1 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Berbasis Sekolah Menurut Mulyasa, (2009:24) istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school based management” (SBM). MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhn setempat. Ini dimaksudkan bahwa MBS adalah suatu program dimana sekolah diberikan kewenangan penuh dalam mengelola sumber-sumber yang ada pada sekolah yang bersangkutan. Sedangkan Rohiat (2010:47) mengartikan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi ( kewenangan dan tanggung-jawab) yang lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha) dan meningkat kan mutu sekolah
44
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Berbasis Sekolah...MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Mulyasa, (2009:24) istilah
manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan
dari “school based management” (SBM). MBS
merupakan paradigma baru pendidikan, yang
memberikan otonomi luas pada sekolah dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi
diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya
dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai
dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap
terhadap kebutuhn setempat. Ini dimaksudkan bahwa
MBS adalah suatu program dimana sekolah diberikan
kewenangan penuh dalam mengelola sumber-sumber
yang ada pada sekolah yang bersangkutan.
Sedangkan Rohiat (2010:47) mengartikan
bahwa Manajemen Berbasis Sekolah sebagai model
pengelolaan yang memberikan otonomi ( kewenangan
dan tanggung-jawab) yang lebih besar kepada sekolah,
memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah,
mendorong partisipasi secara langsung dari warga
sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan
masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat,
ilmuwan, pengusaha) dan meningkat kan mutu sekolah
2
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
otonomi sekolah mempunyai kewenangan dan
tanggung-jawab untuk mengambil keputusan sesuai
dengan kemampuan dan kebutuh an sekolah serta
tuntutan masyarakat yang ada.
Menurut Mulyasa, (2009:25) Manajemen
Berbasis Sekolah yang ditandai dengan otonomi
sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons
pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di
masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi,
mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan
efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan
mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan
mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi
orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan
sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru
dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta
disensitif. Peningkatan pemerataan antara lain
diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat
yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi
pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan pada
sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang
tinggi terhadap sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan
kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah
3
3
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan ditingkat
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Merupakan model
manajemen yang memberikan otonomi yang lebih luas
kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya dan
sumber dana yang ada. Pengalokasiannya sesuai
dengan prioritas kebutuhan setempat serta mendorong
sekolah untuk dapat mengambil keputusan yang
berkaitan dengan penyelenggaraaan pendidikan secara
bersama dari semua warga sekolah dan masyarakat.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan
salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang
menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan
pendidikan yang lebih baik dan memadahi bagi peserta
didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi
bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf,
menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok
terkait dalam peningkatan pemahaman masyarakat
terhadap pendidikan.
Kesimpulannya adalah bahwa manajemen
merupakan rangkaian proses pemberdayaan seluruh
komponen dalam pengelolaan suatu organisasi dengan
cara efektif dan efisien, melalui tahapan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan
evaluasi dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang
melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan
sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya
hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain
yang dapat menumbuh kembangkan susana yang
kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada
tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang
mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu
akan menjadi tanggung jawab pemerintah.
MBS diterapkan dengan tujuan agar sekolah
diberi wewenang untuk mengelola sekolahnya
semaksimal mungkin sesuai dengan visi dan misi
sekolah tersebut demi meningkatkan mutu pendidikan
(Umaidi, dkk 2010:3)
Tujuan penerapan MBS menurut Rohiat
(2010:48-49) adalah meningkatklan kinerja sekolah
melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab
5
5
yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip tata pengelolaan sekolah
yang baik, yaitu partisipasi, transparansi, dan
akuntabilitas. Kinerja sekolah meliputi peningkatan
kualitas, evektifitas, efesiensi, produktifitas, dan inovasi
pendidikan.
Depdiknas (2001:4) management peningkatan
mutu berbasis sekolah bertujuan untuk meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif
sekolah dalam mengelola dan memberdayakan
sumberdaya yang tersedia, meningkatkan kepedulian
warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melaluio pengambilan keputusan bersama;
meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang
tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu
sekolahnya; serta meningkatkan kompetensi yang sehat
antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan di
capai.
Depdiknas (2001) menjelaskan ada 3 pilar dalam
MBS, yaitu management sekolah, pembelajar -an yang
aktif kreatif dan menyenangkan serta peran serta
masyarakat yang diwakili oleh komite sekolah. Salah
satu diantara 3 pilar tersebut diatas adalah peran serta
masyarakat (PSM) masyarakat adalah mitra sekolah
yang dapat diandalkan. Masyarakat terkait langsung
dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, karena
6
keberadaan sekolah ada ditengah-tengah masyarakat
dan menjadi tujuan masyarakat sekitar untuk
menuntut ilmu. Sekolah dan masyarakat harus selalu
bersinergi untuk mewujud-kan outcome sekolah yang
berkualitas. Dukungan masyarakat pada sekolah
hendaknya bukan hanya bersifat material tapi juga
dukungan moral seperti memberikan rasa aman
kepada semua warga sekolah. Peran serta masyarakat
adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan permasalahan masyarakat
tersebut. Dalam management berbasis sekolah peran
serta masyarakat berarti partisipasi seluruh anggota
masyarakat dalam memecahkan permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan sekolah tersebut.
