7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pelajaran Matematika Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2007), Matematika adalah bahasa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara
26
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13016/2/T1_292012120_BAB II...komunikasi seperti komputer ... agar mengendap dan bertahan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pelajaran Matematika
Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2007), Matematika adalah bahasa
simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif ilmu
tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang
tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan
akhirnya ke dalil.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.
Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan
matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini
disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan
tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan
menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan
ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah
terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara
8
penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu
dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika,
menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).
Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap
dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan
pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Dari teori tersebut, matematika dinilai sebagai bahasa simbolis yang
berfungsi untuk mengekspresikan hubungan kuantitatifdan memiliki fungsi
teoritis sebagai upaya untuk memudahkan berpikir.Matematika juga merupakan
ilmu yang universal sebagai dasarperkembangan teknologi modern. Matematika
sebagai ilmu deduktif dengan pola objek tujuan abstrak yang bertumpu pada
kesepakatan, tetapi matematika juga tidak melupakan cara bernalar induktif.
Untuk itumatematika mempunyai peran penting guna memajukan daya pikir
manusia.Berdasarkan beberapa teori tersebut penulis menyimpulkan,matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang dinilai sebagaiilmu universal untuk
dasar perkembangan teknologi modern. Untuk itumatematika memiliki peran
penting guna memajukan daya pikir manusiakarena matematika sebagai dasar
perkembangan teknologi modern.
2.1.1.1 Pembelajaran Matematika di SD
UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Heruman (20013:1-2)
menyatakan dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan
objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran
matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat
peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga
lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pada fase
9
konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak,dan selajutnya
abstrak.
Kegiatan pembelajaran matematika berorientasi pada upaya menerapkan
cara berpikir matematik. Sejalan dengan itu, Dienes (Hudojo, 2003:83)
menyimpulkan bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari
konsep-konsep tingkat lebih tinggi yangdibentuk atas dasar apa yang telah
terbentuk sebelumnya. Menurut Heruman (2013:2) menyatakan bahwa dalam
matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera
diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa,
sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk keperluan
inilah,maka di perlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian,
tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah
dilupakan siswa.
Heruman (2013:2), merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika
SD dalam mengembangkan kreativitas dan kompetensisiswa, maka guru
hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan
kurikulum dan pola pikir siswa. Dalammengajarkan matematika, guru harus
memahami bahwa pemahamansetiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua
menyenangi mata pelajaranmatematika. Heruman menambahkan, konsep-konsep
pada kurikulummatematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar,
yaitupenanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep,
danpembinaan ketrampilan. Memang, tujuan akhir pembelajaran matematika SD
yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsepmatematika dalam
kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa teori tersebut pembelajaran matematika merupakan proses
interaksi peserta didik menangkap materi matematika yang diajarkan oleh guru
atau melalui sumber belajar lainnya misalnya lingkungan. Kegiatan pembelajaran
yang berupaya menerapkan caraberpikir matematik dengan melibatkan struktur
tingkat hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuknya atas
dasar yang sudah terbentuk sebelumnya.
10
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika merupakan proses interaksi peserta didik menangkap materi
matematika yang diajarkan oleh guru atau melalui sumber belajar lainnya.
Pembelajaran matematika yang abstrak atau yang baru dipahami oleh siswa, maka
diperlukan alat peraga untuk memperjelas apa yang dipelajari, dan siswa harus
terlibat dalam proses belajar. Selanjutnya guru perlu melakukan penguatan
sehingga apa yang diperoleh siswa melalui pemahamnaya sendiri dapat dipahami
dengan baik. Untuk itu penulis mencoba menggunakan Team Games Tournament,
yaitu sebuah model pembelajaran berbasis pada kegiata turnamen yang membuat
siswa dapat bekerja sama dengan teman lain nya agar mendapatkan hasil yang
lebih maksimal.
2.1.1 Model Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran mempunyai peran nya tersendiri dan sangat penting
terhadap hasil belajar, sehingga dalam pemilihan model pembelajaran guru harus
tepat serta disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan siswa. Beberapa
pengertian menurut para ahli tentang model pembelajaran Menurut Slavin (2010),
model pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan pembelajaran
termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaanya.
