-
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011 : 22).
Kemampuan-
kemampuan yang dimiliki tiap siswa tentu berbeda karena
pengalaman belajar
yang dialami antara siswa satu dengan siswa lain juga berbeda.
Aspek
perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran
yang
dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow yang mencakup tiga
aspek
yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel dalam
Purwanto,
2008:45).
Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono
(2009:
6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah
kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotoris.
1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar
intelektual.
2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.
3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak.
Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil
pengukuran
bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun
non tes.
Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian
kompetensi hasil
belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan
dinyatakan dalam
aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar
kognitif.
Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S.
Bloom yang
telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan
R.W.
de Maclay ds ( Wardani, NS dkk, 2010:3.21) adalah menghafal
(Remember),
memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis
(Analize),
mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (create).
-
8
Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil
belajar adalah kemampuan yang didapat oleh siswa setelah
mengalami
pembelajaran di kelas yang mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria
dalam
mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat
diperoleh dari
aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat
diartikan sebagai
kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka
pada
suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil
pengukuran akan selalu
berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa
alat ukur
standar seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk
ukuran-ukuran
subyektif yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal,
“sebentar lagi”, dan lain-
lain (Endang Poerwanti, dkk,2008:1-4). Menurut Cangelosi (1995)
yang
dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk
mengumpulkan
informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Jadi
pengukuran
memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara
membandingkan
sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang
dihasilkan adalah
data kuantitatif atau data angka. Untuk menetapkan angka dalam
pengukuran,
perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam
dunia
pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur
kemampuan
siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala
sikap dan
angket.
Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur
hasil
belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar.
Teknik yang dapat
digunakan untuk mengukur hasil belajar ada 2 yaitu tes dan non
tes.
1. Tes Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan
pertanyaan yang
harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus
dipilih/ditanggapi, atau tugas-
tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk
mengukur suatu
aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan
pembelajaran aspek tersebut
adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes berasal dari bahasa
Perancis yaitu
-
9
“testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari
material lain
seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Kemudian diadopsi
dalam psikologi dan
pendidikan untuk menjelaskan sebuah instrumen yang dikembangkan
untuk dapat
melihat dan mengukur dan menemukan peserta tes yang memenuhi
kriteria
tertentu. Cronbach (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan tes
sebagai “a systematic
procedure for observing a person’s behavior and describing it
with the aid of a
numerical scale or category system”. Menurut Ebster’s Collegiate
(dalam
Arikunto, 1995), tes adalahserangkaian pertanyaan atau latihan
atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensia, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008:1-5), tes adalah seperangkat
tugas
yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus
dijawab oleh peserta
didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap
cakupan
materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran
tertentu.
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk
memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut
pendidikan yang setiap
butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang
dianggap
benar (Suryanto Adi, dkk, 2009). Dari beberapa definisi di atas
peneliti
menyimpulkan, tes adalah sejumlah pertanyaan atau soal-soal yang
harus dijawab,
dilakukan dalam waktu tertentu dan memiliki tujuan tertentu guna
mengukur
kemampuan seseorang.
Tes sangat bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut
Endang
Poerwanti, dkk (2008:4-5) terdapat lima jenis-jenis tes, salah
satunya adalah jenis
tes berdasarkan bentuk jawabannya, yaitu:
a. Tes esei (Essay-type test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan
gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan
cara
mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
b. Tes jawaban pendek
Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta
tes diminta
menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi
memberikan
-
10
jawaban-jawaban pendek , dalam bentuk rangkaian kata-kata
pendek, kata-
kata lepas, maupun angka-angka.
c. Tes objektif
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang
diperlukan untuk
menjawab tes telah tersedia.
2. Non Tes Teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta
didik pada ranah
afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih
menekankan pada
aspek kognitif. Ada beberapa macam tekhnik non tes, yaitu: unjuk
kerja
(performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas
kelompok, laporan,
ujian praktik dan portofolio.
Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada
instrumen
butir-butir soal apabila cara pengukurannya menggunakan tes,
apabila
pengukurannya dengan cara mengamati atau mengobservasi akan
menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi,
pengukuran
dengan cara/teknik skala sikap akan menggunakan instrumen
butir-butir
pernyataan.
Besarnya hasil belajar dalam penelitian ini akan diukur melalui
teknik
(tes obyektif dan tes esay) dan non tes (unjuk kerja berupa
diskusi
berpasangan dan presentasi).
2.2.2 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Latar Belakang IPS
Ilmu Pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata
pelajaran
pokok yang diajarkan dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB.
