6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Model Project Based Learning (PjBL) Project Based Learning (PjBL) adalah sebuah model pembelajaran yang inovatif. PjBL memberi kebebasan pada peserta didik untuk bereksplorasi merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif dan berkelompok yang pada akhirnya menghasilkan suatu karya/hasil produk yang orisinil dan baru. (Cord et al., dalam Rais (2010:4). PjBL membantu peserta didik mengembangkan berbagai kemampuan seperti intelektual, sosial, emosional, dan moral (Bas, G., 2010:11). Menurut Thomas, dkk, 1999 (dalam Wena, 2009) Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri. Tujuannya agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. H.S. Barrows (1982) menyatakan bahwa masalah dapat digunakan sebagai permulaan atau titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang baru. Menurut Arends (dalam Abbas, 2000), bahwa pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
20
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Model ...€¦ · mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Model Project Based Learning (PjBL)
Project Based Learning (PjBL) adalah sebuah model
pembelajaran yang inovatif. PjBL memberi kebebasan pada peserta
didik untuk bereksplorasi merencanakan aktivitas belajar,
melaksanakan proyek secara kolaboratif dan berkelompok yang pada
akhirnya menghasilkan suatu karya/hasil produk yang orisinil dan
baru. (Cord et al., dalam Rais (2010:4). PjBL membantu peserta didik
mengembangkan berbagai kemampuan seperti intelektual, sosial,
emosional, dan moral (Bas, G., 2010:11).
Menurut Thomas, dkk, 1999 (dalam Wena, 2009) Pembelajaran
Berbasis Proyek (Project Based Learning) merupakan model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada
pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut
peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat
keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri. Tujuannya
agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang
dihadapinya.
H.S. Barrows (1982) menyatakan bahwa masalah dapat
digunakan sebagai permulaan atau titik awal untuk mendapatkan atau
mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang baru.
Menurut Arends (dalam Abbas, 2000), bahwa pertanyaan dan
masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
7
a. Autentik, yaitu: masalah harus berakar pada kehidupan di dunia
nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu
tertentu.
b. Jelas, yaitu: masalah dirumuskan dengan jelas dalam arti, tidak
menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya
mempersulit proses pemahaman para siswa.
c. Mudah dipahami, yaitu: masalah yang diberikan hendaknya
mudah dipahami oleh siswa
d. Luas sesuai dengan tujuan pembelajaran, yaitu: masalah yang
disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya
masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan
diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia.
Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan
pada tujuan pembelajaran yang telah diterapkan.
e. Bermanfaat, yaitu: masalah yang disusun dan dirumuskan
haruslah bermanfaat baik bagi siswa maupun sebagai guru.
Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta membangkitkan
motivasi belajar siswa.
Adapun langkah-langkah dalam Project Based Learning
sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational
Foundation (2003:9) dalam Marinda (2013), adalah sebagai berikut.
a. Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start
with the big question)
Pembelajaran dimulai dengan sebuah pertanyaan driving question
yang dapat memberi penugasan pada peserta didik untuk
melakukan suatu aktivitas. Topik yang diambil hendaknya sesuai
dengan realita dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi
mendalam.
8
b. Merencanakan proyek (design a plan for the project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan
peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapakan akan
merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang
aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam
menjawab pertanyaan esensial dengan mengintegrasikan berbagai
subjek yang mendukung, serta menginformasikan alat dan bahan
yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek.
c. Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule)
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal
aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Waktu penyelesaian
proyek harus jelas, dan peserta didik diberi arahan untuk
mengelola waktu yang ada. Biarkan peserta didik mencoba
menggali sesuatu yang baru, akan tetapi guru juga harus tetap
mengingatkan apabila aktivitas peserta didik melenceng dari
tujuan proyek. Proyek yang dilakukan oleh peserta didik adalah
proyek yang membutuhkan waktu yang lama dalam
pengerjaannya, sehingga guru meminta peserta didik untuk
menyelesaikan proyeknya secara berkelompok di luar jam
sekolah. Ketika pembelajaran dilakukan saat jam sekolah, peserta
didik tinggal mempresentasikan hasil proyeknya di kelas.
d. Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the
progress of the project)
Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap
aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring
dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap
proses. Dengan kata lain, guru berperan sebagai mentor bagi
aktivitas peserta didik. Guru mengajarkan kepada peserta didik
bagaimana bekerja dalam sebuah kelompok. Setiap peserta didik
dapat memilih perannya masing-masing dengan tidak
mengesampingkan kepentingan kelompok.