Sedangkan menurut Trianto (2009) model pembelajaran merupakan pendekatan
yang luas dan menyeluruh serta dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah Model pembelajaran dapat
diartikan dengan istilah sebagai gaya atau strategi yang dilakukan oleh seorang
guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. dalam penerapannya itu
gaya yang dilakukan tersebut mencakup beberapa hal strategi atau prosedur agar
tujuan yang ingin dikehendaki dapat tercapai.
11
2.1.2.2 Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
menekankan pada gotong royong dalam pendidikan dan bertujuan untuk
menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya
Lie (2002).
Menurut Slavin (2010), semua metode pembelajaran kooperatif
menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerjasama dalam belajar dan
bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka
belajar sama baiknya. Diperlukan kerja sama serta kekompakan kelompok dalam
pembelajaran kooperatif, sehingga seluruh anggota kelompok dapat memahami
materi yang sedang dipelajari. Ada lima unsur yang harus dipenuhi agar
pembelajaran kooperatif dapat berlangsung dengan baik, yaitu: Saling
ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi
antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
Saling ketergantungan positif diartikan para peserta didik yang tergabung
dalam kelompok harus merasa bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok
yang mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai. Tanggung jawab
perseorangan mengandung maksud bahwa para peserta didik yang tergabung
dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah
masalah kelompok, dan berhasil atau tidaknya kelompok ditentukan oleh masing-
masing individu dalam kelompok tersebut.
Tatap muka dimaksudkan bahwa setiap kelompok harus diberi kesempatan
untuk bertemu muka dan berdiskusi. Komunikasi antar anggota juga harus terjaga
untuk mencapai hasil yang maksimum, para peserta didik yang tergabung dalam
kelompok harus berbicara atau berinteraksi dalam mendiskusikan masalah yang
dihadapi.
Evaluasi proses kelompok juga harus diterapkan agar pembelajaran
kooperatif dapat sukses. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
mereka agar selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih efektif Lie (2002).
12
2.1.2.3 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif
Banyak sumber menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memberikan
dampak positif terhadap pencapaian hasil belajar. Lie (2002) mengemukakan
tentang kelebihan dari pembelajaran kooperatif secara inplisit. Kelebihan-
kelebihan tersebut, menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa
membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui proses belajar yang
sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut.
Siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif. Penyusunan
pengetahuan secara aktif terus menerus menempatkan siswa sebagai peserta yang
aktif. Kelebihan berikutnya, pengajar berusaha mengembangkan kompetensi dan
kemampuan siswa. Pengajar senantiasa memunculkan inovasi baru dalam
pembelajaran guna mengembangkan kompetensi dan potensi siswa.
Interaksi antara guru dan siswa juga akan sering terjadi dan hal itu
menimbulkan rasa percaya diri siswa dan tidak merasa canggung saat bertanya
mengenai materi yang belum dimengerti. Penanaman nilai gotong royong
merupakan bagian yang paling penting dalam pembelajaran kooperatif mengingat
manusia pada dasarnya adalah makluk sosial yang tidak lepas dari campur tangan
orang lain. Pembelajaran kooperatif juga memberikan kesan saling
ketergantungan positif baik antar siswa maupun siswa dengan guru.
Slavin (2010) secara tidak langsung menunjukkan kekurangan dari
pembelajaran kooperatif. Adanya persaingan dalam kelas merupakan hal yang
paling disorot, sehingga didalam tim siswa cenderung tidak dapat bekerja sama
dan ingin menonjolkan kemampuan individunya. Siswa yang memiliki
kemampuan lemah tentu tidak dapat berkembang.
Slavin (2010) juga mengemukakan bahwa jika pembelajaran kooperatif
tidak dirancang secara baik dan benar dapat memicu munculnya pengendara
bebas. Dimana sebagian anggota kelompok melakukan sebagian besar pekerjaan
sementara yang lainnya tinggal mengendarainya. Tentu saja siswa yang bertindak
sebagai pengendara bebas tidak akan mendapatkan pengalaman belajarnya atau
dalam hal ini keberadaanya di dalam kelas adalah sia-sia. Pembelajaran kooperatif
13
yang membutuhkan tahap-tahap yang panjang terkadang juga tidak sejalan dengan
waktu yang ada, sehingga pembelajaran kooperatif tidak berjalan dengan efektif.
