BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Metode 2.1.1 Hakikat Metode Sosiodrama Metode, menurut Sagala (dalam Ruminiati, 2007: 2.3) adalah cara yang digunakan oleh guru/siswa dalam mengolah informasi yang berupa fakta, data, dan konsep pada proses pembelajaran yang mungkin terjadi dalam suatu strategi. Metode (dari bahasa Yunani: methodos, jalan), cara; dalam filsafat dan ilmu pengetahuan metode artinya cara memikirkan dan memeriksa sesuatu hal menurut suatu rencana tertentu. Dalam dunia pengajaran metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan approach tertentu. Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode bersifat prosedural (langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu problem)”. Metode merupakan bagian dari strategi. Metode dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan. Setiap guru akan menggunakan metode sesuai gaya melaksanakan kegiatan. Isniatun Munawaroh (2008 : 1.20) metode pembelajaran berperan sebagai cara dan prosedur dari kegiatan pembelajaran. Setiap metode mengajar selalu memberikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru. Oleh sebab itu sebelum pembelajaran dilaksanakan, guru sebaiknya memilih
28
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Metode 2.1.1 Hakikat ...eprints.ung.ac.id/2835/6/2013-1-86206-151409290-bab2-30072013111502.pdf · ... cara; dalam filsafat dan ilmu ... berpengalaman
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Metode
2.1.1 Hakikat Metode Sosiodrama
Metode, menurut Sagala (dalam Ruminiati, 2007: 2.3) adalah cara yang
digunakan oleh guru/siswa dalam mengolah informasi yang berupa fakta, data,
dan konsep pada proses pembelajaran yang mungkin terjadi dalam suatu strategi.
Metode (dari bahasa Yunani: methodos, jalan), cara; dalam filsafat dan ilmu
pengetahuan metode artinya cara memikirkan dan memeriksa sesuatu hal menurut
suatu rencana tertentu. Dalam dunia pengajaran metode adalah rencana penyajian
bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan approach
tertentu.
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Metode bersifat prosedural (langkah demi langkah secara pasti
dalam memecahkan suatu problem)”. Metode merupakan bagian dari strategi.
Metode dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan.
Metode merupakan cara yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai
tujuan kegiatan. Setiap guru akan menggunakan metode sesuai gaya
melaksanakan kegiatan.
Isniatun Munawaroh (2008 : 1.20) metode pembelajaran berperan sebagai
cara dan prosedur dari kegiatan pembelajaran. Setiap metode mengajar selalu
memberikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh
guru. Oleh sebab itu sebelum pembelajaran dilaksanakan, guru sebaiknya memilih
metode pembelajaran yang tepat. Artinya metode pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan, materi pelajaran, karakteristik siswa, dan ketersediaan fasilitas
pendukungnya, dan ketersediaan waktu.
Pertimbangan terpenting dalam memilih metode pembelajaran adalah
metode harus mampu mengaktifkan siswa. Karena pembelajaran yang
membelajarkan adalah pembelajaran yang mengaktifkan faktor internal siswa
(mental emosional) dalam belajar. Dalam proses pembelajaran terdapat hubungan
yang erat antara strategi dan metode. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang
maksimal, diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Pada saat menetapkan
strategi yang digunakan, guru harus cermat memilih dan menetapkan metode yang
sesuai.
Mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan
metode mengajar yang serasi dengan tujuan mengajar. Guru-guru yang telah
berpengalaman umumnya berpendapat bahwa masalah ini sangat penting bagi
para calon guru karena menyangkut kelancaran tugasnya. Metode mengajar yang
dipergunakan akan menentukan suksesnya pekerjan selaku calon guru.
Sosiodrama yaitu suatu drama tanpa naskah yang akan dimainkan oleh
sekolompok orang. Biasanya permasalahan cukup diceritakan dengan singkat
dalam waktu 2 atau 3 menit. Kemudian masing-masing siswa memerankannya.
Persoalan atau pokok yang akan didramatisasikan diambil dari situasi social,
karena itu disebut sosiodrama.
Wina Sanjaya (2006 : 160) sosiodrama adalah metode pembelajaran
bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
fenomena sosial. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan
penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan
siswa untuk memecahkannya.
