Top Banner
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli yang mendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang model pembelajaran SAVI dan metode Role Playing mengenai proses belajar dan hasil belajar keterampilan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. 2.1.1 Hakikat Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia ialah salah satu bahasa yang terpenting di kawasan republik Indonesia. Pentingnya peranan bahasa antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 928 yang berbunyi: “Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia” dan pada Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang menyatakan bahwa “bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”. Namun, di samping itu masih ada beberapa alasan lain mengapa bahasa Indonesia menduduki tempat yang terkemuka di antara beratus-ratus bahasa Nusantara yang memang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu. Penting tidaknya suatu bahasa dapat juga didasari pada patokan seperti jumlah penuturnya, luas penyebaran, dan peranannya sebagai sarana ilmu, seni sastra, dan bahkan pengungkap budaya. Jika dalam menggunakan patokan yang pertama, yakni jumlah penuturnya, maka bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, jumlah penuturnya mungkin tidak sebanyak bahasa Jawa atau Sunda. Akan tetapi, jika pada jumlah itu ditambahkan penutur dwibahasawan yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, kedudukannya dalam
55

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

Feb 15, 2018

Download

Documents

vuongthu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli yang

mendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek

yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda.

Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang model

pembelajaran SAVI dan metode Role Playing mengenai proses belajar dan

hasil belajar keterampilan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

2.1.1 Hakikat Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia ialah salah satu bahasa yang terpenting di kawasan

republik Indonesia. Pentingnya peranan bahasa antara lain bersumber pada

ikrar ketiga Sumpah Pemuda 928 yang berbunyi: “Kami poetera dan poeteri

Indonesia mendjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia” dan pada

Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang

menyatakan bahwa “bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”. Namun, di

samping itu masih ada beberapa alasan lain mengapa bahasa Indonesia

menduduki tempat yang terkemuka di antara beratus-ratus bahasa Nusantara

yang memang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa

ibu.

Penting tidaknya suatu bahasa dapat juga didasari pada patokan seperti

jumlah penuturnya, luas penyebaran, dan peranannya sebagai sarana ilmu, seni

sastra, dan bahkan pengungkap budaya.

Jika dalam menggunakan patokan yang pertama, yakni jumlah

penuturnya, maka bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, jumlah penuturnya

mungkin tidak sebanyak bahasa Jawa atau Sunda. Akan tetapi, jika pada

jumlah itu ditambahkan penutur dwibahasawan yang menggunakan bahasa

Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, kedudukannya dalam

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

13

deretan jumlah penutur berbagai bahasa di Indonesia ada di peringkat pertama.

Lagi pula, hendaknya disadari bahwa jumlah penutur asli bahasa Indonesia

lambat-laun akan bertambah. Pertambahan itu disebabkan oleh berbagai hal.

Pertama, arus pindah ke kota besar, seperti Jakarta, yang merupakan

pumpunan pendatang yang berbeda-beda bahasa ibunya, menciptakan

keperluan akan alat perhubungan bersama. Jika orang itu menetap, anak-

anaknya tidak jarang akan dibesarkan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa

pertamanya. Kedua, perkawinan antarsuku sering mendorong orang tua untuk

berbahasa Indonesia dengan anaknya. Hal itu terjadi jika kedua bahasa daerah

yang digunakan banyak perbedaannya. Ketiga, yang bertalian dengan patokan

kedua di atas, generasi muda golongan warga Negara yang berketurunan asing

ada yang tidak lagi merasa perlu menguasai bahasa leluhurnya. Anaknya akan

di didik dengan bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang dipakai

dilingkungannya. Keempat, orang tua masa kini, yang sama atau berbeda latar

budayanya, ada yang mengambil keputusan untuk menjadikan anaknya

penutur asli bahasa Indonesia.

Patokan yang kedua, yakni luas persebaran, jelas menempatkan bahasa

Indonesia di baris depan. Sebagai bahasa setempat, bahasa itu dipakai orang di

daerah pantai timur Sumatera, di Kepulauan Riau dan Bangka, serta di daerah

pantai Kalimantan. Sebagai bahasa kedua, pemencarannya dapat disaksikan

dari ujung barat sampai ke ujung timur dan dari puncuk utara sampai ke batas

selatan negeri kita.

Patokan yang ketiga, yakni peranannya sebagai sarana ilmu, seni sastra,

dan pengungkap budaya, menunjukkan bahwa bahasa sebagai penyampaian

ilmu pengetahuan serta media untuk pengungkapan seni sastra dan budaya

bagi semua warga Indonesia dengan latar belakang budaya serta bahasa daerah

yang berbeda-beda. Uraian di atas memberikan gambaran betapa pentingnya

bahasa Indonesia bagi kita.

Berdasarkan ketiga patokan tersebut, bahasa Indonesia mempunyai

peranan dan kedudukannya yang penting itu sekali-kali bukan karena mutunya

sebagai bahasa, bukan karena besar kecilnya jumlah kosakatanya atau

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

14

keluwesan dalam tata kalimatnya, dan bukan pula karena kemampuan daya

ungkapnya, melainkan karena bahasa Indonesia itu sendiri memiliki fungsi

sebagai perantara orang yang latar budayanya berbeda serta sebagai tolok ukur

dalam dialek berbahasa.

Bertolak dari pendapat H. Alwi, dkk, (2010:1-3) dari sajian di atas.

Maka, dapat disimpulkan bahwa bahasa juga merupakan salah satu alat

komunikasi dan wadah yang tepat untuk menghubungkan dan menjembatani

seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Tanpa bahasa, orang lain

tidak dapat mengetahui makna serta maksud yang akan di utarakan kepada

pendengarnya. Selain itu, bahasa juga merupakan lambang bunyi ujaran yang

dihasilkan oleh alat ucap manusia antara satu anggota masyarakat ke

masyarakat lain.

2.1.2 Hakikat Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara adalah tingkah laku manusia yang paling

distingif dan berati (D. Tarigan, 1992:146). Tingkah laku ini harus dipelajari,

baru dapat dikuasai. Anak-anak usia Sekolah Dasar harus belajar dari

manusia sekitarnya, anggota keluarga, teman sepermainan, teman satu

sekolah dan guru di sekolahnya. Semua pihak turut membantu anak belajar

keterampilan berbicara.

Tarigan (2008: 3) menyatakan bahwa “berbicara adalah suatu

keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya

didahului oleh keterampilan menyimak.” Menurut Nunan (2011:

48) “Speaking is a productive aural/oral skill and it consists of producing

systematic verbal utterances to convey meaning”.Berbicara merupakan

kemampuan memproduksi ujaran secara lisan dan sistematis untuk

menyatakan suatu maksud tertentu.

Hal ini mengisyaratkan bahwa keterampilan berbicara dilakukan secara

sistematis, runtut, dan terpola. Pembicaraan ini sendiri bertujuan untuk

menyampaikan sesuatu kepada orang lain.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

15

Lazaraton (2001 :104) menyatakan bahwa keterampilan berbahasa

sangat berpengaruh dalam keterampilan berbicara, keterampilan berbahasa

yang dimaksud yaitu memiliki keempat aspek seperti:(1) keterampilan

menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan (4)

keterampilan menulis.

Hal ini menunjukkan bahwa seseorang dikatakan terampil berbicara jika

setidaknya memiliki empat kompetensi, yakni gramatikal, sosiolinguistik,

analisis wacana, dan strategi. Oleh karena itu, faktor penguasaan terhadap

bahasa tidak dapat diabaikan begitu saja.

Menurut Iskandarwassid dan Dadang Suhendar (2008:241) keterampilan

berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem

bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan dan

keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang

merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi

suatu ragam yang luas bunyi artkulasi, tekanan, nada, kesenyapan dan lagu

bicara.

Keterampilan ini juga di dasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara

secara wajar, jujur, benar dan bertanggungjawab dengan menghilangkan

masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah dan

lain-lain.

Keterampilan berbicara itu sendiri seperti keterampilan lainnya,

keterampilan berbicara ternyata lebih rumit dari kelihatannya dan melibatkan

lebih dari mengucapkan kata-kata.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan

ideatau gagasan secara lisan bersifat produktif dan mekanistis, yang hanya

dapat dikuasai dengan berlatih berbicara dan merupakan bagian tingkah laku

hidup manusia yang sangat penting sebagai alat komunikasi kepada orang

lain. Keterampilan berbicara merupakan sebuah keterampilan menyampaikan

gagasan, informasi atau pesan kepada orang lain dengan menggunakan media

yang berupa simbol-simbol fonestis.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

16

2.1.2.1 Tujuan Berbicara

Berbicara tentu memiliki tujuan yang ingin disampaikan kepada lawan

bicaranya. Agar tujuan itu dapat tersampaikan dengan baik dan efektif, maka

isi pembicaraan harus sesuai dengan makna yang ingin disampaikan kepada

lawan bicara. Dalam hal ini, pendengar akan memaknai informasi atau pesan

yang disampaikan oleh pembicara.

Tarigan (2008:16) mengungkapkan bahwa kegiatan berbicara memiliki

tujuan utama untuk berkomunikasi. Untuk menyampaikan pikiran secara

efektif, berbicara harus memahami makna sesuatu hal yang akan

dikomunikasikan. Dia juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya

terhadap para pendengar dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari

segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.

Selain itu, Tarigan (1992:134) mengemukakan bahwa tujuan orang

berbicara adalah untuk:

1) Menghibur

Berbicara yang bertujuan menghibur biasa dilakukan oleh pelawak.

Pembicara berusaha bermain kata-kata untuk menciptakan suasana

yang santai, penuh canda, dan menyenangkan. Tidak semua orang

terampil berbicara yang dapat menghibur orang yang diajak

berbicara atau yang mendengarkan pembicaraannya.

2) Menginformasikan

Tujuan lain dari aktivitas berbicara adalah untuk menyampaikan

informasi. Orang akan lebih mudah menyampaikan atau menerima

informasi secara lisan. Pembicara dengan tujuan menginformasikan

sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti

menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan atau

menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan, dan

menanamkan pengetahuan serta menjelaskan kaitan, hubungan, relasi

antar benda, hal atau peristiwa.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

17

3) Menstimulasi

Seseorang guru sering berbicara kepada muridnya untuk

membangkitkan semangat belajar dan gairah mengerjakan tugas

rumah. Guru berbicara sebagai upaya membangkitkan inspirasi,

kemauan dan minat siswa. Berbicara semacam memiliki tujuan untuk

menstimulasi pendengarnya. Seseorang berbicara juga ada yang

bertujuan meyakinkan atau mengubah sikap pendengarnya.

Berbicara dengan tujuan seperti ini membutuhkan keterampilan

tersendiri, karena jika pembicara cukup terampil akan dapat

mengubah suatu penolakan menjadi penerimaan, tidak setuju

menjadi setuju, permusuhan menjadi persahabatan, dan akan dapat

meyakinkan pendengarnya.

4) Menggerakan pendengarnya

Selain sebagai sarana untuk menghibur, menginformasikan maupun

menstimulasi, tujuan berbicara juga untuk menggerakkan

pendengarnya. Mengggerakkan yang dimaksud sebagai upaya untuk

membuat atau menggerakkan orang agar berbuat, bertindak atau

beraksi seperti yang diinginkan pembicara. Melalui kepiawaian

berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, dan penguasaan

terhadap ilmu jiwa, maka seseorang dapat dengan mudah

menggerakkan pendengarnya untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

berbicara memiliki tujuan untuk berkomunikasi dengan maksud menghibur,

meyakinkan, menginformasikan dan menggerakan orang lain sebagai lawan

bicaranya.

2.1.2.2 Jenis-jenis Berbicara

Santosa, dkk (2008: 6.36) menyatakan bahwa jenis berbicara

berdasarkan situasinya sebagai berikut:

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

18

1) Berbicara formal

Di dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara

formal. Misalnya: pidato, ceramah dan wawancara.

2) Berbicara nonformal

Di dalam situasi nonformal, pembicara harus berbicara secara tidak

formal. Misalnya: bertelepon dan bercakap-cakap.