Sebelum melakukan pembelajaran kooperatif guru dituntut untuk
mempersiapkannya dengan baik agar dapat meminimalisir kekurangan yang ada.
2.1.3 Model Pembelajaran Team Games Tournament
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran TGT
Menurut Nur dan Wikandari (2000), TGT telah digunakan dalam berbagai
macam mata pelajaran dan paling cocok digunakan untuk mengajar pembelajaran
yang dirumuskann dengan tajam dengan satu jawaban benar seperti perhitungan,
dan penerapan berarti matematika dan fakta-fakta serta konsep IPA.
Menurut Slavin (2005), (TGT) merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menempatkan siswa dalam tim belajar yang terdiri atas empat
orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang
etniknya.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa salah
satu tipe pembelajaran kooperatif,TGT adalah model pembelajaran yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-6 siswa
yang memiliki kemampuan berbeda-beda,melibatkan seluruh siswa, melibatkan
siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan.
2.1.3.2 Kelebihan dan Kekuangan Model Pembelajaran TGT
Metode pembelajran Kooperatif Team Games Tournament (TGT), ini
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dan
Istiqomah (2006) yaitu sebagai berikut:
a) Kelebihan model TGT,
1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas.
2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.
3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam.
4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa.
5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.
14
6) Motivasi belajar lebih tinggi.
7) Hasil belajar lebih baik.
8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
b) Kekurangan model TGT
1) Bagi Guru
Sulitnya pengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen
dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak
sebagai pemegang kendali, teliti dalam menentukan pembagian kelompok. Dan
waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga
melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru
mampumenguasai kelas secara menyeluruh.
2) Bagi siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa yang lainnya. Untuk mengatasi kelemahan
ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai
kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya
kepada siswa yang lain.
C) Solusi
1. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing
dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar
dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
2. Untuk mengatasi kelemahan ini, agar waktunya memungkinkan TGT bisa
dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangka
mengisi waktu ketika materi pembelajaran sudah disampaikan
semuanya oleh guru.
15
2.1.3.3Sintaks untuk Team Games Tournament
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah
tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok
(teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan perhargaan
kelompok (team recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin,
maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki langkah-langkah
(sintaks) sebagai berikut :
1. Tahap penyajian kelas (class precentation)
Penyajian materi dalam TGT diperkenalkan melalui presentasi
kelas.Presentasi kelas dilakukan oleh guru pada saat awal pembelajaran. Guru
menyampaikan materi kepada siswa terlebih dahulu yang biasanya dilakukan
dengan pengajaran langsung melalui ceramah. Selain menyajikan materi,
pada tahap ini guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang
harus dilakukan siswa, serta memberikan motivasi.
Pada tahap ini, siswa juga dapat diikutsertakan saat penyajian
materi.Bahkan agar lebih menarik, penyajian materi bisa disajikan dalam
bentuk audiovisual yang dikemas dalam CD interaktif seperti yang dilakukan
dalam penelitian ini.
Pada saat penyajian materi, siswa harus benar-benar memperhatikan
serta berusaha untuk memahami materi sebaik mungkin, karena akan
membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok, Games dan
saat turnamen akademik. Selain itu, siswa dituntut berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran seperti mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan yang
diajukan guru, dan mempresentasikan jawaban di depan kelas.
2. Belajardalam kelompok (teams)
Setelah penyajian materi oleh guru, siswa kemudian berkumpul
berdasarkan kelompok yang sudah dibagi guru. Setiap tim atau kelompok
terdiri dari 3 sampai 5 siswa yang anggotanya heterogen. Dalam
kelompoknya siswa berusaha mendalami materi yang telah diberikan guru
agar dapat bekerja dengan baik dan optimal saat turnamen.