Rohiat (2012:49) menjelaskan bahwa Manajemen
Berbasis Sekolah bertujuan untuk meningkatkan
kinerja sekolah yang meliputi peningkatan kualitas,
efektivitas, efisien, produktivitas, dan inovasi
pendidikan melalui pemberian kewenangan dan
tanggung-jawab lebih besar kepada sekolah yang
dilaksanakan dengan prinsip pengelolaan yang baik,
yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
Peningkatan kualitas dan produktivitas dapat diperoleh
antara lain melalui partisipasi orang tua dan
masyarakat, pengelolaan kelas, peningkatan
profesionalisme guru dan kepala sekolah. Peningkatan
7
7
efektivitas dan efisiensi diperoleh dari keleluasaan yang
diberikan untuk mengelola sumberdaya yang ada.
Slameto (2009:61-62) menjelaskan bahwa tujuan
Manajemen Berbasis Sekolah adalah:
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdaya kan sumberdaya yang tersedia, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengambil keputusan, meningkat kan tanggung-jawab sekolah kepada semua pihak yang berkepentingan tentang mutu sekolah, dan meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah.
Adapun manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
antara lain mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya
yang tersedia untuk memajukan sekolah, mengetahui
kebutuhan sekolah, khususnya input pendidikan yang
akan dikembangkan dalam proses pendidikan,
merespon aspirasi masyarakat sehingga sekolah dapat
bersaing secara sehat dengan sekolah lain.
Dengan demikian pentingnya Manajemen
Berbasis Sekolah dalam pengelolaan sekolah akan
menjadi lebih baik jika ditopang dengan peran serta
masyarakat, yang merupakan bentuk keikut-sertaan
seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan
permasalahan pendidikan yang ada di sekolah,
sehingga masyarakat sangat berperan dalam
mendukung kemajuan pendidikan.
Sejalan pendapat para pakar pendidikan diatas
dengan memperhatikan kepentingan bersama maka
8
sekolah bersama dengan komite menentukan
pengelolaan sekolah dengan manajemen berbasis
sekolah ( MBS ). Dimana pemberian otonomi kepada
sekolah dalam pengelolaannya melalui perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pelaporan yang
dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang
berkepentingan.
2.2. Komite Sekolah
2.2.1. Pengertian Komite Sekolah
Menurut Sapari (2003) Komite Sekolah adalah
badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan
efisiensi pengelolaan pendidikan, baik pada jalur
pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah,
maupun jalur pendidikan luar sekolah. Hal itu
menunjukkan bahwa komite sekolah merupakan suatu
organisasi.
Nama Komite Sekolah disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan
pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan,
pemerintahan. Hal itu selaras dengan pasal 56, ayat 3
UU No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi Komite
9
9
Sekolah/Madrasah sebagai lembaga mandiiri dibentuk
dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
dengan memberikan pertimbangan, arahan dan
dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan.
Ada tiga dasar pembentukan Komite Sekolah (1)
Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS), (2) dijabarkan
dalam Kepmendiknas No. 44 / U/2002, dan (3)
Lampiran II Kepmendiknas No. 033/U/2002. Adapun
maksud dari pembentukann Komite sekolah adalah
agar ada suatu organisasi masyarakat sekolah yang
mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli
terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Selain itu
pembentukan Komite Sekolah juga dikembangkan
secara khas dan berakar dari budaya, demografis,
ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang
dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat.
Komite Sekolah berkedudukan di satuan
pendidikan, baik satu satuan ataupun beberapa satuan
pendidikan dalam jenjang yang sama atau beberapa
satuan pendidikan yang berbeda jenjang tetapi berada
pada lokasi yang berdekatan, atau satuan-satuan
pendidikan yang dikelola oleh suatu penyelenggara
pendidikan. Adapun komite sekolah bersifat mandiri,
10
tidak mempunyai hubungan herarkhis dengan lembaga
pemerintahan. Sedangkan tujuan Komite Sekolah
antara lain mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan
prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan
operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan, meningkatkan tanggung jawab dan
peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan, serta menciptakan
suasana dan kondisi transparan, akuntabel dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
2.2.2. Peran Komite Sekolah
Dalam Keputusan Mendiknas Nomor :
044/U/2002, bahwa peran komite sekolah adalah
sebagai (1) Pemberi pertimbangan ( advisory agency )
dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan, (2) Pendukung
(supporting agency), baik yang berwujud finansial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan disatuan pendidikan, (3) Pengontrol
(controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran
pendidikan di satuan pendidikan, (4) Mediator antara
pemerintah ( eksekutif ) dengan masyarakat di satuan
pendidikan.
11
11
2.2.3. Fungsi Komite Sekolah
Adapun fungsi Komite Sekolah adalah mendorong
tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermuutu;
melakukan kerjasama dengan masyarakat
(perorangan/ organisasi/ dunia usaha/dunia industri)
dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu; Menampung dan
menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi
kepada satuan pendidikan;
Sebagai mediator, Komite Sekolah mendorong
orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan
pemerataan pendidikan; serta menggalang dana
masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan penndidikan.
Sebagai lembaga pengontrol, komite sekolah
melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap
kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran
pendidikan di satuan pendidikan.