Dendy Sugono (2003 : 167) sosiodrama adalah satu bentuk kegiatan yang
dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengajaran dengan cara memperagakan
masalah dalam situasi tertentu dengan gerak dan dialog. Tahap-tahap yang
dilakukan dalam pengajaran :
a. Penyampaian situasi dan masalah
b. Pemeragaan situasi dan masalah
c. Pembahasan situasi dan masalah.
Dari pengertian menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode
sosiodrama adalah suatu kegiatan memainkan peran tanpa melihat naskah drama.
2.1.2 Tujuan Guru Menggunakan Metode Sosiodrama diantaranya:
1. Melatih siswa untuk mendengarkan dan menangkap ceritera singkat
dengan teliti.
2. Memupuk dan melatih keberanian. Misalnya dengan ditugaskan untuk
mendramatisasikan di muka kelas, pada permulaannya tidak semua siswa
berani. Sedikit sekali yang suka rela atau tanpa ditunjuk. Bahkan ada
kalanya siswa harus dipaksa. Tetapi lambat laun siswa berani sendiri.
3. Memupuk daya cipta.
4. Belajar menghargai dan menilai kecakapan orang lain, dan menyatakan
pendapatnya. Hal ini akan tampak apabila siswa ditanya pendapatnya
tentang dramatisasi yang dilakukan siswa lain di muka kelas.
5. Untuk mendalami suatu masalah sosial. Misalnya, bagaimana sedihnya
apabila sepeda kesayangannya hilang.
2.1.3 Petunjuk Menggunakan Metode Sosiodrama Adalah:
a. Tetapkan dahulu masalah-masalah sosioal yang menarik perhatian siswa
untuk dibahas.
b. Ceritakan kepada kelas (siswa) mengenai isi dari masalah-masalah dalam
konteks cerita tersebut.
c. Tetapkan siswa yang dapat atau bersedia untuk memainkan peranannya di
depan kelas.
d. Jelaskan pada pendengar mengenai peranan mereka pada waktu
sosiodrama sedang berlangsung
e. Beri kesempatan para pelaku untuk berunding beberapa menit sebelum
mereka memainkan peranannya.
f. Akhiri sosiodrama pada waktu situasi pembicaraan mencapai ketegangan.
g. Akhiri sosiodrama dengan diskusi kelas untuk bersama-sama memecahkan
masalah persoalan yang ada pada sosiodrama tersebut.
h. Jangan lupa menilai hasil sosiodrama tersebut sebagai bahan pertimbangan
lebih lanjut.
2.1.4 Manfaat Dalam Pendidikan
Dendy Sugono (2003 : 167) manfaat penggunaan metode sosiodrama
dalam pendidikan yaitu:
a. Siswa menyadari keterlibatannya dalam persoalan hidup.
b. Siswa mendapat kesempatan dalam pembentukan watak.
c. Siswa menayadari nilai-nilai kehidupan yang perlu bagi dirinya.
d. Siswa mampu menghargai pendirian orang lain atau kelompok lain.
e. Siswa terlatih menggunakan bahasa secara baik dan benar.
f. Siwa terlatih berpikir cepat, abaik, dan bernalar.
g. Siswa terlatih mengemukakan pendapat dihadapan khalayak.
2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Metode Sosiodrama
1. Kelebihan Metode Sosiodrama
Menurut Mansyur (dalam Ruminiati, 2007:2.9) kelebihan metode sosiodrama
adalah :
a) Melatih peserta didik untuk berkreaktif dan berinisiatif
b) Melatih peserta didik untuk memahami sesuatu dan mencoba
melakukannya.
c) Memupuk bakat peserta didik yang memiliki bibit seni dengan baik
melalui sosiodrama yang sering dilakukannya dalam metode ini,
d) Memupuk kerja sama antar teman dengan lebih baik pula,
e) Membuat peserta didik merasa senang, karena dapat terhibur oleh
fragmen teman-temannya.
2. Kelemahan Metode Sosiodrama
a) Pada umumnya yang aktif hanya yang berperan saja.
b) Cenderung dominan unsur rekreasinya daripada kerjanya, karena untuk
berlatih sosiodrama memerlukan banyak waktu dan tenaga.
c) Membutuhkan ruang yang cukup luas,
d) Sering mengganggu kelas di sebelahnya.