16
Guru kemudian memberikan LKS untuk dikerjakan. Siswa lalu
mencocokkan jawabannya dengan jawaban teman sekelompok. Bila ada
siswa yang mengajukan pertanyaan, teman sekelompoknya bertanggung
jawab untuk menjawab dan menjelaskan pertanyaan tersebut. Apabila teman
sekelompoknya tidak ada yang bisa menjawabnya, maka pertanyaan tersebut
bisa diajukan kepada guru.
Belajar dalam kelompok sangat bermanfaat, karena dapat
mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial memupuk
keterampilan kerja sama siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud adalah
berbagi tugas dengan anggota kelompoknya, saling bekerja sama, aktif
bertanya, menjelaskan dan mengemukakan ide, menanggapi
jawaban/pertanyaan dari teman, dan sebagainya.
3. Permainan (Games)
Apabila siswa telah selesai mengerjakan LKS bersama anggota
kelompoknya, tugas siswa selanjutnya adalah melakukan game. Games
dimainkan oleh perwakilan dari tiap-tiap kelompok pada meja yang telah
dipersiapkan. Di meja tersebut terdapat kartu bernomor yang berhubungan
dengan nomor pertanyaan-pertanyaan pada lembar permainan yang harus
dikerjakan peserta. Siswa yang tidak bermain juga berkewajiban mengerjakan
soal-soal Games beserta teman sekelompoknya.
4. Pertandingan (Tournament)
Tujuan dari turnamen ini adalah untuk mengetahui apakah semua
anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan – pertanyaan
yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam
kegiatan kelompok.Turnamen biasanya dilakukan tiap akhir pekan atau akhir
subbab. Turnamen diikuti oleh semua siswa. Tiap-tiap siswa akan
ditempatkan di meja turnamen dengan siswa dari kelompok lain yang
kemampuan akademiknya setara. Jadi, dalam satu meja turnamen akan diisi
oleh siswa-siswa homogen (kemampuan setara) yang berasal dari kelompok
yang berbeda.
17
Tabel 1 Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain
Pemain dengan Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh
Top Scorer 40
High Middle Scorer 30
Low Middle Scorer 20
Low Scorer 10
Tabel 2 Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain
Pemain dengan Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh
Top scorer 60
Middle scorer 40
Low scorer 20
Dengan keterangan sebagai berikut:
a. Top Scorer (skor tertinggi),
b. High Middle scorer ( skor tinggi ),
c. Low Middle Scorer ( skor rendah ),
d. Low Scorer ( skor terendah)
Tabel 3 Kriteria Penghargaan Kelompok
Kriteria ( Rerata Kelompok ) Predikat
30 sampai 39 Tim Kurang baik
40 sampai44 Tim Baik
45 sampai 49 Tim Baik Sekali
50< Tim Istimewa
18
2.1.3.4 Sintak Model Pembelajaran Sesuai Standar Proses
Berdasarkan hal tersebut maka pelaksanaan pembelajaran yang
dilaksanakan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam
pembelajaran Matematika sesuai dengan standar proses dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Tabel 4
Sintak Pelaksanaan Model Pembelajaran TGT Sesuai Standar Proses
No. Tahap Penerapan sesuai standar proses
1 Pendahuluan Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses belajar mengajar.
1. Guru memberikan apersepsi dan menyampaikan
tujuan pembelajaran.
2. Memberikan motivasi siswa supaya aktif dalam
proses pembelajaran.
2. Kegiatan Inti Eksplorasi
1. Guru menggali pengetahuan siswa dan membuat
interaksi dengan siswa dengan bertanya jawab
mengenai materi yang ingin disampaikan.
2. Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
Elaborasi
1. Guru menyajikan materi kepada siswa dengan
membagikan bacaan.
2. Memberi kesempatan untuk berpikir dan bertindak
tanpa rasa takut.
3. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok
19
kecil secara heterogen.
4. Guru memulai turnamen dan membacakan peraturan
permainan serta membagi perlengkapan turnamen
kepada setiap kelompok.
5. Permainan dimulai dengan siawa dalam kelompok
menarik kartu untuk menentukan tugas masing–
masing dalam putaran pertama.
6. Siswa memperoleh angka tertinggi ditugaskan sebagai
reader 1, Siswa yang memperoleh nomor tertinggi ke
dua menjadi penantang 1, Siswa yang memperoleh
nomor tertinggi ke tiga menjadi penantang ke 2, Siswa
yang memperoleh nomor tertinggi ke empat menjadi
penantang ke 3, Siswa yang memperoleh angka
terendah menjadi reader 2.
