Page 1
38
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional
2.1.1.a Pengertian Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional merupakan faktor penting guna merangsang
pertumbuhan ekonomi. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang
dilakukan suatu negara dengan negara lain atas dasar saling percaya dan saling
menguntungkan. Perdagangan internasional tidak hanya dilakukan oleh negara
maju saja, namun juga negara berkembang. Perdagangan internasional ini
dilakukan melalui kegiatan ekspor impor. Ekspor adalah kegiatan menjual barang
dan jasa dari dalam negeri ke luar negeri. Adapun impor adalah kegiatan membeli
barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri. Dengan melakukan perdagangan
internasional melalui kegiatan ekspor impor, negara maju akan memperoleh
bahan-bahan baku yang dibutuhkan industrinya sekaligus dapat menjual
produknya ke negara-negara berkembang. Sementara itu, negara berkembang
dapat mengekspor hasil-hasil produksi dalam negeri sehingga memperoleh devisa.
Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Terjadinya perekonomian
dalam negeri dan luar negari akan menciptakan suatu hubungan yang saling
mempengaruhi antara satu negara dengan negara lainnya, salah satunya adalah
berupa pertukaran barang dan jasa antarnegara. Perdagangan Internasional dapat
Page 2
39
diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu
dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa-
jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari
warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri,
perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca
perdagangan (Sobri, 2001; Bishop et al., 2014).
2.1.1.b Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional dikemukakan oleh Adam Smith dan
David Ricardo (Gerber, 2011) yang mulai dengan anggapan bahwa lalu lintas
pertukaran internasional hanya berlangsung antara dua negara dengan tidak
adanya tembok pabean dan kedua negara tersebut hanya beredar dengan acuan
uang emas. Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran bersama-sama dengan teori
kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Walaupun
suatu negara memiliki keunggulan absolut, tetapi apabila terjadi perdagangan
akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan.
Teori comparative advantage telah berkembang menjadi dynamic
comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat
diciptakan. Oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi faktor
keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang menguasai teknologi akan semakin
diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas ini, sedangkan negara yang hanya
mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah dalam persaingan internasional
(Gerber, 2011). Teori ini mencakup, antara lain sebagai berikut.
Page 3
40
(1) Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency)
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut
berproduksi relatif kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotetis di bawah ini
maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo
adalah cost comparative advantage.
(2) Production Comperative Advantage (Labor productifity)
Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional
jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara
tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana
negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Sedangkan
kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat
terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan
masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost Comparative
Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat
kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada
asumsi Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh
jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut,
dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang
dipergunakan untuk memproduksinya.
Page 4
41
a) Teori Heckscher-Ohlin (H-O) atau Factor Proporsion Theory
Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia
yaitu Eli Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) atau disebut dengan Teori
Hecskher-Ohlin Samuelson atau juga Factor Proporsion Theory mengemukakan
penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan
dalam teori keunggulan komparatif. Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori
H-O, tulisan ini sedikit akan mengemukakan kelemahan teori klasik yang
mendorong munculnya teori H-O. Teori Klasik Comparative Advantage
menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya
perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit
dinyatakan) antar negara. Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai
penyebab perbedaan produktivitas tersebut.
Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai
penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan
penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor
produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga
selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan.
Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai The Proportional Factor
Theory. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak
atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk
kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan
mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang
relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.
Page 5
42
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) ini menjelaskan beberapa pola perdagangan
dengan baik dimana negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang
yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif.
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan
negara lain disebabkan karena negara tersebut memiliki keunggulan komparatif
yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari
keunggulan komparatif, adalah sebagai berikut.
(1) Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu
negara.
(2) Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi,
apakah labor atau capital intensity.
Teori modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O dijelaskan dengan dua
kurva: (1) kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi
yang sama dan (2) kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total
kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan
bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya
tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal
diperoleh dari sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dapat
dirangkumkan, sebagai berikut.
(1) Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
Page 6
43
(2) Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing
negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang
dimilikinya.
(3) Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi
yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
(4) Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu
karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal
untuk memproduksinya.
(5) Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang
dimiliki masing-masing negara relatif sama, maka harga barang yang sejenis
akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
Hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain sebagai berikut.
(1) Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor
di tiap negara turun.
(2) Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
(3) Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua negara
cenderung sama demikian pula harga barang B di kedua negara cenderung
sama.
(4) Perdagangan akan terjadi antara negara yang kaya Kapital dengan negara yang
kaya labor.
Page 7
44
(5) Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi
yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara
yang kaya kapital maka ekspornya padat kapital dan impornya padat karya,
sedangkan negara kaya labor ekspornya padat karya dan impornya padat
kapital.
Kemudian untuk lebih memahami kelemahan teori H-O dalam
menjelaskan perdagangan internasional akan dikemukan beberapa asumsi yang
kurang valid (mendukung), yaitu sebagai berikut.
(1) Asumsi bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam
memproduksi adalah tidak valid. Fakta yang ada di lapangan negara sering
menggunakan teknologi yang berbeda.
(2) Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor produksi
lebih menjadi masalah. Hal ini karena sebagian besar perdagangan adalah
produk negara industri yang bertumpu pada diferensiasi produk dan skala
ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan model faktor endowment H-O.
(3) Asumsi tidak ada mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas faktor
secara internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional yang
menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antar negara.
Karenanya hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi
validitas model H-O.
(4) Asumsi spesialisasi penuh suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi,
dimana perdagangan tidak sepenuhnya berlaku karena banyak negara yang
Page 8
45
masih memproduksi komoditi yang sebagian besar adalah dari impor
(Salvatore, 1997, Gerber, 2011).
2.1.1.c Faktor Pendorong Perdagangan Internasional
Menurut Salvatore dan Krugman (2006), ada beberapa faktor yang
mendorong semua negara di dunia melakukan perdagangan luar negeri. Faktor-
faktor pendorong tersebut terdiri atas, hal-hal berikut (1) Perbedaan sumberdaya
alam yang dimiliki, (2) Teknologi, (3) Penghematan biaya produksi dan
(4) Perbedaan selera.
2.1.1.d Manfaat Perdagangan Internasional
Berikut beberapa manfaat dari perdagangan internasional yaitu:
(1) Meningkatkan hubungan persahabatan antar negara, (2) Kebutuhan setiap
negara dapat tercukupi, (3) Mendorong kegiatan produksi barang secara
maksimal, (4) Mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, (5) Setiap
negara dapat mengadakan spesialisasi produksi dan (6) Memperluas lapangan
kerja.
2.1.1.e Hambatan Perdagangan Internasional
Setiap negara selalu menginginkan perdagangan yang dilakukan antar
negara agar berjalan dengan lancar. Namun, jika dihadapi kegiatan perdagangan
antar negara juga mengalami beberapa hambatan. Berikut beberapa hambatan
yang sering muncul dalam perdagangan internasional, yaitu (1) Perbedaan mata
uang antarnegara, (2) Kualitas sumberdaya yang rendah, (3) Pembayaran antar
negara sulit dan risikonya besar, (4) Adanya kebijaksanaan impor dari suatu
Page 9
46
negara, (5) Terjadinya perang dan (6) Adanya keberadaan organisasi-organisasi
ekonomi regional.
2.1.1.f Kebijakan Perdagangan Internasional
Kebijakan yang diberlakukan pada perdagangan internasional bertujuan
untuk melindungi industri dalam negeri. Kebijakan untuk melindungi barang-
barang dalam negeri dari persaingan barang-barang impor disebut proteksi.
Proteksi dalam perdagangan internasional terdiri atas kebijakan tarif, kuota,
larangan impor, subsidi dan dumping.
1) Tarif: adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-
barang impor.
2) Kuota: adalah bentuk hambatan perdagangan yang menentukan jumlah
maksimum suatu jenis barang yang dapat diimpor dalam suatu periode
tertentu.
3) Larangan Impor: adalah kebijakan pemerintah yang melarang masuknya
barang-barang tertentu ke dalam negeri.
4) Subsidi: adalah kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan kepada
produk dalam negeri.
5) Dumping: adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara dengan cara
menjual barang ke luar negeri lebih murah daripada dijual di dalam negeri.
2.1.1.g Dampak Perdagangan Internasional Terhadap Perekonomian
Para ekonom mengatakan keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh
dari perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut.
Page 10
47
1) Perdagangan dapat meningkatkan pendayagunaan sumberdaya domestik di
suatu negara berkembang.
2) Perdagangan internasional dapat menciptakan pembagian kerja dan skala
ekonomi (economies of scale) yang lebih tinggi melalui peningkatan ukuran
pasar.
3) Perdagangan internasional juga berfungsi sebagai wahana transmisi gagasan-
gagasan baru, teknologi yang lebih baik dan kecakapan manajerial serta
bidang-bidang keahlian lainnya yang diperlukan bagi kegiatan bisnis.
4) Perdagangan antar negara juga merangsang dan memudahkan mengalirnya
arus modal internasional dari negara maju ke negara berkembang.
5) Impor produk-produk baru dapat merangsang permintaan domestik yang dapat
memberikan inspirasi dan membuka lahan bisnis baru yang menguntungkan
bagi para produsen setempat.
6) Perdagangan internasional merupakan instrumen yang efektif untuk mencegah
monopoli karena perdagangan pada dasarnya dapat merangsang peningkatan
efisiensi setiap produsen domestik agar mampu menghadapi persaingan dari
negara lain.
Berikut dampak yang ditimbulkan dari pedagangan internasional.
1) Dampak positif perdagangan internasional: a) Saling membantu memenuhi
kebutuhan antarnegara, b) Meningkatkan produktivitas usaha, c) Mengurangi
pengangguran, d) Menambah pendapatan devisa bagi negara.
2) Dampak negatif perdagangan internasional: a) Terpengaruhnya perekonomian
nasional oleh situasi dan kondisi pasar dunia, b) Berpengaruh pada perubahan
Page 11
48
terhadap kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan apabila
pengaruh global tersebut berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat,
c) Menciptakan ketergantungan produk terhadap suatu negara, d) Eksploitasi
terhadap sumberdaya karena untuk memenuhi permintaan pasar dunia dan
e) Terbentuknya proteksi non-tarif yang dapat menghambat produk ekspor.
3) Berikut ini beberapa dampak negatif yang lain dari perdagangan
internasional. a) Adanya ketergantungan dengan negara-negara pengimpor,
b) Masyarakat menjadi konsumtif dan c) Mematikan usaha-usaha kecil.
2.1.2 Impor
2.1.2.a Pengertian Impor
Impor diasumsikan sebagai fungsi permintaan negara terhadap komoditi
dari pasar internasional. Impor merupakan aliran barang dan jasa ke pasar sebuah
negara untuk dikonsumsi. Negara meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
mengimpor aneka ragam barang dan jasa yang bermutu dengan harga yang lebih
rendah daripada yang dapat dihasilkan di dalam negeri (Smith dan Blakeslee,
1995). Permintaan impor merupakan selisih antara konsumsi domestik dikurangi
produksi domestik dan dikurangi stok pada akhir tahun lalu. Secara matematis,
impor dapat digambarkan sebagai berikut (Labys, 1973).
Mt = Ct – Qt – St-1 ............................................................................................... (2.1)
Dimana :
Mt = jumlah impor pada tahun ke t
Qt = jumlah produksi domestik tahun ke t
Ct = jumlah kosumsi domestik tahun ke t
St-1 = sisa stok pada tahun ke t-1
Page 12
49
Selain faktor-faktor domestik di atas, fungsi impor suatu negara juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor dari luar negeri, yaitu nilai tukar atau Exchange Rate (ER) dan
harga impor (PM). Dengan demikian, secara teoritis fungsi impor komoditas suatu
negara dapat ditulis, sebagai berikut.
Mt = f (Qt, Ct, St-1, ERt, PMt) ........................................................................... (2.2)
Dimana :
Qt = jumlah produksi domestik tahun ke t
St-1 = sisa stok pada tahun ke t-1
Ct = jumlah konsumsi domestik tahun ke t
ERt = nilai tukar atau exchange rate tahun ke t
PMt = harga impor tahun ke t
Terdapat beberapa variabel yang akan mempengaruhi permintaan impor suatu
negara seperti biaya transportasi (TC), tarif (T), selera konsumen (PC), distribusi
pendapatan (Y) dan populasi (P) yang dapat memberikan hasil yang lebih akurat.
2.1.2.b Produk Impor Indonesia
Indonesia mengimpor barang-barang konsumsi bahan baku dan bahan
penolong serta bahan modal. Barang-barang konsumsi merupakan barang-barang
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makanan,
minuman, susu, mentega, beras dan daging. Bahan baku dan bahan penolong
merupakan barang- barang yang diperlukan untuk kegiatan industri baik sebagai
bahan baku ataupun bahan pendukung, seperti kertas, bahan-bahan kimia, obat-
obatan dan kendaraan bermotor.
Barang modal adalah barang yang digunakan untuk modal usaha seperti
mesin, suku cadang, komputer, pesawat terbang dan alat-alat berat. Produk impor
Page 13
50
Indonesia yang berupa hasil pertanian, antara lain, beras, terigu, kacang kedelai
dan buah-buahan. Produk impor indonesia yang berupa hasil peternakan antara
lain daging dan susu. Produk impor Indonesia yang berupa hasil pertambangan
antara lain adalah minyak bumi dan gas, produk impor Indonesia yang berupa
barng industri antara lain adalah barang-barang elektronik, bahan kimia,
kendaraan dalam bidang jasa indonesia mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri.
2.1.2.c Kebijakan Impor
1) Tarif Impor
Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan kepada suatu komoditi yang
diperdagangkan lintas batas teritorial. Berdasarkan mekanisme perhitungannya,
tarif terbagi menjadi tiga jenis (Hady, 2004), di antaranya sebagai berikut.
a) Tarif Ad Valorem (Ad Valorem Tariff): Tarif ad valorem adalah pajak yang
dikenakan berdasarkan persentase tertentu dari nilai barang-barang yang
diimpor.
b) Tarif Spesifik (Spesific Tariff): Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap
unit barang yang diimpor.
c) Tarif Campuran: Tarif campuran adalah gabungan dari tarif ad valorem dan
tarif spesifik, dimana barang yang diimpor dikenakan pungutan dalam jumlah
tertentu dan dikenakan pungutan dalam bentuk persentase.
2) Subsidi: Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan
perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri berupa keringanan
pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit dan subsidi harga. Subsidi
bertujuan untuk: a) Menambah produksi dalam negeri, b) Mempertahankan
Page 14
51
jumlah konsumsi dalam negeri, c) Menjual dengan harga yang lebih murah
daripada produk impor.
2.1.2.d Pendapatan Nasional dan Perdagangan
Pendapatan nasional adalah jumlah seluruh keluaran produksi atau barang
dan jasa yang dihasilkan di suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional dapat
dilakukan berdasarkan tiga cara, yaitu konsep nilai tambah, pendapatan dan
pengeluaran. Konsep nilai tambah digunakan untuk menghitung pendapatan
dengan menjumlahkan nilai pasar yang diproduksi perusahaan. Pendapatan yang
dilihat dari sisi pendapatan merupakan jumlah berbagai pendapatan faktor yang
dihasilkan pada proses memproduksi keluaran akhir ditambah pajak tak langsung
neto subsidi ditambah penyusutan. Sedangkan dilihat dari sisi pengeluaran,
pendapatan nasional merupakan jumlah dari pengeluaran konsumsi, investasi
pemerintah dan ekspor neto (Lipsey et al., 1995). Dalam perdagangan
internasional, pendapatan nasional mempengaruhi jumlah impor suatu negara
(Deliarnov, 1995).
Pendapatan nasional mencerminkan kemampuan masyarakat dalam
membeli barang-barang hasil buatan luar negeri. Semakin tinggi tingkat
pendapatan nasional serta semakin rendah kemampuan dalam menghasilkan
barang-barang tersebut, maka impor semakin tinggi. Hubungan langsung antara
impor dan pendapatan nasional ditentukan oleh nilai kecenderungan mengimpor
atau Marginal Propencity to Import (MPM). MPM merupakan perbandingan atau
rasio antara pertambahan impor dengan pertambahan dalam pendapatan nasional.
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.
m = ΔM/ΔY .......................................................................................... (2.3)
Page 15
52
Hubungan antara impor dan pendapatan nasional ditulis sebagai berikut.
M = Mo + mY ....................................................................................... (2.4)
Dimana :
M = Jumlah impor
m = marginal propencity to import
Mo = Jumlah impor yang nilainya tidak ditentukan oleh Y,
Y = pendapatan nasional
2.1.3 Ekspor
Istilah ekspor berarti pengiriman barang dan jasa dari pelabuhan suatu
negara. Penjual barang dan jasa tersebut disebut sebagai eksportir dan berbasis di
negara pengekspor sedangkan pembeli berbasis di luar negeri disebut sebagai
importir. Dalam perdagangan internasional, ekspor mengacu pada menjual barang
dan jasa yang diproduksi di dalam negeri ke pasar lain (Joshi, 2005, Jhingan,
2010, Bishop et al., 2014).