2.1.6 Langkah-Langkah Mengggunakan Metode Sosiodrama :
1. Persiapan
a. Menentukan masalah /pokok yang akan disosiodramakan dengan
berprinsipkan:
- Persoalan atau pokok diambil dari situasi social yang dapat dan
mudah dikenal siswa
- Persoalan hendaknya memberikan berbagai kemungkinan atau
dapat ditafsirkan bermacam ragam pendapat baik mengenai
persamaa perbedaan, kemungkinan pemecahan dan kelanjutannya.
- Persoalan yang dipilih hendaknya bertahap, mula-mula yang
sederhana, dan pertemuan-pertemuan berikutnya mungkin yang
agak sukar.
b. Guru menjelaskan kepada siswa. Penjelasan dapat berupa isi
permasalahan, peranan pelaku ataupun peranan penonton. Persoalan
perlu dijelaskan sampai selesai dan lengkap betul, tetapi harus jelas.
c. Pemilihan pelaku. Ini dapat dilakukan dengan menunjuk siswa yang
kira-kira dapat mendramatisasikan atau dapat juga diajukan secara
sukarela.
d. Mempersiapkan pelaku dan penonton.
Para pelaku, cukup ditunjuk orang dan jumlahnya. Sedangkan
peranan masing-masing lebih baik diserahkan kepada mereka. Karena
itu ada baiknya untuk sekedar persiapan singkat, para pelaku disuruh
keluar kelas barang 2 atau 3 menit. siswa lain yang ada di dalam kelas
diberi penjelasan baik perana mereka selaku penonton yang baik
maupun sebagai siswa/orang yang akan mengemukakan pendapatnya
terhadap sosiodrama yang sebentar lagi akan berlangsung.
2. Pelaksanaan
Para pelaku yang telah disiapkan selama 2 atau 3 menit itu
kemudian dipersilahkan untuk mendramatisasikan menurut pendapat dan
kreasi mereka. Diharpkan perbuatan mereka spontan. Karena itu peranan
guru di sini mengawasi dan mencari kebebasan kepada pelaku dan
mengawasi ketertiban kelas. Tetapi apabila para pelaku mengalami
kemacetan, selayaknya guru bertindak. Caranya menugaskan siswa lain
untuk membantu untuk melancarkan ataupun diberi isyarat. Pelaksanaan
sosiodrama tak perlu selesai. Hal ini bermanfaat untuk kemudian
diteruskan untuk dipikirkan kemungkinannya oleh siswa lainnya.
3. Tindak lanjut
Sosiodrama sebagai metode mengajar tidak berakhir pada pelaksanaan
dramatisasi melainkan hendaknya ada kelanjutan baik berupa tanya jawab,
diskusi, kritik, maupun analisa persoalan. Bahkan mungkin juga ada siswa lain
untuk mencobakan kembali memainkan peranan yang lebih baik apabila
dramatisasi tadi masih sangat kurang. Atau lanjutan dari ceritera yang telah
didramatisasikan. Kepada para pelaku yang mendapat kritik, hendaknya diberi
kesempatan untuk menyatakan maksudnya, mengapa ia berlaku demikian pada
waktu dramatisasi tadi.
Uno (2008 : 26) bermain peran sebagai suatu model pembelajaran
bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial
dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain
peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran
yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses
bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang
berguna sebagai sarana bagi siswa untuk:
1. Menggali perasaannya.
2. Memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap
sikap, nilai, dan persepsinya.
3. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah
4. Mendalami mata pelajaran dengan berbagai cara.
Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke masyarakat kelak
karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu situasi di mana begitu banyak peran
terjadi. Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada
kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis terhadapnya.
Disamping itu tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan
terhadap situasi yang nyata (real life situation). Prpsedur bermain peran terdiri
atas sembilan langkah yaitu:
Langkah pertama, pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa
pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang
perlu mempelajari dan menguasainya. Bagian berikutnya dari proses pemanasan
adalah menggambarkan permasalahan dengan disertai contoh. Hal ini bisa muncul
dari imajinasi siswa atau sengaja disiapkan oleh guru. Sebagai contoh guru
menyediakan suatu cerita untuk dibaca di depan kelas. Pembacaan cerita berhenti
jika dilema dalam cerita menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan
pertanyaan oleh guru yang membuat siswa berpikir tentang hal tersebut dan
memprediksi akhir dari cerita.