7. Pada putaran pertama reader 1 mengocok kartu nomor
mengambil satu kartu soal sesuai dengan kartu nomor
yang diambilnya.Reader 1 membacakan soal
kemudian menjawab soal yang dibaca.
8. Apabila ada anggota kelompokyang tidak setuju
dengan jawaban reader 1 maka penantang 1 diberikan
hak untuk menjawab atau melewatinya, jika jawaban
penantang 1 juga tidak disetujui maka penantang 2
berhak menjawab. Reader 2 membacakan kunci
jawaban.
9. Pada putaran kedua posisi reader 1 ditempati
penantang 1 posisi penantang 1 ditempati penantang ,
penantang 2 ditempati reader 2 dan posisi reader 2
ditempti reader 1
10. Setiap pergantian nomor soal posisi tempat duduk
berpindah searah jarum jam.Permainanberlanjut
seperti yang telah ditentukan oleh guru, sampai
20
periode kelas berakhir atau jika seluruh soal terambil.
11. Apabiala permainan sudah berakhir, para siswa
mencatat/ merekap total skor yang telah mereka
dapatkan. Penskoran didasarkan pada jumlah
perolehan kartu yang diperoleh siswa.
12. Setelah siswa dalam kelompok merekap skor yang
diperoleh pada lembar penilaian guru mengumpulkan
lembar tersebut kemudian mengemukakan perolehan
skor untuk setiap kelompok dan memberikan
penghargaan pada kelompok dan individu yang
memperoleh skor tertinggi.
Konfirmasi
1. Guru memberikan kesimpulan.
2. Guru memberikan evaluasi kepada siswa.
3. Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan
terhadap materi pembelajaran yang sudah
disampaikan.
3. Penutup 1. Guru memberikan penghargaan pada kelompok dan
individu yang memperoleh skor tertinggi.
2.1.4 Model Pembelajaran Problem Base Learning
2.1.4.1Pengertian Problem Base Learning
Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John
Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah
adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah
belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta
didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi
menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat
diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.
21
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-
based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan
menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta
didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
2.1.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran PBL
Model pembelajaran PBL memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut:
a) Sebagai suatu model pembelajaran, model pembelajaran berbasis masalah
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :
b) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
c) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta
memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta
didik.
d) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta
didik.
e) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentrasfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
f) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan.
g) Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan
disukai peserta didik.
h) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta
didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam
dunia nyata.
22
j) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat peserta didik untuk
secara terus menerus belajar.
Kekurangan model pembelajaran PBL
Selain memiliki kelebihan, PBL juga memiliki kekurangan, diantaranya:
a) Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka
mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
Solusi
a) Guru harus dapat membangkitkan minat siswa agar mau mencoba.
b) Guru harus melakukan persiapan yang matang untuk melaksanakan
pembelajaran PBL.
2.1.4.3Sintaks Pembelajaran Problem Based Learning
Tahap TingkahLaku guru
Tahap-1
Orientasi peserta
didik pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
Contoh
Guru menjelaskan tentang materi macam-macam
bangun ruang dan
1. Memberi masalah untuk mencari bangun
ruang yang ada dalam kehidupan sehari-hari
Tahap-2
Mengorganisasi
peserta didik untuk
belajar
Guru membantupeserta
didikuntukmendefinisikandanmengorganisasitug
asbelajar yang
berhubungandenganmasalahtersebut
Contoh:
Guru memberi tahu tentang sifat-sifat masing-
masing bangun
23
Tahap-3
Membimbing
penyelidikan
individual maupun
kelompok
Guru mendorongpeserta
didikuntukmengumpulkaninformasi yang sesuai,
melaksanakaneksperimenuntukmendapatkanpenj
elasandanpemecahanmasalah.
Contoh:
Peserta didik mulai berfikir dan mencari apa
sajakah benda-benda di kehidupan sehari-hari
yang merupakan bangun ruang
Tahap-4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil
karya
Guru membantupeserta
didikdalammerencanakandanmenyiapkankarya
yang sesuaisepertilaporan, video, dan model
sertamembantumerekauntukberbagitugasdengant
emannya.