Bertolak dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis

berbicara menjadi beragam tergantung dari sudut pandang yang digunakan,

tetapi secara garis besar bahwa jenis berbicara yang menjadi hal utama dalam

penelitian ini yaitu berkaitan dengan keterampilan berbicara formal pada mata

pelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan pendapat dari Santosa, dkk (2008

:6.36).

2.1.2.3 Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat

berkomunikasi secara baik, pembicara harus mempunyai kemampuan

berbicara yang baik pula. Oleh karena itu, agar pesan atau gagasan pembicara

dapat diterima oleh pendengar, maka pembicara harus mampu menyampaikan

isi pembicaraan secara baik dan efektif.

Karena setiap komunikasi mengandung tujuan tertentu, apakah untuk

memberitahukan sesuatu termasuk memberitahukan ‘diri’ untuk

mempengaruhi salah satu pihak, untuk bertukar pendapat, untuk memecahkan

suatu masalah, atau sekedar meriting-rintang waktu, maka setiap kontak

komunikasi member efek kepada salah satu atau kedua pihak partisipan. Oleh

sebab itu, di dalam setiap peristiwa komunikasi mempunyai sebab akibat atau

konsekuensi positif dan negatif, baik dan buru.

Sebagaimana diungkapkan oleh Arsjad dan Muti U. S. (1991:87) bahwa

untuk keefektifan berbicara, pembicara perlu memperhatikan faktor

kebahasaan dan nonkebahasaan.

Faktor kebahasaan antara lain: (1) ketepatan ucapan (meliputi ketepatan

pengucapan vocal dan konsonan, (2) penempatan tekanan, (3) penempatan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

19

persendian, (4) penggunaan nada/irama, (5) pilihan kata, (6) pilihan ungkapan,

(7) variasi kata, (8) tata bentukan, (9) struktur kalimat, dan (10) ragam

kalimat.

Faktor nonkebahasaan meliputi: (1) keberanian/semangat, (2)

kelancaran, (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata, (5) gerak-gerik dan

mimik, (6) keterbukaan, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik. Aspek-aspek

kebahasaan dan nonkebahasaan di ata diarahkan pada pemakaian bahasa yang

baik dan benar.

Kedua faktor berbicara tersebut sangat menunjang keberhasilan

seseorang di dalam berbicara (komunikasi) kepada orang lain. Dalam

pembicaraan formal aspek nonkebahasaan sangat diperlukan, karena faktor

nonkebahasaan akan menjadi modal utama dan mempermudah penerapan

faktor kebahasaan. Alangkah baiknya, faktor nonkebahasaan ditanamkan

kepada siswa terlebih dahulu sebelum faktor kebahasaan karena keberanian

dan mental anak sangat berpengaruh terhadap keefektifan berbicara.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

penunjang keefektifan berbicara adalah adanya faktor kebahasaan dan

nonkebahasaan yang keduanya memiliki hubungan erat. Oleh karena itu, agar

dapat berbicara efektif maka faktor-faktor tersebut harus dikuasai dengan baik

dan benar oleh si sumber pembicara.

2.1.2.4 Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD

Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dijabarkan dari kurikulum

menjadi standar kompetensi dasar serta materi-materi pokok pada tiap kelas.

Keterampilan berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar mata

pelajaran Bahasa Indonesia yang harus diajarkan di Sekolah Dasar. Tujuan

pembelajaran berbicara di sekolah adalah agar siswa mampu mengungkapkan

gagasan, pendapat, dan pesan secara lisan. Di samping itu, pengajaran

berbicara di arahkan pada kemampuan siswa untuk berinteraksi dan menjalin

hubungan dengan orang lain secara lisan (Depdikbud, 1994:2).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

20

Standar kompetensi dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan

menyatakan bahwa pembelajaran bahasa diarahkan untuk membantu peserta

didik mengenal diri, budayanya, budaya orang lain, mengemukakan gagasan

dan perasaan, dan berpartisipasi dalam masyarakat. Selain itu, pembelajaran

bahasa diarahkan agar peserta didik menemukan dan menggunakan

kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu,

peserta didik diharapkan dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan

baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis (Depdiknas, 2006: 1).

Dalam proses belajar berbahasa di sekolah, siswa mengembangkan

kemampuan secara vertikal tidak secara horizontal. Maksudnya, siswa telah

dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna.

Makin lama kemampuan tersebut menjadi semakin sempurna dalam arti

strukturnya menjadi sempurna, pilihan katanya semakin tepat, kalimat-

kalimatnya semakin bervariasi.

Pada hakikatnya, berbicara merupakan suatu proses berkomunikasi

sebab di dalamnya terdapat pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat

lain. Bahkan, telah disebutkan bahwa dalam kurikulum tingkat satuan

pendidikan bahwa hakikat pembelajaran berbicara pada dasarnya adalah

menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,

informasi, pengalaman, pendapat, dan komentar dalam kegiatan wawancara,

presentasi laporan, diskusi, protokoler, dan pidato, serta dalam berbagai karya

sastra berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi, dan drama (Depdiknas,

2006: 1).

Pembelajaran keterampilan berbicara di kelas V semester II SD sesuai

KTSP Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) mencakup dua kompetensi

dasar, yaitu (1) mengomentari persoalan faktual disertai alasan yang

mendukung dengan mempertimbangkan dan memperhatikan pilihan kata dan

santun berbahasa, dan (2) memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi dan

ekspresi yang tepat. Sesuai kompetensi dasar yang kedua yaitu berkaitan

dengan memerankan tokoh drama maka dapat diterapkan metode bermain

peran (role playing) sebagai metode pembelajaran drama yang tepat. Selain

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

21

itu, masih terdapat kompetensi dasar berbahasa lainnya yang juga harus

dikuasai dan saling mendukung atau berkaitan.

Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dapat dilakukan dengan

banyak cara. Pembelajaran keterampilan berbicara sangat terkait dengan

pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya. Santosa, dkk (2008 :6.38)

mengemukakan bahwa tujuan keterampilan berbicara di SD adalah melatih

siswa dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk

mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru dapat menggunakan bahan

pembelajaran membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai bahan

pembelajaran berbicara. Misalnya, menceritakan pengalaman yang

mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca dan didengar,

mengungkapkan pengalaman pribadi, bermain peran (role playing), dan

berpidato.

Pengamatan guru terhadap aktivitas berbicara siswa dapat diamati

dengan menggunakan format yang telah dipersiapkan sebelumnya.Faktor-

faktor yang diamati adalah lafal kata, intonasi kalimat, kosakata, tata bahasa,

kefasihan berbicara, dan pemahaman.

Melihat pentingnya tujuan pembelajaran keterampilan berbicara di SD,

maka seharusnya pembelajaran tersebut lebih dioptimalkan dengan mengingat

bahwa keterampilan berbicara bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui

uraian atau keterangan guru saja. Melainkan siswa harus dihadapkan pada

aneka bentuk teks lisan ataupun kegiatan-kegiatan nyata yang

mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi.

Keberhasilan pembelajaran tersebut juga tidak lepas dari bagaimana cara

atau metode yang diterapkan oleh guru dalam menjalankan tugas

pembelajaran keterampilan berbicara. Metode pembelajaran adalah teknik

penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan

pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap,

dipahami dan digunakan siswa dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

keterampilan berbicara di SD berperan penting dalam meningkatkan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

22

keterampilan berbahasa lainnya, sehingga perlu diterapkan cara atau metode

yang tepat dalam pembelajarannya. Salah satu penerapan metode yang dapat

dipilih dalam pembelajaran keterampilan berbicara di Sekolah Dasar (SD)

adalah dengan metode role playing sesuai kompetensi dasar pada kelas 4

semester II.

2.1.2.5 Penilaian Keterampilan Berbicara di SD

Penilaian keterampilan berbicara di SD lebih sulit dilaksanakan

dibanding dengan penilaian keterampilan berbicara lainnya karena persiapan,

pelaksanaan, dan perskorannya memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh

sebab itu, tidak mengherankan jika banyak guru SD yang melaksanakan

kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara tetapi tidak disertai penilaian.

Banyak sekali aspek atau faktor yang harus diidentifikasi dalam

penilaian keterampilan berbicara. Semua itu merupakan masalah penilaian

kemampuan berbicara yang harus dihadapi guru. Namun demikian, upaya

melaksanakan penilaian keterampilan berbicara harus dilaksanakan demi

pencapaian tujuan pembelajaran keterampilan berbicara yang diharapkan.

Berdasarkan fakta bahwa kegiatan berbicara cenderung dapat diamati

dalam konteks nyata saat siswa berbicara, maka dalam kegiatan berbicara

dapat dikembangkan penilaian kinerja yang bertujuan menguji kemampuan

siswa dalam mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilannya (apa yang

mereka ketahui dan dapat mereka lakukan) pada berbagai situasi nyata dan

konteks tertentu.

Arsjad dan Mukti U. S. (1991:86-93) menjelaskan bahwa penilaian

keterampilan berbicara didasarkan pada faktor penunjang keefektifan

berbicara yang sudah dijelaskan pada bagian sub bab sebelumnya, yakni

meliputi faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.

Hal ini dilakukan untuk menghindari kebiasaan penilaian berdasarkan

kesan umum sehingga penilaian didasarkan pada faktor-faktor penunjang

berbicara yang dapat di ukur secara jelas. Selain itu, diungkapkan pula bahwa

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

23

secara garis besar pelaksanaan penilaian keterampilan berbicara dapat

digambarkan sebagai berikut:

1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan berbicara

secara individual atau kelompok dalam waktu tertentu.

2) Guru menentukan faktor-faktor yang dinilai atau diamati

3) Siswa tidak mendapatkan giliran berbicara diberikan tugas mengamati

berdasarkan pedoman penilaian.

4) Guru dan siswa aktif mengamati kegiatan siswa yang sedang berbicara

5) Selesai kegiatan berbicara para pengamat mengemukakan komentarnya.

Guru juga aktif memberikan masukan/komentar untuk pembenahan

kesalahan siswa.

6) Kegiatan berbicara diulang kembali untuk mengetahui perubahan

berbicara setelah terdapat umpan balik.

Mengingat keterampilan berbicara ini memerlukan latihan dan

bimbingan yang intensif dengan waktu yang relativ lama maka penelitian ini

dilakukan dengan menilai dan mengukur beberapa faktor/aspek dalam satu

kegiatan berbicara saja. Tetapi dapat berlanjut dan bertujuan untuk

memperbaiki keterampilan berbicara lainnya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka penulis memberikan

batasan terhadap penelitian keterampilan berbicara siswa kelas 4 SD Negeri 1

Kecamatan Getasan sesuai dengan pendapat dari Maidar G. Arsjad dan Mukti

U. S. Sehingga penilaian yang digunakan untuk mengukur keterampilan

berbicara dalam penelitian pengamatan terhadap keterampilan berbicara siswa.

Pengamatan dilakukan terhadap aspek keterampilan berbicara sewaktu siswa

tampil berbicara dalam bermain peran (role playing) di kelas.

2.1.2.6 Aspek-aspek yang Dinilai dalam Keterampilan Berbicara

Pembelajaran selalu diakhiri dengan penilaian. Hal ini digunakan untuk

mengetahui keberhasilan suatu pembelajaran tersebut. Penilaian sangat

penting dilakukan karena dengan adanya penilaian dapat diketahui

keberhasilan seseorang dalam pembelajaran dan dari hasil yang diperoleh akan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

24

dapat membuat seseorang lebih termotivasi untuk belajar. Penilaian

pembelajaran keterampilan berbicara tentu harus dapat mengukur tujuan

pembelajaran keterampilan berbicara, yakni kemampuan siswa dalam

berbicara sesuai dengan aspek-aspek yang telah ditetapkan.