Pengetahuan sosial mengkaji seperangkat fakta, peristiwa, konsep
dan
generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia
untuk
membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan
lingkungannya
berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk
masa kini,
dan antisipasi untuk masa yang akan datang (Depdiknas, 2003).
Pada jenjang
-
11
SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah,
Sosiologi, dan
Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan
untuk dapat
menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung
jawab,
serta warga dunia yang cinta damai.
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan
berat
karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan
setiap saat.
Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk
mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi
sosial
masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang
dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan
terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan
dalam
kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan
peserta didik
akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada
bidang ilmu
yang berkaitan.
Tujuan Pembelajaran IPS
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan
sebagai berikut.
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis,
rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam
kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
dan
kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional,
dan
global.
Ruang Lingkup Pembelajaran IPS
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai
berikut.
-
12
1. Manusia, tempat, dan lingkungan 2. Waktu, keberlanjutan, dan
perubahan 3. Sistem sosial dan budaya
4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh setiap peserta didik,
kemampuan
peserta didik yang standar dinamakan Standar Kompetensi (SK).
Secara lengkap
yang dimaksud dengan SK adalah kualifikasi kemampuan minimal
peserta didik
yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang
diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada
suatu mata pelajaran
atau kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu
sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu
pelajaran. Standar
kompetensi ini selanjutnya akan diperinci ke dalam Kompetensi
Dasar (KD).
Kompetensi dasar ini merupakan sejumlah kemampuan yang harus
dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan
penyusunan indikator
kompetensi dalam suatu pelajaran. Secara rinci SK dan KD untuk
mata pelajaran
IPS kelas V semester II ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut
:
Tabel 2.1
SK dan KD untuk Mata Pelajaran IPS Kelas V, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam
mempersiapkan dan mempertahankaan kemerdekaan Indonesia
2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa
penjajahan Belanda dan Jepang
2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan
kemerdekaan
2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan
kemerdekaan
http://www.dhanay.co.cc/2010/10/pengertian-indikator.htmlhttp://www.dhanay.co.cc/2010/10/pengertian-indikator.htmlhttp://www.dhanay.co.cc/2010/10/pengertian-indikator.html
-
13
2.2.3 Model Pembelajaran Cooperative Script
Model pembelajaran kooperatif pada dasarnya mengandung
pengertian
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam kerja atau
membantu diantara
sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok yang
terdiri dari
dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat
dipengaruhi oleh
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pola
hubungan seperti itu
memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang
dapat mereka
lakukan untuk keberhasilannya, berdasarkan kemampuan dirinya
sebagai individu
atau peran serta anggota lainnya selama mereka belajar secara
bersama-sama
dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif memandang
bahwa
keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh
dari guru,
melainkan juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran
yaitu teman
sebaya.
Dalam pembelajaran kooperatif, interaksi yang terjadi dalam
proses
pembelajaran tidak hanya dari guru terhadap siswa atau dari
siswa terhadap guru,
tetapi juga ada interaksi yang terjadi dari siswa satu terhadap
siswa yang lain dan
sebaliknya. Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa dilatih
untuk dapat bekerja
sama dan mengakui perbedaan pendapat dengan orang lain. Dari
beberapa macam
model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran cooperative
script sangat
tepat digunakan dalam pembelajaran IPS dan sebagai strategi
untuk meningkatkan
hasil belajar IPS siswa. Cooperative script adalah model belajar
dimana siswa
bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan
bagian-bagian
dari materi yang dipelajari. Model pembelajaran cooperative
script ini
dikembangkan oleh Danserau dkk pada tahun 1985. Pembelajaran
cooperative
script muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan
dan
memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya.
Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu
memecahkan
masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan
penggunaan kelompok
sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran cooperative
script. Hal ini
sejalan dengan teori belajar dari Vygotsky yang berusaha
mengembangkan model
konstruktivistik belajar mandiri dari Piaget menjadi belajar
kelompok. Dalam
-
14
membangun sendiri pengetahuannya, peserta didik dapat
memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan yang beraneka ragam dengan guru
sebagai
fasilitator.
Menurut Schank dan Abelson, (2007) pembelajaran cooperative
script
adalah pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti
ilustrasi kehidupan
sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam
keluarga, kelompok
masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas. Menurut Slavin,
(1995)
mengemukakan bahwa penggunaan pembelajaran cooperative dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan
kemampuan
hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan
orang lain,
serta dapat meningkatkan harga diri. Menurut Spurlin, (2007)
menyatakan bahwa,
cooperative script dapat mendorong siswa untuk mendapatkan
kesempatan
mempelajari bagian lain dari materi yang tidak
dipelajarinya.
