5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Mills (dalam Suprijono, 2009:45) berpendapat bahwa “ model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model. Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Menurut Agus Suprijono, 2009:46 Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Menurut Arends (dalam Suprijono, 2009:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan- tujuan pembelajaran, tahap-tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Merujuk pemikiran Joyce (dalam Suprijono, 2009:46) fungsi model pembelajaran yaitu guru dapat membantu peserta didik mendapat informasi, ide keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran atau merancang aktivitas belajar mengajar secara sistematis. 2.2 Pembelajaran Kooperatif 2.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim.
15
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/962/3/T1_292008243_BAB II.pdf · digunakan, termasuk di dalamnya tujuan- tujuan pembelajaran, tahap-tahap
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran
Mills (dalam Suprijono, 2009:45) berpendapat bahwa “ model adalah
bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang
atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model. Model merupakan
interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa
sistem.
Menurut Agus Suprijono, 2009:46 Model pembelajaran merupakan
landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan
teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi
kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Menurut Arends
(dalam Suprijono, 2009:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan- tujuan pembelajaran, tahap-tahap
pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Merujuk pemikiran Joyce (dalam Suprijono, 2009:46) fungsi model
pembelajaran yaitu guru dapat membantu peserta didik mendapat informasi, ide
keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran atau merancang aktivitas belajar mengajar
secara sistematis.
2.2 Pembelajaran Kooperatif
2.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama
lainnya sebagai satu kelompok atau tim.
6
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
denagan struktur kelompok yang heterogen.
Cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Menurut Abdulhak
(dalam Rusman 2011:203) bahwa “pembelajaran cooperative dilaksanakan waktu
shering proses antara peserta belajar, sehingga dapat diwujudkan pemahaman
bersama di antara peserta pelajar itu sendiri.” Menurut Nurulhayati (dalam
Rusman 2011:203) Pembelajaran kooperatif adalah sterategi pembelajaran yang
melibatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil untuk saling berinteraksi.
Menurut Slavin (dalam Rusman 2011:205) bahwa : (1) penggunaan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus
dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan
menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi
kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.
Menurut Slavin (dalam Robert E. Salvin 2008:8) Pembelajaran
Kooperatif adalah para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang
beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang akan disampaikan oleh
guru.
Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi
siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan
saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya
siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu,
pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat
bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.
Model pembelajaran kooperatif, tidak hanya unggul dalam membantu
siswa memahami kosep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerjasama dan membantu teman.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran
7
sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi
yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
2.2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Muslimin Ibrahim (dalam Isjoni, 2010: 27) terdapat tiga tujuan
instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu
hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengembangan
keterampilan sosial.
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial,
juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas- tugas akademis penting lainnya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep- konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan
bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai
siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan
hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa
kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan
tugas- tugas Akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara
luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang
bagi siswa dari bebagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling
bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan
kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat
penting untuk dimiliki oleh siswa, karena kenyataan yang dihadapi bangsa ini
dalam mengatasi masalah- masalah sosial yang semakin kompleks, serta
tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global.
8
1.4.3 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Unsur – unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren (dalam
Isjoni 2010:13) sebagai berikut:
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang
bersama”.
b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik
lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab, terhadap diri sendiri dalam
mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang
sama.
d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota
kelompok.
e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh ketrampilan
bekerja sama selama belajar.
g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Thompson, et al (dalam Isjoni, 2010:14) mengemukakan, pembelajaran
kooperatif turut menambah unsuxr – unsur interaksi sosial pada pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri
dari 4-6 orang dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen
adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini
bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman
yang berbeda latar belakangnya.
Pembelajaran koopertif yang diajarkan adalah keterampilan-
keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya,
seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi
pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja
kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
9
1.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Jarolelimek & Parker (dalam Isjoni, 2010:24) mengungkapkan tentang
kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran
kooperatif antra lain : a) saling ketergantungan positif, b) adanya pengakuan
dalam merespon perbedaan individu, c) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan
pengelolaan kelas, d) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, e) terjalinnya
hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan gurunya, dan f)
memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang
menyenangkan.
Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu
faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu
sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,
disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) agar
proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai. 3) selama kegiatan diskusi kelompok
berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas
sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4)
saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan
siswa yang lain menjadi pasif.
Berdasarkan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, sebelum
pembelajaran berlangsung sebaiknya guru mempersiapkan pembelajaran secara
matang seperti alat peraga atau yang lainnya, agar pada saat proses belajar
mengajar berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran kooperatif
berlangsung guru sebaiknya membatasi masalah yang dibahas, agar waktu yang
telah ditentukan tidak melebihi batas.