Suwandi (2008 :15) mengungkapkan bahwa penilaian merupakan suatu

proses untuk mengetahui keberhasilan dari suatu program kegiatan yang

sesuai dengan tujuan atau kriteria, baik itu dari segi aspek proses maupun

hasil. Penilaian yang digunakan untuk menilai pembelajaran keterampilan

berbicara dalam penelitian ini ada dua yaitu penilaian proses pembelajaran

yang berkaitan dengan minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan serta

penilaian hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa.

Adapun masing-masing penjelasan dari keempat kriteria di atas adalah

sebagai berikut ini:

a) Minat

Sudjana (1991:61) menjelaskan bahwa keberhasilan proses

pembelajaran dapat dilihat dalam motivasi belajar siswa yang ditunjukkan

oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Hal ini

dapat dilihat dalam (1) minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran, (2)

semangat siswa untuk mengerjakan tugas-tugas belajarnya, (3) tanggung

jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugasnya, (4) reaksi yang ditunjukkan

siswa terhadap stimulus yang diberikan guru, (5) rasa senang dan puas dalam

mengerjakan tugas yang diberikan.

b) Keaktifan

Seorang guru dalam proses belajar-mengajar harus mengoptimalkan

kadar keaktifan siswa karena guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil

belajar siswa yang optimal. Djamarah (dalam Danik Nofiana, 2008:17)

menjelaskan bahwa dalam proses belajar-mengajar aktivitas siswa yang

diharapkan tidak hanya aspek fisik melainkan juga aspek mental. Siswa

bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas, berdiskusi, menulis,

membaca, membuat grafik, dan mencatat hal-hal penting dari penjelasan guru

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

25

merupakan sejumlah aktivitas anak didik yang aktif secara mental maupun

fisik.

Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: (1) turut serta dalam

melaksanakan tugas belajarnya, (2) terlibat dalam pemecahan masalah, (3)

bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami

persoalan yang dihadapinya, (3) berusaha mencari berbagai informasi yang

diperlukan untuk pemecahan masalah, (4) melaksanakan diskusi kelompok

sesuai dengan petunjuk guru, (5) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil

yang diperolehnya, (6) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah

yang sejenis, (7) kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah

diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapi.

c) Kerjasama

Kerjasama menjadi salah satu aspek penentu keberhasilan penilaian

proses pembelajaran karena dengan kerja sama, siswa dapat aktif dan belajar

secara bersama-sama. Kebersamaan dalam pembelajaran merupakan kerja

sama di antara para siswa untuk mencapai tujuan belajar bersama. Kerja sama

dalam pembelajaran ini diarahkan untuk mengembangkan kemampuan

berkolaborasi untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama.

d) Kesungguhan

Harus disadari bahwa di dalam kehidupan seseorang dalam bekerja

membutuhkan kesungguhan untuk mengerjakannya. Kesungguhan seseorang

dalam melakukan usaha itulah yang menentukan seberapa jauh hasil yang

dicapai.

Begitu pula dalam belajar baik di rumah maupun di sekolah seorang

siswa bila ingin mendapatkan hasil yang baik dan dapat tercapai cita-citanya

maka harus belajar dengan sungguh-sungguh, rajin, tekun, dan giat.

Karena belajar adalah untuk menjadi pandai dalam segala hal baik

dalam bidang ilmu pengetahuan maupun ketrampilan atau kecakapan. Tanpa

kesungguhan dalam belajar, maka mustahil tujuan belajar akan tercapai

dengan baik.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

26

Dalam belajar, kita tidak bisa melepaskan dari beperapa hal yang dapat

mengantarkan keberhasilan dalam belajar. Kesungguhan atau intensitas dalam

belajar merupakan salah satu prinsip belajar agar mendapat hasil yang

maksimal.

Belajar tanpa kesungguhan akan memperoleh hasil yang kurang

memuaskan, selain itu akan bayak waktu dan tenaga yang terbuang

percumah, sebaliknya belajar dengan sungguh-sungguh serta tekun akan

memperoleh hasil yang maksimal dan penggunaan waktu yang efektif.

Menurut S. B. Djamrah, pedoman umum dalam belajar dapat dilakukan

dengan cara belajar dengan teratur, disiplin dan bersemangat, konsentrasi,

pengaturan waktu, istirahat dan tidur yang cukup.

2.1.2.6.1 Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Penilaian dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari sikap siswa

ketika mengikuti pembelajaran. S. Suwandi (2008 :89-90) memaparkan bahwa

sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang

dalam merespons sesuatu atau objek. Sikap juga suatu ekspresi dari nilai-nilai

atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Secara umum, objek

sikap yang perlu diamati dalam proses pembelajaran adalah: (1) sikap

terhadap materi pembelajaran, (2) sikap terhadap guru atau pengajar, (3) sikap

terhadap proses pembelajaran, (4) sikap berkaitan dengan nilai atau norma

yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran.

Sejalan dengan pendapat Sarwiji Suwandi, Mimin Haryati (2007 :38)

menjelaskan bahwa karakteristik ranah afektif yang penting diantaranya

adalah sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.

a) Sikap yang dimaksud di sini adalah sikap terhadap sekolah dan mata

pelajaran.

b) Minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

Minat adalah suatu disposisi yang terorganisasi melalui pengalaman yang

mendorong untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan

keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

27

c) Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu yang bersangkutan

terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki.

d) Nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh

individu untuk mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan.

e) Moral menyinggung akhlak, tingkah laku, karakter seseorang atau

kelompok.

Dari pendapat kedua ahli tersebut, jelas bahwa kriteria penilaian proses

dapat saja dimodifikasi sendiri oleh seorang guru sesuai dengan tujuan dan

kebutuhan siswa. Berdasarkan kenyataan tersebut, dalam penelitian ini peneliti

membuat instrument yang digunakan untuk menilai penilaian proses untuk

siswa. Penilaian proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Format Penilaian Proses Pembelajaran pada Keterampilan

Berbicara Menggunakan Model SAVI dan Metode Role Playing

Berilah tanda check list (√) untuk setiap aspek yang diamati pada kolom di

bawah ini!

No.

Nama

Siswa

Aspek yang Dinilai

Minat Keaktifan Kerjasama Kesungguh

an

Y T Y T Y T Y T

1.

2.

3.

4

5.

6.

7.

8.

9.

Format diadaptasi dari S. Suwandi, (2008:92)

Keterangan :

1) Ya : Siswa yang menunjukkan aspek yang diinginkan

2) Tidak : Siswa yang tidak menunjukkan aspek yang diiginkan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

28

Untuk mencari nilai setiap siswa menggunakan teknik penilaian

yang dikembangkan oleh Foreign Service Institue (FSI) sebagai

berikut:

a) Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai

setiap unsur penilaian yang diperoleh siswa

b) Menghitung jumlah siswa sesuai setiap aspek = Nilai akhir

2.1.2.6.2 Penilaian Hasil Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Suwandi (2008 :39) mengemukakan bahwa penilaian hasil

pembelajaran dapat dilakukan dengan tes, baik tes lisan ataupun tes tertulis.

Pada umumnya tes dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa

dalam mencapai tujuan dalam pembelajaran. Tingkat keberhasilan siswa

dimaksudkan juga sebagai kemampuan siswa yang diperoleh setelah

mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut.

Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa

dalam bentuk uraian dengan menggunakan bahasa sendiri. Tes ini menuntut

siswa untuk berpikir dalam mempergunakan apa yang diketahui yang

berkenaan dengan pertanyaan yang harus dijawab.

Dalam penelitian ini, penilaian pembelajaran bahasa Indonesia

khususnya pada keterampilan berbicara dapat dilakukan dengan

menggunakan tes lisan. Penilaian hasil dalam pembelajaran keterampilan

berbicara ini didasarkan pada hasil pekerjaan siswa dalam bentuk berbicara/

tes lisan dengan pilihan kata yang sesuai dan memperhatikan unsur/aspek

yang membangun sebuah keterampilan berbicara itu sendiri.

Sebagai pedoman untuk penilaian keterampilan berbicara dapat dilihat

pada tabel 2.2 berikut ini:

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

29

Tabel 2.2 Format Lembar Penilaian Hasil Pembelajaran

Keterampilan Berbicara Siswa Menggunakan Model SAVI dan

Metode Role Playing

No.

Nama

Siswa

Aspek yang Dinilai Jumlah

Skor

Nilai

Akhir

Ketuntasan

I II III IV V

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Jumlah

Nilai rata-rata

Nilai Terendah

Nilai Tertinggi

Ketuntasan Klasifikasi

Format diadaptasi dari Arsjad dan Mukti U. S. (1991:86-93)

Keterangan:

Aspek yang dinilai:

I. Lafal

II. Intonasi

III. Kelancaran

IV. Ekspresi Berbicara

V. Pemahaman Isi

Petunjuk penilaian:

1) Nilai setiap aspek yang dinilai dalam berbicara berskala 1 sampai 5

2) Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap

aspek penilaian yang diperoleh siswa.

3) Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus:

x 100 = Nilai Akhir

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

30

4) Nilai rata-rata kelas dihitung dengan rumus:

= Nilai Rata-rata

5) Persentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

x 100% =

Skala penilaian aspek keterampilan berbicara dari tiap-tiap deskripsi

dapat diperinci pada table 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Kriteria Penilaian Hasil Pembelajaran Keterampilan

Berbicara Menggunakan Model SAVI dan Metode Role Playing

No. Aspek

yang

Dinilai

Deskripsi Skor Keterangan

1. Lafal a. Pelafalan sangat jelas

b. Pelafalan jelas

c. Pelafalan cukup jelas

d. Pelafalan kurang jelas

e. Pelafalan tidak jelas

5

4

3

2

1

Sangat Baik

Baik

Cukup Baik

Kurang Baik

Tidak Baik

2. Intonasi a. Intonasi kata/suku kata

sangat tepat

b. Intonasi kata/suku kata tepat

c. Intonasi kata/suku kata

cukup tepat

d. Intonasi kata/suku kata

kurang tepat

e. Intonasi kata/suku kata tidak

tepat

5

4

3

2

1

3. Kelancaran a. Berbicara sangat lancar

b. Berbicara dengan lancar

c. Berbicara cukup lancar

d. Berbicara kurang lancar

e. Berbicara tidak lancar

5

4

3

Persentase

Ketuntasan Klasikal

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

31

2

1

4. Ekspresi

Berbicara

a. Ekspresi berbicara sangat

tepat

b. Ekspresi berbicara tepat

c. Ekspresi berbicara cukup

tepat

d. Ekspresi berbicara kurang

tepat

e. Ekspresi berbicara tidak tepat

5

4

3

2

1

5. Pemahama

n Isi

a. Sangat memahami isi

pembicaraan

b. Memahami isi pembicaraan

c. Cukup memahami isi

pembicaraan

d. Kurang memahami

pembicaraan

e. Tidak memahami isi

pembicaraan

5

4

3

2

1

Penjelasan dari tiap-tiap aspek sebagai berikut:

I. Lafal

Kemampuan melafalkan bunyi kata dijelaskan sebagai berikut:

a. Lafal sangat jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan sangat

jelas yaitu benar-benar dapat dibedakan bunyi konsonan dan vocal

(hampir tidak ada kesalahan).

b. Lafal jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan jelas yaitu

dapat dibedakan bunyi konsonan dan vocal (artikulasi jeas tetapi

sesekali melakukan kesalahan).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

32

c. Lafal cukup jelas: cukup kesulitan mengucapkan bunyi konsonan dan

vocal dengan jelas tetapi masih dapat dipahami pendengar.

d. Lafal kurang jelas: melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami

karena masalah pengucapan yaitu bunyi konsonan dan vocal kurang

jelas untuk dibedakan sehingga memaksa pendengar harus

mendengarkan dengan teliti ucapannya.

e. Lafal tidak jelas: kesulitan (tidak jelas) melakukan bunyi konsonan dan

vocal sehingga kesalahan dalam pelafalan terlalu banyak menyebutkan

bicaranya tidak dapat dipahami dan salah pengertian.