Tugas guru adalah menyediakan atau mengatur lingkungan belajar
siswa,
dan mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, serta
memberikan
dukungan dinamis, sehingga setiap siswa bisa berkembang secara
maksimal
dalam zona perkembangan proksimal masing-masing. Guru perlu
mengupayakan
supaya setiap siswa berusaha agar bisa mengembangkan diri
masing-masing
secara maksimal, yaitu mengembangkan kemampuan berpikir dan
bekerja secara
secara independen. Tetapi dilain pihak guru juga perlu
mengupayakan agar tiap-
tiap siswa juga aktif berinteraksi dengan siswa-siswa lain dan
orang-orang lain di
lingkungan masing-masing yang sesuai dengan teori belajar
Vygotsky. Jika kedua
hal itu dilakukan, perkembangan kognitif tiap-tiap siswa akan
bisa terjadi secara
optimal.
Setiap model pembelajaran mempunyai berbagai kelebihan dan
kekurangan,
kelebihan dari model pembelajaran cooperative script adalah: (1)
melatih
pendengaran, ketelitian atau kecermatan, (2) setiap siswa
mendapat peran, (3)
melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Sedangkan
kekurangan dari model ini adalah: (1) hanya digunakan untuk mata
pelajaran
tertentu, (2) hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan
seluruh kelas sehingga
-
15
koreksinya hanya sebatas pada dua orang tersebut). Dengan
demikian siswa harus
memiliki keaktifan pada saat proses pembelajaran.
Selain kelebihan dan kekurangan, model pembelajaran
cooperative
script juga mempunyai banyak keunikan yang membedakan antara
model
pembelajaran cooperative script dengan pembelajaran
Konvensional.
Pembelajaran konvensional menurut Ujang Sukandi (dalam Sunarto
2009)
ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajar tentang
konsep-konsep
bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu
bukan bukan
mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran
siswa
lebih banyak mendengarkan. Model pembelajaran konvensional
merupakan
model pembelajaran yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh
kegiatan
pembelajaran dikendalikan oleh guru. Jadi guru memegang peranan
utama
dalam menentukan proses dan isi pembelajar dan termasuk dalam
menilai
kemajuan siswa (I Wayan Sukra, 2009: 83). Sedangkan menurut
Nurhadi
(2009: 43) metode konvensional terlihat pada proses siswa
menerima
informasi secara pasif, siswa belajar secara individual,
hadiah/penghargaan
untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai angka/raport saja,
pembelajaran
tidak memperhatikan pengalaman siswa, dan hasil belajar diukur
hanya
dengan tes.
Manfaat dari penggunaan model pembelajaran cooperative script
dalam
proses pembelajaran adalah dapat mengurangi kesenjangan
pendidikan khususnya
dalam wujud input pada level individual. Selain itu, dengan
belajar kooperatif
dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Karena
melalui
kooperatif siswa dilatih untuk dapat meningkatkan perasaan
positif terhadap diri
sendiri maupun orang lain, dapat memberikan efek yang sangat
ampuh pada
waktu singkat baik dalam aspek pembelajaran akademik maupun
aspek skill,
memberikan seorang atau beberapa orang sebagai pendamping
belajar yang
menyenangkan dan bersama-sama mengembangkan skill bersosial
serta berempati
terhadap orang lain. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak
akan muncul
generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan
memiliki
solidaritas sosial yang kuat.
-
16
Dalam membentuk atau mengorganisasi sebuah kelompok belajar di
dalam
kelas tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada beberapa faktor yang
harus
diperhatikan, diantaranya adalah gender, tingkat kecerdasan
individu, dan sifat-
sifat khusus yang dimiliki setiap individu, untuk itu sebelum
membentuk
kelompok belajar di kelas guru terlebih dahulu benar-benar
mengerti dan
memahami karakteristik peserta didiknya. Dalam sebuah kelompok
perlu
diperhatikan dalam pembagian berdasarkan gender agar seimbang
untuk
memudahkan mereka dalam melakukan tugasnya. Tingkat kecersasan
individu
merupakan point penting dalam pembagian kelompok belajar. Untuk
itu guru
hendaknya melakukan klasifikasi siswa berdasarkan tingkat
kecerdasannya, bukan
bermaksud untuk membeda-bedakan antara siswa yang pandai dengan
yang
kurang pandai tetapi untuk menyetarakan semua kelompok agar
tidak terjadi
kasenjangan antara kelompok si pandai dengan kelompok si kurang
pandai. Selain
itu terdapat pula sifat-sifat khusus yang dimiliki tiap peserta
didik dalam suatu
kelas. Perlu diperhatikan dalam proses pembagian kelompok karena
hal ini
berperan dalam hidupnya sebuah kelompok belajar. Sifat-sifat
khusus yang
dimaksudkan disini misalnya terdapat siswa yang pandai dalam
menyampaikan
suatu topik atau berpresentasi di depan kelas, ada siswa yang
pandai bicara tapi
tidak bermakna atau hanya sekedar celotehan saja, ada siswa yang
hanya senang
berfikir tetapi saat menyampaikan pendapat kurang pandai dalam
berkata-kata,
dan lain sebagainya. Hal ini penting dalam pembentukan kelompok
belajar untuk
keadilan dalam pembagian tugas agar tiap anggota kelompok
mendapatkan tugas
yang merata dan semuanya terlibat secara aktif dalam proses
belajar mengajar.
Langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran cooperative
script menurut Danserau, dkk (dalam Saminanto, 1985; 34) sebagai
berikut :
a. Guru membagi siswa untuk berpasangan. b. Guru membagikan
wacana atau materi kepada tiap-tiap siswa untuk
dipelajari dan dibuat ringkasan. c. Guru dan siswa menetapkan
siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d.
Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
mamasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. e. Sementara
pendengar menyimak atau mengoreksi atau menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat
atau
-
17
menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya
atau dengan materi lainnya.
f. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti di atas.
g. Siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan. h.
Penutup.
Pada langkah-langkah pembelajaran cooperative script ini
fokusnya
adalah siswa berpasangan, meringkas materi, selanjutnya
pembagian peran
pembaca dan pendengar, diskusi siswa dan tukar peran.
Langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang kedua
menurut Agus Suprijono, (2009: 126) adalah sebagai berikut :
1. Guru membagi siswa untuk berkelompok untuk berpasangan 2.
Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan
membuat
ringkasan. 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama
berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. 4.
Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. 5. Pendengar
menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang
kurang lengkap, serta membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok
dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi
lainnya.
6. Bertukar peran, yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti cara diatas.
7. Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru. 8. Penutup.
Fokus langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang kedua
ini
sama dengan langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang
pertama
yaitu siswa berpasangan, siswa meringkas materi, selanjutnya
pembagian peran
pembaca dan pendengar, diskusi siswa dan tukar peran.
Langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang ketiga
menurut Miftahul Huda, (2011: 151) adalah sebagai berikut :
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan (2 orang). 2. Guru
membagikan wacana atau materi kepada tiap-tiap siswa untuk
dipelajari dan dibuat ringkasannya sesuai dengan yang siswa
kuasai. 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan
sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. 4.
Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin. 5. Sementara
pendengar menyimak atau mengoreksi atau menunjukkan ide-
ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat atau
menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau
dengan materi lainnya.
-
18
6. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya.
7. Siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan. 8.
Penutup.
Fokus langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang
ketiga ini
masih sama dengan langkah-langkah pembelajaran cooperative
script dari dua
tokoh sebelumnya yaitu siswa berpasangan, siswa meringkas
materi, selanjutnya
pembagian peran pembaca dan pendengar, diskusi siswa, tukar
peran dan kembali
melaksanakan diskusi berpasangan.
Keberhasilan kelompok belajar sangat tergantung pada usaha
setiap
anggotanya. Untuk menciptakan kelompok belajar yang efektif,
guru perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok
harus
menyelesaikan tugasnya sendiri dan agar yang lain bisa mencapai
tujuan
mereka. Selanjutnya, guru akan mengevaluasi setiap kelompok.
Dengan cara
ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab
untuk
menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Penilaian
juga dilakukan
dengan cara yang tidak biasa. Setiap siswa mendapat nilainya
sendiri dan nilai
kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari sumbangan setiap
anggota
kelompok. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan
poin
diatas nilai rata-rata mereka. Misalnya nilai rata-rata si A
adalah 65 dan kali
ini dia mendapat nilai 72, maka dia akan menyumbangkan 7 poin
untuk nilai
kelompoknya. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa
mempunyai
kesempatan untuk memberikan sumbangan poin untuk nilai kelompok
mereka.
Beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder
terhadap
rekan-rekan mereka karena toh mereka juga memberikan
sumbangan.
Malahan mereka akan merasa terpacu untuk meningkatkan usaha
mereka dan
dengan demikian menaikkan nilai mereka. Sebalikknya, siswa yang
lebih
pandai juga tidak akan merasa dirugikan karena rekannya yang
kurang mampu
juga telah memberikan bagian sumbangan nilai mereka.