9
e. Penilaian terhadap produk yang dihasilkan (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur
ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan
masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang
tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh peserta didik, serta
membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran
berikutnya. Penilaian produk dilakukan saat masing-masing
kelompok mempresentasikan produknya di depan kelompok lain
secara bergantian.
f. Evaluasi (evaluate the experience)
Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik
melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang
sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu
maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama
menyelesaikan proyek.
2.1.1.1. Karakteristik Model Project Based Learning
Menurut Buck Institute for Education (BIE) (dalam susanti, 2008),
karakteristik Project Based Learning mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:
1. Isi difokuskan pada ide-ide siswa, yaitu dalam membentuk gambaran
tersendiri, bekerja keras atas topik-topik yang relevan dan minat
siswa yang seimbang dengan pengalaman siswa sehari-hari.
2. Kondisi, maksudnya adalah kondisi untuk mendorong siswa agar
lebih mandiri, yaitu dalam mengelola tugas dan waktu belajar.
Sehingga dalam belajar siswa mencari sendiri sumber informasi
tambahan dari berbagai referensi seperti buku maupun internet.
3. Aktivitas adalah suatu strategi yang efektif dan menarik, yaitu dalam
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan
masalah-masalah menggunakan kecakapan. Aktivitas juga merupakan
10
bangunan dalam mengagas pengetahuan siswa dalam mentransfer dan
menyimpan informasi dengan mudah.
4. Hasil adalah penerapan hasil yang produktif dalam membantu siswa
mengembangkan kecakapan belajar dan mengintegrasikan dalam
belajar yang sempurna, termasuk strategi pemecahan masalah. Juga
termasuk kecakapan tertentu, disposisi, sikap dan kepercayaan yang
dihubungkan dengan pekerjaan produktif, sehingga secara efektif
dapat menyempurnakan tujuan yang sulit untuk dicapai dengan
model-model pembelajaran yang lain.
2.1.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Model Project Based Learning
Anatta (dalam Susanti, 2008) menyebutkan beberapa kelebihan
dan kekurangan dari model Project Based Learning diantaranya sebagai
berikut:
a) Kelebihan model Project Based Learning
1. Meningkatkan motivasi, dimana siswa tekun dan berusaha
keras dalam mencapai proyek dan merasa bahwa belajar dalam
proyek lebih menyenangkan daripada komponen kurikulum
yang lain.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai
sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis
proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil
memecahkan problem‐problem yang kompleks.
3. Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam
proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan
keterampilan komunikasi. Teori‐teori kognitif yang baru dan
konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena
sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan
kolaboratif.
4. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, bila
diimplementasikan secara baik maka siswa akan belajar dan
11
praktik dalam mengorganisasi proyek, membuat alokasi waktu
dan sumber‐sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.
b) Kekurangan model Project Based Learning
1. Kondisi kelas agak sulit dikontrol dan mudah menjadi ribut
saat pelaksanaan proyek karena adanya kebebasan pada siswa
sehingga memberi peluang untuk ribut dan untuk itu
diperlukannya kecakapan guru dalam penguasaan dan
pengelolaan kelas yang baik.
2. Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup masih
saja memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pencapaian
hasil yang maksimal.
2.1.2. Edmodo
Salah satu aplikasi internet yang bisa digunakan untuk media
pembelajaran online adalah Edmodo. Edmodo adalah media sosial yang
sering digambarkan sebagai Facebook untuk sekolah, dan dapat
berfungsi lebih banyak sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Nurita (2013), Edmodo adalah social network berbasis
lingkungan sekolah (school based environment). Dikembangkan oleh
Nicolas Borg and Jeff O’Hara, Edmodo adalah platform pembelajaran
yang aman bagi guru, siswa dan sekolah berbasis sosial media. Edmodo
menyediakan cara yang mudah bagi kelas untuk berkolaborasi antara
siswa dan guru, saling berbagi konten pendidikan, mengelola proyek,
tugas dan menangani pemberitahuan setiap aktivitas.