II. Intonasi

Kemampuan memberikan intonasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Intonasi sangat tepat: penempatan tekanan kata/suku kata sangat tepat

sehingga berbicaranya tidak terkesan datar dan membosankan.

b. Intonasi tepat: sedikit sekali kesalahan penempatan tekanan kata/suku

kata, pembicaraan juga tidak terkesan datar.

c. Intonasi cukup tepat: terkadang membuat kesalahan dalam penempatan

tekanan kata/suku kata sehingga cukup terkesan datar.

d. Intonasi kurang tepat: sering tidak memberikan tekanan/suku kata yang

seharusnya mendapatkan intonasi dan cukup membosankan lawan

bicara.

e. Intonasi tidak tepat: sama sekalii tidak ada tekanan kata/suku kata

dalam pembicaraannya dari awal sampai akhir sehingga membosankan

lawan bicara dan keseluruhan bicaranya terkesan datar.

III. Kelancaran

Kemampuan kelancaran berbicara dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Berbicara sangat lancar: berbicara dengan sangat lancar, tidak terputus-

putus, dan tidak terdapat sisipan bunyi ”ee…..” dan sejenisnya.

b. Berbicara lancar: sedikit sekali berbicara dengan terputus tetapi tidak

terdapat sisipan bunyi “ee…..” dan sejenisnya.

c. Berbicara cukup lancar: terkadang berbicara dengan terputus-putus dan

terdapat sisipan bunyi “ee….” dan sejenisnya.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

33

d. Berbicara kurang lancar: berbicara sering terputus-putus dan

menyisipkan bunyi “ee…..” dan sejenisnya.

e. Berbicara tidak lancar: berbicara selalu terputus-putus, banyak

pengucapan sisipan bunyi “ee….” dan sejenisnya, dan sangat

membosankan lawan bicara.

IV. Ekspresi Berbicara

Kemampuan ekspresi berbicara dijelaskan sebagai berikut:

a. Ekspresi berbicara sangat tepat: hampir keseluruhan terdapat

mimik/pantomimik berbicara yang meyakinkan dan komunikatif.

b. Ekspresi berbicara tepat: terkadang menggunakan mimik/pantomimik

berbicara yang dapat membangkitkan perhatian lawan bicara.

c. Ekspresi berbicara cukup tepat: terdapat mimik/pantomimik berbicara

tetapi tidak proporsional (terlalu berlebihan/tidak tepat pada keadaan).

d. Ekspresi berbicara kurang tepat: ragu-ragu dalam memberikan gerak-

gerik (mimik/pantomimik) yang dapat meyakinkan lawan bicara.

e. Ekspresi berbicra tidak tepat: berbicara tanpa ada gerakan, statis, dan

terkesan kaku.

V. Pemahaman Isi

Kemampuan pemahaman isi pembicaraan dijelaskan sebagai berikut:

a. Sangat paham isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik

dan tokoh yang diperankan tanpa kesulitan.

b. Memahami isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik dan

tokoh yang diperankan tetapi sedikit mengalami kesulitan (kekeliruan).

c. Cukup memahami isi pembicaraan: terkadang berbicara tidak sesuai

topik dan tokoh yang diperankan.

d. Kurang memahami isi pembicaraan: sering berbicara tidak sesuai

topik/isi pembicaraan dan tokoh yang diperankan.

e. Tidak memahami isi pembicaraan: selalu berbicara di luar dari topik

dan tokoh yang diperankan, membingungkan lawan bicara.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

34

Dalam penelitian ini, dilakukan pembobotan nilai dengan berdasarkan

pada tujuan atau fokus penilaian, serta melakukan modifikasi berbagai butir

penilaian sesuai dengan tujuan, situasi, dan kondisi yang melatari.

Berdasarkan tabel yang telah dijelaskan di atas, untuk penilaian

keterampilan berbicara terdapat lima aspek penilaian, yaitu aspek pelafalan,

intonasi, kelancaran, ekspresi berbicara dan pemahaman isi.

2.1.3 Hakikat Proses Belajar Keterampilan Berbicara

Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak

untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan

kombinasi yang serasi dari sistem neuromuscular untuk mengeluarkan fonasi

dan artikulasi suara.

Proses bicara melibatkan beberapa system dan fungsi tubuh, melibatkan

system pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks

serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi

dari mulut serta rongga hidung.

Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan

motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba

berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek

motorik yaitu laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring

yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara. Di dalam otak terdapat 3

pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang

mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya

bersifat ekspresif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta

satu pusat lainnya bersifat sekpresif yang mengurus pelaksanaan bahasa lisan

dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem

susunan saraf pusat.

Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area

Wernick, merupakan pusat persepsi auditori-leksik yaitu mengurus

pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan

(verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

35

pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa

tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat

tersebut berhubungan antara satu sama lain melalui serabut asosiasi.

Saat mendengar pembicaraan, maka getaran udara yang ditimbulkan

akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada

membrane timpani. Dari hal tersebut rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang

kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam

terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat

gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII

ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian

jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke

areamotorik di otak yang mengontrol gerakan bicara.

Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara

yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh

gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara

diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ

pendengaran sangat penting.

Dalam proses belajar berbahasa lisan/berbicara, kemampuan

menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik

sesuai yang diharapkan.

https://speechclinic.wordpress.com/2009/04/25/proses-mekanisme-bicara-dan-

bahasa/.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar

berbicara adalah suatu proses perubahan tingkah laku antara berbagai unsur

dan berlangsung seumur hidup yang didorong oleh berbagai aspek seperti

motivasi, emosional, sikap dan lainnya dan pada akhirnya menghasilkan

sebuah tingkah laku yang diharapkan. Sedangkan belajar adalah kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui,

atau keinginan untuk merubah suatu kebiasaan ke arah yang lebih baik.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

36

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keterampilan Berbicara

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara anak

di usia sekolah. Anak-anak yang sedang berada di tahap Sekolah Dasar (SD)

memiliki keterampilan yang berbeda-beda itu dikarenakan stimulasi yang

diterima, lingkungan tempat tinggal, kesehatan, jenis kelamin dan masih

banyak lagi. Keterampilan berbicara mengalami proses belajar yang unik

karena berbicara tersebut digunakan sehari-hari meskipun tanpa proses

informal namun melalui proses formal.

Menurut Tarmasyah (1996) faktor yang mempengaruhi proses

berbahasa dan bicara pada anak/siswa diantaranya.

1. Kondisi Jasmani dan Kemampuan Motorik

Kondisi jasmaniah anak meliputi kondisi fisik sehat, tentunya

mempunyai kemampuan gerakan yang lincah, dan penuh energi. Dengan

demikian anak mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda disekitarnya,

kemudian benda tersebut diasosikan anak menjadi sebuah pengertian. Untuk

selanjutnya pengertian tersebut dilahirkan dalam bentuk bahasa dan di

ucapakan.

Anak yang mempunyai kondisi fisik yang normal akan mempunyai

kosep bahasa yang lebih dari anak yang kondisi fisiknya terganggu. Dengan

demikian kemampuan bahasa dan keterampilan berbicara akan berbeda.

2. Kesehatan Umum

Kesehatan secara umum menujang perkembangan setiap anak termasuk

didalamya kemampuan bahasa dan keterampilan berbicara. Anak yang

berpenyakit tidak mempunyai kebebasan dalam mengenal lingkungan

sekitarnya secara utuh sehingga anak kurang mampu mengekspresikannya.

Namun anak yang sehat akan mampu mengenali lingkungan dan mampu

mengekspresikan secara utuh dalam bentuk bahasa dan berbicara.

Lebih lanjut Tarmansyah (1996: 53) mengatakan “…. adanya gangguan

pada kesehatan anak, akan mempengaruhi dalam perkembangan bahasa dan

bicara. Hal ini terjadi sehubungan dengan berkurangnya kesempatan untuk

memperoleh pengalaman dari lingkungan. Selain itu, mungkin anak yang

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

37

kesehatannya kurang baik tersebut menjadi berkurang minatnya untuk ikut

aktif melakukan kegiatan, sehingga menyebabkan kurangnya input yang

diperlukan untuk membentuk konsep bahasa dan perbendaharaan pengertian.

Menurut Hurlock (1978: 186) faktor yang menimbulkan perbedaan

dalam belajar berbicara tentang kesehatan anak yang sehat akancepat belajar

berbicara ketimbang anak yang tidak sehat, karena ada motivasi untuk

bergabung dengan kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota

kelompok tersebut.

3. Kecerdasan

Kecerdasan pada anak usia dini meliputi fungsi mental intelektual.

Anak yang memiliki intelegensi tinggi akan mampu berbicara lebih awal

sedangkan anak yang memiliki intelegensi rendah akan terlambat dalam

kemampuan berbahasa dan berbicara. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan

bahwa kecerdasan atau intelegensi berpengaruh terhadap kemampuan bahasa

dan bicara.

Menurut Hurlock (1978: 186) anak yang memiliki kecerdasan tinggi

belajar berbicara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang

lebih unggul ketimbang anak yang tingkat kecerdasannya rendah.Berdasarkan

uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kelancaran keterampilan berbicara pada

anak yang memiliki kecerdasan yang baik, umumnya tidak mengalami

hambatan dalam berbahasa dan berbicara.Jadi, kelancaran berbicara

menunjukan kematangan mental intelektual.

4. Sikap lingkungan

Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak

adalah lingkungan bermain baik dari tetangga maupun dari sekolah. Oleh

karena itu lingkungan sangat mempengaruhi bahasa anak, maka lingkungan

dari mana pun bagi anak hendaklah lingkungan yang dapat menimbulkan

minat berkomunikasi anak.

Proses perolehan bahasa anak diawali dengan kemampuan mendengar

kemudian maniru suara yang didengar dari lingkungan. Proses semacam ini,

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

38

anak tidak akan mampu berbahasa dan berbicara jika anak tidak diberi

kesempatan untuk mengungkapkan yang pernah didengarnya.

Oleh karena itu keluarga harus memberi kesempatan kepada anak

belajar dari pengalaman yang pernah didengarnya. Kemudian berangsur-

angsur ketika anak mampu mengekspresikan pengalaman, baik dari

pengalaman mendengar, melihat, membaca dan diungkapkan kembali dalam

bahasa lisan.

5. Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan

bicara. Hal ini dikarenakan sosial ekonomi seseorang memberikan dampak

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan berbahasa dan berbicara. Makanan

dapat mempengaruhi kesehatan. Makanan yang bergizi akan memberikan

pengaruh positif untuk perkembangan sel otak. Perkembangan sel otak inilah

yang akhirnya digunakan untuk mencerna semua rangsangan dari luar

sehingga rangsangan tersebut akan melahirkan respon dalam bentuk

berbahasa dan berbicara. Gambaran tersebut menujukkan bahwa kondisi

sosial ekonomi yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan makanan anaknya

yang memadai.

Menurut Hurlock (1978: 186) anak dari kelompok sosial ekonomi

tinggi lebih mudah belajar berbicara, mengungkapkan dirinya lebih baik, dan

lebih banyak berbicara ketimbang anak dari kelompok yang keadaan

ekonominya lebih rendah. Penyebab utama adalah anak dari kelompok lebih

tinggi lebih banyak didorong unutk berbicara dan lebih banyak di bombing

melakukannya.

6. Kedwibahasaan

Kedwibahasaan atau bilingualisme adalah kondisi dimana seseorang

berada di lingkungan orang lain yang menggunakan dua bahasa atau lebih.

Kondisi demikian dapatlah mempengaruhi atau memberikan akibat bagi

perkembangan bahasa dan berbicara anak. Meskipun ada anggapan bahwa

anak usia dini dapat belajar bahasa yang berbeda sekaligus, namun jika dalam

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

39

penggunaannya bersamaan dan bahasa yang digunakan berbeda, maka hal ini

dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak.

7. Neurologi

Neuro adalah syaraf, sedangakan neurologis dalam berbicara adalah

bentuk layanan yang dapat diberikan kepada anak untuk membantu mereka

yang mengalami gangguan bicara. Oleh karena itu gangguan berbicara

penyebabnya dapat dilihat dari keadaan neurologisnya.