Teori perdagangan internasional dan kebijakan komersial adalah salah satu
cabang tertua pemikiran ekonomi. Mengekspor merupakan komponen utama dari
perdagangan internasional dan risiko makroekonomi serta manfaat mengekspor
secara teratur dibahas dan diperdebatkan oleh para ekonom. Dua pandangan
tentang perspektif yang berbeda pada perdagangan internasional saat ini. Yang
pertama mengakui manfaat dari perdagangan internasional. Kekhawatiran kedua
yaitu dengan kemungkinan terjadinya industri dalam negeri tertentu (atau buruh
atau budaya) bisa dirugikan oleh kompetisi asing.
2.1.3a Pengertian Ekspor
Ekspor adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam
negeri lalu dijual di luar negeri. Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor
Page 16
53
merupakan salah satu faktor terpenting dari Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross
Nasional Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor maka
pendapatan masyarakat secara langsung juga akan mengalami perubahan. Di lain
pihak, tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut
akan sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang
terjadi di pasaran internasional ataupun di perekonomian dunia.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ekspor, impor dan ekspor neto
suatu negara, antara lain meliputi: 1) Selera konsumen terhadap barang-barang
produksi dalam negeri dan luar negeri, 2) Harga barang-barang di dalam dan di
luar negeri, 3) Kurs yang menentukan jumlah mata uang domestik yang
dibutuhkan untuk membeli mata uang asing, 4) Pendapatan konsumen di dalam
negeri dan luar negeri, 5) Ongkos angkutan barang antarnegara, dan 6) Kebijakan
pemerintah mengenai perdagangan internasional.
2.1.3.b Fungsi Ekspor
Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah
negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada
gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan
tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan
pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000).
Page 17
54
2.1.3.c Komoditas Ekspor Utama di Indonesia
Tabel 2.1
Sepuluh Jenis Komoditas Ekspor Utama di Indonesia
No. Komoditas Negara Tujuan
1. TPT Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Turki, Korea Selatan, Inggris, Uni Emirat Arab, Rep.Rakyat Tiongkok, Brasilia, Malaysia, Belgia, Italia, Belanda, Spanyol, Kanada, Saudi Arabia, Thailand, Perancis, Vietnam, Taiwan.
2. Elektronik Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, Rep.Rakyat Tiongkok, Jerman, Malaysia, Belanda, Korea Selatan, Pilipina, Perancis, Thailand, India, Australia, Uni Emirat Arab, Inggris, Taiwan, Vietnam, Belgia, Italia.
3. Karet dan
produk karet
Amerika Serikat, Jepang, Rep.Rakyat Tiongkok, Korea Selatan, Singapura, Brasilia, Jerman, Kanada, Belanda, Turki, Perancis, India, Spanyol, Italia, Inggris, Belgia, Taiwan, Rep.Afrika Selatan, Australia, Argentina.
4. Sawit Hongkong, India, Vietnam, Rep.Rakyat Tiongkok, Jerman, Singapura, Korea Utara, Italia, Malaysia, Thailand, Spanyol, Taiwan, Jepang, Kamboja, Sri Langka, Rep.Afrika Selatan, Perancis, Pilipina, Amerika Serikat, Meksiko.
5. Produk hasil
hutan
India, Rep.Rakyat Tiongkok, Malaysia, Bangla Desh, Belanda, Mesir, Singapura, Italia, Spanyol, Ukraine, Iran, Federasi Rusia, Pakistan, Jerman, Tanzania, Brasilia, Rep.Afrika Selatan, Vietnam, Myanmar, Kenya.
6. Alas kaki Jepang, Rep.Rakyat Tiongkok, Amerika Serikat, Korea Selatan, Australia, Malaysia, Taiwan, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, India, Jerman, Belanda, Inggris, Vietnam, Singapura, Belgia, Italia, Perancis, Bangla Desh, Thailand.
7. Otomotif Amerika Serikat, Belgia, Jerman, Inggris, Belanda, Italia, Jepang, Meksiko, Perancis, Brasilia, Rep.Rakyat Tiongkok, Denmark, Panama, Korea Selatan, Singapura, Spanyol,Australia, Federasi Rusia, Chili, Rep.Afrika Selatan.
8. Udang Thailand, Jepang, Saudi Arabia, Pilipina, Malaysia, Singapura, Uni Emirat Arab, Rep.Afrika Selatan, Brasilia, Vietnam, Rep.Rakyat Tiongkok, Meksiko, Oman, Kamerun, Taiwan, Inggris, Myanmar, Jerman, India, Kuwait.
9. Kakao Amerika Serikat, Jepang, Rep.Rakyat Tiongkok, Inggris, Belgia, Hongkong, Vietnam, Singapura, Perancis, Kanada, Australia, Malaysia, Taiwan, Federasi Rusia, Belanda, Italia, Jerman, Korea Selatan, Denmark.
10. Kopi Malaysia, Amerika Serikat, Singapura, Korea Utara, Spanyol, Jerman, Perancis, Belanda, Inggris, Australia, Pilipina, India, Kanada, Thailand, Jepang, Brasilia, Uni Emirat Arab, Estonia, Federasi Rusia, Selandia Baru.
(Sumber: www.kemendag.go.id, diakses 14 Februari 2015)
Page 18
55
2.1.3.d Tarif
Tarif adalah pajak yang dikenakan untuk barang ekspor ke suatu negara
dan atau impor dari negara lain. Tarif ini menciptakan penghalang dalam
ekonomi perdagangan. Biasanya taktik yang digunakan ketika output domestik
suatu negara jatuh dan impor dari pesaing asing meningkat, terutama jika terdapat
alasan strategis untuk mempertahankan kemampuan produksi dalam negeri. Tarif
tersebut biasanya menyebabkan keluhan dari Organisasi Perdagangan Dunia
(World Trade Organization/WTO) dan jika itu gagal, akhirnya dapat menuju ke
arah negara menempatkan tarif terhadap negara lain.
2.1.4 Perbankan
2.1.4.a Pengertian Bank
Pengertian Bank ditinjau dari asal mula terjadinya Bank maka pengertian
Bank adalah meja atau tempat menukarkan uang. Bank adalah lembaga keuangan
yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa
lain (Kasmir, 2003).
Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya
memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Agar pengertian bank menjadi
jelas, penulis mengutip definisi atau rumusan yang dikemukakan menurut
Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
telah dirubah dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998.
Pengertian Bank, adalah sebagai berikut.
Page 19
56
1) Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
2) Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha dan cara serta proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.
3) Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Berdasarkan pengertian tersebut maka bank umum meliputi tiga kegiatan
utama, yaitu 1) Menghimpun dana dari masyarakat (funding), misalnya dalam
bentuk simpanan giro, simpanan tabungan dan simpanan deposito, 2)
Menyalurkan dana ke masyarakat (lending) dalam bentuk kredit, seperti kredit
investasi, kredit modal kerja dan kredit konsumtif dan 3) Memberikan jasa-jasa
bank lainnya (services), seperti transfer, inkaso, kliring, safe deposit box, giralisasi
listrik/telpon, payroll services,pick up services, ATM (Automatic Teller Machine)
phone banking dan E-banking.
Pengawasan perbankan nasional di Indonesia dilakukan oleh OJK
(Otoritas Jasa Keuangan) Indonesia yang didirikan setahun setelah dikeluarkannya
Undang-Undang No. 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diterbitkan
pada 22 November 2011. Setelah OJK dibentuk, secara bertahap otoritas baru ini
mendapatkan pelimpahan tugas dan kewenangan pengaturan dan pengawasan
Page 20
57
sektor jasa keuangan. Itu dimulai dari sektor pasar modal dan Lembaga Keuangan
Non Bank (LKNB) pada 31 Desember 2012. Sebelumnya, pasar modal dan
LKNB diawasi oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK). Bapepam-LK dilikuidasi seiring dengan lahirnya OJK, tugasnya
dilimpahkan kepada OJK. Setahun kemudian, OJK beroperasi dengan
kewenangan penuh sebagai otoritas yang mengatur dan mengawasi seluruh sektor
jasa keuangan. Per 31 Desember 2013, Bank Indonesia melimpahkan tugas dan
kewenangan mengatur dan mengawasi sektor perbankan kepada OJK (UU No. 21,
2011).
2.1.4.b Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan di Indonesias
1) Asas Perbankan
Asas, fungsi dan tujuan lembaga perbankan di Indonesia diatur
berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998. Dalam
pasal 2 dinyatakan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usaha
berasaskan Demokrasi Ekonomi dengan mengunakan Prinsip Kehati-hatian/PK
(Prudential Principal). Demokrasi Ekonomi adalah asas yang digunakan oleh
perbankan Indonesia, dimana dalam operasionalnya membutuhkan kehati-hatian
karena terdapat banyak sekali risiko yang secara umum dapat dikatakan sebagai
kemungkinan terdapatnya dampak yang tidak diharapkan dari kondisi yang tidak
pasti. Adapula definisi yang lain, yaitu definisi yang digunakan pada Statement on
Internal Auditing Standards dari The Institute of Internal Auditors adalah peluang
munculnya kejadian atau tindakan tertentu yang merugikan sehingga memberikan
dampak negatif pada organisasi.
Page 21
58
2) Fungsi Perbankan
Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia No. 10/1998 tentang
perbankan menjelaskan bahwa fungsi perbankan Indonesia adalah menghimpun
dana dan kemudian menyalurkan dana itu kepada masyarakat. Fungsi tersebut
dikenal sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary). Maksud dari
fungsi intermediasi (perantara) adalah bahwa perbankan memberikan kemudahan
untuk mengalirkan dana dari nasabah yang memiliki kelebihan dana (Savers/Unit
Surplus) dengan kedudukan sebagai penabung ke nasabah yang memerlukan dana
(Borrowers/Unit Defisit) untuk berbagai kepentingan. Dengan demikian nasabah
penyimpan dana (savers) disebut juga dengan pemberi pinjaman (lenders). Posisi
bank adalah sebagai perantara untuk menerima dan memindahkan/menyalurkan
dana antara kedua belah pihak itu tidak saling mengenal satu sama lainnya. Fungsi
perbankan lebih spesifik dijelaskan, sebagai berikut.
a) Fungsi Pembangunan (Development)
Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat menunjang
pertumbuhan perekonomian negara. Jika sistem dan kelembagaan industri
perbankan baik, dunia usaha akan sangat membutuhkan dana yang disediakan
bank sebagai perantara untuk menggerakkan sektor riil. Pembangunan negara
akan berjalan baik apabila perbankan turut terlibat dalam bentuk pembiayaan yang
diperlukan khususnya pembiayaan yang digunakan untuk keperluan
produktif/investasi.
Page 22
59
b) Fungsi Pelayanan (Services)
Perbankan adalah jenis perusahaan dengan kegiatan utama berupa
pemberian semua jasa yang dibutuhkan nasabah baik nasabah penyimpan dana
ataupun nasabah peminjam dana. Pelayanan ini pada dasarnya adalah memberikan
semua kegiatan keuangan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh nasabah, sehingga
nasabah memperoleh kemudahan dalam melakukan kegiatan transaksi
keuangannya.
c) Fungsi Transmisi
Fungsi transmisi merupakan kegiatan perbankan yang berkaitan dengan
lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dengan menciptakan instrumen
keuangan yang disebut dengan uang giral. Maksud uang giral adalah jenis
simpanan dana di bank yang dapat ditarik setiap saat dengan mengunakan cek
atau bilyet giro dan jenis simpanan uang tersebut umumnya dikenal dengan
simpanan giro. Seringkali simpanan giro ini digunakan sebagai pembayaran
tertunda dengan menggunakan bilyet giro.
2.1.4.c Tujuan Perbankan
Tujuan perbankan dijelaskan dalam Pasal 3 Undang-undang Republik
Indonesia No. 10/1998 adalah sebagai menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional. Lengkapnya tujuan tersebut adalah sebagai berikut. Tujuan Perbankan
Indonesia menurut Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia No. 10/1998
tentang Perbankan dimana Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
Page 23
60
ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak
(Arthesa dan Handiman, 2006).
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992,
pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan didasarkan pada fungsi utama
perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Sebagai lembaga
perantara, falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan
masyarakat. Oleh karena itu, bank juga disebut sebagai lembaga kepercayaan
masyarakat yang dicirikan, sebagai berikut.
1) Dalam menerima simpanan dari Surplus Spending Unit (SSU), bank hanya
memberikan pernyataan tertulis yang menjelaskan bahwa Bank telah
menerima simpanan dalam jumlah dan untuk jangka waktu tertentu.
2) Dalam menyalurkan dana kepada Defisit Spending Unit (DSU) bank tidak
selalu meminta jaminan berupa barang sebagai agunan atas pemberian kredit
yang memiliki reputasi baik.
3) Dalam melakukan kegiatannya, bank lebih banyak menggunakan dana
masyarakat yang terkumpul dalam banknya dibandingkan dengan modal dari
pemilik atau pemegang saham bank.
2.1.4.d Struktur Sistem Perbankan
Struktur perbankan suatu negara dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
faktor ekonomi dan faktor hukum. Sistem perbankan merupakan subsistem dari
lembaga keuangan. Setiap Negara memiliki keunikan dalam sistem perbankan,
karena sistem itu diatur berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah
setiap negara. Dalam perjalanan menuju globalisasi di bidang perdagangan dan
Page 24
61
keuangan telah mendorong diadakannya deregulasi dalam pasar keuangan untuk
menyesuaikannya dengan perkembangan yang telah terjadi pasar keuangan
internasional.
2.1.4.e Usaha Perbankan
Secara garis besar jenis-jenis risiko usaha bank dapat dibagi sebagai
berikut.
1) Kredit: Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya.
2) Ekonomi: Kondisi perekonomian dunia ataupun nasional dan daerah yang
secara langsung akan mempengaruhi iklim usaha perbankan baik dalam
perkreditan, pengumpulan dana dan nasabah yang telah dibiayai.
3) Perubahan kebijakan pemerintah: sebagai akibat kebijakan pemerintah di
bidang fiskal, moneter dan perbankan yang dapat berubah setiap waktu sesuai
dengan perkembangan perekonomian.
4) Likuiditas: hal ini selalu mendapat perhatian khusus dalam usaha perbankan.
Risiko likuiditas ini dapat terjadi akibat penarikan dana yang cukup besar
(Rush) oleh nasabah diluar perhitungan bank.
5) Operasional: Sesuai bidang usahanya dalam bidang perbankan, bank juga
menghadapi risiko dalam operasionalnya, antara lain kelangkaan sumber
dana, pengendalian biaya dan kesalahan manajemen. Kondisi ini sangat
berpengaruh pula pada kinerja bank.
6) Persaingan: Setelah dikeluarkan paket Oktober 1998 jumlah bank di dalam
negeri (keadaan pada Juni 1997) diperkirakan telah mencapai 27 Bank
Pembangunan Daerah, 166 Bank Umum Nasional dan 40 Bank Asing atau
Page 25
62
Bank Patungan (joint venture). Kondisi ini mengharuskan setiap bank
meningkatkan kualitas pelayanannya dan selalu kreatif mengembangkan
produk dan jasanya yang aman, bersaing dan menguntungkan guna
mempertahankan serta meningkatkan pangsa pasarnya. Ketidak mampuan
untuk mengantisipasi persaingan akan berakibat menurunnya pangsa pasar
(market share) yang telah dimiliki sehingga mengurangi pendapatan bank.
7) Tidak Kecukupan Modal: Bank Indonesia menetapkan bahwa setiap bank
wajib menjaga kecukupan modalnya, dimana rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio atau CAR) minimum 4 persen sampai dengan 7 September
1997, minimum 8 persen sampai dengan 7 September 2001. Apabila terjadi
peningkatan aktiva dan pembelian aktiva tetap dengan produktivitas aktiva
berkurang. Hal ini mempengaruhi laba bank yang merupakan komponen dari
modal sendiri. Apabila ketentuan kecukupan modal tidak terpenuhi, akan
mengurangi kemampuan ekspansi kredit dan memengaruhi tingkat kesehatan
serta kinerja bank (Bank Indonesia 2013, Peraturan Bank Indonesia tentang
kewajiban penyediaan modal minimum bank umum).
8) Valuta Asing: Khususnya bagi bank devisa, bank yang mengadakan transaksi
dalam mata uang asing, dimana nilai tukar mata uang asing dapat berfluktuasi
karena berbagai faktor. Kesalahan dalam memprediksi fluktuasi nilai tukar
mata uang asing dapat mengakibatkan kerugian pada bank.
9) Teknologi: Dalam era globalisasi saat ini, teknologi memegang peranan yang
sangat penting dalam mempermudah dan mempercepat kegiatan serta
transaksi dalam melindungi aset perusahaan (Bishop et al., 2014).