Ketika pembelajaran kooperatif berlangsung guru harus berusaha
menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswa. Maksudnya
suasana sekolah kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat
menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana
yang terbuka dengan kebiasaan- kebiasaan kerjasama, terutama dalam
memecahkan kesulitan- kesulitan.
10
Seorang siswa haruslah dapat menerima pendapat siswa lainnya, seperti
siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan
dimana letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya
maka perlu ditambah. Penembahan ini harus disetujui oleh semua anggota dan
harus saling menghormati pendapat orang lain.
Pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan besar para siswa
kearah pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka
dapat berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai karena tujuan utama
pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama
temannya. Pengetahuan itu tidak lagi diperoleh dari gurunya. Seorang teman
haruslah memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan
pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi
kesalahan, dan saling membetulkan sama lainnya.
Melalui teknik saling menghargai pendapat orang lain dan saling
membetulkan kesalahan secara bersama mencari jawaban yang tepat dan baik,
dengan cara mencari sumber- sumber informasi dari mana saja seperti buku paket,
buku-buku yang ada diperpustakaan, dan buku-buku penunjang lainnya, dijadikan
pembantu dalam mencari jawaban yang baik dan benar serta memperoleh
pengetahuan tentang pemahaman terhadap materi pelajaran yang diajarkan
semakain luas dan semakin baik.
1.4.5 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)
NHT (Numbered Heads Together) atau banyak disebut pula dengan
penomoran, berpikir bersama, atau kepala bernomor merupakan salah satu inovasi
dalam pembelajaran kooperatif. NHT (Numbered Head Together) pertama kali
dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak
siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Menurut Ahmad Zuhdi 2010:64 (dalam Intan Putri Utami) NHT
(Numbered Heads Together) adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana
11
siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru
memanggil nomor dari siswa.
NHT (Number Heads Together) menurut Trianto (2007 : 62) merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
NHT (Numbered Heads Together) sebagai model pembelajaran pada
dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT
adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili
kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih
dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin
keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk
meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) ini secara tidak
langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan
cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif
dalam pembelajaran. Tahapan dalam pembelajaran NHT(Numbered Heads
Together) menurut Trianto (2007 : 62):
d. Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga
sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim
mempunyai nomor berbeda- beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam
kelompok.
e. Pengajuan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi
pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan
usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan
tingkat kesulitan yang bervariasi pula.
12
f. Berpikir Bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan- pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama
untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam
timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing
pertanyaan.
g. Pemberian Jawaban
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari
tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok
yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya
disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk
menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi
jawaban tersebut.
Berdasarkan tahapan-tahapan, bisa dibuat langkah-langkah pembelajaran NHT
(Numbered Heads Together) adalah:
a. Pendahuluan
Persiapan
1) Guru melakukan apersepsi
2) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT (Numbered Heads
Together)
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
4) Guru memberikan motivasi
b. Kegiatan inti
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)
Tahap pertama
1) Penomoran: Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 5-6
orang dan kepada setiap anggota diberi nomor 1-6.
2) Siswa bergabung dengan anggotanya masing-masing.
Tahap kedua
Mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas untuk
mengerjakan soal-soal.
13
Tahap ketiga
Berpikir bersama: Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya
terhadap jawaban pertanyaan tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam
timnya mengetahui jawaban tersebut.
Tahap keempat
1) Menjawab: Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa
yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat
dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.
2) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing- masing kelompok dan
memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik.
Guru memberikan soal latihan sebagai pemantapan terhadap hasil dari
pekerjaan mereka.
c. Penutup
1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
2) Guru memberikan tugas rumah
3) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah
diajarkan dan materi selanjutnya.
Adapun kelebihan dan kelemahan NHT (Numbered Heads Together)
menurut Ahmad Zuhdi 2010:65 (dalam Intan Putri Utami) adalah: Kelebihan 1)
Setiap siswa menjadi siap semua, 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-
sungguh, 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2)
Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Peran seorang guru sangat diperlukan, sebagai pengawas dan fasilitator.
Guru tidak hanya membiarkan siswanya mengerjakan sendiri namun juga harus
membimbing jalannya diskusi. Agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.
14
2.3 Hakekat IPS
Menurut Trianto (2011:171) Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan
integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan sosial
dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena soaial yang mewujudkan satu
pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang- cabang ilmu-ilmu sosial
(sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi
sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi
cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.
Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang
memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan
wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah
memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa- peristiwa dari berbagai
periode. Antropologi meliputi studi- studi komparatif yang berkenaan dengan
nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas- aktivitas ekonomi, organisasi
politik, ekspresi- ekspresi dan spritual, teknologi, dan berbeda- beda budaya dari
budaya- budaya terpilih. Ilmu politik tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang
kebijakan pada aktivitas- aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan.
Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti
konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara
intensif konsep- konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi
sosial.
2.3.1 Pembelajaran IPS
Dalam pembelajarn IPS di SD, Diharapkan terjadi reinvention
(penemuan kembali). Penemuan kembali adalah penemuan suatu cara
penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan
tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui
sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang
baru.
15
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial. Memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi.
Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan sbb:
a. Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keteramplan dalam
kehidupan sosial
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan
kemanusiaan
d. Memiliki kemampuan berkomonikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang mejemuk, ditingkat lokal, nasional, dan
global.
2.3.2 Pembelajaran IPS di SD
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan
kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11
tahun menurut Piaget 1963 (dalam http://www.adipw.onlen.web.id/archives/200)
berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan
kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh,
dan menganggap tahun yang akan sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka
pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum mereka
pahami (abstrak). Konsep- konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan
(continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan,
demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep
abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
16
Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan
konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner 1978 (dalam
http://www.adipw.onlen.web.id/archives/200) memberikan pemecahan berbentuk
jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic,
dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta,
grafik, lambing, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat
dipahami siswa. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang
abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas
(expanding environment approach) dan pendekatan spiral dengan memulai dari
yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas, dari yang
dekat ke yang jauh.
2.4 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Sudjana, Nana,
2001 : 22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-
masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut.
a) Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia
Faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor biologis dan faktor
psikologis. Faktor biologis antara lain usia, kematangan dan kesehatan.
Sedangkan faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat
dan kebiasaan belajar.
b) Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia
Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor non
manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.
Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses
belajar yang dilakukan oleh siswa. Semakin tinggi proses belajar yang dilakukan
17
oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar
merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, Nana, 2001 : 3).
2.5 Kajian Hasil - Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered
Heads Together), telah dilakukan peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk
skripsi, yang dilakukan oleh I Noor Azizah 2007 (dalam Intan Putri Utami) yang
berjudul “Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered-Heads Together) dengan Pemanfaatan LKS (Lembar Kerja Siswa)
Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (Kubus dan Balok) Siswa Kelas VIII
Semester 2 SMP N 6 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007”.
Penelitian tersebut disimpulkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar pada
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pemanfaatan LKS lebih baik daripada
nilai rata- rata hasil belajar pada pembelajaran dengan metode konvensional dan
rata- rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen ≥ 65.
Pembelajaran kooperatif NHT fungsi guru hanya sebagai fasilitator.
Keaktifan siswa lebih diutamakan pada model pembelajaran ini. Dengan adanya
keaktifan ini akan meningkatkan motivasi belajar yang tinggi sehingga
berpengaruh pada hasil belajar siswa.
Penelitian lain dilakukan oleh Emi Sulistiyorini 2007 (dalam Intan Putri
Utami) yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT) terhadap Hasil Belajar dan Pencapaian Tingkat Berpikir
Siswa SMP dalam Geometri Menurut Van Hiele”. Dalam penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika materi pokok segi
empat antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) dengan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional,
serta Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian terdahulu tersebut relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti karena sama- sama meneliti tentang keefektifan model
pembelajaran NHT (Numbered Heads Together).
18
2.6 Kerangka Berpikir
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sering dianggap sebagai mata pelajaran
yang susah untuk dimengerti. Indikasinya dapat dilihat dari hasil belajar siswa
yang kurang memuaskan. Pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini
menggunakan metode ekspositori, di mana pembelajaran berpusat pada guru,
siswa pasif, dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa
mengalami kejenuhan yang berakibat kurangnya minat belajar. Minat belajar akan
tumbuh dan terpelihara apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara
bervariasi, baik melalui variasi model maupun media pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)
adalah salah satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternatif bagi guru
dalam mengajar siswa, yang merupakan sebuah variasi diskusi kelompok yang
ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili
kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili
kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa
dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual
dalam diskusi kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya
akan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa. Siswa kelompok bawah akan
mendapat transfer pengetahuan dari siswa kelompok atas yang merupakan teman
sebayanya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan siswa
kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi
pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang materi
yang dijelaskan.
19
Bagan Kerangka Berpikir
2.7 Hipotesis Penelitian
Dari uraian kajian teori dan karangka berpikir diatas dapat ditarik
hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:
Ada Pengaruh Model Pembelajaran tipe NHT (Numbered Heads
Together) Terhadap Hasil belajar IPS siswa kelas V SDN Dukuh 02 Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.
Kelas Kontrol
Pretest Pembelajaran seperti biasa yang dulakukan
guru kelas (konvesional)
posttest
Terdapat pengaruh yang signifikan dengan model
pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) dimana hasil belajar kelas eksperimen lebih