Beberapa faktor neurologis yang mempengaruhi perkembangan bahasa

dan bicara anak menurut Tarmansyyah (1996) adalah meliputi:

1. Bagaimana struktur susunan sarafnya

2. Bagaimana fungsi susunan syarafnya

3. Bagaimana peranan susunan syarafnya

4. Bagaimana syaraf yang berhubungan dengan organ bicaranya

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kondisi yang didapat

menimbulkan perbedaan dalam berbicara dipengaruhi oleh faktor internal

(kemampuan jasmani dan motorik, kecerdasan, dan neurologi) serta faktor

eksternal (kesehatan umum, sikap lingkungan, sosial ekonomi, dan

kedwibahasaan ). Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi proses belajar

siswa dalam berbicara. Faktor internal berkaitan dengan kondisi dalam

dirinya. Sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi lingkungannya.

Kondisi lingkungan adalah keadaan yang ada di sekitar siswa.

Oleh karena itu dalam penelitian ini membantu perkembangan berbicara

siswa pada faktor eksternal yaitu dengan memberikan dorongan kepada siswa

untuk berbicara tanpa ada rasa gugup, takut, malu maupun gemetar ketika

berbicara di depan kelas bersama teman-teman kelompoknya, serta dapat

menjalin hubungan dalam berbicara antar kelompok melalui sebuah model dan

metode pembelajaran SAVI dan Role Playing.

2.1.5 Hakikat Hasil Belajar Keterampilan Berbicara

Hasil belajar mengajar merupakan aktivitas utama di sekolah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada beberapa waktu

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

40

yang terlewati, penulis menemukan ada beberapa aktivitas utama yang

terdapat di sekolah yang berkaitan dengan hasil belajar siswa di SD Negeri

Sumogawe 1 Kecamatan Getasan yang meliputi 3 unsur, yaitu: tujuan

pengajaran, proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa.

Menurut Nana Sudjana (2006 : 22) “ Dalam sistem pendidikan nasional

rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikulum maupun tujuan

instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom

yang secara garis besar membaginya menjadi 3 ranah, yaitu ranah kognitif,

afektif dan psikomotorik”. Ketiga ranah ini digunakan dalam penilaian hasil

belajar pada kurikulum berbasis kompetensi. Ranah kognitif berkenaan

dengan hasil belajar intelektual, ranah afektif berkenaan dengan sikap, dan

ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan

kemampuan bertindak.

Penilaian yang dilakukan dalam kurikulum 2004 adalah penilaian yang

berbasis kompetensi yang berbijak pada konsep belajar tuntas. Pencapaian

hasil belajar mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek

kognitif dilakukan melalui ulangan harian dan ujian. Aspek afektif dilakukan

melalui pengamatan pada lembar pengamatan, sedang aspek psikomotorik

dilakukan melalui ujian praktikum atau unjuk kerja pada pembelajaran

berlangsung (Depdikbud: 2004 : 9-10).

2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Dari faktor internal, pendekatan pembelajaran, metode atau sumber

belajar yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan

terhadap tingkat keterampilan berbicara bagi peserta didik.

Pada umumnya guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan

pendekatan yang konvesional dan miskin inovasi sehingga kegiatan

pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung secara monoton dan

membosankan para pendengarnya khususnya peserta didik, yang seringkali

terjadi dilingkungan saat ini baik di sekolah maupun lingkungan rumah adalah

peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

41

tentang bahasa, artinya adalah apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan

bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan situasi tutur kata, melainkan

diajak untuk mempelajari teori tentang berbicara.

Akibatnya, keterampilan berbicara siswa masih tergolong rendah dan

bahkan hal tersebut bisa menjadi hambatan serius bagi siswa untuk menjadi

siswa yang cerdas, kritis, kreatif dan berbudaya.

Menurut Nurhadi 2000, mengemukakan pendapatnya bahwa guru

bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa,

dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata.

Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran

keterampilan berbicara yang inovatif dan kreatif, sehingga proses

pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif dan menyenangkan. Selain itu,

siswa tidak hanya diajak untuk belajar tentang bahasa secara rasional dan

kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih dalam konteks dan

situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif,

menarik dan menyenangkan. Dengan cara demikian, siswa tidak akan

terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton dan

membosankan.

Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk meningkatkan proses

dan hasil keterampilan berbicara siswa yang dapat memicu terjadinya

peningkatan kemampuan berbicara siswa yang masih tergolong rendah

khususnya bagi siswa kelas 4 SD Negeri Sumogawe 1 Kecamatan Getasan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kridalaksana, ed. 1996: 144)

dijelaskan bahwa berbicara adalah “berkata, bercakap, berbahasa atau bahkan

melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan dan lain sebagainya) atau

berunding.

Sedangkan, sebagai bentuk atau wujudnya, berbicara dinyatakan

sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun

serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sang pendengar atau penyimak.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

42

2.2 Hakikat Model Belajar

Model merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai

pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model dapat dipahami juga

sebagai gambaran tentang keadaan sesungguhnya. Berangkat dari pemahaman

tersebut, maka model pembelajaran dapat dipahami sebagai kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dan terencana dalam

mengorganisasikan proses pembelajaran peserta didik sehingga tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara efektif.

Model pembelajaran juga dapat dipahami sebagai blueprint

(perencanaan) guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan proses

pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi

perancang kurikulum maupun guru dalam merencanakan dan melaksanakan

proses pembelajaran di kelas.

2.2.1 Pertimbangan dalam Memilih Model

Terdapat sejumlah pertimbangan yang mesti dipikirkan guru terkait

dengan pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam

pembelajaran yang akan dilaksanakan. Beberapa aspek yang perlu

dipertimbangkan tersebut disesuaikan dengan pertanyaan apa yang akan

dititikberatkan dalam pembelajaran (apakah outcome, content atau process)

1. Hasil (Outcome)

Apabila guru memutuskan untuk mengarahkan pada hasil pembelajaran,

maka guru tersebut perlu merumuskan beberapa petanyaan sebagai berikut:

a. Apa yang di harapkan dari peserta didik sebagai hasil akhir dari

pembelajaran

b. Jenis pengetahuan dan motivasi seperti apa yang diharapkan guru dari

peserta didik sebagai hasil dari pembelajaran

c. Jenis keterampilan seperti apa yang diharapkan guru dapat dipraktikkan

oleh peserta didik

d. Sikap dan nilai-nilai apa saja yang perlu dan seharusnya dimiliki oleh

peserta didik

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

43

e. Mengapa guru mengharuskan peserta didik untuk mempelajari materi

pembelajaran tersebut

f. Pengetahuan, sikap dan keterampilan apa saja yang diperlukan oleh peserta

didik sehingga guru akan lebih mudah untuk memberikannya

g. Bagaimana caranya agar guru mengetahui bahwa peserta didik dapat

mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang sesuai dengan

harapan guru tersebut.

2. Isi / Materi (Content)

Apabila guru memutuskan untuk menitikberatkan proses pembelajaran

pada content pembelajaran, maka guru perlu merumuskan beberapa

pertanyaan sebagai berikut:

a. Apa saja materi inti yang perlu dipahami peserta didik untuk mendukung

hasil belajar yang diharapkan

b. Apa yang menjadi sumber-sumber belajar yang dapat dimanfaatkan untuk

mendukung materi pembelajaran

c. Kemampuan berpikir peserta didik seperti apa yang perlu dinilai dan

bagaimana caranya guru mlakukan penilaian tersebut. Mengapa hal

tersebut penting untuk dilakukan

d. Kekeliruan pemahaman dan konsepsi seperti apa yang umumnya terjadi

dalam penyampaian materi yang dilakukan

e. Bagaimana cara dapat meminimalisasikan atau mengurangi kekeliruan

pemahaman dan konsepsi kepada peserta didik.

3. Proses (Process)

Apabila guru memutuskan untuk menitikberatkan pada proses

pembelajaran, maka guru perlu merumuskan beberapa pertanyaan sebagai

berikut:

a. Strategi apa yang diperlukan agar peserta didik dapat lebih mudah

memahami pembelajaran yang dilakukan

b. Bagaimana peserta didik dapat mengembangkan keterampilan-

keterampilannya

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

44

c. Bagaimana peserta didik dapat mengembangkan sikap dan nilai yang

diperlukan

d. Bagaimana struktur pengorganisasian kelas yang harus kembangkan untuk

mendukung terjadinya proses pembelajaran yang efektif

e. Apa saja jenis atau bentuk strategi pembelajaran yang menjadi penekanan

jika dikaitkan dengan jenis sikap, keterampilan dan pengetahuan yang

dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan

f. Bagaimana merancang dan mengorganisasikan materi pembelajaran agar

peserta didik mudah mempelajarinya

g. Apakah peserta didik memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

diperlukan untuk mendukung strategi pembelajaran yang benar

h. Seberapa banyak waktu, ruang serta sumber belajar yang guru gunakan

dalam mendukung strategi pembelajaran

i. Apakah strategi pemotivasian dapat dikembangkan untuk mempercepat

tumbuhnya rasa percaya diri peserta didik

j. Bagaimana caranya untuk mengetahui bahwa pembelajaran yang

dilaksanakan berlangsung optimal dan sesuai dengan apa yang

direncanakan.

Gambar 2.1 Pertimbangan dalam Memilih Model Pembelajaran

Proses

Hasil

Isi

Pertim-

bangan

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

45

2.2.2 Model Pembelajaran SAVI

2.2.2.1 Penggunaan Model Pembelajaran SAVI

Meier (2000) merupakan seorang pendidik, trainer sekaligus penggagas

model accelerated learning. Salah satu model pembelajarannya apa yang

dikenal dengan SAVI (Somatic Auditory Visualization Intellectually). Berikut

ini adalah cara-cara yang bisa menjadi starting point guru dalam

melaksanakan pembelajaran SAVI.

S = Somatic Learning by Doing

A = Auditory Learning by Hearing

V = Visual Learning by Seeing

I = Intellectually Learning by Thinking

Seluruh pikiran dan tubuh dalam pembelajaran bahasa sangat

membantu peserta didik untuk menciptakan suatu aktivitas yang kreatif

dengan atau melalui bahasa. Kreativitas berbahasa itu akan semakin bermakna

apabila memungkinkan mereka berinteraksi secara positif dengan siswa

lainnya sehingga suasana akan tampak lebih komunikatif dan penuh sehingga

proses pembelajaran keterampilan berbicara dapat tercapai.

Dengan begitu, seorang siswa akan mendapatkan berbagai pelajaran

dari siswa lain sehingga memperkaya pengetahuan dan keterampilan

berbahasa mereka. Selain itu, dari munculnya berbagai aktivitas yang mereka

lakukan akan terjalinnya interaksi dengan siswa lain, maka akan menghasilkan

dan tercipta suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan untuk belajar

bahasa (Eri Sarimanah, 2009).

2.2.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Model SAVI

Kelebihan dari model SAVI adalah: (1) SAVI membuat siswa tidak

hanya duduk di kursi dan diam, tetapi membuat mereka beraktivitas dengan

menggunakan seluruh alat indera dan pikiran, (2) pembelajaran tidak hanya

terpusat oleh gur, (3) pembelajaran menjadi lebih menyenangkan karena

banyak aktivitas yang dilakukan sehingga akan terhindar dari rasa bosan, (4)

lebih leluasa dalam menggunakan berbagai macam media dan metode.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

46

Segala sesuatu yang diciptakan di dunia ini pasti memiliki kelebihan

dan kelemahan. Begitu juga dengan model pembelajaran SAVI, kelemahan

dari model SAVI adalah: (1) pembelajaran yang melibatkan semua indera dan

pemikiran membutuhkan kemampuan yang lebih sehingga kemungkinan

penerapan kedua pokok tersebut akan mengalami kesulitan, (2) sarana

prasarana yang digunakan akan lebih banyak, (3) pembelajaran membutuhkan

persiapan yang lebih matang disegala aspek, dan (4) membutuhkan pengaturan

kelas yang lebih baik oleh guru agar siswa terlibat aktif dalam mengikuti

pembelajaran.