Page 26
63
Keterlambatan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi akan mengurangi
kemampuan bank untuk bersaing dalam pelayanan terhadap nasabah. Akan
tetapi penggunaan teknologi pun sangat rentan kejahatan apabila tidak
didukung sistem pengamanan dengan teknologi informasi yang baik.
2.1.4.f Penilaian dan Tingkat Kesehatan Bank
1) Penilaian Kesehatan Bank
Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi.
Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi
yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat, sehingga Bank Indonesia
(BI) sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau
petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan
kegiatan operasinya.
Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh
Bank Indonesia. Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap tahun, apakah ada
peningkatan atau penurunan. Bagi bank yang tingkat kesehatannya terus
meningkat tidak jadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya
dipertahankan terus tingkat kesehatannya. Akan tetapi bank yang terus menerus
tidak sehat, mungkin harus mendapat pengarahan dan sangsi dari Bank Indonesia
sebagai pengawas dan pembina bank-bank. Bank Indonesia dapat saja
menyarankan untuk melakukan perubahan manajemen, merger, konsolidasi,
akuisisi atau bahkan dilikuidiasi keberadaannya jika memang sudah parah kondisi
bank tersebut (Kasmir, 2010).
Page 27
64
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 6/10/PBI/2004
tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum
mencakup penilaian terhadap faktor-faktor Camels (Capital, Asset, Management,
Earnings, Liquidity, Sensitivity) yang terdiri dari:
a) Aspek permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
terhadap ketentuan yang berlaku, 2) Komposisi permodalan, 3) Tren ke
depan/proyeksi KPMM, 4) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan
dengan modal bank, 5) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan
modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan), 6) Rencana permodalan bank
untuk mendukung pertumbuhan usaha, 7) Akses kepada sumber permodalan dan
8) Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank.
b) Aspek Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dan dibandingkan dengan total aktiva
produktif, 2) Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total
kredit, 3) Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset
dibandingkan dengan aktiva produktif, 4) Tingkat kecukupan pembentukan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), 5) Kecukupan kebijakan dan
prosedur aktiva produktif, 6) Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva
Page 28
65
produktif, 7) Dokumentasi aktiva produktif, dan 8) Kinerja penanganaan aktiva
produktif bermasalah.
c) Aspek Kualitas Manajemen (Management)
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen, sebagai berikut 1) Manajemen umum,
2) Penerapan sistem manajemen, 3) Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang
berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
d) Aspek Rentabilitas (Earnings)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1) Return on Assets (ROA), 2) Return on Equity (ROE), 3) Net Interest Margin
(NIM), 4) Biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional
(BOPO), 5) Perkembangan laba operasional, 6) Komposisi portofolio aktiva
produktif dan diversifikasi pendapatan, 7) Penerapan prinsip akuntansi dalam
pengakuan pendapatan dan biaya, dan 8) Prospek laba operasional.
e) Aspek Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain
dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut.
1) Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang
dari 1 bulan, 2) 1-month maturity mismatch ratio, 3) Loan to Deposit Ratio
(LDR), 4) Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang, 5) Ketergantungan pada dana
antar bank dan deposan inti, 6) Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (Assets and
Liabilities Management/ALMA), 7) Kemampuan bank untuk memperoleh akses
Page 29
66
ke pasar uang, pasar modal atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan
8) Stabilitas Dana Pihak Ketiga (DPK).
f) Sensitivitas Terhadap Pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap
pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut. 1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mencakup fluktuasi
suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse
movement) suku bunga, 2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mencakup
fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi
(adverse movement) nilai tukar, 3) Kecukupan penerapan sistem manajemen
pasar.
2) Tingkat Kesehatan Bank
Dalam rangka penerapan ketentuan yang memerlukan persyaratan tingkat
kesehatan bank maka predikat tingkat kesehatan bank disesuaikan dengan
ketentuan dalam surat edaran Bank Indonesia ini, sebagai berikut.
a) Untuk predikat tingkat kesehatan bank Sehat dipersamakan dengan Peringkat
Komposit 1 (PK-1) atau Peringkat Komposit 2 (PK-2).
b) Untuk predikat tingkat kesehatan bank Cukup Sehat dipersamakan dengan
Peringkat Komposit 3 (PK-3).
c) Untuk predikat tingkat kesehatan bank Kurang Sehat dipersamakan dengan
peringkat komposit 4 (PK-4).
Page 30
67
d) Untuk predikat tingkat kesehatan Tidak Sehat dipersamakan dengan peringkat
komposit 5/PK-5 (Bank Indonesia 2013; tentang Penetapan Status dan Tindak
Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional, Nomor 15/2/PBI/2013).
3) Laba
a) Konsep-Konsep Laba Untuk Pelaporan Keuangan
Menyadari bahwa pengukuran laba mengandung masalah konseptual dan
praktis yang besar, maka beberapa saran pemecahan telah diajukan. Lima
pendapat utama berikut merupakan saran-saran yang representatif mengenai
masalah pengukuran laba, yaitu sebagai berikut.
(1) Banyak pembahasan sekarang ini berpusat pada usaha untuk memperbaiki
pelaporan apa yang disebut laba akuntasi dengan menitikberatkan pada
data transaksi dan proses aktual.
(2) Pembahasan lain mendukung konsep laba tunggal operasional yang dapat
digunakan sebagai indikasi kemampuan perusahaan untuk membayar
deviden.
(3) Salah satu permasalahan ekonomi bahwa kemajuan di masa yang akan
datang dalam teori akuntasi tergantung pada persetujuan atas konsep laba
tunggal yang lebih sesuai dengan apa yang dimaksud sebagai laba
ekonomi.
(4) Beberapa ekonom mengemukakan ide bahwa beberapa konsep laba harus
diukur dan dilaporkan untuk tujuan yang berbeda.
Page 31
68
(5) Akhir-akhir ini, beberapa saran telah diajukan untuk menegaskan bahwa
semua pengukuran laba kurang tepat dan dengan demikian harus diganti
dengan ukuran lainnya dari kegiatan ekonomi (Eldon, 1995).
b) Pengertian Laba
Laba umumnya dipandang sebagai dasar bagi pengenaan pajak,
determinan bagi kebijakan pembayaran dividen dan pedoman investasi dalam
pengambilan keputusan. Mengingat banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan
atas perhitungan laba rugi, dengan tujuan beraneka ragam. Dalam memahami
pengertian laba atau rugi akan berbeda tergantung pada masing-masing dari sudut
kepentingan dan tujuan pengertian laba. Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan
pengertian laba ditinjau dari dua sudut pandang ilmu ekonomi dan ilmu akuntansi,
sebagai berikut.
(1) Pengertian laba ditinjau dari sudut ilmu ekonomi mencakup tiga tahap:
(a) Physical Icome yaitu konsumen barang dan jasa pribadi yang sebenarnya
memberikan kesejahteraan fisik dan pemenuhan kebutuhan.
(b) Real Income adalah ungkapan kejadian yang memberikan peningkatan
terhadap kesejahteraan fisik. Ukuran yang dapat digunakan untuk real
income ini adalah biaya hidup. Dengan kata lain kepuasan timbul karena
kesejahteraan fisik yang timbul dari keuntungan yang diukur dengan
pembayaran uang yang dilakukan untuk membeli barang dan jasa sebelum
atau sesudah mengkonsumsi.
(c) Money Income merupakan hasil uang yang diterima dan yang
dimaksudkan untuk konsumsi dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Page 32
69
(2) Pengertian Laba ditinjau dari sudut ilmu akuntansi
Perhatian para akuntan mengenai konsep laba sangatlah berbeda dengan
pandangan yang dikemukakan para ekonom, dimana konsep laba tersebut bukan
saja menekan pada kesejahteraan yang dicapai, namun mereka lebih menitik
beratkan pada segi teknik, bagaimana menetapkan, mengukur dan melaporkan
laba di dalam perhitungan laba rugi. Konsep laba dalam ilmu akuntasi dapat
menentukan kuantitas sekaligus menyajikan informasi yang terinci mengenai
penentuan jumlah besarnya laba periodik. Laba akuntasi secara operasional
didefinisikan sebagai: perbedaan antara pendapatan yang direalisasi yang timbul
dari periode transaksi tersebut dan biaya historis sepadan dengannya. Definisi laba
akuntansi sebagai perbedaan realisasi penghasilan yang berasal dari transaksi
perusahaan pada periode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan penghasilan (Kurniawan dan Budhi, 2015).
Definisi laba tersebut memberikan gambaran sifat khas mengenai laba
dalam ilmu akuntansi, meliputi: (1) Laba akuntansi didasarkan pada transaksi
yang benar terjadi yang dilakukan perusahaan, baik transaksi eksternal ataupun
internal, (2) Laba akuntasi didasarkan pada postulat periodik yang berhubungan
dengan laba itu yang merupakan prestasi perusahaan pada periode tertentu, (3)
Laba akuntansi didasarkan pada prinsip revenue yang memerlukan batasan
tersendiri baik itu yang berhubungan dengan definisi pengukuran dan pengakuan
pendapatan, (4) Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap beban dalam
bentuk beban historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil
tertentu dan (5) Laba akuntasi didasarkan pada prinsip matching artinya
Page 33
70
pendapatan yang direalisasi dari periode itu dikaitkan pada beban relevan yang
tepat dan sepadan.
2.1.4g. Kredit
a. Pengertian Kredit
Menurut UUD No.7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah: Penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Pengertian kredit menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso (2006)
adalah pemberian fasilitas pinjaman kepada nasabah, baik berupa fasilitas
pinjaman tunai (cash loan) ataupun pinjaman non tunai (non-cash loan). Dalam
arti luas kredit diartikan sebagai sebagai kepercayaan. Begitu pula dengan bahasa
latin kredit berarti credere yang artinya percaya. Maksud dari percaya bagi
pemberi kredit adalah percaya kepada penerima kredit dimana kredit yang
disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi
penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai
kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu yang disepakati.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (pasal 21 ayat 11) kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dapat diartikan bahwa peranan
Page 34
71
bank adalah lembaga yang membantu masyarakat dalam hal permodalan atau
keuangan. Mayarakat memiliki kebutuhan yang beragam, akan tetapi kebutuhan
tersebut tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah ketersediaan alat untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, bantuan permodalan atau
keuangan dari bank atau lembaga keuangan lainnya dapat membantu untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang.
Kemudian adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima
kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat
sebelumnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing
pihak, termasuk jangka waktu dan bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula
dengan masalah sangsi apabila debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah
dibuat bersama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kredit adalah
kegiatan usaha atau usaha pemberian bantuan permodalan atau keuangan berupa
barang, jasa atau uang dari pihak pemberi kredit (kreditur) kepada pihak penerima
kredit (debitur) atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh kreditur dimana
penerima kredit (debitur) harus mengembalikan kredit sejumlah nilai ekonomi
yang telah diberikan oleh pemberi kredit (kreditur) pada waktu yang telah
ditentukan dengan balas jasa berupa bunga sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak.
Page 35
72
b. Fungsi dan Manfaat Kredit
1) Bagi dunia usaha atau debitur
a) Sebagai sumber pemodalan untuk menjaga kelangsungan atau
meningkatkan usaha.
b) Pengembalian kredit wajib dilakukan tepat waktu, diharapkan dapat
diperoleh dari keuntungan usahanya.
c) Memberi keuntungan usaha dengan adanya tambahan modal dan
berkembangnya usaha.
2) Bagi lembaga keuangan atau kreditur
a) Menyalurkan dana masyarakat (deposito, tabungan, giro). Dalam bentuk
kredit kepada dunia usaha.
b) Memberi keuntungan dari selisih bunga pemberian kredit atau jasa-jasa
lainnya.
c. Jenis Kredit
Berdasarkan jangka waktu dan penggunaanya menurut Sigit Triandaru dan
Totok Budisantoso (2006) kredit dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu
sebagai berikut.
1) Kredit investasi
Kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan
kepada nasabah/calon debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam
rangka rehabilitasi, moderenisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru.
Misalnya untuk pembelian mesin-mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik,
Page 36
73
yang pelunasanya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang di
biayai.
2) Kredit Modal Kerja (KMK)
Kredit modal kerja adalah kredit yang diberikan baik dalam rupiah ataupun
valuta asing untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu
siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang.
3) Kredit konsumsi
Kredit konsumsi adalah kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan
kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan konsumsi
bukan barang modal dalam kegiatan usaha. Penggunaan kredit ini misalnya
untuk pembelian mobil, rumah dan barang-barang konsumsi yang lain.
Menurut Kasmir (2002), secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari
berbagai segi, antara lain sebagai berikut.
1) Dilihat dari segi kegunaan terdiri dari:
a) Kredit investasi
Kredit yang dugunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun
proyek atau guna keperluan rehabilitasi, misalnya kredit investasi adalah kredit
guna membangun pabrik atau membeli mesin-mesin.
b) Kredit Modal Kerja
Kredit guna meningkatkan produksi dalam operasionalnya, misalnya kredit
modal kerja yang diberikan untuk membeli bahan baku atau membayar gaji
pegawai atau biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
Page 37
74
2) Dilihat dari tujuan kredit terdiri dari:
a) Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi.
Dimana kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Contohnya
adalah kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan menghasilkan
barang, sedangkan kredit pertanian akan menghasilkan produk pertanian.
b) Kredit Konsumtif
Kredit yang digunakan untuk keperluan konsumsi secara pribadi, dalam Kredit
ini tidak terdapat pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena telah
digunakan oleh seseorang atau badan usaha. Contohnya kredit mobil pribadi,
kredit untuk perumahan.
c) Kredit Perdagangan
Kedit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang
dagangan yang pembayarannya diharapakan dari hasil penjualan barang
dagangan tersebut. Contohnya adalah kredit ekspor dan impor.
3) Dilihat dari jangka waktu terdiri dari:
a) Kredit jangka Pendek
Kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama
satu tahun dan biasanya guna keperluan modal kerja.
b) Kredit Jangka Menengah
Kredit dengan jangka waktu kredit berkisar antara satu tahun hingga tiga tahun,
biasanya guna keperluan investasi. Sebagai contohnya adalah kredit untuk
pertanian atau peternakan.
Page 38
75
c) Kredit Jangka Panjang
Kredit dengan masa pengembaliannya di atas tiga tahun atau lima tahun.
Biasanya kredit ini guna keperluan investasi jangka panjang seperti perkebunan
karet, manufaktur dan kredit konsumtif lainnya.
4) Dilihat dari segi jaminan terdiri dari:
a) Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, dapat berbentuk barang atau tidak
berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan
dilindungi senilai jaminan yang diberikan oleh calon debitur.
b) Kredit tanpa jaminan
Kredit yang diberikan tanpa disertai dengan jaminan barang atau orang
tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter dan
loyalitas atau nama baik calon debitur selama berhubungan dengan bank atau
pihak lain.
5) Dilihat dari segi sektor usaha terdiri dari:
a) Kredit Pertanian
Merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian.
Sektor utama pertanian dapat berupa jangka pendek atau panjang.
b) Kredit Perternakan
Kredit yang diberikan untuk sektor peternakan baik jangka pendek ataupun
jangka panjang. Untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan jangka
panjang ternak kambing atau ternak sapi.
Page 39
76
c) Kredit Industri
Kredit yang diberikan untuk membiayai industri, baik industri kecil, industri
menengah atau industri besar.
d) Kredit Pertambangan
Kredit yang membiayai jenis usaha tambang yang biasanya bersifat jangka
panjang. Seperti tambang emas, minyak atau timah.
e) Kredit Pendidikan
Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau
dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa.
f) Kredit Profesi
Kredit yang diberikan kepada para profesional. Seperti dosen, dokter dan
pengacara.
g) Kredit Perumahan
Kredit yang diberikan untuk membiayai pembangunan atau pembelian
perumahan.
h) Dan sektor-sektor lainnya.
d. Pertimbangan Penyaluran Dana
Menurut Triandaru dan Budisantoso (2006), dalam memberikan kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai
keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikat dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan
pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian. Mengingat hal tersebut dan
Page 40
77
adanya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan bank serta adanya risiko yang
selalu melekat dalam penyaluran dana, maka sebelum kredit atau pembiayaan
disalurkan, pihak bank selalu ingin mengetahui segala sesuatu tentang
kemampuan dan kemauan nasabah debitornya untuk mengembalikan dana
yang telah diberikan oleh bank. Dalam melakukan analisis kredit sangat penting
melakukan penilaian terhadap beberapa aspek yang menyangkut kegiatan usaha
calon debitur, yaitu sebagai berikut (Siamat, 2005).
a) Aspek pemasaran
Penilaian yang perlu ditekankan di sini adalah menyangkut kemampuan daya
beli masyarakat (purchasing power), kompetisi, pangsa pasar, kualitas
produksi dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
perkembangan usaha debitur. Analisis pemasaran perlu dilakukan untuk
melihat kondisi pasar saat ini, meliputi jumlah penawaran yang sudah ada
untuk jenis produk yang direncanakan peminjam dan kemampuan pasar
menyerap produk debitur. Demikian pula prospek pemasaran perlu
diperhatikan perkembangannya dan permintaannya di masa yang akan datang.
b) Aspek teknis
Penilaian terhadap aspek teknis meliputi kelancaran produksi, kapasitas
produksi, mesin-mesin, peralatan, ketersediaan dan kontinuitas bahan baku. Di
samping itu, kualitas tenaga kerja yang dimiliki dan fasilitas teknis yang ada
cukup untuk mempengaruhi penilaian aspek teknis.
