faktor eksternal yang
utama adalah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah,
polusi lingkungan, stres dan kemiskinan. Jika faktor penyebab itu dapat
dihindari, maka proses penuaan tentu dapat dicegah, diperlambat, bahkan
mungkin dihambat dan kualitas hidup dapat dipertahankan. Artinya, usia
harapan hidup menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik
(Pangkahila, 2011).
2.2 Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang muncul akibat proses
kemunduran fungsi sel tubuh, dari keadaan normal menjadi lebih buruk.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa munculnya penyakit degeneratif
memiliki hubungan yang cukup kuat dengan pertambahan usia seseorang.
Penyakit degeneratif dapat dikatakan pula sebagai penyakit yang mengiringi
proses penuaan (Karyani, 2003).
Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang dapat terjadi karena
adanya proses penuaan, tidak termasuk penyakit menular dan berlangsung
3
kronis, contohnya seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes
mellitus, obesitas dan lainnya (Powers, 2008).
2.2.1 Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes
Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya (Ndraha, 2014). Menurut Ramachandran,
DM adalah penyakit kronis yang ditimbulkan oleh beberapa faktor dimana
terjadi defisiensi absolut dari insulin atau fungsinya (Nirmala, 2014).
Menurut ADA 2010, diabetes melitus terdiri dari 4 jenis yaitu DM
tipe-1, DM tipe-2, DM tipe lain, DM gestasional (Ndraha, 2014). DM tipe-1
terjadi karena tubuh gagal memproduksi insulin, yang kemudian
menyebabkan penderita memerlukan injeksi insulin atau menggunakan
pompa insulin. Bentuk ini dahulu disebut Diabetes Melitus Tergantung
Insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) atau diabetes juvenil . DM
tipe-1 dapat disebabkan karena adanya destruksi sel beta pankreas karena
sebab autoimun. DM tipe-2 disebabkan oleh resistensi insulin, yaitu suatu
kondisi dimana sel-sel gagal menggunakan insulin dengan baik, kadang-
kadang disertai dengan defisiensi insulin absolut. Tipe ini disebut juga
NIDDM (Non insulin-dependent diabetes Mellitus) atau diabetes onset
dewasa (Nirmala,2014). Diabetes Melitus tipe lain terjadi karena etimologi
lain, misalnya pada efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin,
4
penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik,
infeksi virus dan kelainan genetik lain. Diabetes gestasional terjadi selama
masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada
masa kehamilan, biasanya trimester kedua dan ketiga (Ndraha, 2014).
2.2.2 Diabetes Mellitus tipe-2
Pada penderita DM tipe-2 terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin
tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi
resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi
insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih
tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal
tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya
glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan
mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa (Nirmala, 2014).
Etiologi diabetes melitus tipe-2 secara luas dipahami sebagai
interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Akan tetapi, belum ada gen
tunggal yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab DM tipe 2. DM tipe 2
merupakan suatu kondisi yang heterogen dan terdapat banyak gen yang
terlibat pada proses penyakitnya (Chowdhury dan Bhattachaya, 2003).
5
Secara patofisiologi, DM tipe-2 disebabkan karena dua hal yaitu
penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin yang dinamakan
resistensi insulin, dan penurunan kemampuan sel β pankreas untuk
mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Sebagian besar
DM tipe-2 diawali dengan kegemukan karena kelebihan makan. Sebagai
kompensasi, sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih
banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia). Konsentrasi
insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan
pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor
atau down regulation yang berdampak pada penurunan respon reseptor
insulin dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain
pihak, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi
reseptor insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase
reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen synthase.
Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Dua kejadian
tersebut terjadi pada permulaan proses terjadinya DM tipe-2. Secara
patologis, pada permulaan DM tipe-2 terjadi peningkatan kadar glukosa
plasma dibanding normal, namun masih diiringi dengan sekresi insulin yang
berlebihan (hiperinsulinemia). Hal tersebut mengindikasikan telah terjadi
defek pada reseptor maupun postreseptor insulin. Pada resistensi insulin,
terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa
sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik).
Seiring dengan kejadian tersebut, sel β pankreas mengalami adaptasi diri
6
sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan
pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin. Sedangkan pada
DM tipe-2 akhir telah terjadi penurunan kadar insulin plasma akibat
penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin, dan diiringi
dengan peningkatan kadar glukosa plasma dibandingkan normal (Nugroho,
2006).
2.2.3 Hormon Insulin
Insulin merupakan hormon yang berperan penting pada berbagai
metabolisme dalam tubuh, terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini
berfungsi dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh,
terutama otot, lemak, dan hepar. Proses sekresi insulin dimulai dengan
adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Glukosa melewati membran sel
dengan bantuan GLUT (Glucose transporter) yang berfungsi sebagai
kendaraan yang mengangkut glukosa ke dalam sel jaringan tubuh. GLUT 2
terdapat dalam sel beta pankreas. Kemudian, molekul glukosa mengalami
glikolisis dan fosforilasi dan membebaskan ATP. Molekul ATP yang
terbentuk dibutuhkan untuk pengaktifan dan penutupan K-channel.