2.2.3 Hakikat Metode Belajar

Metode belajar merupakan salah satu sarana dan cara yang sering

digunakan oleh seorang pengajar maupun pembimbing untuk meningkatkan

dan memfasilitasi para peserta didik dalam bentuk kegiatannya untuk

mencapai suatu tujuan pembelajaran agar terjadi sesuai harapan.

Winarno Surcahmad mengatakan bahwa pemilihan dan penentuan

metode dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu latar belakang anak didik,

tujuan yang ingin dicapai, situasi yang ada, fasilitas yang tersedia dan kualitas

guru.

Perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang dianggap paling

baik diantara metode-metode yang lain (Surachmad 2004: 2). Tiap metode

mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan

masing-masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu,

pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat

untuk situasi yang lain.

Demikian pula dengan suatu metode yamg dianggap baik untuk suatu

pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum

tentu berhasil dibawakan oleh guru.

Adakalanya seorang guru juga perlu menggunakan beberapa metode

dalam menyampaikan suatu pokok bahasan tertentu agar penyajian pengajaran

didalam kelas menjadi lebih hidup.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

47

2.2.4 Fungsi Metode Pembelajaran

Penggunaan metode mengajar dalam pembelajaran ditinjau dari segi

prosesnya memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut ( Nana Sudjana, 74):

a. Sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap

pembelajaran harus bertujuan, sehingga dalam proses

pembelajarannya akan memerlukan suatu cara dan teknik yang

memungkinkan dapat tercapainya tujuan tersebut.

b. Sebagai gambaran aktivitas yang harus di tempuh oleh siswa dan

guru dalam kegiatan pembelajaran

c. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan alat penilaian

pembelajaran. Karakteristik metode pembelajaran dapat dijadikan

pertimbangan untuk penilaian.

d. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan bimbingan dalam

kegiatan pembelajaran, apakah dalam kegiatan pembelajaran

tersebut perlu diberikan bimbingan secara individu atau kelompok

2.2.5 Penggunaan Metode Role Playing

Dalam role-play, peserta melakukan tawar-menawar antara ekspetasi-

ekspetasi sosial suatu peran tertentu, interpretasi dinamik mereka tentang

peran tersebut, dan tingkat dimana orang lain menerima pandangan mereka

tentang peran tersebut. Sebagaimana seorang siswa yag memiliki pengalaman

peran dalam kehidupannya, biasanya dapat melakukan role-play.

Menurut pendapat Van Ments, 1994 dalam bukunya mengemukakan

bahwa penggunaan role playing dapat membuktikan diri sebagai suatu media

pendidikan yang ampuh, dimana saja terdapat peran-peran yang dapat

didefinisikan dengan jelas, yang memiliki interaksi yang mungkin dieksplorasi

dalam keadaan yang bersifat simulasi (skenario). Hasil dari interaksi pembuat

peran dengan skenario, individu-individu, atau teman lain dalam kelas atau

kedua-duanya belajar sesuatu tentang seseorang, problem atau situasi yang

spesifik dari bidang studi tersebut.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

48

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menyajikan metode

role-play guru sebelumnya harus menguasai langkah pembelajaran. Karena

apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan bukan saja dapat

memberi kesan yang kurang baik bagi peserta didik maupun penonton namun

sekaligus dapat mengakibatkan pada tujuan pembelajaran tidak tercapai sesuai

harapan.

2.2.5.1 Pengertian Metode Role Playing (Bermain Peran)

Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang

di dalamnya ada tujuan, aturan, dan edutainment (Fogg, 2001). Dalam role

playing, siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat

itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali

dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas di mana pembelajar

membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran

orang lain.

Pada role playing, titik tekannya terletak pada keterlibatan emosional

dan pengamatan indra ke dalam suatu situasi permasalahan yang secara nyata

dihadapi oleh siswa. Siswa diperlakukan sebagai subjek pembelajaran yang

secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab)

bersama teman-temannya pada situasi tertentu.

Dalam dimensi sosial, metode ini memudahkan individu untuk bekerja

sama dalam menganalisis kondisi sosial, khususnya masalah kemanusiaan.

Metode ini juga menyokong beberapa cara dalam proses pengembangan sikap

sopan dan demokratis dalam menghadapi masalah. Esensi role playing adalah

keterlibatan partisipan dan peneliti dalam situasi permasalahan dan adanya

keinginan untuk memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang

dihasilkan dari keterlibatan langsung.

Role playing berfungsi untuk (1) mengeksplorasi perasaan siswa, (2)

mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan

persepsi siswa, (3) mengembangkan skill pemecahan masalah dan tingkah

laku, dan (4) mengeksplorasi materi pelajaran dengan cara yang berbeda.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

49

Adapun sintak dalam pembelajaran keterampilan berbicara

menggunakan moetode role playing adalah sebagai berikut:

Berdasarkan buku Wikipedia (2012) menyebutkan bahwa role-playing

adalah sebuah permainan yang para pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh

khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama.

Jill Hadfield (dalam Santoso, 2011) menyatakan bahwa role playing

adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan

sekaligus melibatkan unsur senang.

Hadari Nawawi (dalam Kartini, 2007) menyatakan bahwa bermain

peran (role playing) adalah mendramatisasikan cara bertingkah laku orang-

orang tertentu dalam posisi yang membedakan peranan masing-masing dalam

suatu organisasi atau kelompok di masyarakat.

Sehubungan dengan itu, Santoso (2011) mengatakan bahwa metode

role playing adalah adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran

melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.

Dengan kata lain bahwa metode pembelajaran role playing adalah suatu

metode pembelajaran dengan melakukan permainan peran yang di dalamnya

terdapat aturan, tujuan, dan unsur senang dalam melakukan proses belajar-

mengajar.

Menurut Amri (2010: 194) role playing merupakan salah satu model

pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang

berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship),

terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.

Menurut Dananjaya mengenai role playing, (2011: 122) adalah

gambaran tentang suatu kondisi/paradigm tertentu pada satu hal di dalam

masyarakat. Lewat ‘skenario’, pelaku yang berlaku tanpa memberikan

informasi verbal apapun akan terlihat respon siswa/teman lain sesama aktor.

Taniredja (2011: 39), berpendapat bahwa role playing merupakan

metode mengajar yang mendramatisasikan suatu situasi sosial yang

mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu

masalah yang muncul dari suatu situasi sosial.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

50

Role playing juga diorganisasi berdasarkan kelompok-kelompok siswa

yang heterogen. Masing-masing kelompok memerankan/menampilkan

skenario yang telah disiapkan guru.

Selain itu, role playing juga dapat diartikan sebagai suatu aktivitas

pembelajaran yang terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan

pendidikan yang spesifik.

2.2.5.2 Tujuan Metode Role Playing

Menurut pendapat Sumiati (2009: 100), pada bukunya mengenai tujuan

metode role playing adalah menggambarkan suatu peristiwa masa lampau.

Atau dapat pula cerita dimulai dengan berbagai kemungkinan yang terjadi

baik kini maupun mendatang. Kemudian ditunjuk beberapa orang siswa untuk

melakukan peran sesuai dengan tujuan cerita.

Sedangkan menurut Amri (2010: 194) tentang tujuan metode role

playing adalah peserta didik mencoba mengeksporasi hubungan-hubungan

antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga

secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-

perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai dan berbagai pemecahan masalah.

Dari penjelasan diatas mengenai tujuan role playing (bermain peran)

pada pembelajaran keterampilan berbicara adalah bertujuan untuk

memerankan materi ajar yang diharapkan nantinya siswa dapat menerima dan

menyerap materi yang diajarkan oleh guru.

Adapun alasan pemilihan metode role playing adalah dengan

pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih tepat yaitu lebih efektif dan lebih

efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

Karena menurut penulis, role playing merupakan salah satu metode

yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk membantu pemahaman mereka pada

mata pelajaran Bahasa Indonesia sesuai harapan para guru.

Melalui penerapan metode ini diharapkan siswa mampu memfokuskan

pikiran, kemampuan, dan pengetahuan yang mereka miliki ke dalam perannya

sehingga siswa akan lebih mudah mengorganisasikan ide-ide dan gagasannya

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

51

dalam bahasa lisan. Selain itu dengan penerapan metode ini role playingyang

efektif dan efisien tersebut diharapkan agar siswa mampu memerankan dari

karakter tokoh yang diperankan.

Metode role playing dikatakan efektif karena penerapan metode

bermain peran/sosiodrama akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan

karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Selain itu,

siswa dapat menghilangkan perasaan takut dan malu karena mereka dapat

tampil bekerja sama dengan anggota kelompoknya.

Sedangkan dikatakan efisien, dimungkinkan karena proses belajar di

SD lebih banyak dilakukan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil

bermain. Permainan adalah hal paling menarik untuk anak-anak usia Sekolah

Dasar.

Berdasarkan uraian di atas sejalan dengan pendapat Roestiyah

(2008:22). Metode role playing (bermain peran) memiliki kelebihan sebagai

berikut: menyenangkan bagi siswa, menarik minat siswa dalam belajar,

motivasi siswa dalam belajar akan meningkat, rasa percaya diri siswa

meningkat, dan siswa memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan

sebagainya.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode role playing

(bermain peran) merupakan salah satu metode pembelajaran yakni peserta

didik melakukan kegiatan memainkan peran tokoh lain dengan penuh

penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu kasus yang sedang

dibahas sebagai materi pembelajaran pada saat itu.

2.2.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing

Dalam pelaksanaan role playing (bermain peran) memiliki kelebihan

dan kelemahan yang harus diketahui oleh guru sebelum menerapkan metode

ini.

Adapun kelebihan dalam metode role playing ini menurut Roestiyah

(2008: 93) adalah sebagai berikut:

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

52

1. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai

kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama

2. Siswa lebih tertarik perhatiannya pada saat pembelajaran

3. Melatih siswa untuk aktif selama pembelajaran sedang berlangsung

4. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar

mudah dipahami

5. Memunculkan rasa tanggung jawab terhadap peran yang dilakoni

6. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar

mudah dipahami orang lain.

7. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa pada waktu

melakukan permaianan.

Sedangkan menurut Hamalik (2012: 2014) kelebihan model role

playing, yaitu waktu bermain peran siswa dapat bertindak dan

mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa mengkhawatirkan

mendapatkan sangsi. Bermain peran memungkinkan para siswa

mengidentifikasikan situasi-situasi dalam dunia nyata dan dengan ide-ide

orang lain.

Dilihat dari kelebihan-kelebihan bermain peran yang dikemukan di atas,

dapat disimpulkan bahwa berhasilnya pemeran tersebut bergantung pada

kegiatan yang dilakukan siswa terutama pada analisis sebagai tindak

lanjutnya.

Adapun kelemahan metode role playing menurut Afroh (2012) adalah

sebagai berikut:

1. Bermain peran (role playing) memakan waktu yang banyak

2. Peserta didik sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara

baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan

baik

3. Bermain peran (role playing) tidak akan berjalan dengan baik jika suasana

kelas tidak mendukung

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

53

4. Peserta didik yang tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak

akan melakukan secara sungguh-sungguh, dan

5. Tidak semua materi pelajaran dapat menerapkan metode ini.

Berdasarkan pernyataan di atas mengenai kelemahan dari penggunaan

metode role playing, maka salah satu solusi yang tepat digunakan ketika

menerapkan metode role playing dalam pembelajaran adalah guru sebelumnya

mempersiapkan setting waktu, waktu yang dipilih guru hendaknya tidak

memakan waktu mata pelajaran lain.

Jika pun memakan waktu mata pelajaran lain, guru yang hendak

menerapkan metode role playing ini sebelumnya harus meminta

ijin/persetujuan kepada guru bersangkutan sehingga hal tersebut tidak

mengganggu terlaksananya mata pelajaran berikutnya.

Setting tempat, tempat yang luas/terlihat tidak sempit akan

memudahkan peserta didik dalam mengekspresikan gaya sehingga

memudahkan peserta didik dalam memerankan peran sesuai karakter masing-

masing.