Sebagai lembaga mediator, Komite Sekolah
mendorong orang tua siswa dan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan
12
pendidikan. Menggalang dana masyarakat dalam
rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
Agus Haryono (2008: 81) mengatakan bahwa tujuan pembentukan komite sekolah adalah:1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa
masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan,
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan,
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan (kepmendiknas No:044/U/2002).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembentukan komite sekolah adalah sebagai wadah
dan tempat penyaluran aspirasi masyarakat guna
meningkatkan tanggung jawabnya dalam penyelenggara
an pendidikan.
Adapun fungsi komite sekolah, sebagai berikut:1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia usaha/ dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,
3. Menampung dan menganalisis sapirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
13
13
Secara kontekstual, peran komite sekolah sebagai
berikut:
1. Pemberi pertimbangan (adfisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan ,
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan,
3. Pengontrol (Controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan
4. Monitor antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan (kebmendiknas No:044/U/2002).
Depdiknas (2001: 17) menguraikan tujuan peran
Komite sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah
yakni:
1. Membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar disekolah baik sarana prasarana maupun teknis pendidikan,
2. Melakukan pembinaan sikap dan perilaku siswa. Membantu usaha pemantapan sekolah dalam mewujudkan pembinaan dan pengembangan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, pendidikan demokrasi sejak dini (kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara, kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpinan), ketrampilan dan kewirausahaan, kesegaran jasmani dan berolahraga, daya kreasi dan cipta, serta apresiasi seni dan budaya,
3. Mencari sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu,
4. Melakukan penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum baik intra maupun ekstra
14
kulikuler dan pelaksanaan manajemen sekolah, kepala/wakil kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan,
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah,
6. Melakukan pembahasan tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS),
7. Meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu. Sementara itu Agus Haryono (2008:81) menjelaskan
bahwa peran komite sekolah tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan peran yang saling terkait antara peran satu
dengan peran lainnya. Peran tersebut adalah:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency)Komite sokolah merupakan badan yang memberi pertimbangan kepada sekolah atau yayasan. Idealnya, sekolah dan yayasan pendidikan harus meminta pertimbangan kepada komite sekolah dalam merumuskan kebijakan, program, dan kegiatan sekolah, termasuk juga dalam merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah. Ada visi, misi, dan tujuan sekolah yang bersekolah yang bersifat given, tetapi ada yang harus dirumuskan bersama komite sekolah seperti program unggulan apa saja yang ingin di terapkan oleh sekolah.
2. Pemberi dukungan (supporting agency)Komite sekolah merupakan badan yang memberikan dukungan berupa dana, tenaga dan pikiran. Jika dahulu BP3 lebih sebagai pendukung dana, maka penekanan peran komite sekolah seharusnya bukan pada aspek dana saja melainkan aspek lainya terutama berupa gagasan dalam rangka penyelenggaran mutu pendidikan
3. Melakukan pengawasan (controlling agency)
15
15
Merupakan badan yang melaksanakan pengawasan sosial kepada sekolah. Pengawasan ini tidak sebagai pengawas instruksional sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga maupun badan pengawasan fungsional. Pengawasan sosial yang dilakukan lebih memiliki implikasi sosial, dan lebih dilaksanakan secara preventif, seperti ketika sekolah menyusun RAPBS, atau ketika sekolah menyusun laporan pertanggungjawaban pada masyarakat.
4. Mediator Komite sekolah memiliki peran sebagai mediator antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Keneradaan komite sekolah dilembaga pendidikan swasta akan menjadi tali pengikat antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Dengan demikian diharapkan akan menjadi kunci keberhasilan upaya peningkatan pendidikan.
Fungsi komite sekolah meurut Agus Haryono (2008: 81) sebenarnya merupakan penjabaran dari peran komite sekolah tersebut. Artinya, satu peran komite sekolah terkait dengan fungsi komite sekolah sebagai berikut:1. Memberikan masukan, pertimbangan dan
rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: a. Kebijakan dan program pendidikan,b. RAPBS,c. Kriteria tenaga kependidikan,d. Kriteria fasilitas pendidikan, dane. Hal-hal yang terkait dengan pendidikan.
2. Menolong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan,
3. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan,
4. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,
16
5. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan
6. Melakuakan kerjasama dengan masyarakat.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi
serta peran komite adalah melakukan kerjasama
dengan pemerintah dan masyarakat untuk dapat
mendorong dan menampung aspirasi akan kebutuhan
pendidikan bagi masyarakat, yang selanjutnya
disampaikan kepada sekolah sehingga masyarakat
akan mendapatkan pendidikan sesuai dengan
kebutuhanya dalam penelitian ini, peniliti berpedoman
pada peran dan fungsi komite sekolah yang
dikeluarkan oleh Depdiknas dan Kemendiknas No:044/
U/ 2002.
Dalam menjalankan kinerjanya tersebut, komite
sekolah harus membuat program kerja sesuai dengan
fungsi dan peranya. Selain itu, program yang disusun
harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan
pada akhirnya pelaksanaan program kerja komite
harus dapat dipertanggung jawabkan kepada sekolah
dan masyarakat. Untuk mengetahui sejauhmana
keberhasilan dari kinerja komite sekolah maka perlu
diadakan evaluasi program komite sekolah.