Contoh:
Guru membantu/ membimbing siswa untuk
menuangkan hasil pemikiran mereka kedalam
bentuk gambar (menggambarkan bentuk-bentuk
bangun ruang dalam kehidupan sehari-hari)
untuk di presentasikan
Tahap-5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantupeserta
didikuntukmelakukanrefleksiatauevaluasiterhada
ppenyelidikanmerekadan proses-proses yang
merekagunakan.
Contoh:
Membahas kembali hasil presentasi untuk
mengetahui benar atau salah
Guru mengevaluasi proses dan penyelidikan
siswa, apa siswa memilih benda tersebut dan
menggambarkannya benda tersebut
Tabel 5
2.1.4.4 Sintak Pelaksanaan Model Pembelajaran PBL Sesuai Standar Proses
No Aktivitas Guru
1. Kegiatan
Pendahuluan
a. Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
b. Guru memberikan apersepsi dan motivasi.
c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
24
dicapai.
d. Guru menyampaikan cakupan materi dan menjelaskan
uraian kegiatan yang akan dilakukan.
2. Kegiatan Inti Tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran PBL
Eksplorasi a. Guru membentuk kelas menjadi beberapa kelompok.
Masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang.
b. Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan kepada
siswa.
c. Guru mefasilitasi siswa selama proses pembelajaran
berlangsung.
d. Guru melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran.
Elaborasi a. Guru memberikan lembar tugas kepada masing-
masing kelompok untuk dikerjakan.
b. Siswa saling berdiskusi di dalam kelompoknya untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan.
c. Siswa yang bisa menjawab soal mengajari siswa lain
yang belum bisa sehingga semua siswa dalam anggota
kelompok mengerti.
d. Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh
siswa, pada saat menjawab kuis/pertanyaan siswa
harus mengeluarkan opsi jawaban dari masalah yang
telah di berikan guru.
e. Siswa bersama dengan guru membahas
kuis/pertanyaan yang diberikan guru kepada siswa.
Konfirmasi a. Guru memberikan umpan balik dan penguatan kepada
peserta didik.
b. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
bertanya tentang materi yang belum dipahami.
c. Guru memberikanReward untuk kelompok terbaik.
25
3. Kegiatan
Penutup
a. Guru melakukan refleksi dengan melibatkan siswa.
b. Guru memfasilitasi siswa untuk membuat rangkuman
dari materi yang telah disampaikan.
c. Guru memberikan tindak lanjut (evaluasi).
2.1.5 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar. Pengertian hasil belajar menurut Sudjana (2005) adalah kemampuan –
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar adalah hasil yang dapat
diukur, seperti tertuang dalam rapor, angka dalam ijazah, atau kemampuan
meloncat setelah latihan (Dimyati dan Mudjiono, 2006). Hasil belajar meliputi
beberapa aspek. Kingsley dalam Sudjana (2005) mengemukakan 3 aspek
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya yaitu;
keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan citacita.
Penggunaan hasil belajar terutama menyangkut kemampuan yang
diperoleh siswa di bidang studi yang bersangkutan khususnya sejumlah
kemampuan kognitif (Winkel, 2004). Hasil belajar di bidang kognitif lebih sering
menjadi patokan guru dalam menentukan kriteria kenaikan kelas bahkan sebagai
kriteria kelulusan. Menurut Winkel (2004) tidak perlu disangkal bahwa tugas
sekolah yang utama adalah terletak dibidang belajar kognitif.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa menurut Dimyati dan Mudjiono (2006)
dibedakan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
2.1.6 Hubungan Model Pembelajaran TGT dan PBL dengan Hasil Belajar
Matematika
Model pembelajaran TGT dan PBL dirasa sangat cocok untuk
meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran Matematika. Karena model
Pembelajaran TGT dan PBL terkandung unsur kooperatif yang artinya kerjasama.
26
Hal tersebut sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang suka
berkelompok.
Melalui pembelajaran dengan sistem kerjasama atau secara berkelompok,
siswa akan dimudahkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dari setiap
anggota kelompok dapat membantu anggotanya yang lain sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Hasil belajar akan meningkat jika tujuan
pembelajaran tercapai.