Page 41
78
c) Aspek manajemen
Dalam penilaian aspek manajemen, perlu diperhatikan struktur organisasi dan
anggota-anggota manajemen, termasuk kemampuan dan pengalamannya, serta
pola kemimpinan yang diterapkan oleh manajemen puncak.
d) Aspek yuridis
Penilaian aspek yuridis ini antara lain meliputi status hukum badan usaha,
misalnya akte pendirian yang telah dipisahkan oleh yang berwenang, legalitas
usaha, meliputi kelengkapan izin usaha dan yang cukup penting adalah
bagaimana legalitas barang-barang jaminan yaitu kepemilikannya harus
didukung dengan dokumen yang sah dan penguasaan calon debitur.
e) Aspek sosial ekonomi
Penilaian aspek ini pada dasarnya untuk mengetahui apakah usaha yang akan
dibiayai dengan kredit bank tersebut diterima atau memnberikan dampak
positif atau negatif terhadap lingkungan masyarakat setempat. Sehubungan itu,
perlu diperhatikan apakah proyek tersebut mendorong pertumbuhan
perekonomian masyarakat atau mungkin bertentangan dengan nilai-nilai sosial
dan agama masyarakat setempat.
f) Aspek finansial
Penilaian aspek keuangan ini meliputi keadaan keuangan perusahaan debitur
yang akan dibiyai. Untuk melakukan penilaian keadaan keuangannya, perlu
diperoleh data-data mengenai laporan keuangan, arus dana, realisasi produksi,
pembelian dan penjualan.
Page 42
79
e. Tujuan Kredit
Setiap usaha dalam suatu sistem ekonomi tidak pernah lepas dari tujuan
mencari keuntungan, dengan demikian halnya dalam pemberian kredit. Namun
karena di dalam kredit terdapat unsur risiko, maka mencari keuntungan tersebut
harus memperhatikan prinsip kehati-hatian, karena dana yang dialirkan dalam
bentuk kredit adalah untuk memperoleh keuntungan yang aman, sehingga pada
saatnya masyarakat pinjaman dana di bank dapat memperoleh kembali
simpanannya berikut bunga tanpa dikuatirkan oleh kredit macet. Selain
probability dan safety bank, khususnya bank pemerintah, mengemban tugas
sebagai agent of devolopment, yaitu dalam hal berikut (Judisenno, 2005).
1) Mensukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan
karena dengan semakin bnayak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan,
maka semakin baik, mengingat semakin banyaknya kredit berarti peningkatan
pembangunan di berbagai sektor.
2) Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna
menjamin kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini bank dapat membantu usaha
nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi ataupun untuk
modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan mampu
mengembangkan dan memperluas usahanya.
3) Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat
memperluas usahanya. Keuntungan ini sangat penting bagi kelangsungan
Page 43
80
hidup bank. Jika bank terus menerus mengalami kerugian, maka
kemungkinan bank tersebut akan dilikuidasi (dibubarkan).
Dalam prakteknya tujuan pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut.
1) Kredit bertujuan untuk mencari keuntungan
Tujuan utama dari pemberian kredit adalah memperoleh keuntungan. Hasil
keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima bank sebagai
balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.
2) Kredit bertujuan untuk membantu nasabah
Tujuan selajutnya atas pemberian kredit adalah membantu usaha nasabah
yang memerlukan, baik dana investasi ataupun dana untuk modal kerja.
3) Kredit bertujuan untuk membantu pemerintah
Tujuan lainnya dari pemberian kredit adalah membantu pemerintah dalam
berbagai bidang, semakin banyak kredit yang disalurkan berarti adanya
kucuran dana dalam rangka meningkatkan pembangunan diberbagai sektor,
terutama sektor riil. Secara garis besar keuntungan yang didapat oleh
pemerintah adalah bertambahnya penerimaan pajak, membuka lapangan
kerja, menghemat dan meningkatkan devisa.
Di samping memiliki tujuan pemberian suatu fasilitas kredit juga memiliki fungsi
yang sangat luas. Fungsi kredit yang secara luas tersebut, antara lain sebagai
berikut.
Page 44
81
1) Untuk meningkatkan daya guna uang
Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang. Maksudnya
adalah jika uang hanya disimpan saja dirumah maka tidak akan menghasilkan
sesuatu yang berguna. Dengan diberikan kredit, uang tersebut menjadi
berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit.
2) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu-lintas uang
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu
wilayah kewilayah lainnya. Sehingga suatu daerah yang kekurangan uang
dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan
uang dari daerah lainnya.
3) Untuk meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh debitur untuk
mengolah barang yang semula tidak berguna menjadi berguna.
4) Meningkatkan peredaran uang
Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus uang disuatu wilayah
ke wilayah lainnya, sehingga jumlah uang berbeda dari suatu wilayah lainnya
bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah uang beredar.
5) Sebagai alat stabilitas ekonomi
Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi.
Karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang
yang diperlukan masyarakat. Kredit dapat pula membantu mengekspor barang
dari dalam negeri keluar negeri sehingga dapat membantu devisa negara.
Page 45
82
6) Untuk meningkatkan kegairahan produksi
Bagi penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha,
apalagi bagi nasabah yang memang modalnya terbatas. Dengan memperoleh
kredit, nasabah bergairah untuk dapat memperbesar atau memperluas
usahanya.
7) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
Semakin banyak kredit yang diberikan dalam suatu perekonomian maka akan
semakin baik terutama dalam hal meningkatkan pendapatan.
8) Untuk meningkatkan hubungan internasional
Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling
membutuhkan antara penerima kredit dengan pemberi kredit. Pemberian
kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerjasama dibidang lainnya.
2.1.4h. Inflasi non Inti
Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi
volatilitasnya karena dipengaruhi oleh faktor fundamental.
Komponen inflasi non inti, terdiri dari sebagai berikut.
1) Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food)
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan
makanan seperti panen, gangguan alam atau faktor perkembangan harga
komoditas pangan domestik ataupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional.
Page 46
83
2) Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices)
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga
pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan dan lain-
lain.
Inflasi memiliki dampak yang cukup besar bagi perekonomian suatu
negara karena dengan tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan penurunan
daya beli masyarakat dengan demikian, produk yang dihasilkan oleh perusahaan
tidak dapat dibeli oleh masyarakat dan akhirnya ekonomi akan terganggu. Bila
tingkat inflasi yang tinggi maka Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki
tugas untuk mengendalikannya, langkah yang dapat diambil adalah meningkatkan
BI rate, dengan meningkatkan BI rate maka suku bunga deposito akan meningkat
maka akan menarik perhatian masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank.
Peningkatan suku bunga deposito akan diikuti dengan peningkatan suku bunga
kredit sehingga dapat menyebabkan penurunan volume kredit.
2.1.4i. Suku Bunga Kredit
Suku bunga merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh debitur kepada
kreditur yang merupakan balas jasa atas pinjaman yang diterima. Suku bunga
dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap volume kredit karena bila suku
bunga tinggi maka peminjam harus membayar bunga yang tinggi pula, dengan
demikian suku bunga menjadi pertimbangan peminjam. Dalam penelitian ini suku
bunga yang digunakan adalah suku bunga kredit karena suku bunga kredit dapat
Page 47
84
mempengaruhi keputusan pengambilan kredit. Suku bunga kredit yang rendah
dapat mendorong minat debitur untuk meminjam di bank.
Tingkat suku bunga dapat berbeda hal ini ditentukan oleh jangka waktudan
risiko. Jangka waktu merupakan batas waktu maksimal yang disepakati oleh pihak
bank dengan pihak debitur untuk melunasi hutang, semakin lama jangka waktunya
maka akan semakin tinggi tingkat bunga yang harus dibayarkan. Risiko
selalu ada di dalam pemberian pinjaman salah satunya adalah risiko kredit macet,
semakin tinggi risiko maka tingkat bunga juga akan semakin tinggi. Besar
kecilnya risiko dipengaruhi oleh nominal kredit yang diberikan, semakin besar
nominal kredit maka akan semakin besar risikonya, sehingga tingkat suku bunga
akan lebih tinggi.
Sistem bunga dapat digunakan sebagai alat promosi untuk meningkatkan
volume kredit karena dengan sistem bunga tertentu pihak debitur mempunyai
pertimbangan keuntungan yang akan diperoleh apabila melunasi pinjamannya
sebelum jatuh tempo. Sistem bunga yang digunakan di Indonesia ada beberapa
jenis, yaitu sebagai berikut.
1) Sistem Bunga Flat
Bunga flat adalah sistem perhitungan suku bunga yang besarannya mengacu
pada pokok hutang awal. Biasanya diterapkan untuk kredit barang konsumsi
seperti handphone, home appliances, mobil atau Kredit Tanpa Agunan
(KTA). Dengan menggunakan sistem bunga flat ini maka porsi bunga dan
pokok dalam angsuran bulanan akan tetap sama.
Page 48
85
2) Sistem Bunga Floating
Bunga floating adalah sistem perhitungan suku bunga yang besarnya dapat
berubah mengikuti perubahan kondisi perekonomian.
3) Sistem Bunga Anuitas
Bunga anuitas adalah sistem perhitungan suku bunga yang besarnya berubah,
pada awal angsuran perbandingan bunga lebih besar dari nilai pokok
angsuran.
2.1.4.j Nilai Tukar
Nilai tukar dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
volume kredit konsumsi, ketika nilai tukar mata uang domestik melemah maka
harga barang impor akan meningkat, dengan demikian harga barang domestik
mengalami peningkatan akhirnya berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi.
Kebijakan nilai tukar di Indonesia ada dua macam yaitu kebijakan nilai tukar fixed
dan kebijakan nilai tukar fleksibel. Nilai tukar fixed akan digunakan bila suatu
negara tidak ingin nilai mata uangnya fluktuatif, sebagai contoh China. Kebijakan
ini dapat diambil apabila cadangan devisa yang dimiliki suatu negara sangat besar
karena selisih nilai tukar mata uang ditanggung oleh negara. Sedangkan untuk
nilai tukar fleksibel, nilai tukar mata uang suatu negara dibiarkan berfluktuasi
mengikuti perubahan kondisi ekonomi.
Page 49
86
2.1.4k. Tabungan Masyarakat
Menurut UU No. 10 Pasal 1 Ayat 9 tahun 1998, tabungan adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan/atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
Terkait dengan fungsi utama bank yaitu sebagai penghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman,
maka jumlah tabungan masyarakat memiliki pengaruh terhadap volume kredit
baik kredit investasi, modal kerja ataupun kredit konsumsi. Bila tabungan
masyarakat mengalami peningkatan maka harus diimbangi dengan jumlah kredit
yang disalurkan, bila jumlah tabungan masyarakat meningkat namun volume
kredit yang disalurkan tidak seimbang maka akan mengganggu operasional bank
karena bank memiliki kewajiban untuk membayarkan bunga simpanan kepada
nasabah namun pendapatan bunga pinjaman yang diperoleh tidak sesuai.
2.1.4.l Keberadaan Bank Indonesia
Bank Indonesia, sebagai salah satu institusi negara yang memiliki otoritas
untuk melaksanakan kebijakan moneter, berada dalam posisi yang dilematis.
Kebijakan moneter konstraktif memang dapat dilakukan untuk mengendalikan
tingkat inflasi, namun kebijakan ini memiliki konsekuensi naiknya suku bunga. Di
sisi lain, Bank Indonesia diharapkan melakukan kebijakan moneter ekspansif
untuk lebih mendorong pertumbuhan, namun dengan kebijakan ini, target inflasi
akan terlampaui. Dilema yang dihadapi BI ini cukup beralasan karena studi
Page 50
87
empiris juga telah membuktikan demikian, paling tidak seperti yang ditemukan
oleh Fischer (1983), Cardoso dan Fishlow (1991) serta Barro (1997). Oleh karena
itu, dengan dilema tersebut di atas, sebagai institusi moneter tertinggi di Indonesia
adalah BI telah memiliki model untuk mendapatkan dampak yang paling baik bagi
kestabilan perekonomian dan pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, sebagai
berikut.
Gambar 2.1
Model Stabilitas Perekonomian BI (Sumber: Bank Indonesia, SEKI, 2014; http://www.bi.go.id, olahan)
Suku bunga
deposito dan
kredit
Kredit yang
disalurkan
Harga aset
(saham,
obligasi)
Nilai tukar
Ekspektasi
inflasi
Konsumsi
investasi
Ekspor
PRODUK DOMESTIK
BRUTO
INFLASI
BI
RATE
FEEDBACK
Page 51
88
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui besarnya
inflasi adalah: 1) Indek Biaya Hidup (Cost of Living), 2) Indek Harga
Konsumen/IHK (Cosumer Prices Index/CPI), 3) Indek Implisit Produk Domestik
Bruto (PDB Deflator), 4) Indek Harga Perdagangan Besar (Whole Sale Prices
Index). Di Indonesia, formulasi untuk mendapatkan nilai Indek Harga Konsumen
telah ditetapkan oleh BPS dengan menggunakan rumusan Laspeyres yang
dimodifikasi, yaitu sebagai berikut.
......................................................................... (2.5)
Dimana :
IHKn : IHK bulan ke-n
Pn – 1 : Nilai konsumsi pada bulan ke n – 1
Pn : Harga pada bulan ke-n
Po . Qo : Nilai konsumsi pada tahun dasar.
Setelah nilai IHK diketahui, maka laju inflasi dapat dicari dengan rumusan :
.............................................................................. (2.6)
Dimana :
It : Tingkat Inflasi pada Periode t
IHKt : Indek Harga Konsumen pada Periode t
IHK t - 1 : Indek Harga Konsumen pada Periode t-1
Menghitung Laju Inflasi
1) GNP (Gross National Product) Deflator GNP Deflator adalah rasio GNP
nominal pada tahun tertentu terhadap GNP riil pada tahun tersebut. Hal ini
merupakan ukuran inflasi dari periode dimana harga dasar untuk perhitungan
00
1n
01nn
nQ.P
P
Q.P.P
IHK
1t
1ttt
IHK
IHKIHKI
Page 52
89
GNP riil digunakan sampai GNP sekarang. Perhitungan cara ini melibatkan
semua barang yang diproduksi.
GNP Deflator = (GNP Nominal : GNP Riil) x 100% …………….(2.7)
2) Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI)
Indeks Harga Konsumen berfungsi mengukur biaya pembelian kelompok
barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumen. Biasanya, kelompok
barang yang digunakan masyarakat dapat berubah. Hal ini disesuaikan dengan
pola konsumsi yang ada.
2.1.4.m Risiko Perbankan
Lembaga perbankan dalam melakukan kegiatannya menghadapi berbagai
kemungkinan, dimana kegiatan yang dilakukan tersebut dapat berdampak negatif
atau tidak seperti yang diharapkan. Dengan kata lain perbankan harus menghadapi
berbagai risiko sehubungan dengan kegiatan yang dilakukannya, dimana risiko-
risiko tersebut digolongkan sesuai dengan hakekat masing-masing. Basel Accord
(a set of recommendations for regulations in the banking industry)
mengklasifikasikan risiko, sebagai berikut. 1) Risiko pasar, 2) Risiko kredit, 3)
Risiko operasional, 4) Risiko lainnya, risiko usaha, risiko strategis dan risiko
reputasi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat
(2), bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
Page 53
90
banyak. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
bank sangat tergantung dengan risiko kredit, dimana pada kondisi perbankan di
Indonesia saat ini, komponen pinjaman yang diberikan merupakan pos aktiva
yang terbesar pada neraca bank. Pengelolaan risiko kredit merupakan bagian
integral dari manajemen risiko perusahaan termasuk bank. Risiko-risiko yang
terkait dengan aktivitas bisnis harus diidentifikasi, diukur, dinilai, dimitigasi dan
dikendalikan oleh pengurus bank. Pengelolaan risiko-risiko tersebut ditunjukan
untuk meminimalkan kemungkinan kerugian dan potensi yang mengancam
reputasi bank. Dengan semakin meningkatnya risiko kredit yang dihadapi, maka
bank harus memiliki sarana yang memadai untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau dan mengendalikan risiko kredit serta menentukan bahwa semua risiko
yang ada telah diperhitungkan dengan baik dan pada akhirnya mengalokasikan
modal yang memadai untuk menutup risiko ini.