2.3. Evaluasi dan Evaluasi Program
2.3.1. Evaluasi
17
17
Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa
Inggris). Kata tersebut diserap ke dalam
perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan
tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit
penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”
(Arikunto dan Cepi Safrudin, 2008:1).
Evaluasi merupakan alat dari berbagai cabang
ilmu pengetahuan untuk menganalisis dan menilai
fenomena ilmu pengetahuan dan aplikasi ilmu
pengatahuan dalam penerapan ilmu pengetahuan
dalam praktik profesi. Menurut Daniel L. Stufflebeam
dan Anthony J.Shinklield dalam Wirawan (2012;30)
teori evaluasi program mempunyai enam ciri, yaitu:
hipotesis teruji mengenai bagaimana prosedur-prosedur
evaluasi menghasilkan keluaran yang diharapkan;
prosedur-prosedur yang dapat diterapkan; persyaratan-
persyaratan etikal; dan kerangka umum untuk
mengarahkan praktik evaluasi program dan
melaksanakan penelitian mengenai evaluasi program.
Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi program sangat
berhubungan dengan prosedur-prosedur dan
persyaratan-persyaratan dalam suatu penelitian.
Evaluasi menurut Griffin & Nix dalam Wirawan
(2012) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi
dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini selalu
18
didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian.
Menurut Tyler dalam Wirawan (2012) evaluasi adalah
proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah
tercapai. Evaluasi dapat juga didefinisikan sebagai
proses pengumpulan informasi untuk mengetahui
pencapaian belajar kelas atau kelompok. Hasil evaluasi
diharapkan dapat mendorong guru untuk mengajar
lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar
lebih baik. Jadi evaluasi memberikan informasi bagi
kelas dan guru untuk meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar. Informasi yang digunakan untuk
menevaluasi program pembelajaran harus memiliki
kesalahan sekecil mungkin.
Jadi evaluasi adalah suatu kegiatan atau proses
pengumpulan informasi untuk mengetahui sejauh
mana perkembangan tentang hal yang diteliti itu sudah
terlaksana, dan apakah hal yang diteliti sudah
mengalami kemajuan ataukah ada hambatannya.
Sehingga akan mudah untuk mendapatkan solusinya.
2.3.2. Program
Menurut Wirawan (2012:17), Program adalah
kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk
melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk
waktu yang terbatas. Kebijakan bersifat umum dan
untuk merealisasikan kebijakan disusun berbagai jenis
program.
19
19
Program adalah rangkaian kegiatan-kegiatan
atau seperangkat tindakan untuk mencapai tujuan.
Suatu program dalam mencapai tujuan akan tersusun
dengan melakukan perencanaan program.
2.4. Evaluasi Program
Menurut Suharsimi dan Cepi (2004). Evaluasi
program adalah “upaya untuk mengetahui tingkat
keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan
cara mengetahui efektivitas masing-masing
komponennya.” Hal itu dimaksudkan apabila
efektifitas masing-masing komponen dapat kita ketahui
dengan lebih baik maka kita dapat dengan cermat
mengetahui keterlaksanaan sesuai dengan
tingkatannya.
Setiap hasil evaluasi diperlukan kriteria penilaian
yang akan diperlukan untuk pelaksanaan analisis data.
Pendapat lain dikemukakan oleh Brinkerhoff dalam
Suharsimi dan Cepi (2004) yaitu “....the criteria to be
used for the assessment of a specific object must be
determined wthin the specific of the object and the
function of its evaluation”
Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Arikunto
dan Jabar (2009:5), Evaluasi program adalah proses
untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah
terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963)
20
dan Stuffebeam (1971) yang dikutip oleh Arikunto dan
Jabar (2009:5), Evaluasi program adalah upaya
menyediakan informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan.
Sedangkan Evaluasi menurut Gay dalam Sukardi
(2014:8) adalah sebuah proses sistematika
pengumpulan dan penganalisisan data untuk
pengambilan keputusan. Dari aspek program, evaluasi
dapat dikatakan suatu kegiatan pengevaluasian yang
dilakukan secara berkesinambungan dan ada dalam
suatu organisasi. Program dapat diartikan menjadi dua
hal yaitu sebagai rencana dan juga sebagai kesatuan
kegiatan pengelolaan.
Adapun menurut Wirawan (2012:17), Program
adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk
melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk
waktu yang terbatas. Kebijakan bersifat umum dan
untuk merealisasikan kebijakan disusun berbagai jenis
program. Semua program tersebut perlu dievaluasi
untuk menentukan apakah layanan atau intervensinya
telah mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi
program adalah metode sistematik untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi
untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan
proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah
21
21
yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam
menentukan alternatif kebijakan sekolah. evaluasi
program dilakukan dalam upaya untuk mengetahui
tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat
dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing
komponennya dan setiap hasil evaluasi diperlukan
kriteria penilaian yang akan diperlukan untuk
pelaksanaan analisis data.
2.4.1. Tujuan Evaluasi Program
Dwiyogo, (2006:50) Tujuan evaluasi pada
dasarnya ada dua tujuan evaluasi program, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
biasanya diarahkan pada program secara keseluruhan,
sedangkan tujuan khusus diarahkan pada tiap-tiap
komponen dari program.