Mengingat bahwa penguasaan gaya/ekspresi yang ditunjukkin peserta

didik sangat menentukan dalam kriteria penilaian. Selain itu, guru juga terlebih

dahulu menyampaikan masalah yang hendak diperankan oleh siswa sebelum

melakukan perannya. Sehingga dalam pelaksanaan dalam penggunaan metode

role playing siswa maupun guru tidak mengalami kendala.

2.2.6 Alasan Penggunaan Model SAVI

Meier (2000) merupakan seorang pendidik, trainer sekaligus penggagas

model accelerated learning. Salah satu model pembelajarannya adalah apa

yang dikenal dengan SAVI (Somatic Auditory Visualization Intellectualy).

Menurut Meier, guru hendaknya menerapkan cara belajar somatic, auditori,

visual, dan intelektual dalam pembelajarannya. Artinya belajar tidak secara

otomatis meningkat dengan adanya orang-orang berdiri dan bergerak di sekitar.

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

54

Akan tetapi menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual

dan penggunaan semua indera dapat memiliki efek mendalam pada

pembelajaran.Cara belajar yang demikian disebut SAVI.

Komponen yang mudah diingat dalam SAVI antara lain: (1) somatic,

yang berati belajar dengan cara bergerak dan berbuat; (2) auditori, yaitu belajar

dengan cara berbicara dan mendengarkan; (3) visual, yaitu belajar dengan cara

mengamati dan menggambarkan; (4) intelektual, yang berarti belajar dengan

memecahkan masalah dan mencerminkan. Keempat model pembelajaran harus

dihadirkan untuk terjadinya proses pembelajaran yang optimal. Karena semua

elemen ini terintegrasi, jenis terbaik dari pembelajaran akanterjadi jika

keempatnya digunakan secara bersamaan.

Berpijak dari kondisi nyata yang dialami, maka dalam melakukan

sebuah pembelajaran dengan tujuan meningkatkan keterampilan berbicara

siswa, guru hendaknya mampu menyajikan keempat elemen tersebut dalam

pembelajaran sehingga diharapkan hasil belajar siswa juga dapat meningkat.

Dalam penggunaan model SAVI ini, tentu merupakan solusi yang tepat

untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami siswa. Karena model

SAVImemberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui aktivitas

fisik, mendengar dan berbicara, mengamati, serta memecahkan masalah.

Dalam penerapannya pun, model pembelajaran SAVI sangat efektif ketika di

padukan dengan satu metode yaitu metode bermain peran (role playing).

Menurut Meier (2005) empat unsur SAVI dalam satu peristiwa

pembelajaran semuanya diterapkan dengan baik maka pembelajaran dapat

dapat berjalan dengan optimal. Misalnya, orang dapat belajar sedikit dengan

menyaksikan presentasi (V) tetapi mereka dapat melakukan sesuatu ketika

presentasi berlangsung (S), membicarakan apa yang sedang mereka pelajari

(A), dan memikirkan cara menerapkan informasi dalam presentasi tersebut

pada pekerjaan mereka (I), atau mereka dapat memecahkan masalah (I) jika

mereka secara simultan menggerakkan sesuatu (S) untuk menghasilkan

pictogram atau pajangan tiga dimensi (V) sambil membicarakan apa yang

sedang mereka kerjakan (A).

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

55

Bertolak dari pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model

SAVI memungkinkan siswa untuk terampil dalam berbicara sehingga dalam

keterampilan berbicara seluruh siswa diharapkan dapat aktif dan dapat

memanfaatkan seluruh indera pada diri mereka.

2.2.7 Alasan Penggunaan Metode Role Playing

Penggunaan metode role playing yang akan diterapkan oleh seorang

guru dalam pembelajaran tentu didasarkan adanya alasan atau pertimbangan.

Alasan tersebut dimungkinkan bahwa metode role playing sangat tepat untuk

mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu.

Dalam penggunaan metode role playing dapat digunakan untuk

meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik karena dalam bermain

peran itu sendiri, peserta didik diharuskan untuk terampil berbicara kepada

lawan bicaranya atau pemeran lainnya.

Menurut B. Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2009:341) ada

dua alasan seorang guru memutuskan untuk menggunakan metode role playing

dengan sekelompok siswa. Salah satunya adalah untuk memulai program

pendidikan sosial yang sistematis, role playing banyak menyediakan materi

untuk didiskusikan dan dianalisis. Untuk itu, sebuah masalah dalam situasi

tertentu mugkin akan dipilih. Alasan yang kedua adalah untuk memberi saran

pada sekelompok siswa dalam menghadapi sebuah masalah keseharian. Role

playing bisa memunculkan permasalahan untuk diteliti siswa dan membantu

siswa memecahkan masalah.

Penanaman dan pengembangan aspek nilai, moral, dan sikap siswa akan

lebih mudah dicapai apabila siswa secara langsung mengalami (memerankan)

peran tertentu, dari pada hanya mendengarkan penjelasan ataupun melihat dan

mengamati saja. (http://www.scribd.com/doc/13065635/Metodemetode-

pembelajaran). Penjelasan tersebut cukup memberikan alasan kuat bahwa

penggunaan metode role playing dapat mengembangkan aspek sikap atau

kepribadian siswa menjadi lebih baik. Pengalaman dengan melakukan

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

56

langsung (bermain peran) tentu akan lebih membekas pada diri peserta didik

daripada hanya melihat atau mendengarkan saja.

Brown (2005) menyatakan bahwa pembelajaran sosiodrama (bermain

peran) merupakan model belajar yang menciptakan pemahaman yang

mendalam mengenai sistem sosial yang membentuk kita secara individu dan

kolektif.

Sosiodrama (bermain peran) adalah model pembelajaran bermain peran

untuk memecahkan berbagai masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial,

hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba,

gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan

untuk memberikan pemahaman dan penghayatan masalah sosial serta

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalahnya

(Depdiknas, 2008).

Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

alasan penggunaan metode role playing yaitu metode ini dapat memupuk jiwa

sosial anak dan membantu siswa dalam memecahkan masalaha kehidupannya

serta mengembangkan aspek nilai, moral dan sikap siswa.

2.2.8 Langkah-langkah Model Pembelajaran SAVI

Suatu model pembelajaran dikatakan berhasil dengan baik apabila

dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran tersebut.

Dalam melaksanakan pembelajaran dengan model Somatic, Auditory, Visual,

Intellectualy (SAVI). Ada empat tahapan dalam rencana pembelajaran SAVI

(Meier, 2013). Kerangka perencanaan pembelajaran SAVI dapat direncanakan

dan dikelompok dalam empat tahap, antara lain:

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

57

Tabel 2.4 Sintak Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Menggunakan Model SAVI

Gaya Belajar

SAVI

Aktivitas

Somatis Siswa bergerak ketika mereka:

1. Membuat model dalam suatu proses atau prosedur

2. Menciptakan, gaya pictogram atau pariferalnya

3. Memperagakan suatu proses, system, atau seperangkat

konsep

4. Mendapatkan pengalaman, kemudian menceritakan

dan merefleksikannya

5. Menjalankan pelatihan belajar aktif, (simulasi,

permainan belajar dan lain-lain)

Auditor Berikut ini gagasan-gagasan awal untuk meningkatkan sarana

auditori dalam belajar:

1. Siswa diajak membaca keras-keras dari buku panduan

mengenai materi yang akan disajikan

2. Menceritakan kisah-kisah yang mengandung materi

pembelajaran yang terkandung di dalam buku

pembelajaran yang dibaca mereka (contoh: kehidupan

nyata)

3. Mintalah siswa berpasang-pasangan membincangkan

secara terperinci apa yang baru saja mereka pelajari

dan bagaimana mereka akan menerapkannya

Visual Hal-hal yang dapat dilakukan agar pembelajaran lebih visual

adalah:

1. Bahasa yang penuh gambar (metafora, analogi)

2. Penilaian presentesi pada saat siswa mulai

mempresentasikan

3. Bahasa tubuh yang dramatis

4. Pengamatan lapangan

Intelektual Aspek intelektual yang diamati dalam belajar akan terlatih

jika kita membuat pembelajaran tersebut dalam aktivitas

seperti:

1. Memecahkan masalah

2. Menganalisis pengalaman

3. Memilih gagasan kreatif

4. Mencari dan menyaring informas

5. Menciptakan makna pribadi

2.2.9 Langkah-langkah Metode Role Playing

Berikut adalah daftar beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh

guru sebelum masuk kelas dan memulai role playing:

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

58

Tabel 2.5 Sintak Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Menggunakan Metode Role Playing

Tahap Pertama Memanaskan Susana

Kelompok

Tahap Kedua Memilih Partisipan

1. Mengidentifikasikan dan

memaparkan masalah

2. Menjelaskan masalah

3. Menafsirkan masalah

4. Menjelaskan role playing

1. Menganalisis peran

2. Memilih pemain yang akan

melakukan peran

Tahap Ketiga Mengatur

Setting

Tahap Keempat Mempersiapkan

Peneliti

1. Mengatur sesi-sesi tindakan

2. Kembali menegaskan peran

3. Lebih mendekat pada situasi

yang bermasalah

1. Memutuskan apa yang akan

dicari

2. Memberikan tugas

pengamatan

Tahap Kelima Pemeranan Tahap Keenam Berdiskusi dan

Mengevaluasi

1. Memulai role play

2. Mengukuhkan role play

3. Menyudahi role play

1. Mereview pemeranan

(kejadian, posisi, kenyataan)

2. Mendiskusikan focus-fokus

utama

3. Mengembangkan pemeranan

selanjutnya

Tahap Ketujuh Memerankan

Kembali

Tahap Kedelapan Diskusi dan

Evaluasi

1. Memainkan peran yang

diubah, member masukan

atau alternatif perilaku dalam

langkah selanjutnya.

1. Sebagaimana dalam tahap

enam

Tahap Kesembilan Berbagi dan Menggeneralisasikan Pengalaman

Menghubungkan situasi yang bermasalah dengan kehidupan di dunia nyata

serta masalah-masalah yang baru muncul. Menjelaskan prinsip umum dalam

tingkah laku

Sumber: berdasar buku Fannie Shafthel dan George Shaftel, Role Playing of

Social Value (Englewood Cliffs, N. J. ; Pretice-Hall, Inc. 1967)

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

59

Berdasarkan pendapat dari ahli di atas, bahwa dalam menyajikan dan

menerapkan metode role playing di kelas maka yang harus diperhatikan yaitu

dengan berpedoman pada langkah-langkah pembelajaran dalam penerapan role

playing.

Selain mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan serta langkah-

langkah dalam metode role playing dalam pelaksanaannya. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam melaksanakan metode pembelajaran menggunakan role

playing menurut Roestiyah (2008: 91) adalah:

1. Guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkan

teknik ini, bahwa dengan metode ini siswa diharapkan dapat

memecahkan masalah sosial yang aktual di lingkungan masyarakat.

2. Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat

anak.

3. Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa

menceritakan sambil mengatur adegan yang pertama

4. Jelaskan pada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya, sehingga

mereka tahu tugas perannya, menguasai masalahnya dengan

bermimik ataupun berdialog

5. Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan

kalimat pertama dialog

6. Setelah role playing itu dalam situasi klimaks, maka harus

diberhentikan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah

dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada

kesempatan untuk berpendapat, meniai permainan dan sebagainya.

7. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya

belum dipecahkan.

Maka, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

pelaksanaannya guru harus mempertimbangkan tahap-tahap perencanaan agar

dalam pencapaiannya pendekatan dari metode role playing dapat berlangsung

sesuai harapan.

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

60

2.3 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian peningkatan keterampilan berbicara dengan menggunakan

model SAVI dan metode Role Playing siswa kelas 4 SD Negeri 1 Kecamatan

Getasan ini tidak terlepas dari penelitian sebelumnya.