Model pembelajaran TGT dan PBL tidak hanya memudahkan siswa untuk
menyelesaikan suatu permasalahan secara berkelompok, tetapi juga untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman.
Dalam pembelajaran TGT dan PBL siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran
sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi
siswa. Hal tersebut dapat membantu memotivasi siswa untuk meningkatkan hasil
belajarnya terutama dalam mata pelajaran Matematika.
2.2Kajian Penelitian Hasil Yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan terhadap penelitian yang dilaksanakan
peneliti saat ini.
Fauzi (2011) mengemukakan bahwa dengan penerapan pendekatan
pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan kompetensi kognitif dan
sosial lebih mudah akan tercapai. Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif
model TGT secara empiris terbukti mampu meningkatkan prestasi belajar dan
keaktifan pada mahasiswa Pendidikan fisika FKIP Universitas Sebelas Maret.
Sinambela (2009) mengemukakan hasil belajar mahasiswa jurusan biologi
Universitas Negeri Medan pada mata kuliah toksikologi yang diajar dengan model
TGT memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional yang menggunakan metode ceramah dan resitasi. Dari 32
mahasiswa hanya 4 orang (12,5%) yang kurang mampu dengan nilai sekitar 60.
Bila ditinjau dari ketuntasan hasil belajar, maka jumlah mahasiswa yang
memperoleh nilai tuntas sebanyak 28 orang (77,5%).
27
Harmandar (2008) mengemukakan bahwa TGT lebih efektif diterapkan
pada mahasiswa mata kuliah tehnik mengajar. TGT memberikan hasil yang positif
berdasarkan karakteristik afektif siswa serta meningkatkan kompetensi akademik
mahasiswa. Hal serupa juga dikemukakan Tanner (1998) bahwasannya TGT
memberikan hasil yang positif terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah
ekonomi akuntansi. Sikap siswa terhadap mata kuliah ekonomi akuntansi juga
lebih baik karena siswa dituntut untuk aktif dalam kelompoknya.
Tabel 6
Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan
No Nama Tahun Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X Y
1. Fauzi
2012
Model
kooperatif
tipe TGT
prestasi
belajar
dan
keak-
tifan
Penerapan model
pembelajaran
kooperatif tipe
TGT dapat
meningkatkan
hasil belajar
mahasiswa dalam
pendidikan fisika.
2. Sinambela
2009
Model
kooperatif
tipe TGT
Hasil
Belajar
Hasil belajar siswa
pada mata kuliah
toksikologi dengan
menggunakan
model
pembelajaran TGT
lebih baik dari
pada pembelajaran
dengan
menggunakan
pembelajaran
28
konvensional.
3. Harmandar
2008
Model
kooperatif
TGT
Prestasi
belajar
TGT lebih efektif
diterapkan pada
mahasiswa mata
kuliah tehnik
mengajar. TGT
memberikan hasil
yang positif
berdasarkan
karakteristik
afektif siswa serta
meningkatkan
kompetensi
akademik
mahasiswa.
4. Muji Kuwati, Tri
Saputri Susiani,
Imam Suyanto
2012
Model
kooperatif
tipe TGT
Prestasi
belajar
Model
pembelajaran
kooperatif tipe
TGT rata-rata skor
prestasi yang
diperoleh lebih
baik daripada tipe
Clasical.
5. Dio Dwi
Indriasro
2016
Model
pembelajaran
TGT dan
model
pembelajaran
PBL
Hasil
belajar
29
2.3 Kerangka Berfikir
Masalah yang ada pada pembelajaran Matematika adalah Matematika
dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan selalu ditakuti oleh siswa. Hal ini
disebabkan guru kurang kreatif dalam menggunakan media dan model
pembelajaran dan dalam pembelajaran guru cenderung lebih aktif sedangkan
siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang diterangkan oleh guru.
Pembelajaran dengan metode Clasiscal biasanya Teacher Center seperti itu
membuat siswa kurang tertarik dan kesulitan dalam memahami materi yang
dipelajari, sehingga hasil belajar yang dicapai siswa kurang maksimal. Untuk
meningkatkan hasil belajar siswa ada beberapa faktor yang mempengaruhinya
yaitu, model pembelajaran. Keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan
model pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar akan mendorong
siswa untuk aktif dan kritis selama dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa
tidak merasa malas dan takut belajar Matematika.