Kegiatan perbankan secara terus menerus selalu berhubungan dengan
berbagai bentuk risiko. Risiko bank didefinisikan: the potential for the
occurrences of an event that may incur losses for the bank atau potensi terjadinya
suatu kejadian yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Cepatnya
perkembangan lingkungan eksternal ataupun internal pada sistem perbankan telah
meningkatkan komplesitas risiko bagi bank. Peraturan Bank Indonesia
No. 5/8/2003 mengidentifikasi delapan jenis risiko yang secara inherent melekat
pada industri perbankan, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas dan
risiko operasional, risiko hukum (legal), risiko reputasi, risiko strategik serta
risiko kepatuhan/compliance (Ghozali, 2007).
Page 54
91
2.1.5 Risiko Kredit
a. Pengertian Risiko Kredit
Risiko Kredit (credit risk) yaitu risiko yang timbul dalam hal debitur gagal
memenuhi kewajiban untuk membayar angsuran pokok ataupun bunga
sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian kredit. Di samping risiko suku
bunga, risiko kredit merupakan salah satu risiko utama dalam pelaksanaan
pemberian kredit bank dan hal ini juga akan berpengaruh terhadap kolektibilitas
kredit. Risiko kredit dalam perbankan didefinisikan sebagai risiko kerugian yang
dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan debitur membayar kewajibannya atau
tidak dapat melunasi hutangnya (Ghozali, 2007). Risiko kredit dapat timbul
karena beberapa hal, sebagai berikut.
1) Adanya kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau obligasi (surat
hutang) yang dibeli oleh bank tidak terbayar.
2) Tidak dipenuhinya kewajiban dimana bank terlibat di dalamnya bisa melalui
pihak lain, misalnya kegagalan memenuhi kewajiban pada kontrak derivatif.
3) Penyelesaian (settlement) dengan nilai tukar, suku bunga dan produk derivatif.
Kerugian dari risiko kredit dapat timbul sebelum terjadinya default,
sehingga secara umum risiko kredit harus didefinisikan sebagai potensi kerugian
nilai market to market yang mungkin timbul karena pemberian kredit oleh bank.
Risiko kredit dapat berupa sovereign risk (risiko kekuasaan), dimana risiko ini
muncul ketika suatu negara memberlakukan pengawasan devisa (foreign
exchange control), sehingga menjadi tidak mungkin bagi pihak lain melunasi
kewajibannya. Risiko default merupakan risiko perusahaan, sedangkan risiko
Page 55
92
sovereign merupakan risiko negara. Selain sovereign risk, settlement risk
merupakan bagian dari risiko kredit. Risiko ini timbul ketika dua pembayaran
dengan valuta asing dilakukan pada hari yang sama. Settlemen risk dapat terjadi
pada transaksi dengan nilai mata uang yang berbeda karena perbedaan waktu di
dunia. Sumber risiko kredit menurut Ghozali (2007), antara lain sebagai berikut.
1) Lending risk yaitu risiko akibat debitur atau nasabah tidak mampu melunasi
fasilitas yang telah disediakan oleh bank. Baik fasilitas kredit langsung
ataupun tidak langsung (cash loan ataupun non cash loan).
2) Counterparty Risk yaitu risiko yang timbul karena pasangan usaha tidak dapat
melunasi kewajibannya, baik sebelum ataupun pada tanggal kesepakatan.
3) Issuer Risk yaitu yang timbul karena penerbit suatu surat berharga tidak dapat
melunasi sejumlah nilai surat berharga yang dimiliki bank.
Risiko kredit adalah risiko kerugian yang diderita bank terkait dengan
kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo counterparty gagal memenuhi
kewajiban-kewajibannya kepada bank. Bagi bank risiko kerugian karena
terjadinya kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya tersebut merupakan
risiko yang wajar, mengingat hal tersebut terkait dengan bisnis inti bank yaitu
lending-based business. Hakekat bank sebagai lembaga dengan tingkat leverage
atau debt-equity ratio yang tinggi, menyebabkan permodalan bank dapat tergerus
habis bila para debiturnya memiliki default rate yang tinggi.
Menurut Basel II, bank dalam memperhitungkan probability of default
debitur, harus mempertimbangkan seberapa jauh hal tersebut dapat berpengaruh
terhadap permodalan bank. Probability of default tersebut adalah ketika debitur
Page 56
93
tidak membayar bunga dan melunasi pokok pinjaman. Oleh karena itu, di satu sisi
bank harus membuat cadangan dari penyisihan gross margin. Jika pencadangan
tersebut tidak dapat mencukupi, kekurangan pencadangan tersebut harus
diperhitungkan sebagai unsur pengurang modal bank. Di sisi lain, bank juga dapat
membandingkan berapa return atau penerimaan yang dapat diperoleh dari
kegiatan lending bila debitur tidak mengalami default.
Gejala yang harus diwaspadai terkait dengan credit risk adalah jika
terdapat gejala credit risk yang meluas dan berantai sehingga memicu terjadinya
liquidity risk pada bank. Credit risk yang berupa probability of default tersebut
mengakibatkan cash-inflow bank dari penerimaan bunga dan pelunasan pokok
pinjaman tidak cukup untuk memenui cash outflow penarikan dana oleh
masyarakat dari bank. Masalah likuiditas yang pada awalnya bersifat temporer
dapat berubah menjadi struktural bila turunnya cash inflow bank disebabkan pula
oleh merosotnya nilai aktiva produktif yang dikelola bank.
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan
nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank dan bunganya
sesuai jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. Di dalam penyaluran
kredit kepada masyarakat, maka bank akan berhadapan dengan suatu risiko, yaitu
risiko kredit. Risiko kredit adalah risiko yang paling signifikan yang dihadapi
bank dan keberhasilan bisnis mereka tergantung pada pengukuran yang akurat dan
tingkat efisiensi yang lebih tinggi terhadap pengelolaan risiko ini daripada risiko
lainnya. Risiko kredit akan dihadapi oleh bank ketika nasabah (customer) gagal
dalam membayar hutang atau kredit yang diterimanya pada saat jatuh tempo.
Page 57
94
Risiko kredit merupakan risiko yang mungkin diderita bank akibat dari tidak
dilunasinya kredit yang telah diberikan bank kepada debitur. Pengertian risiko
kredit berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/11/PBI/2015, adalah
risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban
kepada bank. Rasio keuangan yang digunakan dalam mengukur risiko kredit
adalah Non Performing Loan (NPL) yang merupakan perbandingan total kredit
bermasalah dengan total kredit yang diberikan.
Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu
indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank. Semakin tinggi nilai NPL,
maka bank tersebut tidak sehat. NPL yang tinggi menyebabkan menurunnya laba
yang diterima oleh bank. Keberadaan NPL yang cukup banyak menimbulkan
kesulitan sekaligus menurunkan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan. Oleh
sebab itu bank dituntut untuk menjaga kreditnya agar tidak berada dalam kategori
kredit bermasalah (NPL). Menurut PBI nomor 17/11/PBI/2015, rasio nilai NPL
bruto yang normal adalah maksimum 5%. Apabila nilai NPL melebihi batas
tersebut maka kredit bank tersebut tergolong dalam status kredit bermasalah.
Bank yang telah berhasil dalam pengelolaan kreditnya adalah bank yang
mampu mengelola NPL dalam tingkat yang wajar dan tidak merugikan bank.
Dengan meningkatnya NPL maka akibatnya bank harus menyediakan cadangan
penghapusan piutang yang cukup besar sehingga kemampuan memberikan kredit
menjadi terbatas. Besarnya kredit yang disalurkan ke masyarakat (nasabah)
tercermin dari besarnya Loan to Deposit Ratio (LDR). Jika LDR melampaui batas
yang ditetapkan regulasi sebesar 100 persen, berarti risiko kredit meningkat.
Page 58
95
b. Pengukuran Risiko Kredit
Komite Basel (The Basel Committee) pada tahun 1998 telah
mempublikasikan Kesepakatan Basel Pertama (The First Basel Committee Accord
- Basel I) yang hanya mencakup risiko kredit. Dalam hal ini, modal yang harus
disediakan hanya dikaitkan dengan risiko kredit sesuai dengan perkembangan dan
pertimbangan pemikiran pada saat kesepakatan tersebut dibuat. Pengukuran
kecukupan modal menurut risiko kredit berdasarkan pada beberapa perhitungan
yang terdiri dari bobot risiko aktif, penyetaraan dengan risiko kredit, target rasio
modal dan kalkulasi konsumsi modal yang memenuhi syarat, kecukupan hasil
pada modal yang memenuhi syarat serta struktur modal. Dengan perkembangan
hingga dekade 1990-an dimana risiko pasar merupakan salah satu faktor penting
dalam kehancuran bank-bank, kemudian Basel merumuskan suatu perhitungan
risiko pasar dalam perhitungan modal, yang dipublikasikan dalam The Market
Risk Amandment to the Original Accord pada Januari 1996.
Dengan adanya kelemahan tersebut, kemudian Basel Committee
mengembangkan metode perhitungan risiko dan menambahkan risiko operasional
dalam perhitungan risiko yang selanjutnya dikenal dengan Basel II. Secara garis
besar Basel II lebih fokus pada model internal, memiliki tingat sensitivitas risiko
yang lebih tinggi, lebih fleksibel untuk disesuaikan terhadap kebutuhan bank yang
berbeda-beda, serta mencakup risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional.
Untuk risiko kredit, pada Basel II terdapat 2 (dua) pilihan untuk menentukan
model perhitungan penyediaan modal minimum, yaitu sebagai berikut.
Page 59
96
1) Model portofolio penuh (full portofolio models), yaitu dengan penerapan
teknik option pricing. Model ini merupakan karya Robert Merton pada
penetapan harga dan pengukuran risiko pada option portofolio.
2) Model pemeringkatan (grading models) dimana kalkulasi risiko dilakukan
berdasarkan individual obligor dan risiko portofolio secara sederhana didapat
dari penjumlahan total risiko individual. Model ini digunakan secara luas oleh
lembaga pemeringkat rating seperti Standard & Poor’s dan Moody’s Investor
Services Rating.
Selain itu untuk kewajiban penyediaan modal minimum yaitu pada Pilar 1 Basel
II, risiko kredit pada bank dihitung dengan:
1) The standardized approach.
2) The internal rating based (IRB) approach, yang terdiri dari The IRB model
foundation approach dan The advanced IRB model approach.
Untuk the standardized approach bank dapat menggunakan external
credit rating yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat. Sedangkan untuk the
internal rating based approach baik foundation model ataupun advanced model,
bank diminta untuk mengembangkan credit rating system sendiri (internal credit
rating). Dengan adanya credit rating assessment ini, bobot risiko yang akan
dibebankan pada masing-masing eksposure kredit disesuaikan dengan kondisi
rating masing-masing debitur. Debitur dengan kualitas rating tinggi akan
dikenakan bobot risiko yang rendah, sedangkan capital charge yang harus
disediakan oleh bank untuk menyerap risiko kredit tersebut akan rendah pula.
Demikian pula sebaliknya jika debitur dengan kualitas rating rendah akan
Page 60
97
dikenakan bobot risiko yang tinggi, sehingga capital charge yang harus
disediakan oleh bank juga tinggi.
2.1.6 Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas yaitu risiko bank tidak memiliki uang tunai atau aktiva
jangka pendek yang dapat diuangkan segera dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi permintaan deposan atau debitur. Risiko ini terjadi sebagai akibat
kegagalan pengelolaan antara sumber dana dan penanaman dana (mismatch) atau
kekurangan likuiditas/dana (shortage) yang mengakibatkan bank tidak mampu
memenuhi kewajiban keuangan pada waktu yang telah ditetapkan. Besar kecilnya
risiko likuiditas ditentukan, antara lain sebagai berikut.
1) Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang
dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring ataupun
penarikan tunai.
2) Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui
incoming transfer ataupun setoran tunai nasabah.
3) Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan
dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar
yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih
rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan
likuiditas Bank.
4) Selanjutnya Bank menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi
likuiditas Bank, antara lain dengan menempatkan kelebihan dana ke dalam
instrumen keuangan yang likuid.
Page 61
98
5) Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank.
Melaksanakan fungsi ALCO (Asset & Liability Committee) untuk mengatur
tingkat bunga dalam usahanya dan meningkatkan/menurunkan sumber dana
tertentu.
Oleh karena itu, bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup
dan mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas tersebut terlalu kecil
maka akan mengganggu kegiatan operasional bank. Namun demikian, likuiditas
juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah likuiditas terlalu besar akan
menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat
keuntungan bank tersebut. Jenis-jenis risiko likuiditas, antara lain sebagai berikut.
1) Risiko likuiditas pasar, dimana risiko yang timbul karena bank tidak mampu
melakukan offsetting tertentu dengan harga karena kondisi likuditas pasar
yang tidak memadai atau terjadi gangguan dipasar. Contohnya Bank XXX
memberikan bagi hasil yang tidak wajar misalkan 80 persen (eq. rate 12
persen) agar nasabah dana mau menyimpan dananya padahal pada saat yang
bersamaan pasar hanya eq. rate (equivalent rate/tingkat setara) 8,5 persen.
2) Risiko likuditas pendanaan, dimana risiko yang timbul karena bank tidak
mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana
lain. Contohnya Bank xxx pada saat membutuhkan likuditas, Bank AAA tidak
mampu menjual obligasi yang dimilikinya walaupun sudah diberikan
pemotongan cukup besar.
Selain itu, peristiwa risiko likuiditas yang sering kali terjadi, meliputi (1)
Tingkat dimana dibutuhkan penambahan dana dengan biaya tinggi dan atau
Page 62
99
menjual aset dengan harga diskon dan (2) Ketidaksesuaian jatuh tempo (maturing
mismatch) antara eraning asset dan pendanaan. Pinjaman jangka pendek (borrow
short) dan pembiayaan jangka panjang (lend long) dengan spread yang lebar serta
kontrak mengizinkan nasabah untuk menarik dananya setiap saat tanpa
pemberitahuan. Selain peristiwa tersebut, juga terdapat faktor atau penyebab
meningkatnya risiko likuiditas, yaitu penurunan kepercayaan terhadap sistem
perbankan, penurunan kepercayaan terhadap suatu bank, ketergantungan kepada
deposan inti, berlebihnya dana jangka pendek atau long term asset, keterbatasan
pada asset securization karena pembatasan untuk menjual utang (sale of debt).
Secara umum, risiko perbankan terbagi dalam tiga kategori, yaitu risiko
keuangan, operasional dan lingkungan. Risiko keuangan terdiri atas dua jenis
risiko. Risiko perbankan tradisional termasuk neraca dan struktur laporan
pendapatan, kredit dan solvabilitas, dapat mengakibatkan kerugian bagi bank jika
tidak dikelola dengan baik. Risiko kas, berdasarkan arbitrase keuangan, dapat
menghasilkan keuntungan jika arbitrase sudah benar atau kerugian jika itu salah.
Kategori utama risiko kas adalah risiko likuiditas, risiko tingkat bunga, risiko
mata uang dan risiko pasar.
Menurut PBI No.17/11/2015, pengertian risiko likuiditas adalah risiko
bank akibat ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban bank yang telah jatuh
tempo dari pendanaan arus kas dan atau aset yang likuid tanpa menggangu aktivas
bank sehari-hari. Berdasarkan pengertian tersebut berarti bank harus mampu
menyediakan dana cadangan bilamana ada penarikan dana nasabah yang bersifat
mendadak dan aktiva yang diinvestasikan bank juga cukup likuid bilamana harus
Page 63
100
mencairkan untuk menutupi kebutuhan dana. Nilai LDR maksimum adalah 110
persen, dimana nilai yang ideal adalah berkisar di angka 75 persen sampai 80
persen. Semakin kecil nilai LDR berarti bank tersebut kurang menyalurkan
kreditnya. Sementara bila LDR di atas 110 persen akan berakibat menekan nilai
CAR
Menyikapi perubahan sistem keuangan secara struktural dan belajar dari
krisis keuangan yang melatarbelakangi jatuhnya pasar keuangan, Basel Committee
on Banking Supervision (BCBS) dari Bank for International Settlements (BIS)
mengkaji kembali rekomendasi dalam dokumen mengenai Sound Liquidity Risk
Management Practices yang dikeluarkan pada tahun 2000 dinilai kurang
memadai. Selanjutnya, pada September 2008 BCBS telah mengeluarkan revisi
dokumen tersebut dengan memperluas beberapa hal penting, yaitu sebagai berikut.
1) Penetapan level toleransi terhadap risiko likuiditas (liquidity risk tolerance).
2) Pemeliharaan tingkat likuiditas yang memadai, termasuk pencadangan aset
likuid.
3) Perlunya alokasi biaya, manfaat, risiko likuiditas pada aktivitas usaha yang
signifikan.
4) Identifikasi dan pengukuran berbagai spektrum risiko likuiditas, termasuk
risiko likuiditas yang bersumber dari transaksi off balance sheet (contingent
liquidity risks).
5) Disain dan penggunaan skenario stress test yang bersifat worst case.