Menurut Wirda, dkk (2014), Edmodo merupakan situs yang
memungkinkan guru membentuk kelas virtual, forum diskusi, agenda
pembelajaran, tugas terstuktur, kuis, pemeriksaan tugas, dan pemberian
reward. Edmodo merupakan salah satu media pembelajaran berbasis
web yang dapat digunakan untuk mengontrol aktivitas siswa baik oleh
12
guru maupun orangtua. Penggunaan Edmodo dapat melibatkan keluarga
dan sekolah untuk saling membantu siswa dalam belajar.
Menurut Basori (2013), Edmodo merupakan salah satu open
source gratis yang berusaha mengimbangi perkembangan facebook.
Perbedaannya hanya Edmodo lebih digunakan di dalam dunia
pendidikan. Sehingga fitur yang adapun mendukung pengelolaan
pembelajaran secara terintegratif.
2.1.2.1. Kelebihan dan Kekurangan Edmodo
a. Menurut Umaroh (2012, dalam Basori, 2013), adapun
kelebihan dari Edmodo sebagai berikut:
1. Membuat pembelajaran tidak bergantung pada waktu
dan tempat.
2. Meringankan tugas guru untuk memberikan penilaian
kepada siswa.
3. Memberikan kesempatan kepada orangtua/wali siswa
untuk memantau aktivitas belajar dan prestasi dari
putra-putrinya.
4. Membuat kelas lebih dinamis karena memungkinkan
interaksi guru dengan siswa maupun antara siswa
dengan siswa dalam hal pelajaran atau tugas.
5. Memfasilitasi kerja kelompok yang multidisiplin.
6. Mendorong lingkungan virtual kolaboratif yang
membantu pembelajaran berbasis proses.
b. Sedangkan kekurangan dari jejaring Edmodo, sebagai
berikut:
1. Penggunaan bahasa program yang masih berbahasa
inggris, sehingga terkadang menyulitkan guru dan
siswa.
2. Belum tersedia sintaks online secara langsung pada
Edmodo.
13
2.1.3. Minat belajar
Minat belajar siswa merupakan salah satu kunci keberhasilan
proses belajar menggunakan metode ini. Minat adalah suatu
kecendrungan yang agak menetap dalam subyek sehingga ia merasa
tertarik pada bidang tertentu dan merasa berkecimpung dalam hal itu
(W.S Winkel, dalam Besty, 2010).
Minat memiliki manfaat sebagai pendorong dalam mencapai
prestasi. Dengan minat belajar, siswa akan berhasil memahami materi
pelajaran dan akan mengingat-ingat materi pelajaran yang diberikan
oleh guru. Sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal atau menjawab pertanyaan dari guru.
William James (dalam Keke, 2008) mengatakan bahwa minat
siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan
belajar siswa. Pengertian minat menurut Witherington (dalam Keke,
2008), minat adalah suatu kesadaran seseorang terhadap suatu objek,
seseorang, suatu soal atau situasi tertentu yang mengandung sangkut
paut dengan dirinya atau dipandang sebagai sesuatu yang sadar. Dengan
kesadaran akan suatu objek maka siswa dapat mengekplorasi dan
menemukan keterkaitan antara masalah-masalah yang dihadapinya,
sehingga dapat membentuk suatu pola pikir yang kritis dalam
menyikapi suatu masalah.
Menurut Besty (2012), Guru dapat memperhatikan hal-hal kecil
yang menunjukkan bahwa siswa memiliki minat yang cukup terhadap
pelajaran, antara lain ialah:
1.) Melalui pekerjaan rumah
Secara sekilas, guru dapat menilai minat siswa melalui pekerjaan
rumah. Siswa yang memiliki minat terhadap pelajaran tersebut,
akan mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan kepadanya
dengan baik.
14
2.) Diskusi
Diskusi yang diciptakan dalam ruang kelas dengan teman sebaya
dapat memberi petunjuk mengenai minat mereka dan seberapa
kuat minat tersebut. Jadi, dalam berdiskusi siswa tersebut akan
antusias dan berprestasi.