Team Games Tournament (TGT) merupakan pembelajaran kooperatif
yang cocok untuk meningkatkan minat usia sekolah dasar yang sangat masih ingin
berkomprtisi yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk
saling memotivasi dan membantu dalam memahami suatu materi pelajaran
(Robert Slavin, 2005). Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Team Games Turnamen (TGT) diharapka siswa akan lebih mudah menemukan
dan memahami materi yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan
masalahmasalah tersebut dengan anggota kelompoknya. Dengan melalui diskusi
ini akan terjalin dimana siswa saling berbagi pengetahuan dan pendapat yang
dimiliki sehingga terjadi pemahaman yang sama mengenai hal yang mereka
diskusikan. Dengan penerapan model pembelajaran ini diharapkan siswa menjadi
lebih tertarik dan fokus dalam memahami materi yang diberikan sehingga hasil
belajar siswa akan meningkat.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2010:22). Nana Sudjana,
2010:22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan,
30
(b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing
golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Dalam
penelitian ini yang menjadi hasil belajar siswa adalah nilai matematika siswa hasil
tes atau evaluasi yang diberikan oleh guru untuk mengetahui sebarapa besar
pengetahuan yang telah diperoleh siswa melalui proses belajar mengajar.
Berdasarkan alur kerangka berfikir di atas, maka langkah pertama yang
dilakukan penulis adalah memilih dua kelas untuk menjadi sampel penelitian
yaitu, kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas
yang diberikan perlakuan tertentu atau treatment dalam kegiatan pembelajan.
Perannya, sementara kelas kontrol merupakan kelas yang tidak diberikan
perlakuan/treatment dalam kegiatan pembelajarannya. Sebelum melakukan
penelitian, kedua kelas tersebut harus diketahui terlebih dahulu tingkat
homogenitasnya yaitu dengan menguji kemampuan berfikir siswa menggunakan
pertest. Apabila hasil pretest sudah menunjukan hasil yang homogen.
Maka penelitian dapat dilakukan dengan memberi perlakuan/treatment
terhadap kelas eksperimen. Dalam penelitian ini perlakuan/treatment yang
diberikaan kepada kelas eksperimen adalah model pembelajaran kooperatif tipe
Team Games Tournament (TGT) Langkah selanjutnya yaitu memberikan posttest
kepada ke Kelas Kontrol Pretest PembelajaranProblem Base Learning Posttest
Hasil Pretest tidak boleh ada perbedaan yang signifikan Uji beda rata-rata hasil
posttest apakah ada pengaruh yang signifikan antara pembelajaran Problem Base
Learning dengan Pembelajaran Kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT)
untuk melihat tingkat keberhasilan belajar siswa melalui hasil belajar yang
diperoleh siswa melalui posttest tersebut, sehingga peneliti dapat mengambil
sebuah kesimpulan.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
31
yang diperoleh melalui pengumpulan data. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan hipotesis statistik untuk menguji apakah hipotesis penelitian yang
hanya diuji dengan data sampel dapat diberlakukan untuk populasi atau tidak,
sehingga dalam pembuktiannya menggunakan istilah “signifikan” artinya
hipotesis penelitian yang telah terbukti pada sampel itu dapat diberlakukan ke
populasi. Dalam hipotesis terdapat hipotesis nihil dan hipotesis alternatif yaitu
sebagai berikut:
1. Hipotesis nihil atau nol hipotesis (Ho) adalah hipotesis yang menyatakan tidak
adanya hubungan antarvariabel.
2. Hipotesis alternatif atau hipotesis kerja (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan
adanya hubungan antarvariabel.
Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan dalam pembelajaran Cooperative
LearningtipeTeam Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas 5 SD Negeri Kalikayen 02 Ungaran Kab Semarang.
Ha: Ada pengaruh yang signifikan dalam pembelajaran Cooperative
Learning tipe Team Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas 5 SD Negeri Kalikayen 02 Ungaran Kab Semarang.