Penutupan ini mengakibatkan depolarisasi pada membran sel dan
terbukanya Ca-channel sehingga terjadi peningkatan kadar Ca intrasel
(Munaf, 2006).
7
Proses metabolisme glukosa normal memerlukan aksi insulin yang
berlangsung normal di samping mekanisme dan dinamika sekresi insulin
yang normal. Sensitivitas insulin yang rendah dan resistensi jaringan tubuh
terhadap insulin merupakan salah satu faktor etimologi terjadinya diabetes
tipe-2 (Manaf, 2006).
2.2.3 Gejala Klinis Diabetes Mellitus
Menurut Babar dan Skugor (2009), gejala klinis diabetes terbagi atas :
(1) Gejala khas penderita diabetes antara lain:
Polidipsia : disebabkan karena diuresis osmotik, akibat peningkatan
kadar glukosa darah yang melebihi ambang renal.
Poliuria : disebabkan karena hilangnya cairan dan elektrolit dalam
tubuh.
Polifagia tetapi berat badan menurun tanpa penyebab yang jelas :
apabila terjadi defisiensi insulin, yang menyebabkan berkurangnya
cairan dalam tubuh dan cepatnya pemecahan lemak dan otot.
(2) Gejala tidak khas penderita diabetes antara lain : lemas, kesemutan,
luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria
dan pruritus vulva pada wanita.
2.2.4 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan
8
Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200mg/dl, diagnosis DM sudah dapat
ditegakkan. Hasil pemeriksaan Gula Darah Puasa (GDP) ≥ 126mg/dl juga
dapat digunakan untuk pedoman diagnosis DM (Ndraha, 2014).
Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa
darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis DM. Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP≥ 126mg/dl,
GDS ≥200 mg/dl pada hari yang lain atau hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) ≥ 200mg/dl. Alur penegakan diagnosis DM dapat dilihat pada
skema berikut
.
Gambar 2.1. Langkah Diagnostik Diabetes Mellitus (DM) dan gangguan
toleransi glukosa (GTG)
9
2.2.5 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe-2
Tatalaksana DM tipe-2 bertujuan untuk mencapai kendali glikemik
dan kendali faktor risiko kardiovaskular. Menurut konsensus pengelolaan
dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia tahun 2011, penatalaksanaan dan
pengelolaan DM dititikberatkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM yaitu:
edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologi
(Perkeni, 2011).
2.2.5.1 Edukasi
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat-obatan, berhenti
merokok, meningkatkan aktivitas fisik, dan mengurangi asupan tinggi kalori
dan diet tinggi lemak. (Piette, 2003).
2.2.5.2 Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu
makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing
individu degan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari
karbohidrat 45-65%, lemak 20-25%, protein 10-20%, atrium kurang dari 3
gram, dan diet cukup serat sekitar 25 gram per hari (Perkeni, 2011).
10
2.2.2.3 Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu masing-masing
selama kurang lebih 30 menit Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan
sensitivitas insulin (Perkeni, 2011).
2.2.2.4 Intervensi farmakologi
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan peningkatan
pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi
farmakologi terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat-obatan yang
ada saat ini antara lain:
(1) Obat hipoglikemik oral (OHO)
a. Pemicu sekresi insulin yaitu :
- Sulfonil urea (Glibenklamid)
Sulfonil urea dapat meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau
kurang. Mekanisme kerja sulfonilurea termasuk menurunkan
kadar glukagon dalam darah, meningkatkan pengikatan insulin
pada jaringan target dan reseptor, dan menghambat penghancuran
insulin oleh hati (Mycek dkk., 2001). Sulfonil urea kerja panjang
tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal serta
malnutrisi (Perkeni, 2011).
11
Absorpsi derivat sulfonilurea melalui usus baik sehingga
dapat diberikan per oral. Setelah absorpsi, obat ini tersebar ke
seluruh cairan ekstrasel. Dalam darah sebagian terikat dalam
protein darah terutama albumin (70-90%). Glibenklamid
dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit diekskresi melalui
urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan tinja. (Tony dan
Suharto, 2005).
- Glinid
Glinid terdiri dari repaglinid dan nateglinid, cara kerjanya sama
dengan sulfonil urea namun lebih ditekankan pada sekresi insulin
fase pertama, obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemik post
prandial.
b. Peningkat sensitivitas insulin
- Biguanid
Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah
metformin. Metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal
reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati.
- Tiazolidindion
Tiazolidindion menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga
meningkatkan ambilan glukosa perifer.
12
c. Penghambat glukoneogenesis
- Biguanid (metformin)
Selain menurunkan resistensi insulin, metformin juga mengurangi
produksi glukosa hati.
d. Penghambat glukosidase alfa
- Acarbose
Acarbose berkerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus. Acarbose juga tidak memiliki efek samping hipoglikemi
seperti sulfonilurea. Acarbose mempunyai efek samping pada
saluran cerna yaitu kembung dan flatulens.
(2) Obat suntikan
a. Insulin
b. Agonis GLP-1/ incretin mimetik
Untuk mencegah komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM
yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes dinyatakan terkendali
baik bila kadar glukosa darah, A1c dan lipid mencapai target sasaran
(Ndraha, 2014).
13
Tabel 2.1.
Target pengendalian DM (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011)