Menurut Arikunto (2009:18) evaluasi program
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
pencapaian tujuan program dengan langkah
mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, dan
ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan sub
komponen yang belum terlaksana dan apa sebabnya.
Dilihat dari tujuannya yaitu ingin mengetahui
kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat
22
dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian
evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program,
pelaksana berfikir dan menentukan langkah bagaimana
melaksanakan penelitian.
Adapun Wirawan (2012:22) menguraikan evaluasi
dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai
dengan objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan
evaluasi antara lain :
a. Mengukur pengaruh program terhadap
masyarakat.
b. Menilai apakah program telah dilaksanakan
sesuai dengan rencana.
c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai
dengan standar.
d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan
menemukan mana dimensi program yang jalan,
mana yang tidak berjalan.
e. Pengembangan staf program.
f. Memenuhi ketentuan undang-undang.
g. Akreditasi program.
h. Mengukur cost effectiveness dan cost effisiency.
i. Mengambil keputusan mengenai program.
j. Accountability.
k. Memberikan balikan kepada pimpinan dan staf
program.
l. Memperbaiki posisi politik
23
23
m. Mengembangkan teori ilmu evaluasi atau riset
evaluasi.
Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa penelitian evaluasi dimaksudkan
untuk mengetahui akhir dari kebijakan, dalam rangka
menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu
yang pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan
kebijakan selanjutnya.
2.4.2 Model Evaluasi CIPP
Menurut Wirawan, (2011,80) ada bermacam-
macam jenis model evaluasi program, yaitu : a) Model
Evaluasi Program Berbasis Tujuan, b) Model Evaluasi
Berbasis Tujuan, c) Model Evaluasi Formatif dan
Sumatif dan Model Evaluasi Program CIPP. Oleh karena
penelitian ini hendak menggunakan model CIPP maka
berikut ini akan dibahas tentang model evaluasi
tersebut.
Menurut Endang Mulyatiningsih (2013:120) CIPP
merupakan singkatan dari Contex, Input, Process and
Product yang dikembangkan oleh Stufflebeam tahun
1960an. Tujuan dari CIPP adalah untuk membantu
evaluator dalam mengevaluasi program, proyek, atau
institusi. Hal ini berarti CIPP merupakan model
evaluasi yang dilakukan secara komprehensif untuk
memahami aktivitas-aktivitas program mulai dari
24
munculnya ide program sampai pada hasil yang dicapai
setelah program dilaksanakan.
Dalam Model CIPP komponen-komponen dari evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Contex evaluation ( Evaluasi terhadap Konteks) Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan terhadap kebutuhan, tujuan pemenuhan dan karakteristik individu yang menangani. Seorang evaluator harus sanggup menentukan prioritas kebutuhan dan memilih tujuan yang paling menunjang kesuksesan proyek/program.
b. Input evaluation (Evaluasi terhadap Masukan ) Evaluasi masukan mempertimbangkan kemampuan awal atau kondisi awal yang dimiliki oleh institusi untuk melaksanakan sebuah program.
c. Process evaluation (Evaluasi terhadap Proses)Evaluasi proses menunjukkan pada apa, siapa dan kapan serta sejauh mana program dilakukan dan sudah terlaksana sesuai dengan rencana.
d. Product evaluation (Evaluasi terhadap Produk) Ini merupakan tahap akhir dari serangkaian evaluasi program dan akan diketahui ketercapaian tujuan, kesesuaian proses dengan pencapaian tujuan, dan ketepatan tindakan yang diberikan, serta dampak dari program.
Fungsi evaluasi dengan model CIPP adalah sebagai berikut :
1. Membantu penanggung-jawab program pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan apakah meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan program.
2. Apabila tujuan yang ditetapkan program telah mencapai keberhasilan, maka ukuran yang
25
25
digunakan tergantung pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Evaluasi merupakan bagian dari fungsi
manajemen yakni pemantauan/monitoring dan
evaluasi (monev). Evaluasi bermanfaat untuk
menghindari organisasi/lembaga mengulangi
kesalahan yang pernah dilakukan karena evaluasi
sebagai umpan balik perbaikan.
Daniel Stufflebeam dalam Wirawan (2012:94)
mengembangkan 10 check list sebagai panduan bagi
evaluator, klien dan pemangku kepentingan lainnya
dalam melaksanakan Model Evaluasi CIPP. Fungsi dari
check list untuk membantu para evaluator
mengevaluasi program yang secara relatif mempunyai
tujuan jangka panjang. Pertama, check list agar
evaluator dapat menyelesaikan laporan evaluasi tepat
waktu, jadi membantu kelompok evaluator untuk
merencanakan, melaksanakan,
menginstitusionalisasikan, melaksanakan layanan yang
efektif kepada para penerima manfaat yang ditargetkan.
Disamping itu, check list membantu untuk menelaah
dan menilai sejarah program dan menyediakan laporan
evaluasi sumatif dan nilai serta manfaatnya secara
signifikan.