Penelitian yang relevan menggunakan model pembelajaran SAVI

dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar pernah dilakukan

Arif dengan judul penelitian “Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan

di Kelas IV SDN 17 Blengorkulon”. Penelitian ini berhasil mencapai suatu

perbaikan dalam kategori baik karena mempunyai nilai rata-rata skor 73,40.

Selain penelitian dari Arif, ada lagi sebuah penelitian yang relevan,

yaitu penelitian Nurhatim (2009) yang berjudul “Penggunaan Metode Role

Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Isi Cerpen Siswa

Kelas X SMA Darul Singosari”. Jenis penelitian ini adalah PTK, dengan tujuan

untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara siswa dalam hal

menceritakan isi cerpen melalui penerapan metode role playing. Adapun

aspek-aspek yang di tingkatkan, yaitu: (1) kemampuan menceritakan cerpen

pada aspek kebahasaan yang mencakup intonasi, jeda, pilihan kata/diksi,

struktur kalimat; (2) aspek nonkebahasaan yang meliputi keberanian,

kelencaran, ekpresi/mimic; dan (3) aspek isi meliputi kerincian, kesesuaian,

kelengkapan dan kejelasan.

Nurhatim melakukan penelitian ini dalam dua siklus dengan hasil yang

menunjukkan bahwa penerapan metode role playing dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam menceritakan isi cerpen yang meliputi peningkatan

aspek kebahasaan dan nonkebahasaan pada setiap siklusnya secara signifikan.

Persamaan dari penelitian Nurhatim dengan penelitian ini yaitu terletak pada

jenis penelitian dan metodenya yakni penelitian tindakan kelas (PTK), serta

sama-sama menerapkan metode role playing. Hanya saja ada sedikit perbedaan

pada objek kajian penelitiannya, penilitian yang dilakukan oleh peneliti

bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa secara umum

menggunakan model SAVI (Somatic Auditory Visualization Intellectually),

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

61

sedangkan penelitian Nurhatim untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

menceritakan isi cerpen.

Selain itu, Siti Markhumah. 2009. Meningkatkan kemampuan berbicara

melalui metode bermain peran. Dilaksanakan di SDN No. 30 Kota Selatan

Gorontalo. Permasalahan dalam penelitian tersebut, yakni apakah melalui

metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa Kelas

IV SDN No. 30 Kota Selatan Gorontalo? Tujuan penelitian ini adalah untuk

meningkatkan keterampilan berbicara siswa Kelas IV SDN no. 30 Kota Selatan

Gorontalo.

Hasil pelaksanaan diketahui bahwa pada pelaksanaan siklus I presentase

keberhasilan mencapai 50% yang memperoleh kriteria baik, serta 50% yang

memperoleh kriteria cukup atau kurang baik. Sedangkan pada siklus II

diperoleh 25% yang berkriteria sangat baik dan 75% yang berkriteria baik.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan metode bermain

peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa di SDN No. 30 Kota

Selatan Gorontalo.

Bertolak dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan

menggunakan model SAVI dan metode role playing, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa peneliti lebih termotivasi dalam menerapkan model SAVI

dan metode role playing untuk meningkatkan proses dan hasil belajar

keterampilan berbicara pada siswa kelas 4 SD Negeri 1 Kecamatan Getasan.

Sesuai dengan permasalahan dan kondisi yang ada di sekolah yang menjadi

tempat penelitian.

Menurut pendapat Meier (2003), mengenai model pembelajaran SAVI

bahwa model pembelajaran ini akan memberikan dampak yang optimal jika

dalam implementasinya berpedoman terhadap langkah-langkah pembelajaran.

Sedangkan menurut pendapat B. Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun

(2009) bahwa metode role playing menyediakan materi untuk didiskusikan dan

dianalisi oleh siswa. Dalam situasi tersebut tentu akan memberikan gambaran

pada sekelompok siswa dalam menghadapi sebuah masalah/persoalan yang

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

62

sedang dialaminya. Penerapan metode role playing juga dapat meningkatkan

keterampilan berbicara siswa khususnya pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia.

2.4 Kerangka Pikir

Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang harus

diajarkan dan dikuasai oleh siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar di

Sekolah Dasar (SD), karena keterampilan berbicara bermanfaat bagi siswa

(khususnya siswa SD) untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan

baik serta mengembangkan kemampuan siswa dalam berbahasa.

Berdasarkan hasil observasi awal (prasiklus) yang telah dilakukan oleh

peneliti menunjukkan bahwa hasil belajar keterampilan berbicara siswa kelas 4

SD pada Negeri Sumogawe 1 Kecamatan Getasan diidentifikasikan masih

mengalami kesulitan dan tergolong rendah. Pembelajaran keterampilan

berbicara yang selama ini dilakukan di dalam kelas masih mengalami beberapa

hambatan yang dapat menyebabkan rendahnya keterampilan tersebut.

Penyebab rendahya keterampilan berbicara tersebut antara lain sebagai berikut:

(1) Siswa kurang berminat dan termotivasi dalam kegiatan berbicara. (2) Sikap

ketika berbicara dalam kegiatan berbicara siswa terlihat tegang dan kurang

rileks. Sehingga siswa masih kesulitan dalam mengucapkan bahasa lisan yang

akan disampaikan. (3) Kurangnya latihan keterampilan berbicara yang

diterapkan dalam pembelajaran. (4) Proses pembelajaran keterampilan

berbicara yang diterapkan guru masih menggunakan metode konvesional

sehingga mengurangi minat dan antusias bagi siswa, serta (5) Siswa masih

malu ketika diminta berbicara di depan kelas.

Bertolak dari permasalahan di atas, diperlukan suatu tindakan dengan

menggunakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk

meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Salah satu metode yang dapat

diterapkan adalah metode bermain peran (role playing). Dengan metode

pembelajaran ini, keterampilan berbicara siswa diharapkan dapat meningkat

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

63

karena metode ini menyajikan cara yang lebih efektif dan efisien untuk

membantu siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara.

Dikatakan efektif, karena penerapan metode bermain peran akan lebih

menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik

berbicara secara berkelompok. Dikatakan efisien, karena dengan bermain peran

siswa seolah-olah dihadapkan pada situasi belajar sambil bermain, pada

umumnya permainan merupakan hal paling menarik untuk anak-anak usia

Sekolah Dasar.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataan kehidupan yang ada dimuka

bumi ini terdiri atas beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing

mempunyai bahasa daerahnya sendiri-sendiri, tetapi kenyataan itu tidaklah

mengurangi penghargaan orang-orang tersebut terhadap bahasa nasional,

bahasa Indonesia.

Sebagian besar orang bahwa bahasa daerah adalah bahasa pertama yang

dikenal dalam lingkungannya. Bahasa daerah juga sering digunakan di

lingkungan keluarga maupun daerah masing-masing (desa ataupun kampung).

Kemudian setelah memasuki bangku sekolah, orang-orang mulai berkenalan

dengan bahasa Indonesia. Jadi, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua bagi

masyarakat Indonesia maupun peserta didik.

Bagi orang-orang, bahasa Indonesia itu sukar-sukar mudah. Dikatakan

bahasa Indonesia itu mudah sebenarnya sukar. Namun, bila dikatakan sukar,

dalam kehidupan/pergaulannya setiap hari orang-orang sering menggunakan

bahasa itu sendiri. Hal inilah yang seringkali menjadi pertanyaan dan

permasalahan bagi orang lain.

Orang-orang pada umumnya menganggap bahasa Indonesia itu mudah

karena setiap hari mereka mendengar orang lain menggunakannya, setiap hari

berjumpa dengan orang-orang yang berbeda-beda bahasa dan budayanya,

bahkan setiap hari berbicara menggunakan bahasa yang sesuai dengan

lingkungannya masing-masing, serta menerima pesan secara singkat maupun

instan yang tertulis dalam bahasa Indonesia. Namun, hal itu masih dirasakan

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

64

sulit bagi orang-orang/mereka yang tidak memahami dengan benar mengenai

tata bahasa Indonesia yang sebenarnya.

Bisa dikatakan bahwa telinga dan matanya sudah kerapkali mendengar

dan melihat penulisan maupun ujaran yang dibuat dalam bentuk bahasa

Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan orang-orang berpendapat bahwa

bahasa Indonesia dianggap mudah. Padahal, ketika berjumpa atau berbicara

dengan orang lain masih banyak tutur kata atau ucapannya yang belum

sepenuhnya dimengerti oleh orang lain. Hal ini terjadi dikarenakan adanya

faktor internal yang sering diabaikan oleh seseorang dalam berkomunikasi.

Penggunaan metode role playing (bermain peran) sangat cocok untuk

pelajaran bahasa Indonesia dalam upaya meningkatkan keterampilan berbicara

siswa. Karena, dengan metode ini akan menuntut siswa untuk dapat mengerti

dan memhami konsep materi yang akan dipelajari. Dengan demikian, dalam

belajar siswa tidak hanya dapat menghafal melainkan siswa juga dapat

menghayati peran-peran yang dimainkan pada saat kegiatan bermain peran

dilakukan.

Pemilihan metode dan model yang tepat sangat menunjang keberhasilan

dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pemanfaatan model dan metode yang

digunakan diharapkan dapat merangsang siswa untuk dapat aktif dalam

pembelajaran sehingga nantinya akan menghasilkan hasil belajar yang juga

memuaskan para guru maupun peserta didik sendiri.

Tetapi, kenyataan yang terjadi setelah melakukan observasi di SD

Negeri Sumogawe 1 Kecamatan Getasan, masih terlihat kondisi siswa yang

kurang kondusif dan aktif selama pembelajaran sedang berlangsung.

Pada kondisi akhir diharapkan terdapat peningkatan dari proses belajar

hingga hasil belajar keterampilan berbicara. Peningkatan ini akan ditandai

dengan target akhir sebanyak 80% dari jumlah siswa kelas 4 yang ada

mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditetapkan atau batas ketuntasan

dalam pembelajaran keterampilan berbicara

Oleh sebab itu, berdasarkan penjelasan diatas, peneliti memberikan

suatu solusi supaya pembelajaran bahasa Indonesia dapat menarik perhatian

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

65

seluruh peserta didik khususnya di kelas 4 SD Negeri Sumogawe 1 Kecamatan

Getasan agar dapat aktif dalam proses pembelajaran, yaitu dengan penerapan

metode Role Playing menggunakan model SAVI (Somatic Auditory

Visualization Intellectualy) untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa

pada mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya di SD Negeri Sumogawe 1

Kecamatan Getasan.

Adapun bagian kerangka berpikir dapat dilihat di bawah ini sebagai

berikut:

Gambar 2.2 Kerangka berpikir menggunakan model SAVI dan metode

Role Playing pada proses dan hasil pembelajaran keterampilan

berbicara.

Sebelum

Tindakan

Tindakan

Tindakan

Akhir

Guru belum menerapkan Model

SAVIdan metode Role Playing

dalam pembelajaran

keterampilan berbicara

Proses dan hasil

pembelajaran keterampilan

berbicara siswa masih

rendah

Guru

menggunakanModelSAVIdan

Metode role playingdalam

pembelajaran keterampilan

berbicara

Dengan menggunakan model SAVI dan metode Role Playing

dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran

keterampilan berbicara siswa kelas 4 SD Negeri 1

Kecamatan Getasan

1. Siswa aktif dan saling

bekerjasama pada saat

pembelajaran

keterampilan berbicara

2. Kesungguhan dan minat

siswa pada pembelajaran

keterampilan berbicara

meningkat

3. Guru dapat

membangkitkan motivasi

siswa dalam

pembelajaran

keterampilan berbicara.

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11160/2/T1... · sering dipraktekkan dalam ... pidato, ceramah dan wawancara. 2) Berbicara nonformal

66

2.5 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir

sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

penelitian tindakan kelas yaitu “Penerapan model pembelajaran SAVI dengan

metode Role Playing (bermain peran) diduga dapat meningkatkan proses dan

hasil belajar keterampilan berbicara siswa kelas 4 SD Negeri Sumogawe 1

Kecamatan Getasan Semester II Tahun Ajaran 2015-2016”.