6) Perlunya rencana pendanaan darurat (contingency funding plan) yang
memadai.
Page 64
101
7) Pengelolaan likuiditas intra hari (intraday liquidity risk) dan agunan.
8) Pengungkapan publik untuk mendorong disiplin pasar (market discipline)
(http://www.bis.org/bcbs/history.htm).
2.1.7 Risiko Pasar
Risiko pasar merupakan kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang
disebabkan oleh perubahan kondisi dan situasi pasar di luar dari kendali
perusahaan. Risiko pasar sering disebut juga sebagai risiko yang menyeluruh,
karena sifat umumnya adalah bersifat menyeluruh dan di alami oleh seluruh
perusahaan. Contohnya krisis ekonomi dunia tahun 1930-an, krisis ekonomi di
Indonesia 1997 dan 1998.
Risiko pasar secara umum ada 2 (dua) bentuk, yaitu sebagai berikut.
1) Risiko Pasar (General Market Risk)
General market risk (risiko pasar secara umum) ini dialami oleh seluruh
perusahaan yang disebabkan oleh suatu kebijakan yang dilakukan oleh lembaga
terkait yang mana kebijakan tersebut mampu memberi pengaruh bagi seluruh
sektor bisnis. Contohnya, pada saat bank sentral suatu negara melakukan
kebijakan tight money policy (kebijakan uang ketat) dengan berbagai
instrumennya seperti menaikkan suku bunga BI rate.
Ada beberapa sebab yang menimbulkan terjadinya general market risk
(risiko pasar secara umum), yaitu sebagai berikut.
a) Risiko pertukaran mata uang asing (Foreign Exchange Risk)
Page 65
102
Secara umum dalam ilmu keuangan dikenal dua bentuk pasar yaitu pasar
modal (capital market) dan pasar uang (money market).
b) Risiko suku bunga (Interest Rate Risk)
Risiko suku bunga adalah risiko yang dialami akibat dari perubahan suku
bunga yang terjadi di pasaran yang mampu memberi pengaruh bagi
pendapatan perusahaan.
c) Risiko posisi komuditas(Commodity Position Risk)
Commodity position risk (risiko perubahan nilai komoditi) adalah suatu situasi
dan kondisi dimana terjadinya kerugian akibat perubahan harga barang
komoditi di pasar yang disebabkan faktor-faktor tertentu, dimana kondisi ini
akan semakin parah pada saat barang komoditi tersebut telah terikat kontrak
dalam suatu kontrak perjanjian serta informasi tersebut telah sampai ke pasar.
Perbankan adalah lembaga mediasi yang bertugas menjembatani pihak-pihak
yang membutuhkan bantuan dengan tujuan mengefektifikan dan
mengefisienkan berbagai urusan. Dalam konteks ini perbankan bisa saja
terseret dalam ruang risiko pada saat pihak-pihak tersebut tidak dapat
melaksanakan tugasnya secara efektif.
d) Risiko Posisi Ekuitas (Equity Position Risk)
Equity position risk (risiko perubahan kekayaan) adalah suatu kondisi dimana
kekayaan perusahaan (stock and share) mengalami perubahan dari biasanya
sehingga perubahan tersebut memberi dampak pada keuntungan dan kerugian
perusahaan.
e) Risiko Politik (Politic Risk)
Page 66
103
Stabilitas politik adalah sesuatu sangat penting bagi suatu negara dimana
stabilitas politik menjanjikan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan.
2) Risiko Pasar Khusus (Spesific Market Risk)
Specific market risk (risiko pasar secara spesifik) adalah suatu bentuk
risiko yang hanya dialami secara khusus pada sektor atau sebagian bisnis saja
tanpa bersifat menyeluruh. Contohnya, pengumuman yang dikeluarkan oleh suatu
lembaga penilai dimana lembaga penilai tersebut memiliki reputasi yang baik dan
diakui oleh publik. Bahwa dengan mengumumkan PT (Perseroan Terbatas) ABC
memiliki kinerja yang rendah dan memiliki utang yang besar serta laporan yang
dipublikasikan selama ini kepada publik sesuai dengan yang sebenarnya.
Sehingga atas berita tersebut saham dan obligasi perusahaan tersebut langsung
jatuh dan jatuhnya saham serta obligasi perusahaan tersebut tidak diikuti oleh
perusahaan lain. Salah satu proksi dari risiko pasar adalah suku bunga, yang
diukur dari selisih antara suku bunga pendanaan dengan suku bunga pinjaman
yang diberikan atau dalam bentuk absolut adalah selisih antara total biaya bunga
pendanaan dengan total biaya bunga pinjaman dimana dalam istilah perbankan
disebut Net Interest Margin (NIM). Semakin tinggi NIM maka pendapatan bunga
atas aktiva produktif meningkat, yang berarti kinerja keuangan bank semakin
meningkat. Standar nilai NIM tidak ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada bank-
bank di Indonesia. Namun nilai NIM ideal yang diharapkan adalah minimum 5
persen dan nilai tersebut dapat bervariasi bergantung pada nilai BOPO yang
berbeda-beda pada setiap bank.
Page 67
104
2.1.8 Inflasi
Inflasi sering diartikan sebagai kecenderungan naiknya harga secara umum
dan terus menerus, dalam waktu dan tempat tertentu (Korteweg, 1973; Ackley,
1978; Nopirin, 1997; Boediono, 2001; Kurniawan dan Budhi, 2015).
Keberadaannya sering diartikan sebagai salah satu masalah utama dalam
perekonomian negara, selain pengangguran dan ketidakseimbangan neraca
pembayaran. Namun demikian, meskipun menjadi salah satu masalah besar dalam
perekonomian, sebagian ahli sepakat bahwa dampak positif inflasi akan maksimal
dengan tingkat inflasi yang agak rendah, berkisar antara 5 persen-6 persen per
tahun (Glassburner, Chandra, 1981). Dengan kata lain, tingkat inflasi yang kurang
atau lebih dari angka tersebut, akan memiliki kecenderungan memberi dampak
negatif bagi perekonomian.
Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu
periode. Umumnya inflasi diukur dengan perubahan harga sekelompok barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat, seperti yang tercermin
pada perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK). Inflasi yang tinggi biasanya
dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas, artinya kondisi ekonomi
mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produk
tersebut. Kondisi seperti ini juga disebut sebagai kondisi ekonomi over heated.
Kondisi seperti ini akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money)
dan mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya
(Tandelilin, 2001).
Page 68
105
Banyak pengertian inflasi yang dapat dijumpai pada beberapa sumber. Di
antaranya: a) Inflasi adalah kenaikan harga secara umum. Dimana inflasi
dikatakan sebagai suatu proses kenaikan harga, yaitu adanya kecenderungan
bahwa harga barang meningkat secara terus-menerus, b) Inflasi juga merupakan
proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Dimana inflasi adalah proses
dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga
yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi, c) Inflasi adalah suatu
proses atau peristiwa kenaikan tingkat harga barang-barang secara umum.
Dikatakan tingkat harga secara umum karena barang dan jasa itu banyak sekali
jumlah dan jenisnya. Ada kemungkinan harga sejumlah barang turun banyak
barang lainnya yang justru naik harganya. Kenaikan satu dua barang saja bukan
merupakan inflasi, kecuali bila kenaikan harga barang tersebut meluas pada
sebagian besar harga barang-barang lainya.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005), inflasi dinyatakan sebagai
kenaikan harga secara umum. Jadi tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga
secara umum yang dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut. Rate of
inflation (year t) = [Price level (year t)- price level (year t-l)]/price level (year t-l)
Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi,
antara lain 1) Kenaikan harga: Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi
lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya, 2) Bersifat umum: dimana
kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan
tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik, 3) Berlangsung terus
menerus: dimana kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan
Page 69
106
memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan
dalam rentang waktu minimal bulanan (Prathama dan Mandala, 2001).
2.1.8.a Dampak Negatif Dari Inflasi
Dampak negatif dari inflasi, antara lain sebagai berikut.
1) Inflasi akan menyebabkan turunnya pendapatan riil masyarakat yang memiliki
pendapatan tetap. Karena dengan penghasilan yang relatif tetap, pelaku
ekonomi tidak dapat menyesuaikan pendapatannya dengan kenaikan harga
yang disebabkan karena inflasi. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki
penghasilan yang dinamis (pedagang dan pengusaha misalnya), seringkali
mendapat manfaat dari adanya kenaikan harga tersebut, dengan cara
menyesuaikan harga jual produknya. Dengan demikian pendapatan yang
mereka peroleh secara otomatis akan tersesuaikan dan tidak jarang dengan
persentase yang lebih besar.
2) Inflasi dapat menyebabkan turunnya nilai riil kekayaan masyarakat yang
berbentuk kas, dengan kata lain nilai tukar kas tersebut menjadi lebih kecil,
karena secara nominal harus menghadapi harga komoditi per satuan yang
lebih tinggi dari sebelumnya. Sebaliknya, masyarakat yang banyak memiliki
kekayaan dalam bentuk aktiva tetap/aset non-likuid (golongan menengah ke
atas), justru diuntungkan dengan kenaikan harga tersebut. Dengan demikian
inflasi akan membuat jurang kesenjangan yang semakin lebar.
3) Inflasi dapat menurunkan nilai tabungan masyarakat, sehingga masyarakat
akan cenderung memilih menginvestasikan dananya dalam aktiva yang lebih
baik. Dengan kecenderungan ini, dunia perbankan akan mengalami kesulitan
Page 70
107
likuiditas dan sebagai salah satu sumber perolehan dana bagi sektor riil yang
berakibat tidak menguntungkan.
4) Inflasi akan menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi
terhambat. Sebagai contoh, di sektor pedagangan luar negeri, komoditi ekspor
Indonesia menjadi kurang dapat bersaing dengan komoditi sejenis di pasar
dunia. Dengan kata lain, kemerosotan produksi akan terjadi, baik untuk
produk yang berorientasi ekspor ataupun produk untuk pasar domestik. Hal ini
sangat berbahaya karena dapat memicu meningkatnya pengangguran di suatu
negara (Korteweg, 1973; Khalwaty, 2000).
Pada kurs valuta asing, rupiah akan semakin terdepresiasi terhadap mata
uang asing, yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah lain yang tidak
kalah seriusnya, seperti membengkaknya kewajiban pemerintah terhadap kreditur
luar negeri. Menurut Harvey (1988), inflasi akan mempengaruhi kinerja
perdagangan suatu negara yang tercermin dalam neraca perdagangannya.
Terakhir, inflasi yang tidak terkendali dapat mendorong terjadinya capital outflow
ke luar negeri. Pemilik modal akan lebih memilih menginvestasikan dananya di
negara yang lebih menguntungkan. Begitu pula akan terjadi relokasi sektor
manufaktur/riil ke negara yang memiliki cost production yang lebih rendah.
Inflasi dapat menyebabkan prekonomian tidak berkembang secara normal. Dalam
kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi dapat membawa pengaruh,
sebagai berikut. 1) Inflasi mendorong penanaman modal spekulatif, 2) Inflasi
menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi di masa depan, 3) Inflasi
menimbulkan masalah neraca pembayaran.
Page 71
108
2.1.8.b Penyebab terjadinya Inflasi
Secara teori, timbulnya inflasi dapat dikarenakan oleh beberapa hal. Dari
sebab-musababnya inflasi dapat timbul karena adanya peningkatan permintaan
masyarakat (demand pull inflation) dan karena desakan naiknya biaya produksi
(cost push inflation) serta karena keduanya (Soediyono, 1992).
1) Demand Pull Inflation: Untuk mendapatkan gambaran bagaimana inflasi
terjadi akibat dari dorongan peningkatan permintaan ini.
2) Cost Push Inflation: Sementara itu, proses terjadinya inflasi karena dorongan
biaya produksi.
Inflasi selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang beredar. Ada beberapa teori
yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya inflasi.
1) Teori Kuantitas
Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi
dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli
ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum
moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang
beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap
timbulnya inflasi. Inti dari teori ini, adalah sebagai berikut.
a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik
uang kartal ataupun giral.
b) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan
oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa
mendatang.
Page 72
109
Teori ini hampir sama dengan teori kuantitas dimana keduanya
berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang yang
beredar. Hal ini terlihat karena hubungan antara jumlah uang dan nilai uang, bila
jumlah uang bertambah maka harga-harga akan naik. Ini berarti nilai uang
menurun karena daya belinya menjadi rendah. Menurut teori kuantitas harga-
harga adalah proporsi langsung dari jumlah uang yang beredar atau sering di tulis
sebagai berikut.
P = k . M ............................................................................................... (2.8)
Dimana:
P : Tingkat harga
k : Proporsi tertentu
M : Jumlah uang
Tokoh yang sependapat dengan teori kuantitas adalah Irving Fisher yaitu yang
dikenal Teori Jumlah Peredaran Uang (Quantity Theory of Money). Irving Fisher
mengemukakan rumus untuk membuktikan bahwa jumlah uang yang dibayarkan
oleh pembeli akan sama dengan jumlah uang diterima oleh penjual, yaitu sebagai
berikut.
MV = PT ............................................................................................... (2.9)
Dimana:
M : Jumlah uang yang beredar
V : Kecepatan perputaran uang
P : Tingkat harga
T : Banyaknya transaksi
2) Teori Keynes (1933)
Teori Keynes memiliki pandangan bahwa yang paling menentukan
kestabilan kehidupan ekonomi nasional adalah permintaan masyarakat (effective
Page 73
110
demand). Hal ini terkait dengan produksi dan kapasitas produksi yang tersedia.
Rendahnya kapasitas barang yang diproduksi berakibat harga barang menjadi
naik, akibatnya timbul lagi inflasi.
3) Teori Strukturalis
Teori ini menitikberatkan pada negara-negara yang sedang berkembang.
Menurut teori ini yang mempengaruhi perekonomian ada dua hal penting yang
dapat menimbulkan inflasi, yaitu sebagai berikut.
a) Ketidakelastisan penerimaan ekspor: Nilai ekspor tumbuh secara lamban di
banding pertumbuhan sektor-sektor lain.
b) Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan di dalam negeri:
Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan
penduduk dan pendapatan per kapita.
2.1.9 Kurs
Kurs adalah harga nilai mata uang dari suatu negara yang diukur atau
dinyatakan dalam mata uang lainnya (Krugman dan Maurice, 1994). Menurut
Nopirin (1997), kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka
akan mendapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut.
Kurs atau nilai tukar mata uang adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang
lainnya (Salvatore, 1997).
Valuta asing atau mata uang asing adalah alat pembayaran luar
negeri. Perbandingan nilai mata uang asing dengan mata uang dalam negeri
(rupiah) disebut kurs. Adapun macam-macam kurs yang sering ditransaksikan
Page 74
111
di bank atau tempat penukaran uang asing (money changer), di antaranya
sebagai berikut.
1) Kurs beli yaitu kurs yang digunakan apabila bank atau money changer
melakukan pembelian mata uang valuta asing.
2) Kurs jual yaitu kurs yang digunakan sebagai harga jual mata uang valuta
asing oleh bank atau money changer.
3) Kurs tengah yaitu kurs antara kurs jual dan kurs beli.
Kurs riil adalah nilai tukar harga pasar barang di dua negara (Erlat dan Arslaner,
1997). Sejalan dengan tujuan kebijakan nilai tukar, maka dikenal berbagai jenis
sistem nilai tukar yang digunakan oleh suatu negara (Nellis, 2000), yaitu sebagai
berikut.
1) Nilai tukar mengambang (floating exchange rate system)
Dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar mata uang suatu negara
semata-mata ditentukan dari adanya permintaan dan penawaran mata uangnya
dalam bursa pertukaran mata uang internasional. Sistem nilai tukar
mengambang didefenisikan sebagai hasil keseimbangan yang terus menerus
berubah sesuai dengan berubahnya permintaan dan penawaran di pasar valuta
asing.
2) Nilai tukar tetap (fixed exchange rate system)
Pemerintah dapat mempertahankan suatu kebijakan yang menjaga agar nilai
mata uangnya tetap pada tingkat yang stabil dengan menginterfensi di pasar
devisa. Pada sistem nilai tukar tetap ini mata uang suatu negara ditetapkan
secara tetap dengan mata uang asing tertentu.
Page 75
112
3) Nilai tukar terkendali (managed floating exchange rate system)
Sistem ini berlaku pada situasi dimana nilai tukar ditentukan berdasarkan
permintaan dan penawaran, tetapi Bank Central dari waktu ke waktu ikut
campur tangan guna menstabilkan nilainya.
Menurut Sukirno (2003), terdapat lima faktor yang mempengaruhi kurs
yaitu (1) Perubahan dalam cita rasa masyarakat, (2) Perubahan harga dari barang-
barang ekspor, (3) Kenaikan harga-harga umum (inflasi), (4) Perubahan dalam
tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi dan (5) Perkembangan
ekonomi.
Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai
tukar, yaitu:
1) Sistem kurs tetap (1970 - 1978) sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun
1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap kurs resmi Rp 250/US$,
sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap
US$. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank
Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.
2) Sistem mengambang terkendali (1978 - Juli 1997) pada masa ini, nilai tukar
rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies).
Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada
tahun 1978. Dengan sistem ini, pemerintah menetapkan kurs indikasi
(pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu.
Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas
atas atau bawah dari spread.
Page 76
113
3) Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997 - sekarang). Sejak pertengahan
Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin melemah. Sehubungan
dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang
terus berkurang maka pemerintah memutuskan untukmenghapus rentang
intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut
sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada
tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga
dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap
rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
2.1.10 Teori Crowding Out
Teori crowding out adalah teori yang menjelaskan terjadinya fenomena
ekonomi akibat keterlibatan langsung pemerintah suatu negara dalam struktur
ekonomi pasar secra substansial yang mempengaruhi pasar baik pada sisi pasokan
atau permintaan (Blanchard, 2008).
Kondisi crowding out terjadi ketika diberlakukan kebijakan fiskal
ekspansif dengan peminjaman pemerintah secara ekspansif, sehingga suku bunga
bank naik, penurunan penerimaan pajak dan berakibat pengurangan peran
investasi oleh swasta (Frey dan Jegen, 2001; olahan).
Istilah crowding out diawali sejak abad ke-18 dan ramai dibahas dan
dikembangkan oleh Tomlinson (2010). Faktor penentu terjadinya crowding out
adalah sejauh mana penyesuaian tingkat suku bunga untuk ekspansi output yang
disebabkan oleh pengeluaran pemerintah yang meningkat, dimana dalam setiap
kasus, tingkat crowding out lebih besar dengan efek kenaikan suku bunga ketika
Page 77
114
belanja pemerintah naik. Teori ini relevan diterapkan pada kondisi saat ini (Tyson,
2012).
Kondisi crowding out ini di AS terjadi pada tahun 2008 di saat krisis
terjadi peminjaman secara besar-besaran (stimulus), dimana Fed (Bank Sentral)
AS menetapkan titik terendah suku bunga hingga 0,25 basis point ketika
permintaan agregat rendah. Crowding out dapat terjadi pada bidang supply
(misalnya keterlibatan pemerintah pada modal ventura) dan demand (misalnya
keterlibatan pemerintah dalam program asuransi kesehatan dan anak negeri/chip).
Contoh nyata dalam bisnis di Indonesia dimana debitur sebagai importir karena
intervensi pemerintah dalam menaikkan suku bunga tinggi walaupun importir
mendapatkan plafon kredit dari suatu bank tidak menggunakan fasilitas tersebut
karena tidak layak dalam bisnis atau penurunan permintaan agregat
(Congressional Budget Office, 2014; Eckel et al., 2015; Cumming et al., 2006).
Crowding out dari jenis lain (disebut crowding international out) dapat
terjadi karena prevalensi kurs (nilai tukar mata uang asing) yang mengambang
yang dikenal dengan model Mundell-Fleming. Dengan adanya penerapan suku
bunga tinggi dapat menarik money capital in. Akibat dari apresisasi nilai tukar
mata uang yang mengambang. Di satu sisi, apabila bunga tinggi akan
menyebabkan crowding out dari ekspor domestik yang menggunakan bahan baku
impor (Blanchard, 2008; Tomlinson, 2010; olahan). Crowding out pada
prinsipnya harus dihindari apabila defisit anggaran yang terjadi dengan dilakukan
hanya mencetak uang (Krugman, 2011).
Page 78
115
2.2 Penelitian Empiris di Indonesia
Suyono (2005) melakukan penelitian tentang Analisis Rasio-Rasio Bank
yang berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dua rasio keuangan perbankan yaitu CAR (Capital Adequacy
Ratio), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) dan LDR
(Loan to Deposit Ratio) berpengaruh signifikan positif terhadap laba satu tahun
kedepan. Sedangkan NIM (Net Interest Margin), NPL (Non Performing Loan),
PLO (Pertumbuhan Laba Operasi) dan PK (Pertumbuhan Kredit) tidak
berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Mawardi (2005) melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor
yang mempengaruhi kinerja bank umum di Indonesia. Hasil penelitiannya yang
menunjukkan bahwa NPL, NIM dan BOPO memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap ROA, sedangkan variabel CAR (Capital Adequacy Ratio) mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan terhadap ROA.
Yuliani (2007) melakukan penelitian mengenai hubungan efisiensi
operasional dengan kinerja keuangan pada sektor perbankan yang go publik di
Bursa Efek Jakarta.Penelitian tersebut menyatakan bahwa efisiensi operasional
MSDN (Total Dana Pihak Ketiga), efisiensi operasional LDR tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perbankan. Sedangkan efisiensi operasional BOPO
berpengaruh signifikan negatif.
Mahardian (2008) melakukan penelitian pada Bank Umum di Indonesia
Periode Juni 2002-Juni 2007, tentang Analisis Pengaruh CAR, BOPO, NPL, NIM
dan LDR terhadap ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, NIM dan
Page 79
116
LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan BOPO
berpengaruh signifikan negatif serta NPL berpengaruh negatif tidak signifikan
terhadap ROA.
Tri Widyastuti dan Mandagie (2010) melakukan penelitian tentang
Pengaruh CAR, NIM dan LDR terhadap ROA pada perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 2004-2008. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio kinerja keuangan pada perbankan korporasi yaitu NIM
CAR memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Sementara LDR
memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA dalam bisnis perbankan.
Lilis Erna (2010) melakukan analisis mengenai pengaruh CAR, NIM,
LDR, BOPO, ROA dan Kualitas Aktiva produktif terhadap perubahan laba pada
Bank Umum di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan hanya variabel Loan
to Deposit Ratio (LDR) yang mampu memprediksi perubahan laba pada bank di
Indonesia periode 2004–2008. Variabel LDR berpengaruh positif terhadap
perubahan laba.
Asmira Suri (2006) menggunakan rasio-rasio keuangan dan NPL (Non
Performing Loan), hasil penelitian pada Bank Permata, penyaluran kredit dapat
mempengaruhi perkembangan modal karena hasil dari penyaluran kredit bank
memperoleh pendapatan bunga yang cukup tinggi.
Syafri (2012) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan
bank komersial di Indonesia. Hasil empiris menunjukkan bahwa pinjaman
terhadap total aktiva, total ekuitas terhadap total aset, penyisihan kerugian kredit
terhadap total kredit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perbankan.
Page 80
117
Sementara tingkat inflasi, ukuran bank dan ratio (BOPO) cost-to-income
berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan bank tersebut. Pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan non-bunga terhadap total aktiva tidak berpengaruh pada
kinerja keuangan bank.
2.3 Penelitian Empiris di Negara Lain
Pengujian terhadap hipotesis export-led growth (Perkembangan ekonomi
suatu negara dikarenakan ekspansi tingkat ekspor) dikemukakan beberapa penulis,
di antaranya Jaime de Melo dan Robinson (1995), Giles dan Williams (2000),
Bernard dan Jensen (2001) serta Dimkpah (2002). Dikatakan, ekspor merupakan
motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi (engine of growth), karena beberapa
alasan. Pertama, ekspor menyebabkan penggunaan penuh sumber-sumber
domestik sesuai keunggulan komparatif (comparative advantage) Negara. Kedua,
ekspor memperluas pasar baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. Ketiga,
ekspor merupakan sarana mengadopsi idea dan teknologi baru. Keempat, ekspor
mendorong mengalirnya modal dari negara maju ke negara sedang berkembang.
Kelima, ekspor merupakan cara efektif untuk menghilangkan perilaku monopoli.
Keenam, ekspor meghasilkan devisa untuk memberi kesempatan mengimpor
barang-barang modal dan barang-barang antara.
Penelitian Cashin dan McDermott (2002), menunjukkan bahwa
ketergantungan komoditas primer dikaitkan dengan berbagai dimensi tata kelola
yang buruk dan risiko konflik sangat berkaitan dengan tingkat dan pertumbuhan
Page 81
118
pendapatan serta strukturnya seperti tercermin dalam ketergantungan pada ekspor
komoditas primer yang relatif sedikit.
Mehrara dan Firouzjaee (2011), menyatakan bahwa berbagai studi empiris
telah banyak meneliti hubungan antara keterbukaan bisnis dan pertumbuhan
ekonomi dan diperoleh hasil yang berbeda. Antara lain Frankel dan Romer (1999),
menunjukkan bahwa meskipun banyak upaya yang dilakukan untuk mempelajari
masalah ini, ada bukti kecil yang meyakinkan yang sangat mengkonfirmasi
dampak perdagangan terhadap pertumbuhan. Oleh karena itu, ada derajat yang
berbeda dari ketidakpastian tentang masalah ini. Dengan kata lain, isu bahwa
perdagangan selalu berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan,
beberapa ekonom telah mengkritik masalah ini dan tidak setuju bahwa
perdagangan internasional benar-benar dapat mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi jangka panjang.
Beberapa penelitian antar negara menekankan pada hubungan positif
antara kedua elemen atau dampak positif keterbukaan bisnis pada pertumbuhan
ekonomi. Barro (1991), Frankel dan Romer (1999), Bolaky dan Freund (2004)
menunjukkan bahwa perdagangan merupakan fasilitator dan katalisator
pertumbuhan ekonomi. Beberapa ekonom menyimpulkan bahwa hubungan positif
antara keterbukaan bisnis dan pertumbuhan tidak hanya jelas tetapi pada beberapa
kasus menunjukkan hubungan negatif (Levin et al., 2002; Harrison, 1996;
Harrison dan Hanson, 1999).
Falvey et al. (2004) menggunakan data tingkat perusahaan, menunjukkan
bahwa ekspor memiliki dampak yang besar pada pertumbuhan produktivitas
Page 82
119
industri. Mendukung pandangan ini, Lall (2000) menegaskan bahwa ekspor
merupakan sumber utama valuta asing, saluran untuk memaksimalkan skala
ekonomi dan spesialisasi serta saluran untuk teknologi baru dan spillovers
pengetahuan di negara-negara berkembang. Pandangan ini menunjukkan peran
signifikan yang dimainkan oleh ekspor di sebagian besar negara. Misalnya di
Nigeria, daerah kinerja ekspor telah menarik baik manajerial pemerintah,
akademis dan lebih khusus perhatian pada kecepatan yang meningkat. Perhatian
khusus diberikan terutama kinerja ekspor non-minyak dari ukuran keberhasilan
atau kegagalan upaya sebuah perusahaan atau negara dalam menjual barang
produksi dalam negeri dan jasa di negara-negara lain. Ekspor non migas adalah
setiap bisnis ekspor selain minyak mentah (Owofemi, 2008). Dalam hal ini
termasuk produk dan jasa asal Nigeria tidak berhubungan dengan minyak bumi
dan produk minyak bumi ke pengecualian item pada daftar larangan seperti yang
didefinisikan oleh Nigeria custom service (Borodo, 2008). Dimana negara dan
perusahaan memperhatikan kinerja ekspor sebagai alat untuk meningkatkan
pertumbuhan perusahaan, memperkuat keunggulan kompetitif dan menjamin
kelangsungan hidup perusahaan di pasar yang sangat kompetitif (Terpstra dan
Sarathy, 2000).
Setelah analisis komponen portofolio ekspor Nigeria dengan dalam dekade
terakhir (Idowu, 2005), terungkap bahwa sektor ekspor didominasi oleh minyak.
Sebagai contoh, kontribusi non-minyak untuk pendapatan ekspor total adalah
kurang dari 20 persen antara tahun 2003 dan 2006. Hal ini tidak hanya
menggambarkan perekonomian negara sebagai salah satu mono-budaya tetapi
Page 83
120
juga mengekspos ekonomi untuk keanehan aktivitas di sektor minyak. Krisis di
Niger Delta telah mempengaruhi produksi minyak mentah dari Nigeria. Harga
minyak mentah di pasar stabil baru-baru ini dan dicari oleh negara-negara maju
(yang merupakan pembeli utama minyak mentah Nigeria) untuk alternatif energi
minyak dan bahkan takut cadangan minyak yang tidak akan selamanya ada telah
memaksa pemerintah untuk mulai meneliti komposisi ekspor Nigeria. Hal ini
penting, bahwa Nigeria perlu diversifikasi basis ekspornya, tidak hanya sebagai
pelindung terhadap faktor-faktor tersebut tetapi juga sebagai sarana meningkatkan
pendapatan ekspor dan memperkuat nilai Naira. Tindakan ini menunjukkan perlu
untuk penelitian yang hanya dapat secara efektif diwujudkan melalui revitalisasi
dan promosi ekspor non-minyak. Hal ini dalam realisasi yang Babalola (2008)
menyatakan bahwa, pemerintah berkomitmen penuh untuk diversifikasi ekonomi
untuk mengurangi over dependence (sangat ketergantungan) hanya pada satu
komoditas minyak non-terbarukan. Reformasi di sektor perbankan merupakan
bagian dari upaya untuk memperkuat ekonomi dan memposisikan sektor
perbankan untuk memenuhi tantangan ekonomi berkembang seperti Nigeria. Hal
ini menunjukkan bahwa kekhawatiran untuk pembenahan dan pengembangan
sektor ekspor non-minyak telah mengakibatkan dorongan pemerintah untuk
menarik perhatian pada pembiayaan sebagai katalis untuk merevitalisasi sektor
ekspor non-minyak di Nigeria (Aworemi et al., 2011).
Temuan Molina dan Roa (2014) menunjukkan bahwa pembiayaan bank
memiliki pengaruh yang signifikan dan positif pada produsen total volume ekspor.
Peneliti menemukan bahwa produsen menggunakan pembiayaan bank untuk
Page 84
121
meningkatkan pasar ekspor untuk tujuan ekspor ke sejumlah negara. Namun,
pembiayaan bank tampaknya tidak memiliki dampak yang sama pada hasil ekspor
semua produsen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpengaruh positif
pembiayaan bank untuk ekspor yang bervariasi berdasarkan ukuran manufaktur.
Pembiayaan bank tampaknya memiliki dampak yang signifikan lebih tinggi pada
produsen menengah, yang beroperasi pada semua ekspor. Eksportir menengah
menggunakan pembiayaan bank untuk meningkatkan jangkauan pasar, penetrasi
pasar dan bauran produk.
Sejalan dengan literatur perdagangan baru-baru ini dan adanya studi
tentang efek nyata kendala kredit pada kinerja ekspor dari produsen, hasil awal
menunjukkan bahwa akses ke pendanaan eksternal dalam bentuk kredit perbankan
memiliki efek positif dan signifikan terhadap kinerja ekspor dari produsen.
Meskipun literatur teoritis dan empiris terbaru oleh Feenstra et al. (2014)
mendukung gagasan bahwa akses ke pendanaan eksternal memiliki pengaruh
positif secara signifikan terhadap kinerja ekspor dari produsen.
Temuan Molina dan Roa (2014) menunjukkan bahwa meskipun produsen
dapat memperoleh pembiayaan eksternal dari sumber yang berbeda, (misalnya
utang standar pinjaman, utang dagang pemasok, ekuitas dan sumber pembiayaan
lainnya) bukti empiris untuk eksportir Kolombia mengungkapkan konsentrasi
pada jenis sumber pembiayaan. Hampir 61 persen dari total produsen
berkewajiban dibiayai dengan menggunakan kredit perbankan dan utang dagang
pemasok. Pembiayaan bank untuk 33 persen dari total kewajiban produsen,
sementara utang dagang pemasok rekening sampai dengan 28 persen dari total
Page 85
122
produsen yang ada. Struktur waktu pembiayaan eksternal kepada produsen
mendukung bahwa produsen menggunakan pendanaan eksternal untuk membiayai
kebutuhan arus kas untuk biaya produksi sebesar 52 persen dari total kewajiban
produsen yang bersifat jangka pendek. Sementara 50 persen pembiayaan jangka
pendek ini disediakan oleh lembaga pembiayaan dalam negeri, 37 persen
disediakan oleh pemasok dalam negeri.
Yibing Chen et al. (2013) menyelidiki secara empiris bagaimana
diversifikasi portofolio kredit mempengaruhi return dan risiko bank dalam sistem
perbankan Cina dari aspek sektor. Dalam dunia nyata, dapat diamati baik
diversifikasi dan strategi konsentrasi. Di satu sisi, beberapa negara memiliki
aturan yang membatasi eksposur bank terhadap peminjam (Basel, 1991). Di sisi
lain, bagaimanapun, beberapa bank memutuskan untuk terlibat dalam sektor-
sektor yang memiliki keahlian dan yang memiliki keunggulan komparatif. Krisis
subprime, pada tahun 2008 menyebabkan krisis keuangan global disebabkan oleh
terlalu banyak eksposur ke industri real estate yang sangat berkaitan dengan
ekonomi makro (Demyanyk dan Van Hemert, 2011). Krisis ini disebabkan oleh
konsentrasi portofolio kredit, imbalan, memukul industri perbankan secara
keseluruhan di AS. Dalam krisis keuangan, diversifikasi terhadap konsentrasi
menjadi salah satu isu yang paling penting untuk dibahas dalam stabilitas
keuangan. Haruskah bank melakukan diversifikasi kredit atau berkonsentrasi pada
perusahaan-perusahaan yang akrab dengan bank?