26
Pengembangan aktivitas evaluator menurut
Wirawan (2012:95) bahwa dalam tiap tahap antara lain
meliputi :
Evaluasi konteks mengakses kebutuhan-kebutuhan,
asset, dan problem-problem dalam lingkungan yang
terdefinisi. Aktivitas evaluator pada tahap ini yaitu : (a).
mengumpulkan dan mengakses kebutuhan informasi,
latar belakang benefisiari yang dituju, dari sumber-
sumber, (b). mewawancarai para pemimpin program
untuk menelaah dan mendiskusikan perspektif mereka
mengenai kebutuhan para benefisiari untuk
mengidentifikasi setiap problem, (c). mewawancarai
para pemangku kepentingan untuk memperoleh
pandangan lebih lanjut mengenaai kebutuhan-
kebutuhan dan nilai benefisiari yang dituju dan
potensial problem-problem untuk program, (d). menilai
tujuan program dalam kaitannya dengan kebutuhan
benefisiari dan asset-asset potensial yang berfanfaat,
(e).ikut sertakan seseorang spesialis pengumpulan
data, untuk memonitor dan merekam data mengenai
lingkungan program, (f).meminta staf program secara
tetap informasi yang mereka kumpulkan, (g).jika
dianggap perlu mempersiapkan dan menyampaikan
kepada klien dan pemangku kepentingan yang
disepakati, suatu draf laporan mengemukakan
kebutuhan-kebutuhan program yang berhubungan,
asset-asset, dan problem-problem, bersama-sama
27
27
assesment tujuan dan prioritas program, (h). secara
periodik atau bila perlu, mendiskusikan temuan-
temuan evaluasi konteks sebagai balikan kepada klien,
(i).memfinalkan laporan-laporan evaluasi konteks dan
alat-alat bantu visual dan menyediakannya kepada
klien dan para pemangku kepentingan yang disepakati.
Evaluasi input atau masukan menjaring,
menganalisis dan menilai mengenai strategi, rencana
kerja dan anggaran berbagai pendekatan. Yang
dilakukan evaluator meliputi: (a). mengidentifikasi dan
meneliti program lain yang ada yang dapat
dipergunakan sebagai model untuk program yang
direncanakan, (b). menilai strategi program yang
diusulkan mengenai koresponden terhadap kebutuhan
dan fasibilitasnya, (c). menilai anggaran program untuk
menentukan kecukupannya dalam membiayai
pekerjaan yang dibutuhkan, (d). menilai strategi
programdengan penelitian dan literatur yang
berhubungan, (e). menilai manfaat strategi program
dengan membandingkan dengan alternatif strategi yang
dipergunakan dalam program yang serupa, (f). menilai
rencana kerja program dan menyusun scedule untuk
kecukupan, feasibilitas, dan viabilitas, (g). menyusun
suatu draf laporan evaluasi masukan dan mengirimkan
kepada klien dan pemangku kepentingan lainnya yang
disepakati, (h). mendiskusikan temuan-temuan
28
evaluasi masukan dalam suatu lokakarya balikan, (i).
memfinalkan laporan evaluasi masukan dan
menyampaikan kepada klien dan pemangku
kepentingan.
Dalam Evaluasi proses memonitor, mendokumen-
tasikan, dan menilai aktivitas program. Pada tahap ini
aktivitas evaluator : (a). menugaskan staf program dan
konsultan dan/atau anggota tim evaluasi untuk
menyusun suatu direktori orang-orang dan kelompok-
kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai
kebutuhan-kebutuhan mereka, dan mencatat layanan
program yang mereka terima, (b). mengumpulkan dan
menilai sampai seberapa tinggi individu dan kelompok
yang dilayani konsisten dengan kemanfaatan program
yang direncanakan, (c). secara periodik mewawancarai
para pemangku kepentingan di wilayah program untuk
mempelajari perspektif mereka mengenai bagaimana
program mempengaruhi masyarakat, (d). memasukan
informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator
kedalam profil program secara periodik, (e). menilai
sampai seberapa banyak program secara tidak pantas
menyediakan layanan kepada kelompok yang tidak
ditargetkan, (f). membuat draf laporan evaluasi
pengaruh program dan menyediakan kepada klien para
pemangku kepentingan yang disetujui, (g).
mendiskusikan temuan evaluasi pengaruh (impack
evaluation) dalam loka karya balikan, (h).
29
29
memfinalisasi laporan evaluasi proses dan bantuan
visual yang berkaitan dan disepakati para pemangku
kepentingan.
Wirawan (2012:92) menggambarkan bagan
evaluasi konteks dan evaluasi masukan , evaluasi
proses dan evaluasi produk (CIPP) sebagai berikut:
Tabel 2.4.1: Bagan Evaluasi CIPP
Wirawan (2012:95) menggambarkan bagan
aktivitas evaluator dan pemangku kepentingan dalam
evaluasi konteks dan evaluasi masukan , evaluasi
proses dan evaluasi produk sebagai berikut
Tabel 2.4.2Aktivitas Evaluator dan Pemangku Kepentingan dalam
Evaluasi Konteks
Aktivitas EvaluatorAktivitas klien/pemangku
kepentingan-Tujuan Program Pengumpulan dan
mengakses kebutuhan, informasi latar belakang benefisiari yang dituju, dari sumber-sumber seperti rekaman kesehatan, kelas
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk mennyeleksi dan/atau mengklarifikasi benefisiari yang dituju.
Konteks Berupaya untuk
mencari jawaban atas pertanyaan Apa yang perlu dilakukan ?
Waktu pelaksanaan sebelum program diterima
Keputusan perencanaan program
Input Berupaya untuk
mencari jawaban atas pertanyaan Apa yang harus dilakukan ?
