18 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pemberdayaan Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti kemampuan atau kekuatan. Dari kata ini bisa diungkapkan dengan kalimat lain bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses menuju berdaya atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang belum/ kurang berdaya. Makna “memperoleh” pada pengertian di atas berarti bahwa dalam pemberdayaan masyarakat yang mencari, mengusahakan, melakukan dan menciptakan situasi atau meminta kepada pihak lain untuk memberi daya/ kekuatan/ kemampuan (K Dwi, 2016: 16-17). Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan, dan mempengaruhi, kejadian-kejadian serta lembaga- lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Mardikanto, 2013: 29). Konsep pemberdayaan sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat. Banyak sekali pemerintah yang membangun lembaga
28
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian ...eprints.umm.ac.id/44361/3/jiptummpp-gdl-lilyanarat-50471-3-babii.pdf · 2.1.1 Pengertian Pemberdayaan Pemberdayaan berasal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti
kemampuan atau kekuatan. Dari kata ini bisa diungkapkan dengan
kalimat lain bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses menuju
berdaya atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan
dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak
yang memiliki daya kepada pihak yang belum/ kurang berdaya.
Makna “memperoleh” pada pengertian di atas berarti bahwa dalam
pemberdayaan masyarakat yang mencari, mengusahakan,
melakukan dan menciptakan situasi atau meminta kepada pihak lain
untuk memberi daya/ kekuatan/ kemampuan (K Dwi, 2016: 16-17).
Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang
menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai
pengontrolan, dan mempengaruhi, kejadian-kejadian serta lembaga-
lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan
menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan,
dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan
kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Mardikanto,
2013: 29).
Konsep pemberdayaan sudah tidak asing lagi dikalangan
masyarakat. Banyak sekali pemerintah yang membangun lembaga
19
dengan nama pemberdayaan, seperti Badan Pemberdayaan
Masyarakat (Bapermas), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
tingkat Desa maupun Kelurahan. Bahkan, banyak sekali Lembaga
Swadaya Masyarakat yang melakukan program pemberdayaan
masyarakat. Selain itu, didalam dunia usaha pemberdayaan
masyarakat juga dilakukan melalui program CSR (Corporate Social
Responbility).
Popularitas pemberdayaan tidak sebanding dengan
realisasinya,. Pemberdayaan masyarakat tidak semudah seperti
membalikan tangan. Kegiatan pemberdayaan bukan sekedar
membangun sesuatu, memberikan pelatihan keterampilan,
melakukan pendampingan, memberikan sumbangan/ hadiah, atau
bentuk-bentuk kegiatan lainnya. Pemberdayaan masyarakat
merupakan upaya untuk menjadikan masyarakat berdaya dan
mandiri, mampu berdiri diatas kakinya sendiri. Bentuk
pemberdayaan perlu sesuai dengan potensi, masalah, dan kebutuhan
masyarakat sangat lokal atau masyarakat setempat (Anwas, 2014:
3).
2.1.2 Tujuan Pemberdayaan
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah tidak lain
untuk membentuk individu menjadi berdaya dan mandiri secara
finansial, berfikir, maupun bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Tujuan pemberdayaan juga untuk mengentas
kemiskinan didalam masyarakat, dengan meningkatkan
20
perekonomian masyarakat. Selain itu, mengubah perilaku dan
kebiasaan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Tujuan pemberdayaan meliputi berbagai upaya perbaikan
sebagai berikut: (Theresia Dkk, 2015: 153)
a) Perbaikan kelembagaan (better innstitusion)
Dengan perbaikan kegiatan/ tindakan yang dilakukan,
diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk
pengembangan jejaring kemitraan-usaha.
b) Perbaikan usaha (better business)
Perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan
aksebilitas, kegiatan, dan perbaikan kelembagaan, diharapkan
akan memperbaiki bisnis yang dilakukan.
c) Perbaikan pendapatan (better income)
Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan,
diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang
diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga dan masyarakatnya.
d) Perbaikan lingkungan (better environment)
Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki
lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan
seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang
terbatas.
21
e) Perbaikan kehidupan (better living)
Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang
membaik diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan
setiap keluarga dan masyarakat.
f) Perbaikan masyarakat (better community)
Keadaan kehidupan yang baik, yang didukung oleh
lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan
terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik pula.
2.1.3 Indikator Keberhasilan Pemberdayaan
Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari
bagaimana masyarakat tersebut mampu untuk meningkatkan
perekonomiannya secara mandiri. Selain itu, Keberhasilan
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari unsur peningkatan:
kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat
kesejahteraan, kemampuan kultural dan politis.
Indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur
keberhasilan program pemberdayaan masyarakat mencakup hal-hal
sebagai berikut (Arifin, 2014: 23-24) :
1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin.
2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatab yang dilakukan
penduduk msikin dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia.
3. Meningkatknya kepedulian masyarakat terhadap upaya
peningkatan ksejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
22
4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan
makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok,
makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem
administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok
dengan kelompok lain di dalam masyarakat.
5. Meningkatnya kapasitas masyarakaat dan pemerataaan
pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga
miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan
sosial dasarnya.
2.1.4 Koperasi menurut Mohammad Hatta
Koperasi berasal dari kata “ko” yang artinya bersama dan
kata “operasi” yang artinya bekerja. Sehingga koperasi artinya
sama-sama bekerja. Perkumpulan yang diberi nama koperasi ialah
perkumpulan kerjasama dalam mencapai suatu tujuan. Di dalam
koperasi tidak ada sebagian anggota yang bekerja memangku
tangan, melainkan semua anggota bekerjasama untuk mencapai
tujuan (Patra, 2008: 73).
Pengertian koperasi di Indonesia termuat dalam Undang-
undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang
menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip kopersi, sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas
kekeluargaan. Koperasi sendiri tidak terlepas dari pemikiran
23
Mohammad Hatta atau yang biasa dikenal dengan bung hatta atau
bapak koperasi Indonesia.
Sebelum menggagas koperasi, Hatta mencetuskan pemikiran
mengenai demokrasi ekonomi. Hatta sendiri mengistilahkan
demokrasi sebagai kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat atau
demokrasi dipahami Hatta disini bukanlah demokrasi yang
dipraktikan negara-negara barat. Demokrasi disini bukan pula
praktik-praktik demokrasi milik negara komunis, Uni Soviet.
Karena menurutnya, demokrasi rakyat versi komunis bukanlah
sebuah demokrasi. Lalu, dalam tulisan Hatta di Daulat Rakyat tahun
1932, Hatta juga menambahkan penilaiannya mengenai demokrasi
barat, bahwa demokrasi yang dilahirkan oleh revolusi perancis tidak
memberikan kemerdekaan rakyat yang sebenarnya, melainkan
menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi politik
saja tidak cukup untuk mencapai kedaulatan rakyat, melainkan
membutuhkan demokrasi yang lainnya, yaitu demokrasi ekonomi
(Patra, 2008: 66).
Demokrasi ekonomi sendiri memakai dasar “segala
penghasilan yang mengenai penghidupan orang banyak harus
berlaku dibawah tanggungan orang banyak pula”. Pemikiran hatta
mengenai demokrasi ekonomi inilah yang menjadi cikal bakal
terbentuknya pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Dengan adanya
demokrasi ekonomi barulah bisa terjamin adanya keadilan sosial
yang menghendaki kemakmuran yang merata ke seluruh rakyat.
24
Demokrasi ekonomi yang bertujuan menciptakan keadilan
sosial jelas sangat mempengaruhi pemikiran-pemikiran Hatta di
bidang ekonomi dan dalam demokrasi ekonomi inilah juga menjadi
landasan dari pemikiran Hatta dalam masalah pembangunan
ekonomi secara nasional. dalam pandangan Hatta, pembangunan
ekonomi nasional terdapat dua cara yang sangat utama dan
fundamental sifatnya, yaitu :
Pertama, pembangunan yang kecil-kecil dan sedang besarnya
dikerjakan oleh rakyat secara koperasi. Koperasi dapat berkembang
secara berangsur-angsur, dari kecil, sedang, menjadi besar, dari
pertukangan menjadi industri. Kedua, pembangunan yang besar-
besar dikerjakan oleh pemerintah atau dipercayakan kepada badan-
badan hukum tertentu yang dibawah penguasaan atau pengawasan
pemerintah. Pedoman bagi segala usaha tersebut ialah mencapai
“sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Gagasan koperasi yang dicetuskan oleh Hatta sebagai bentuk
organisasi ekonomi rakyat indonesia selain dipengaruhi oleh
perkembangan koperasi di Denmark yang dikaitkannya dengan
kehidupan demokrasi politik di negara itu. Hatta tampaknya
mempunyai pandangan yang sama dengan Ravnholt bahwa dasar-
dasar demokrasi ekonomi yang dijalankan dalam perkumpulan
koperasi akan menjadi landasan utama bagi kehidupan demokrasi
politik. Dalam pidato radionya untuk menyambut hari koperasi yang
ketiga pada tanggal 11 Juli 1953, Hatta mengutip Ravnholt yang
25
dikemukakannya dalam buku The Danish Co-operative Movement