Ada beberapa penelitian tentang hubungan antara diversifikasi dan kinerja
bank, namun tidak ada konsensus sejauh ini, karena temuan berbagai negara
Page 86
123
bervariasi dengan bukti-bukti yang mendukung pendapat tersebut. Di satu sisi,
teori perbankan tradisional menunjukkan bahwa bank harus diversifikasi kredit
untuk mengurangi kredit risiko, yang juga sesuai dengan teori portofolio
(Markowitz, 1959). Pandangan ini disebabkan informasi asimetris, diversifikasi
mengurangi biaya intermediasi keuangan (Diamond, 1984). Dalam prakteknya,
Komite Basel (1991) menghasilkan krisis perbankan dalam tiga dekade terakhir
disebabkan oleh konsentrasi, menunjukkan bahwa risiko sangat terkait dengan
diversifikasi. Studi empiris di Argentina dan Austria ini mendukung pandangan
pendapat ini (Bebczuk, R. dan A. Galindo, 2008).
Temuan utama Yibing Chen et al. (2013) dari studi empiris
mengemukakan bahwa diversifikasi sektoral terkait dengan penurunan kembali
dan juga mengurangi risiko pada saat yang sama bertentangan dengan temuan
yang ada di negara-negara maju seperti Italia dan Jerman serta di negara-negara
berkembang seperti Brasil dan Argentina. Alasan untuk menjelaskan bahwa
diversifikasi dapat menimbulkan biaya monitoring ke arah lebih tinggi yang
mengurangi keuntungan keseluruhan. Pada saat yang sama, diversifikasi
membantu mengimbangi risiko tertentu untuk mencapai risiko yang lebih rendah.
Efek keseluruhan sektoral diversifikasi di Cina terhadap konsentrasi pada bank
tampaknya ambigu dan tidak efisien pada risk-return trade-off.
Di Macau, studi Wong dan Cheung (1997) adalah salah satu pokok
bahasan yang menyimpulkan bahwa industri perbankan di Macau agak
terkonsentrasi, dengan satu kelompok bank tunggal menghasilkan keuntungan
tingkat tertinggi. Namun, faktor-faktor yang menjelaskan seperti kinerja yang baik
Page 87
124
tidak secara empiris dieksplorasi dalam penelitian ini. Pertumbuhan ekonomi
dalam makroekonomi merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk
menentukan kinerja bank.
Penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa pertumbuhan ekonomi
memainkan peran penting dalam menstabilkan perekonomian dan dengan
demikian akan memiliki dampak positif pada kinerja bank. Bashir (2000)
menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi berhubungan positif dengan kinerja
bank di negara-negara Timur Tengah negara-negara dengan tingkat pendapatan
menengah dan rendah yang membuat kesempatan pasar kurang bersaing lebih luas
bagi bank untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan.
Namun Pasiouras dan Kosmidou (2007), menemukan hubungan negatif
antara tingkat pertumbuhan dan Return On Asset (ROA) bank asing yang
beroperasi di Uni Eropa. Mengingat fakta bahwa bank-bank asing mengalami
kerugian dibandingkan dengan bank-bank lokal di negara-negara maju, bank yang
beroperasi di Negara dengan PDB lebih tinggi cenderung memiliki lingkungan
lebih matang yang menghasilkan margin keuntungan yang lebih kompetitif. Selain
itu, juga karena pengetahuan yang berbeda pada kondisi makro ekonomi suatu
negara dan juga berbeda segmen pelanggan yang dapat memberikan respon yang
berbeda di bawah kondisi yang sama. Hasil serupa juga ditemukan oleh Khrawish
(2011) pada bank umum di Yordania. Namun pertumbuhan ekonomi, tidak
signifikan dengan kinerja keuangan bank di Turki (Alper dan Anbar, 2011),
Negara-negara Eropa Timur Selatan (Athanasoglu et al., 2006), Taiwan (Ramlall,
2009) dan Macau (Vong dan Hoi, 2009) karena kegagalan bank untuk mengambil
Page 88
125
manfaat dari pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis untuk meningkatkan
keuntungan. Pertumbuhan ekonomi dinilai sebagai tingkat pertumbuhan PDB riil
(Ramadhan et al., 2011).
Seperti yang disebutkan oleh Vong dan Hoi (2009), risiko kredit bank
dapat dikurangi jika tingkat pertumbuhan nasional di atas batas yang selanjutnya
dapat meningkatkan efisiensi perbankan dan meningkatkan kemampuan pelunasan
hutang peminjam dalam negeri. Sementara kondisi makro ekonomi yang buruk
bisa menimbulkan krisis dalam perbankan, dengan peningkatan Non Performing
Loan (NPL) dan penurunan pendapatan. Athanasoglou et al. (2008) meneliti bank
di Yunani antara 1985-2001 dan menemukan bahwa risiko kredit dan biaya
operasional berdampak negatif terhadap kinerja keuangan, sedangkan
produktivitas tenaga kerja dan inflasi berkorelasi positif dengan kinerja keuangan.
Literatur akademik memuat banyak studi teoritis pada biaya inflasi, seperti
diulas terakhir dengan Briault (1995). Analisis ini memberikan anggapan bahwa
inflasi adalah ide yang buruk. Meskipun beberapa hasil empiris menunjukkan
bahwa inflasi berbahaya, bukti tersebut tidak luar biasa. Oleh karena itu penting
untuk melakukan tambahan penelitian empiris tentang hubungan antara inflasi dan
kinerja ekonomi. Temuan utama dari analisis empiris Barro (2013) adalah bahwa
efek perkiraan inflasi terhadap pertumbuhan dan investasi yang signifikan negatif.
Dengan demikian, ada beberapa alasan untuk percaya bahwa hubungan sebab-
akibat dari mencerminkan inflasi lebih tinggi jangka panjang untuk mengurangi
pertumbuhan dan investasi. Perlu ditekankan bahwa bukti yang jelas untuk efek
samping inflasi berasal dari pengalaman inflasi yang tinggi. Besarnya efek yang
Page 89
126
juga tidak besar; misalnya, kenaikan tingkat inflasi rata-rata sekitar 1,0 persen per
tahun diperkirakan menurunkan tingkat pertumbuhan PDB per kapita riil (pada
dampak) sebesar 0,2-0,3 persen per tahun.
Jiang et al. (2003) menganalisis industri perbankan di Hongkong antara
1990 dan 2002, hasil empiris menunjukkan bahwa kedua bank tertentu serta
faktor-faktor ekonomi makro merupakan penentu penting dalam kinerja keuangan
bank. Berkenaan dengan faktor ekonomi makro, pertumbuhan PDB riil, inflasi
dan suku bunga riil memiliki dampak positif. Di sisi lain, variabel ukuran,
diwakili oleh pinjaman atau deposito, memiliki hubungan negatif dengan kinerja
keuangan bank. Rata-rata bank yang lebih besar mencapai ROA lebih rendah
daripada yang lebih kecil. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa sektor
perbankan yang menguntungkan lebih mampu menahan guncangan negatif dan
berkontribusi pada stabilitas sistem keuangan. Hal ini karena perusahaan berhasil
mengantisipasi inflasi dan menyesuaikan tingkat suku bunga sesuai dan
memperoleh lebih banyak keuntungan biaya. Selain itu, Perry (1992)
menyebutkan bahwa kedua variabel mungkin memiliki hubungan yang positif
atau negatif tergantung apakah inflasi diantisipasi atau tidak. Jika diantisipasi,
maka akan memungkinkan perusahaan untuk cepat bereaksi dan menyesuaikan
tingkat suku bunga mengakibatkan peningkatan pesat dalam pendapatan dan biaya
serta dengan demikian memberikan dampak positif terhadap laba bank. Namun,
perusahaan tidak akan dapat dengan cepat bereaksi dan menyesuaikan tingkat
suku bunga yang akibatnya lebih lanjut dapat meningkatkan biaya pendapatan ke
depan dan memberikan dampak negatif terhadap laba bank.
Page 90
127
Sebaliknya, inflasi ditemukan tidak signifikan dengan kinerja keuangan
bank di negara-negara Eropa (Abreu dan Mendes, 2000) dan di Yordania
(Khrawish, 2011). Temuan serupa juga diperoleh Sufian dan Chong (2008) di
Filipina yang menunjukkan bahwa inflasi tidak bisa diantisipasi oleh bank selama
periode penelitian dilakukan. Namun hasilnya, tidak signifikan di negara-negara
lain seperti Turki (Alper dan Anbar, 2011) dan Jordan (Ramadhan et al., 2011)
karena kegagalan bank untuk memprediksi inflasi secara akurat dari lingkungan
inflasi dengan demikian, tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan
keuntungan.
Gul et al. (2011) menguji hubungan secara spesifik rasio bank (rasio
modal, ekuitas terhadap total aset) dan karakteristik ekonomi makro (pertumbuhan
riil PDB, inflasi dan kapitalisasi pasar) terhadap kinerja keuangan bank (ROA,
ROE, Net Interest Margin) dengan menggunakan data dari lima belas bank
komersial di Pakistan selama periode 2005-2009. Kesimpulannya adalah bahwa
antara total kredit, deposito, inflasi, PDB di satu sisi dan ROA di sisi lain adalah
menunjukkan hubungan yang positif, sedangkan kapitalisasi pasar dan ROA
berkorelasi negatif.
Abuzar (2013) mengeksplorasi faktor-faktor penentu kinerja keuangan
bank syariah di Sudan, dimana studi ini menemukan bahwa hanya faktor internal
bank ini memiliki dampak yang signifikan, yang diukur dengan Return On Asset
(ROA), Return On Equity (ROE) dan marjin pembiayaan bersih (MARG). Lebih
khusus, biaya, likuiditas dan ukuran bank yang ditemukan memiliki efek positif
dan signifikan terhadap kinerja keuangan perbankan. Namun, faktor makro
Page 91
128
ekonomi eksternal diklasifikasikan sebagai berlebihan dan tidak memiliki efek
signifikan terhadap kinerja keuangan.
Yilmaz (2013) menganalisis faktor penentu dalam keungan perbankan
untuk sembilan negara-negara berkembang termasuk Turki. Hasil menunjukkan
bahwa manajemen biaya operasi, kapitalisasi, risiko kredit, ukuran bank dan
inflasi merupakan penentu penting bagi kedua, return on asset dan net interest
marjin dari variabel dependen.
Ani et al. (2012) meneliti faktor-faktor penentu laba deposito di bank
Nigeria. Hasil utama dari penelitian ini meliputi bahwa peningkatan ukuran (total
aset lebih tinggi) belum tentu menyebabkan keuntungan yang lebih tinggi karena
diseconomies of scale; rasio dan kredit yang diberikan modal-aset yang lebih
tinggi sangat besar terhadap keuntungan bank.
Uremandu (2012) mengajukan bukti empiris pengaruh struktur
permodalan bank dan likuiditas terhadap kinerja perbankan menggunakan data
Nigeria untuk periode 1980-2006. Studi ini menemukan pengaruh positif dari
rasio cadangan kas, rasio likuiditas dan pajak penghasilan badan serta pengaruh
negatif dari kredit perbankan terhadap perekonomian domestik, suku bunga
deposito tabungan, tabungan nasional bruto (proksi untuk deposito dengan bank
sentral), saldo dengan bank sentral, tingkat inflasi dan investasi swasta asing, pada
keuntungan sistem perbankan.
Ramadhan, Kilani dan Kaddumi (2011) meneliti sifat hubungan antara
kinerja bank dan karakteristik faktor internal dan eksternal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik bank di Yordania itu menjelaskan bagian
Page 92
129
penting dari variasi dalam kinerja keuangan bank. Tingginya laba bank di
Yordania cenderung berhubungan dengan bank yang dikapitalisasi, kegiatan
pemberian kredit yang tinggi, risiko kredit yang rendah dan efisiensi manajemen
biaya.
Alper dan Anbar (2011) meneliti faktor-faktor penentu kinerja perbankan
bank di Turki selama periode waktu 2002-2010. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ukuran aset dan pendapatan non bunga memiliki efek positif dan signifikan
terhadap kinerja keuangan bank. Namun, ukuran portofolio kredit dan pinjaman
berdampak negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan bank. Berkenaan
dengan variabel makroekonomi, pada tingkat bunga riil mempengaruhi kinerja
bank secara positif. Hasil ini menunjukkan bahwa bank dapat meningkatkan
keuntungan melalui peningkatan ukuran bank dan pendapatan non bunga,
penurunan rasio kredit/aset. Selain itu, suku bunga riil yang lebih tinggi dapat
menyebabkan keuntungan bank yang lebih tinggi.
Javai, dan Gafoor (2011) yang bertujuan untuk memberikan analisis
faktor-faktor penentu kinerja keuangan perbankan kepada 10 bank terbaik di
Pakistan selama periode 2004-2008. Penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor
internal saja. Hasil empiris telah menemukan bukti kuat bahwa variabel ini
memiliki pengaruh yang kuat pada keuntungan bank. Namun, hasil akhir
menunjukkan bahwa total aset yang lebih tinggi belum tentu menyebabkan
keuntungan yang lebih tinggi karena skala diseconomies. Selain itu, pinjaman
yang lebih tinggi berkontribusi terhadap laba tetapi dampaknya tidak signifikan.
Ekuitas dan deposit memiliki dampak yang signifikan terhadap keuntungan.
Page 93
130
Ferda Halicioglu (2008) meneliti dengan melihat J-curve untuk kasus
Turki dengan 13 mitra dagangnya. Dengan menggunakan data secara kuartalan
dari tahun Q1 1985-Q4 2005 menunjukkan bahwa penelitian mengenai J-curve
dengan kasus Turki dengan 13 mitra dagangnya yang memakai data secara
aggregate dan menghasilkan hasil yang tidak dapat meyakinkan. Menggunakan
data aggregate dapat menyembunyikan pergerakan dari nilai tukar. Studi ini untuk
menguji keberadaan fenomena J-curve pada kasus turki dan 13 mitra dagangnya.
Efek jangka pendek dan jangka panjang dari depresiasi mata uang lira pada neraca
perdagangannya diperkirakan dengan pendekatan kointegrasi dengan menentukan
efek J-curve. Secara empiris hasil yang disarankan bahwa tidak terjadi hubungan
positif J-curve terhadap neraca perdagangan bilateral Turki. Namun dapat
dikatakan bahwa depresiasi riil pada nilai mata uang Turki telah memberikan
pengaruh yang kuat terhadap neraca perdagangan dengan USA pada jangka
panjang, yang mendukung untuk kondisi Marshal-Lerner (ML).
Wilson dan Tat (2001) menganalisis hubungan antara neraca perdagangan
riil dan nilai tukar riil dalam kasus hubungan perdagangan antara Singapura dan
Amerika Serikat. Penelitian tersebut menggunakan data time series dari tahun
1970-1996 dengan basis kuartalan. Model yang digunakan oleh kedua peneliti ini
adalah model yang dikembangkan oleh Rose dan Yellen (1989). Hasil analisis
menunjukkan bahwa nilai tukar (kurs) riil tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap neraca perdagangan riil dalam kasus perdagangan antara Singapura dan
Amerika Serikat.
Page 94
131
Minetti, Raoul dan Chun Zhu, Susan (2011) dalam tulisan ini,
menggunakan data survei rinci tentang 4680 perusahaan Italia untuk
memperkirakan dampak penjatahan kredit pada keputusan ekspor perusahaan dan
penjualan asing. Ukuran penjatahan datang langsung dari perusahaan, tanggapan
terhadap survei bukannya berasal dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan.
Mengendalikan produktivitas dan karakteristik bisnis lainnya dan akuntansi untuk
endogeneitas penjatahan, penelitian menemukan bahwa probabilitas ekspor adalah
39 persen lebih rendah untuk perusahaan dijatah dan bahwa penjatahan kredit
mengurangi penjualan asing lebih dari 38 persen. Juga mengungkap bukti bahwa
dampak dari penjatahan kredit pada penjualan asing secara signifikan lebih besar
dari efek negatif pada penjualan domestik. selain itu juga menyelidiki respon
heterogen lebih lanjut untuk penjatahan kredit seluruh perusahaan dan industri.
Diperoleh penjatahan yang mengurangi ekspor perusahaan terutama di industri
dengan ketergantungan keuangan eksternal yang tinggi. Selain itu, friksi kredit
muncul untuk menghambat perusahaan ekspor khususnya di sektor teknologi
tinggi, yaitu, setidaknya sektor yang diduga terkena kompetisi ekonomi yang
berkembang cepat.