Waktu pelaksanaan sebelum program dimulai
Keputusan penstrukturan program
Proses Berupaya untuk
mencari jawaban atas pertanyaan Apa program sedang dilaksana kan ?
Waktu pelaksanaan ketika program dilaksanakan
Keputusan pelaksanaan
Produk Berupaya untuk
mencari jawaban atas pertanyaan Apakah program sukses?
Waktu pelaksanaan ketika program selesai
Keputusan resikel ya/tdk program harus diresikel
30
dan skor-skor tes, proposalpermintaan pendanaan dan arsif-arsif surat kabar.
Mewawancarai para pemimpin program untuk menelaah dan mendiskusikan perspektif mereka mengenai kebutuhan para benefisiari untuk mengidentifikasi setiap problem (politik atau lainya) yang perlu diselesaikan program.
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk menela ah dan merevisi, jika cocok, tujuan-tujuan program untuk memastikan secara tepat kebutuhan-kebutuhan yang dinilai.
Mewawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh pandangan lebih lanjut mengenai kebutuhan-kebutuhan dan nilai benefisiari yang dituju dan potensial problem-problem untuk program.
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk memasti kan bahwa program memanfaatkan masyarakat yang terkait dan aset-aset lainya.
Menilai tujuan program dalam kaitanya dengan kebutuhan benefisiari dan aset-aset potensial yang bermanfaat.
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks -sepanjang atau pada kahir program-untuk membantu menilai efektivitas dan signifikansi program dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan benefisiari yang dinilai.
Ikut sertakan seorang spesialis pengumpulan data, untuk memonitor dan merekam data mengenai lingkungan program, termasuk program-program yang terkait, sumber-sumber wilayah, kebutuhan dan probem wilayah, dan dinamika politik.
Meminta staf program secara tetap informasi evaluasi mengenai tim evaluasi yang mereka kumpulkan mengenai benefisiari program dan lingkungan.
31
31
Setiap tahun, jika dianggap perlu mempersiapkan dan menyampaikan kepada klien dan pemangku kepentingan yang disepakati, suatu draf laporan mengemumkakan kebutuhan-kebutuhan program yang berhubungan, aset-aset, dan problem -problem, bersama-sama dengan asesment tujuan dan prioritas program.
Secara periodik atau jika dianggap perlu mendiskusikan temuan-temuan evaluasi konteks sebagai balikan kepada klien dan audiens yang ditentukan.
Memfinalkan laporan-laporan evaluasi konteks dan alat-alat bantu visual dan menyediakanya kepada klien dan para pemangku kepentingan yang disepakati
Evaluasi konteks mengakses kebutuhan-kebutuhab,
aset dan problem-problem dalam lingkungan terdefinisi.
Tabel 2.4.3Aktivitas Evaluator dan Pemangku Kepentingan dalam
Evaluasi Masukan
Aktivitas EvaluatorAktivitas klien/pemangku
kepentingan-Tujuan Program Mengidentifikasi dan
meneliti program lain yang dapat diperguna kan sebagai model untuk program yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk merencanakan suatu strategi program yang secara signtific, economis, social, politic dan tegnology dapat dipertahankan.
Menilai strategi program Memakai temuan evaluasi
32
yang disusulkan mengenai koresponden terhadap kebutuhan dan fasilitasnya.
masukan untuk memastikan bahwa strategi program memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh yang memperoleh keuntungan yang ditargetkan.
Menilai anggaran program untuk menentukan kecukupannya dalam membiayai pekerjaan yang dibutuhkan.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk mendukung permintaan pendanaan untuk kegiatan yang direncanakan.
Menilai strategi program dengan penelitian dan literatur yang berhubungan.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk melatih staf untuk melaksanakan program.
Menilai manfaat strategi program dengan membandingkannya dengan alternatif strategi yang dipergunakan dalam program yang serupa.
Memakai hasil evaluasi masukan untuk tujuan pertanggung jawaban dalam melaporkan rasional untuk strategi program yang dipilih dan mempertahankan rencana program.
Menilai rencana kerja program dan menyusun skedul untuk kecukupan, feabilitas, dan fiabilitas politik.
Menyusun suatu draf laporan evaluasi masukan dan mengirimkannya kepada klien dan pemangku kepentingan lainya yang disepakati.
Mendiskusikan temuan-temuan evaluasi masukan dalam suatu loka karya balikan.
Memfinalkan laporan evaluasi masukan dan alat bantu visualnya dan menyampaikannya kepada klien dan pemangku kepentingan lainnya yang disepakati.
33
33
Evaluasi Input jejaring menganalisis dan menilai
mengenai strategi rencana kerja dan anggaran berbagai
pendekatan. Apa yang dilaku kan evaluator dan klien
dan pemangku kepentingan lainnya.
Tabel 2.4.4Aktivitas Evaluator Klien, dan Pemangku Kepentingan
lainnya dalam Evaluasi Proses
Aktivitas EvaluatorAktivitas klien/pemangku
kepentingan memanajemeni dan mendokumentasi.
Menugaskan staf program dan konsultan da/atau anggota tim evaluasi untuk menyusun suatu direktori orang-orang dan kelompok-kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai kebutuhan-kebutuhan mereka, dan mencatat layanan program yang mereka terima.