Dari beberapa langkah-langkah pembelajaran cooperative
script
menurut para ahli, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran
cooperative
script yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
-
19
1. Siswa duduk berpasangan (2 orang)
2. Tiap-tiap siswa diberikan materi
3. Masing-masing siswa membuat ringkasan dari materi yang
telah
diterimanya
4. Siswa dan guru menetapkan siapa yang pertama berperan
sebagai
pembicara dan pendengar
5. Pembicara menjelaskan hasil ringkasaanya kepada pendengar
dengan
menambahkan informasi lain yang mereka punya
6. Pendengar menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan dari
pembicara serta membantu mengingat ide-ide pokok dari materi
7. Bertukar peran, semula siswa yang menjadi pembaca sekarang
menjadi
pendengar dan sebaliknya
8. Siswa bersama dengan guru membuat kesimpulan
9. Penutup.
Jadi model pembelajaran cooperative script adalah suatu pola
belajar
kelompok yang dilakukan oleh sepasang siswa dimana mereka
saling
bergantian peran sebagai seorang pembicara dan pendengar yang
melibatkan
mereka secara aktif dan dominan dalam proses pembelajaran agar
tercipta
keefektifan dalam proses belajar mengajar di kelas.
2.2 Hasil Temuan Yang Relevan
Penelitian yang relevan tentang upaya meningkatkan hasil belajar
IPS
siswa dengan penggunaan model pembelajaran cooperative script
pada siswa
kelas V SD Negeri Muncar 02 semester II tahun ajaran 2011/2012
sebagai
berikut:
Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Trias Indiantika
dengan
judul “Penerapan model cooperative script untuk meningkatkan
aktivitas dan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SDN
Kebonagung 06
Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang”. Berdasarkan hasil
observasi pra
tindakan pada tanggal 18 Februari 2011 di SDN Kebonagung 06
Kecamatan
Pakisaji Kabupaten Malang, aktivitas dan hasil belajar siswa
relatif rendah
-
20
KKM yang di peroleh hanya mencapai 42,00. Hal tersebut
berhubungan
dengan cara pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat
konvensional,
hal tersebut menyebabkan siswa kurang aktif dalam mencari
pengetahuannya
sendiri. Hasil dari pra tidakan yang diberikan pada 30 siswa
menunjukkan
bahwa hanya ada 3 siswa (10%) yang mencapai KKM yang ditentukan
75,00.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan
penerapan
model pembelajaran Cooperative Script, aktivitas dan hasil
belajar siswa
setelah diterapkan model pembelajaran Cooperative Script.
Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK), subjek
dalam
penelitian ini yaitu seorang guru kelas IV dan seluruh siswa
kelas IV SDN
Kebonagung 06, dengan prosedur (1) Perencanaan, (2) Tindakan,
(3)
Observasi dan Penilaian, (4) Refleksi di setiap siklusnya. Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPS materi “Koperasi” siswa
kelas
IV SDN Kebonagung 06 dengan penerapan model pembelajaran
Cooperative
Script dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Aktivitas belajar
siswa kelas IV dalam belajar IPS materi “Koperasi” meningkat
ketika
diterapkan model pembelajaran Cooperative Script. Rata-rata
aktivitas pada
siklus I 70,80 dan rata-rata pada siklus II 90,31. Pada siklus I
dan II rata-rata
aktivitas siswa mengalami peningkatan 19,51. Hasil belajar siswa
kelas IV
dalam belajar IPS materi “Koperasi” meningkat setelah diterapkan
model
pembelajaran Cooperative Script. Rata-rata hasil belajar pada
siklus I 74, 83
dan pada siklus II 85,33. Pada siklus I dan II rata-rata hasil
belajar siswa
mengalami peningkatan 10,50. Ketuntasan siswa kelas IV pada
siklus I 19
(63%) siswa, dan jumlah siswa yang tidak tuntas belajar 11 (37%)
siswa. Pada
siklus II siswa yang tuntas 30 (100%) hasil belajar siswa dari
siklus I ke siklus
II mengalami peningkatan 37%. Nilai ketuntasan yang diperoleh
pada siklus II
sudah melebihi dari nilai KKM yang ditentukan yaitu 75, maka
dapat
disimpulkan bahwa siswa kelas IV SDN Kebonagung 06 dalam belajar
IPS
materi “Koperasi” tuntas belajar. Sedangkan kelebihannya adalah
dapat
meningkatkan ketuntasan siswa hingga 100%, yang mulanya hanya
tuntas
10%. Kelemahan dalam penelitian ini adalah terlalu menekankan
pada
-
21
ketuntasan belajar, padahal seharusnya peningkatan hasil
belajar. Dalam
penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut.
Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Hendra Pujiastutik
tahun
2010 dengan judul “Penerapan model pembelajaran cooperative
script yang
dimodifikasi untuk meningkatakan motivasi dan prestasi belajar
sejarah siswa
kelas VIII-F SMP Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang. Penelitian
ini
merupakan penelitian tindakan kelas kelas yang dilaksanakan
dalam dua siklus
tindakan. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII-F SMP Negeri
1 Pakisaji
Kabupaten Malang, dengan jumlah 29 siswa. Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Cooperative
Script dapat meningkatkan motivasi dan hasil prestasi belajar
siswa kelas
VIII-F SMP Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang. Motivasi belajar
klasikal
mengalami peningkatan dari 53,11 % pada Siklus I menjadi 81,72 %
pada
Siklus II, dengan perincian sebagai berikut: aspek minat
mengalami
peningkatan sebesar 32,75 %, aspek keaktifan sebesar 34,48 %,
aspek usaha
sebesar 28,44 %, aspek konsentrasi sebesar 20,69 % dan aspek
efesiensi kerja
sebesar 26,72 %. Keberhasilan belajar klasikal dari Siklus I
sebesar 58,65 %
meningkat menjadi 72,41 % pada Siklus II. Berdasarkan jawaban
angket siswa
diketahui bahwa model pembelajaran Cooperative Script dapat
membangkitkan minat, keaktifan, usaha, konsentrasi dan efesiensi
kerja siswa
dalam belajar sejarah di kelas. Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Cooperative
Script dapat
meningkatkan motivasi dan hasil prestasi belajar siswa kelas
VIII-F SMP
Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang. Kelebihan pada penelitian
ini adalah
benar-benar mengusahakan agar mata pelajaran IPS digemari oleh
siswa,
sedangkan kelemahannya karena terlalu mengulas dari segi
motifasi yang
sifatnya cenderung subyektif sehingga terkesan mengabaikan segi
prestasi
belajar yang seharusnya menjadi tujuan utama dari penelitian
ini. Dalam
penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut.
Ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih tahun
2011
dengan judul “Pengaruh penerapan model pembelajaran cooperative
script
-
22
pada pelajaran bahasa Indonesia terhadap peningkatan hasil
belajar siswa SD
Negeri mangunsari Salatiga semester II tahun 2010/2011”. Hasil
penelitian
menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok
eksperimen
sebesar 80.52 lebih besar daripada rata-rata skor hasil belajar
siswa pada
kelompok kontrol sebesar 60.00 dengan besarnya nilai t adalah
9,839 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,000, karena besarnya t hitung
9,839 > dari t tabel
1,734 maka hipotesis yang diajukan diterima berarti ada
perbedaan yang
sangat signifikan antara nilai posttest kelas kontrol dengan
nilai posttest kelas
eksperimen yang artinya terdapat perbedaan pengaruh yang sangat
signifikan
pada penggunaan model pembelajaran cooperative script
terhadap
peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas IV SD N
Mangunsari
04 Salatiga semester 2 tahun 2010/2011. Kelebihan dari
penelitian ini adalah
penerapan model cooperative scrip yang sangat berhasil
dengan
terbuktikannya dengan adanya perbedaan yang sangat signifikan
antara kelas
kontrol dan kelas eksperimen. Sedangkan kelemahannya adalah
tidak ada
pembahasan tentang proses belajar siswa yang turut mengalami
peningkatan
atau tidak. Dalam penelitian ini akan mengatasi kelemahan
tersebut.
Keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati
pada
tahun 2010 dengan judul “Penerapan model pembelajaran
cooperative script
untuk meningkatkan aktifitas belajar dan hasil belajar siswa
kelas XI-IPA
SMA Taman Madya Malang tahun 2010/2011”. Berdasarkan
penelitian
tersebut terbukti bahwa peningkatan hasil belajar siswa
dikarenakan dalam
pembelajaran peneliti menggunakan model pembelajaran cooperative
script.