3.) Memberi pertanyaan
Apabila proses belajar mengajar berlangsung dengan aktif, artinya
siswa aktif bertanya dan pertanyaan tersebut sesuai dengan materi
yang diterangkan oleh guru. Hal tersebut menunjukkan bahwa
siswa memiliki minat terhadap pelajaran tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi minat siswa adalah faktor
dalam (sifat pembawaan seseorang) dan faktor dari luar (seperti
keluarga, sekolah, masyarakat atau lingkungan).
Untuk membentuk minat siswa dalam mempelajari sesuatu, dapat
dilakukan dengan pendekatan terhadap apa yang disukai oleh siswa,
dan juga pendekatan terhadap apa yang menjadi kebiasaan sehari-hari
yang dilakukan oleh siswa. Jika minat siswa sudah terbentuk maka
siswa akan lebih mudah dalam memahami suatu masalah, dan lebih
semangat untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang
dihadapinya. Siswa akan melakukan proses belajar dengan tenang dan
rilex, dan mampu mengungkapkan pendapatnya dalam hal penyelesaian
masalah tanpa terpatok oleh teori saja, bahkan siswa dapat
mengembangkan pola pikirnya untuk menyelesaikan masalahnya secara
lebih kreatif.
2.1.4. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar dapat dianalisis secara perorangan maupun
per kelas. Pembelajaran dikatakan tuntas apabila peserta didik telah
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) baik secara individual
maupun klasikal (Mulyasa, 2006: 254). KKM ditetapkan oleh satuan
15
pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di
satuan pendidikan.
2.1.4.1. KKM Individual
Peserta didik dianggap telah memenuhi ketuntasan belajar
apabila telah menguasai sekurang-kurangnya sama dengan KKM yang
ditetapkan oleh satuan pendidikan tersebut. Hasil belajar dalam
kemampuan pemecahan masalah peserta didik dikatakan memenuhi
KKM individual apabila peserta didik tersebut memperoleh nilai lebih
dari atau sama dengan 75.
2.1.4.2. KKM Klasikal
Kelas dianggap telah memenuhi ketuntasan belajar apabila
sekurang-kurangnya 75% dari banyaknya peserta didik menguasai
materi (Muslich, 2010:19). Jadi dapat dikatakan hasil belajar dalam
kemampuan pemecahan masalah peserta didik memenuhi ketuntasan
klasikal apabila sekurang-kurangnya 75% dari peserta didik yang
berada pada kelas tersebut memperoleh nilai lebih dari atau sama
dengan 75.
2.1.5. Berfikir Kreatif
Menurut Laksmi (2012), berpikir kreatif dapat didefinisikan
sebagai kemampuan berpikir untuk menemukan atau menghasilkan atau
mengembangkan gagasan atau hasil yang asli (orisinal), estetis,
konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, yang
penekanannya ada pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya
dalam menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau
menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir. Aktivitas berpikir
kreatif memungkinkan lebih dari satu jawaban untuk menjawab
berbagai permasalahan. Pentingnya kemampuan berpikir kreatif untuk
dikembangkan juga tercermin pada tujuan pendidikan nasional UU
Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 yaitu untuk berkembangnya
potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
16
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (Laksmi, 2012).
Menurut S.C. Utami Munandar (1990), karakteristik berpikir
kreatif ada dua macam, yaitu:
1. Ketrampilan berpikir kreatif (aptitude) ialah ciri-ciri yang
berhubungan dengan proses berpikir. Ciri-ciri tersebut antara lain:
a. Ketrampilan berpikir lancar (fluency), adalah mencetuskan
banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah dan
pertanyaan, memberikan banyak cara atau saran untuk
melakukan berbagai hal serta selalu memikirkan lebih dari
satu jawaban.
b. Ketrampilan berpikir luwes (flexibility), adalah
menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang
bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang
yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah
yang berbeda-beda, serta mampu mengubah cara
pendekatan atau cara pemikiran.
c. Ketrampilan berpikir orisinal (originality), adalah mampu
melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara
yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri serta mampu
membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari
bagian-bagian atau unsur-unsur.
d. Ketrampilan memperinci (mengelaborasi), adalah mampu
memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau
produk, dan menambahkan atau merinci secara detail dari
suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik.
e. Ketrampilan menilai (mengevaluasi), adalah menentukan
apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau
suatu tindakan bijaksana, mampu mengambil keputusan