Memakai temuan evaluasi proses untuk mengontrol dan memperkuat aktivitas staf
Mengumpulkan dan menilai sampai beberapa tinggi individu dan kelompok yang dilayani konsisten dengan kemanfaatan program yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi proses untuk memperkuat desain program.
Secara periodik mewancarai para pemangku kepentingan diwilayah program seperti pemimpin masyarakat, para pegawai, personel sekolah dan program sosial, ulama, polisi, hakim, dan pemilik rumah, intuk mempelajari perspektif mereka mengenai bagaimana
Memakai temuan evaluasi proses untuk menyususn suatu rekaman kemajuan program.
34
program memengaruhi masyarakat.
Memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator kedalam profil progran secara periodik.
Memakai temuan evaluasi proses untuk membantu menyusun suatu rekaman biaya program.
Menentukan sampai beberapa banyak program mencapai suatu kelompok penerima layanan yang tepat.
Memakai temuan evaluasi proses untuk melaporkan kemajuan program kepada sponsor financial program, dewan kebijakan (policy board) para anggota masyarakat dan para pengembang program lainnya.
Menilai sampai seberapa banyak program secara tidak pantas menyediakan layanan kepada kelompok yang tidak ditargetkan.
Membuat draf laporan evaluasi pengaruh program (mungkin disatukan dengan laporan yang lebih besar) dan menyediakannya kepada klien para pemangku kepentingan yang disetujui.
Mendiskusikan temuan evaluasi pengaruh (impact evaluation) dalam lokakarya balikan.
Memfinalisasi laporan evaluasi proses dan bantuan visual yang berkaitan dan disepakati para pemangku kepenting-an.
Evaluasi proses memonitor, mendokumentasikan, dan
menilai aktivitas program.
35
35
Berdasarkan ketiga tabel tersebut diatas, maka
peneliti akan melakukan langkah-langkah sebagaimana
seorang evaluator akan mengadakan kajian penelitian
dalam rangka mengevaluasi suatu objek yang akan
diteliti guna memperoleh data akurat, informasi
lengkap, teknik yang tepat, serta hasil maksimal dan
bermanfaat. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
1) Melakukan observasi lapangan di SD Negeri
Pilangrejo 1 guna mencari masukan dan
informasi dari pemangku kepentingan,
2) Pengumpulan data dan menggali informasi dari
sumber yang dituju dengan menggunakan alat
atau instrumen pendukung yang telah
dipersiapkan,
3) Melakukan wawancara dengan para pemangku
kepentingan pada SD Negeri Pilangrejo 1, baik
warga sekolah (Kepala Sekolah, Komite Sekolah,
Guru, Karyawan) maupun warga masyarakat
(orangtua/wali murid,
perorangan/organisasi/dunia usaha/ dunia
industri), untuk menelaah dan menggali
informasi
4) Mempelajari, menilai, dan menentukan sampai
beberapa banyak program yang telah dicapai dan
program apa yang belum dilaksanakan,
36
5) Mendiskusikan segala temuan evaluasi untuk
didiskusikan bersama pemangku kepentingan
guna mencari solusinya,
6) Mencatat segaala temuan evaluasi, menilai,
mendiskusikan dan merekomendasikan temuan
evaluasi kepada pihak sekolah maupun komite
sekolah,
7) Melakukan finalisasi laporan evaluasi proses dan
bantuan visual yang berkaitan dan disepakati
para pemangku kepentingan.
Adapun teknik yang digunakan dalam mengambil
langkah-langkah evaluasi ini didasarkan atas bagan
aktivitas evaluator dan pemangku kepentingan dalam
evaluasi konteks dan evaluasi masukan , evaluasi
proses dan evaluasi produk.
2.5 Penelitian Terdahulu
Dalam rangka melakukan kajian empiris
tentang komite sekolah, maka penelitian ini didasarkan
pada peneliti terdahulu seperti yang telah dilakukan
oleh Tri Astuti Rahayu (2015). “Evaluasi Program
Partisipasi Masyarakat Melalui Komite Sekolah di SD
Negeri 2 Purbosari Temanggung”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Partisipasi
masyarakat melalui komite sekolah sangat dibutuhkan
37
37
SD Negeri 2 Purbosari Temanggung. Dari segi input,
telah disusun program partisipasi masyarakat melalui
komite sekolah dengan pembentukan Komite Sekolah,
penyusunan program kerja komite sekolah, penyediaan
sarpras dan dana untuk pelaksanaan program serta
mekanisme kerja yang kesemuanya sudah memadahi
untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Dari segi Proses
program partisipasi masyarakat melalui komite sekolah
di SD Negeri 2 Purbosari Temanggung sangat baik,
ketercapaian programmasing-masing bidang menunjuk
kan Bidang Umum terlaksana 100%, Bidang
Administrasi 95 %, bidang Organisasi 81,25%, Bidang
Pengembangan sekolah / sarpras 83,3 %. Dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan program partisipasi
masyarakat terlaksana 89.89% (Amat Baik ). Adapun
hambatannya adalah karena komite sekolah
mempunyai pekerjaan sehingga tidak bisa fokus di
sekolah. Dari segi Produk pelaksanaan program
partisipasi masyarakat sesuai dengan program kerja