Langkah kedua, memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas
karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya.
Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat memilih siswa yang sesuai untuk
memainkannya atau siswa sendiri yang mengusulkan akan memainkan siapa dan
mendeskripsikan peran-perannya. Langkah kedua ini lebih baik. Langkah pertama
dilakukan jika siswa pasif dan enggan untuk berperan apa pun. Sebagai contoh,
seorang anak memilih peran sebagai ayah. Dia ingin memerankan seorang Ayah
yang galak dengan kumis tebal. Guru menunjuk salah seorang siswa untuk
memerankan anak seperti ilustrasi di atas.
Langkah ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan
dengan siswa di mana dan bagaimana peran itu dimainkan. Apa saja kebutuhan
yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang
paling sederhana adalah hanya membahas skenario (tanpa dialog lengkap) yang
menggambarkan urutan permainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul,
kemudian diikuti oleh siapa dan seterusnya. Konsep sesderhana memungkinkan
untuk dilakukan karena intinya bukan kemewahan panggung, tetapi proses
bermain itu sendiri.
Langkah keempat, guru menunjuk beberapa siswa sebagai
pengamat.namun demikian, penting untuk dicatat bahwa pengamat disini harus
juga terlibat aktif dalam permainan peran. Untuk itu, walaupun mereka ditugaskan
sebagai pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar
dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.
Langkah kelima, permainan peran di mulai. Permainan peran dilaksanakan
secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan
perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan.
Bahkan, mungkin ada yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika
permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya
untuk segera masuk ke langkah berikutnya.
Langkah keenam, guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan
melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan
muncul. Mungkin ada siswa yang meminta untuk berganti peran. Atau bahkan
alur ceritanya akan sedikit berubah. Apapun hasil diskusi dan evaluasi tidak jadi
masalah.
Langkah ketujuh, yaitu permainan peran ulang. Seharusnya pada
permainan peran kedua ini akan berjalan lebih baik. Siswa dapat memainkan
perannya lebih sesuai dengan skenario.
Langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan
pada realitas. Karena pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang
melampaui batas kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan peran sebagai
pembeli. Ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Contoh lain,
seorang siswa memainkan peran orang tua yang galak. Kegalakan yang dilakukan
orang tua ini dapat dijadikan bahan diskusi.
Pada langkah kesembilan, siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang
tema permainan peran yang telah dilakuan dan dilanjutkan dengan membuat
kesimpulan. Misalnya siswa akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia
dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana
sebaiknya siswa menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi ayah dari siswa
tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, siswa akan
belajar tentang kehidupan.
2.1.7 Pengertian Berbicara
Rofi’uddin (dalam Novi Resmini, 2007:51) berbicara pada hakikatnya
merupakan suatu proses komunikasi sebab di dalamnya terjadi pemindahan pesan
dari suatu sumber ke tempat lain. Berbicara merupakan salah satu aspek yang
penting dibelajarkan kepada siswa karena berbicara melibatkan kegiatan produktif
siswa dalam menyampaikan ujaran secara lisan. Ciri lain adalah diperlukannya
seorang pembicara mengasosiasikan makna, mengatur interaksi, siapa harus
mengatakan apa, kepada siapa, kapan, dan tentang apa. Keterampilan berbicara
mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari pembicara dalam membentuk
sebuah kalimat.
Menurut Iskandarwassid (2008 : 240) dalam konteks komunikasi, pembicara
berlaku sebagai pengirim (sender), sedangkan penerima (receiver) adalah
penerima warta (message). Warta terbentuk oleh informasi yang disampaikan
sender, dan message merupakan objek dari komunikasi. Feedback muncul setelah
warta diterima, dan merupakan reaksi dari penerima pesan.
Hamzah B. Uno (2010 : 95) pesan merupakan informasi yang akan
disampaikan oleh komponen lain dan dapat berupa ide, fakta, makna, dan data.