Setelah dilakukan analisa data dengan perhitungan koefisien
korelasi,
didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar 0,410 yang termasuk
ke dalam
kategori cukup kuat, koefisien determinasi sebesar 16,5%. Hal
ini
menunjukkan kelemahan dalam penelitian ini dan akan diatasi oleh
penelitian
selanjutnya yaitu bahwa prestasi belajar siswa hanya dipengaruhi
oleh faktor
penggunaan model pembelajaran cooperative script sebesar 16,5%,
sedangkan
sisanya 83,5% dipengaruhi oleh faktor lain misalnya minat,
motivasi,
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, serta lingkungan
masyarakat,
-
23
Melalui pengujian uji t statistik didapatkan hasil terhitung
sebesar 2,243,
karena terhitung (2,243) tabel (1,699) dengan taraf signifikan
0,05, hal ini
menunjukkan kelebihan yaitu bahwa penggunaan model
pembelajaran
cooperative script berpengaruh positif terhadap ptestasi belajar
siswa pada
mata pelajaran IPA. Berdasarkan judul di atas dapat diketahui
bahwa dalam
pembelajaran Biologi peningkatan hasil belajar siswa kelas Kelas
XI-IPA
SMA Taman Madya Malang dapat meningkat dikarenakan dalam
pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative
script.
Kelima adalah penelitian yang dilakukan oleh delita tahun 2010
dengan
judul “Peningkatan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran
cooperative
script dengan media gambar pada siswa kelas IV SDN Mangunsari 01
Salatiga
tahun 2010/2011”. Berdasarkan judul di atas dapat diketahui
bahwa dalam
pembelajaran IPS peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN
Mangunsari
01 Salatiga dapat meningkat dikarenakan dalam pembelajaran
menggunakan
model pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut
dilakukan oleh
Delita, subjek penelitiannya berjumlah 30 orang. Pengumpulan
data
menggunakan tes dan pengamatan. Data dianalisis dengan melihat
ketuntasan
belajar siswa secara klasikal yaitu 80% siswa mendapat skor ≥
70.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
model
pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar
siswa
dalam pembelajaran menyimak berita. Hal ini terbukti dari
adanya
peningkatan rata-rata hasil tes siklus 1 diketahui 76,10 dan
hasil tes siklus 2
rata-rata 78,8. Ditinjau dari pencapaian ketuntasan belajar
siswa pada siklus 1
diperoleh 80% dan siklus 2 diperoleh 92%. Dengan demikian,
ketuntasan
belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2
sebesar 9%.
Berdasarkan penelitian tersebut maka terbukti bahwa peningkatan
hasil belajar
siswa dalam pembelajaran IPS dikarenakan dalam pembelajaran
peneliti
menggunakan model pembelajaran cooperative script.
Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan para peneliti
di atas
bahwa dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script
dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan analisis tersebut maka
peneliti
-
24
melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
cooperative
script untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS kelas V
semester II tahun ajaran 2011/2012 di SD N Muncar 02 Kecamatan
Susukan
Kabupaten Semarang.
2.3 Kerangka Berfikir
Proses pembelajaran dengan metode konvensional yang pada
umumnya
dilaksanakan oleh guru masih kurang memperhatikan ketercapaian
kompetensi
siswa. Dalam pembelajaran konvensional peran dan karakter guru
sebagai
penceramah masih dominan sehingga membuat siswa mengantuk dan
bosan,
pada akhirnya siswa mencari kesibukan lain dengan asik mengobrol
dengan
teman sebangkunya sehingga mengganggu teman yang lainnya. Karena
yang
dilakukan guru dalam metode konvensional hanya ceramah, maka
komunikasi
yang tercipta juga hanya satu arah saja yaitu dari guru kepada
siswa dan
sebaliknya sehingga peran siswa menjadi pasif. Dalam
pembelajaran
konvensional ini siswa tidak mengalami pengalaman belajar
sendiri untuk
mendapatkan informasi atau pengetahuan baru, akibatnya informasi
yang
didapat siswa tidak bertahan lama atau kurang terserap sehingga
hasil belajar
siswa ≤ KKM. Selain itu pada pembelajaran konvensional hasil
belajar diukur
hanya dengan menggunakan tes dan tidak memperhatikan proses
belajar
siswa. Untuk mengatasi paradigma di atas, peneliti mencoba
menerapkan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperative
script.
Model pembelajaran cooperative script merupakan cara belajar
yang
dilakukan secara bersama-sama dalam suatu kelompok kecil
berpasangan.
Karena dengan siswa belajar bersama-sama atau berkelompok, akan
terjadi
adanya interaksi antar teman. Hal ini dapat menumbuhkan rasa
sosial,
kreativitas, kerjasama, dan tanggung jawab. Belajar kelompok
sesuai dengan
kebutuhan siswa, dimana anak usia kelas V adalah usia bermain
dan mencari
teman. Dalam proses pembelajaran cooperative script ini
mula-mula siswa
diorganisasikan untuk berpasang-pasangan dan duduk sebangku
dengan
kondisi pasangan yang heterogen dari berbagai segi, misalnya
tiap pasangan
-
25
terdiri dari siswa laki-laki dan siswa perempuan dan keduanya
berbeda
kemampuan. Kemudian keseluruhan siswa diberikan materi IPS pada
SK
“Menghargai peranan para tokoh pejuang dan masyarakat dalam
mempersiapdan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia” dan pada
KD
“Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa
penjajahan
Belanda dan Jepang dan menghargai jasa dan peranan para tokoh
pejuang
dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia”. Tugas dari semua
siswa
adalah membuat ringkasan dari materi yang telah diterimanya.
Langkah
selanjutnya adalah siswa dan guru menetapkan dari masing-masing
pasangan
siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa sebagai
pendengar,
misalnya deretan siswa yang duduk sebelah kanan yang pertama
sebagai
pembicara dan sebelah kiri menjadi pendengar. Setelah siswa
sepakat dengan
tugasnya masing-masing selanjutnya mereka bekerjasama dalam
kelompoknya. Tugas pembicara adalah membacakan dan menjelaskan
hasil
ringkasannya kepada pendengar dengan menambahkan informasi lain
yang
mereka punya, sedangkan tugas pendengar adalah menyimak dan
mengoreksi
jika ada kesalahan dari pembicara serta membantu mengingat
ide-ide pokok
dari materi. Disini peran guru adalah sebagai fasilitator. Jadi
walaupun siswa
berdiskusi dengan pasangannya tidak menutup kemungkinan bagi
siswa untuk
bertanya kepada guru ketika siswa menemukan konsep yang sulit
dipahami
atau ketidak jelasan materi, sehingga selama proses pembelajaran
berlangsung
terjadi komunikasi dua arah yaitu dari guru dengan siswa dan
dari siswa yang
satu terhadap siswa yang lain. Langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah
bertukar peran, yang semula berperan sebagai pembicara sekarang
menjadi
pendengar dan sebaliknya. Selanjutnya siswa bersama-sama dengan
guru
membuat kesimpulan dari seluruh rangkaian pembelajaran yang
telah
berlangsung. Dan langkah terakhir adalah menutup pelajaran.
Dalam model
pembelajaran cooperative script ini siswa terlibat secara
langsung dalam
proses belajar sehingga mengalami pengalaman belajar sendiri
untuk
mendapatkan informasi atau pengetahuan baru, dan hasilnya
informasi yang
didapat siswa dapat bertahan lama dan terserap oleh siswa dengan
baik.
-
26
Penilaian yang dilakukan dalam cooperative script dalam
penelitian ini hasil
belajar diukur melalui tes (tes obyektif dan esay) dan non tes
(unjuk kerja
berupa diskusi berpasangan dan presentasi). Berdasarkan uraian
diatas,
kerangka berpikir pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Hubungan Model
Pembelajaran
Cooperative Script dan Hasil Belajar
KD: Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa
penjajahan Belanda
Pembelajaran
Guru ceramah, pembelajaran berpusat pada guru, komunikasi 1 arah
(guru-siswa), siswa hanya
d k d
Penilaian : tes
Hasil belajar ≤
KD: Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa
penjajahan
Pembelajaran Cooperative
Langkah-
Siswa berpasangan
Siswa
Siswa kiri
Menyimak
Menyimak
Membuat
Membuat
pembicara
diskusi
pendengar
Membacakan dan menjelaskan ringkasannya serta menambahkan
Menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan dari pembaca dan
membantu mengingat
Bertukar peran pendeng
pembicar
kesimpulan
Penilaian hasil : tes
Penilaia proses Penilaian proses
Hasil belajar ≥
Membacakan dan menjelaskan ringkasannya serta menambahkan
Menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan dari pembaca dan
membantu mengingat
diskusi
-
27
Kerangka pikir di atas menggambarkan tentang alur penelitian
yang
dilakukan. Alur ini didasarkan pada kondisi awal pembelajaran
yang
menggunakan metode konvensional dan ternyata berpengaruh pada
hasil
belajar siswa yang rendah ≤ KKM. Setelah diberikan tindakan
dengan cara
menggunaan model pembelajaran Cooperative Script kepada siswa
dalam
proses belajar mengajar di kelas maka diharapkan akan
mendapatkan kondisi
akhir yaitu hasil belajar siswa meningkat ≥ KKM pada mata
pelajaran IPS.
2.4. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir
seperti uraian berfikir di
atas diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut : melalui
penggunaan model
pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar
IPS pada
siswa kelas V SD Negeri Muncar 02 Kecamatan Susukan
Kabupaten
Semarang semester II tahun ajaran 2011/2012.