Pandangan lain dikemukakan bahwa message atau pesan pada dasarnya adalah
hasil atau output dari encoding. Dengan kata lain, pesan bisa berupa kalimat
pembicaraan lisan, tulisan, gambar, peta, ataupun tanda/impuls/sinyal dan
sebagainya.
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangatlah erat.
Berbicara pada hakikatnya merupakan proses berkomunikasi antara guru dan
siswa dalam hal pembelajaran maupun diluar batas pembelajaran yang di
dalamnya terjadi perpindahan pesan dari satu sumber ke tempat lain. . Dalam
kegiatan berbicara akan dapat berjalan dengan baik apabila antar pembicara sama-
sama menguasai bahasa pendengar.
Berbicara merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki oleh manusia.
Dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya.
Berbicara selalu tidak jauh-jauh dengan bahasa, karena bahasa mrupakan unsur
penting dalam berkomunikasi dengan manusia yang lain. Selain itu berbicara juga
dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk
mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan.
Berbicara sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol
sosial.
Seorang pemimpin, misalnya, perlu menguasai keterampilan berbicara agar
dapat menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi terhadap program
pembangunan. Seorang pedagang perlu menguasai keterampilan berbicara agar
dapat meyakinkan dan membujuk calon pembeli. Demikian halnya pendidik,
mereka dituntut menguasai keterampilan berbicara agar dapat menyampaikan
informasi dengan baik kepada siswa.
Interaksi antara pembicara dan pendengar ada yang langsung dan ada pula
yang tidak langsung. Interaksi langsung dapat bersifat dua arah atau multi arah,
sedangkan interaksi tak langsung bersifat searah. Pembicara berusaha agar
pendengar memahami atau menangkap makna apa yang disampaikannya.
Komunikasi lisan dalam setiap contoh berlangsung dalam waktu, tempat, suasana
yang tertentu pula. Sarana untuk menyampaikan sesuatu itu mempergunakan
bahasa lisan.
Dapat dipahami orang berbicara untuk saling berkomunikasi dengan orang
lain agar tercipta kerjasama dan hubungan yang baik. Untuk dapat bicara dalam
suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, tata bahasa dan kosa
kata dari bahasa yang digunakan itu. Selain itu, penguasaan masalah yang akan
disampaikan dan kemampuan memahami bahasa lawan bicara diperlukan juga.
Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampai sangat erat.
Pembelajaran kemampuan berbicara dapat membantu siswa dalam menyampaikan
pesan, informasi, gagasan, pikiran dan ide yang dimiliki kepada orang lain. Siswa
dapat berlatih berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan kondisi
yangdialami. Sedangkan sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai
suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan serta dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah mengungkapkan pikiran,
perasaan dan gagasan kepada orang lain agar terjalin komunikasi yang baik antara
satu orang dengan orang lain.
2.1.8 Proses Berbicara
Proses keterampilan berbicara dimulai sejak kecil. Ketika manusia belajar
dari mendengar atau menyimak kemudian berbicara sesuai apa yang ia dengar,
dilanjutkan dengan belajar membaca dan menulis. Berbicara sendiri merupakan
aspek yang sangat mendukung dalam proses komunikasi secara lisan yaitu dengan
belajar berbicara maka belajar berkomunikasi.
Manusia kemudian dapat berkomunikasi dengan bahasa dan berbicara agar
maksud yang ingin disampaikan dapat tersampaikan kepada rekan bicara. Tahap
ini akan berlanjut dengan berbicara untuk menyampaikan ide atau gagasan kepada
pendengar di muka umum. Dalam tahap ini ada beberapa orang yang mengalami
kendala. Alasan terbesar dari kondisi ini adalah karena kurang percaya diri yang
mengakibatkan demam panggung.
Bukti proses keterampilan berbicara ini ditunjukkan ketika seseorang
senang mendengarkan atau menyimak, membaca dan menulis maka kemampuan
berbicaranya akan baik, karena menguasai bahan yang cukup untuk dibicarakan
atau didiskusikan dengan rekan bicara. Apalagi disertai dengan kepercayaan diri
pengalaman yang cukup, maka seseorang tersebut akan fasih berbicara di depan
umum tanpa canggung. Bahkan seseorang yang pandai berbicara di depan umum